Setelah sampai di laboratorium profesor Javier, aku langsung saja menemui Mario yang berada di kamar sedang mendapatkan perawatan, untungnya saat aku masuk dia sudah siuman seperti semula kembali.
"Kau sudah baikan!?" tanyaku."Sudah, aku dirawat dengan baik oleh profesor Javier dan nona Nixie." kata Mario.
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu, siapa yang melakukan ini semua padamu!?" tanyaku.
"Bernardo, dia menanyakan keberadaanmu kepadaku. Tapi aku tidak ingin memberitahunya karena aku pikir mereka pasti akan menghajarmu lagi. Dan sekarang aku tau masalahmu dengannya lebih serius setelah kau membawa Belinda bersamamu." jelas Mario.
"Aku sudah tidak tahan lagi melihat dia menderita bersama Bernardo. Kami saling mencintai karena itu aku membawanya ketempat ini." kataku.
"Sebenarnya kau ini apa sekarang!? kenapa kita ada ditempat ini!?" tanya Bernardo sambil melirik kesekitarnya.
"Mungkin sulit untuk dijelaskan, tapi yang jelas aku se
Di atas sana langit seakan sedang berbahagia riang menaburkan gumpalan awan cerah berhias mentari dengan cahaya kuning keemasan berkilau terik menembus lapisan atmosfer bumi. Aku menghampiri Belinda, sekarang ia terlihat memberikan senyum itu kepadaku. Tapi entah kenapa aku merasa ada yang berbeda dari senyumannya saat itu. Sepertinya waktu akan menunjukan hal yang membuatku kualahan lagi kali ini, apa yang akan terjadi? aku memiliki firasat buruk, yang aku sendiri tidak tahu itu apa. Kemudian aku duduk disebelahnya, "Sekarang kamu makan ya, aku sudah membuatkan makanan ini untukmu." ia mengambil sesendok makanan tersebut dari piring yan dipeganngnya, lalu menyuapiku. Aku belum pernah makan senikmat ini, suapan penuh cinta mungkin adalah bumbu rahasianya. "Terimakasih ya, kamu baik sekali." puji aku kepadanya. "Aku senang kalau kamu suka." lirihnya kemudian ia menaruh makanan itu, setelah sekian lama sendiri saat itu aku merasakan ketulusaan dan peras
Seorang lelaki berambut merah melompat dari gerbong kereta yang hancur. Tangannya memegang senjata lalu ia melepaskan tembakan kearahku. “Mati kau, Agen bodoh!” Teriak pria bermata amber itu. Dengan cepat aku mengelak. Tiba-tiba dibelakangnya muncul makhluk hitam yang dipimpin pria berambut merah tembaga itu. "Ayo hancurkan tempat ini! Jangan sampai ada yang tersisa!” Titah pria itu. “Grrr..” Makhluk hitam itu menggeram. Mereka beringas. menyebar kesegala penjuru tempat itu. Seketika aku pun bergerak cepat kearah kawanan makhluk hitam besar itu.Aku melepaskan tembakan diselingi dengan gerakan cepatku kekiri dan kanan. Seketika tembakan laserku mengenai mereka. Dalam sekejap, 15 makhluk hitam tumbang. Aku berkedip dan mata pria dihadapanku menyala.Lelaki itu membuka mata. Menampilkan manik biru samudra dibaliknya. Jatungku berdegup kencang. Kembali aku bertemu pandang. Sorot lekat ungu itu seakan menghipnotisku. Dia mengulurkan
Aku tertunduk sambil menyilangkan dua tanganku, tiba-tiba saja sebuah panggilan hologram muncul dari arloji, ternyata itu dari profesor Javier sentak aku terbangun dari lamunan. "Akira, apa kau baik-baik saja!?" tanya profesor. "Tentu saja tidak prof, aku sekarang sedang terkurung di penjara bawah tanah oleh orang-orang yang tidak aku kenal. sebenarnya ada apa ini prof kenapa aku tidak bisa membuka portal waktu!?" lirih aku. "Ada seseorang yang sedang mengendalikan portal waktu, mungkin itu dari pihak musuh. Aku sedang mengusahakan agar kau bisa kembali pulang." kata profesor. "Lalu apakah arloji ini tidak bisa digunakan, karena aku ingin keluar dari tempat busuk ini sekarang." kataku. "Tenang saja, arloji yang kau gunakan baik-baik saja. Hanya daja ada sedikit masalah untuk membuka ruang waktu, kau bisa menggunakan senjatamu untuk keluar dari tempat itu." jelas profesor. "Apa Belinda baik-baik saja prof disana!?" tanyaku yang langsung menging
Sama seperti gravitasi bagi manusia. Entah siapa yang menciptakan suatu hukum alam dimana disejumlah titik tertentu terdapatportalyang akan membawa siapapun baik manusia ataumakhluk lainjika tanpa sengaja memasuki atau terjatuh diportalitu. Dan entah membawanya ke mana... Baik atau buruk. Keberuntungan atau kesialan. Sebuah lelucon yang konyol dari pencipta alam ini. "Aku peri hutan, penunggu tempat ini.” sahut wanita itu. ”Apa kau bilang, tidak mungkin?” tanya aku tak percaya. Siapa sebenarnya wanita ini? Apakah dia sedang bercanda sekarang. ”Bagaimana cara kau — ah, biar kutebak! Pasti kau mendapatkan kekuatan dari profesor gila itu!? suatu kekuatan untuk membawa seseorang ditengah alam liar yang satu kealam liar yang lain?” Wanita itu terdiam tidak membenarkan atau menyalahkan. ”Kalau begitu, aku rasa tempat tinggal kau didalampohon itu sendiri, bukan?
Allura menyipitkan matanya. ”Aku tak percaya. Boleh kulihat?” ”Tidak!” sahut aku tegas. ”Kau tidak percaya padaku?” tanya Allura. ”Tentu saja” cibir aku. Allura menghela napasnya. ”Terserah padamu. Aku hanya ingin membantu. ”Kalau kau takut, menjauhlah dariku!” Allura tersenyum licik. ”Aku hanya takut jika harus menolongmu lagi.” Tidak tahu sekarang aku ada dijalan yang benar atau tidak, yang terpinting aku terus bergerak untuk menghemat waktu. Tapi malam semakin gelap, penglihatanku sangat minim apalagi keadaan di hutan ini sungguh tidak mendukung untuk melakukan apa pun. "Sial! kenapa harus ada ditempat seperti ini." gerutu aku. Kami terpaksa bermalam di hutan itu dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Sebenarnya beberapa mil lagi kami akan sampai di hutan selatan andai saja tidak terjadi peristiwa itu. Di saat kami sedang beristirahat
Kupasang telinga baik baik, untuk memastikan apa saja yang kudengardisekitar bangunan ini, penuh dengan kehati-hatian. Kuseret langkah perlahan.Tapi, pintu bangunan itu kelihatannya terkunci kuat. Dan dengan tiba-tiba tanpa kusangkapintu itu akhirnya terbuka dengan sendirinya. Suasana didalam gedung sangat gelap. Dengan keberanian tingkat tinggi aku masuk menerobos kegelapan. Sementara suara tangisan semakin jelas terdengar masuk ke telingaku. Dan "Bbukk..." aku menubruk benda keras, dan berusaha meraba-raba benda yang aku tubruk tadi, ternyata sebuah kursi goyang. Aku bisa merasakan seseorang dengan sangat cepat menuju ke arahku. Dalam posisi siap siaga aku memberanikan diri bertanya, "siapa itu?" Tak ada jawaban. Perlahan-lahan pula bau kurang sedap dan apekdatang diseluruh penjuru tempat itu, "Aku sudah menunggumu!?" seseorang berbisik kepadaku. Aku berdiri, mengarahkan pandangan kesetiap penjuru, tapi tetap saja seperti tadi, semua
Tiba-tiba kesadaranku pudar dan saat aku bangun, aku berada dalam sebuah ruangan. Seseorang muncul didalam pikiranku, Dia berbicara dengan suara yang dalam, tetapi juga penuh kebijaksanaan. Membuat hatiku tenang tetapi tetap waspada dalam waktu bersamaan, dia berkata; "Akira kalahkan dia, kau harus menyelamatkan banyak orang. Semua orang mengandalkanmu, jangan ragu dan berjuanglah. Aku menunggumu disini." Bergidik kepalaku dan saat itu pun aku sadar untuk segera bangkit, "Maafkan aku ibu.., tapi sekarang aku adalah seorang agen waktu yang harus mengalahkanmu." kataku dengan tegas. "Hahahaha! Dasar bodoh! Sengaja kami memancingmu kesini agar tidak ada satu orang pun yang ikut campur dengan urusan kami! Di sini kau tidak akan pernah menang! Dan tidak mudah keluar dari alam tengah ini! Karena kami sudah berhasil mengacau ruang waktu! Jadi alam tengah ini berada dalam genggaman kami bodoh! MAJULAH!” jawabnya. "Alam tengah?" aku pun maju, memukul dengan pukulan te
Aku melihat sekeliling ruangan sekali lagi. Dan mulai kebingungan sampai suara yang begitu tajam menusuk telingaku muncul. Hingga perhatianku tertuju pada bunyi “Tik.. tik.. tik..” suara apa itu? Dalam kelam, sepasang bola mata ini bergerak kekiri dan kanan, lalu keatas dan kebawah mencari sumber suara. namun percuma, aku tak dapat melihat apa-apa dikegelapan ini. Suara itu konstan saja, tidak semakin keras maupun sebaliknya. Namun, tiba-tiba setitik cairan jatuh, dan mendarat di hidungku. Cairan itu licin, berbau tajam dan ada sensasi panas sesaat menetes hidungku. Cairan apa ini? Lagi aku bertanya dengan batin. Kuarahkan pandangan keatas, Oh tidak, mana lubang tadi? kini tak kujumpai setitik cahaya itu. Tempat macam apa ini. Sudah kelam tak jua membuat hati ini tenang. Cairan yang jatuh ke hidungku tadi kembali mendarat ditempat yang sama berulang kali. Mengapa aku tak bisa tenang, keadaan ini sungguh menyebalkan. Kini yang bisa kulakan hanya menump
Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”
Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi
Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M
Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk
Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan
Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.
Kami mencoba mengobati kekhawatiran dengan menggumamkan beberapa bait lagu tentang musim panen sambil berjalan diantara pohon-pohon ek yang besar dan berlumut. Matahari sudah terbenam sekitar satu jam yang lalu, kegelapan total mulai turun dan bulan muda belum terbit. Kami melihat sekeliling, memasang telinga untuk gerakan atau suara apapun yang tampak berbahaya.Kami tak mendengar apapun selain suara burung hantu dan jangkrik, kami juga tak melihat apapun selain deretan pepohonan dan semak belukar di sekitar tempat itu. kami kembali menggumamkan lagu sampai telinga ini mendengar suara kemeresak tepat di belakang.Secepat kilat kami berbalik, mencabut busur dan sedetik kemudian sebuah anak panah sudah terpasang. Mata kami mengarah tajam kearah belukar dibelakang, darah ini mengalir lebih cepat dalam nadinya, suara degup jantung terdengar bertalu-talu ditelinga sendiri.Perlahan kami mendekati sumber suara dan tiba-tiba belukar itu bergoyang. Kami terlonjak, mena
"Jarak antara tempat ini ke Haven sekitar dua bulan perjalanan jika ditempuh dengan berjalan kaki,” kata Alvar, “Kau tak akan sampai ke Haven tepat waktu tanpa kuda.”Temannya itu tertawa pahit sambil membalik kelinci panggang yang dijerangnya di atas api.“Beruntungnya aku karena kuda yang kubawa dari Yelow Gate terluka parah dan akhirnya mati ketika aku diserang segerombolan Dargo di dekat Creek Hollow,” Bale menggeram dan meludahkan kata Dargo seperti kutukan, “Aku sangat beruntung berhasil membantai sebagian besar dari mereka tanpa terluka. Kuku-kuku mereka seperti dilumuri racun.”Wajah Alvar menjadi semakin suram setelah mendengar cerita rekannya itu. Dargo memang suka membuat onar dan menyerang para pelancong yang melintas di dekat sarang mereka. Namun seingat Alvar jalan besar di Creek Hollow berjarak puluhan league dari Pegunungan Berbatu, dimana gua-gua Dargo berada."Bawalah kepingan uang ini bersamamu, mun
Ketika sudah semakin larut malam, kami memutuskan untuk berhenti dan beristirahat. Karena keadaan di sekitar tempat kami berpijak sekarang tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan dikarenakan kabut asap yang semakin tebal, padangan kami benar-benar di butakan karena hal itu. Kami tidak tahu kondisi yang kami lewati di depan bagaimana, tapi melihat kejadian yang terjadi pada Alvar tadi, kemungkinan masih banyak jalan yang berbahaya untuk kami lewati.Aku terperanjat bangun dari tidur setelah mendengar suara lolongan serigala di kejauhan, begitu juga Alvar karena terkejut yang mendengar aku bangun secara tiba-tiba. Kami segera bangkit duduk dari alas tidur dan melingkarkan jari-jari ini di gagang pedang yang tak pernah jauh dari tubuh kami untuk berjaga-jaga. "Ada apa Akira!?" tanya Alvar."Tidak apa, perasaanku tidak enak. Aku kira ada yang memperhatikan kita sekarang." jawab aku.Aku tak pernah menyukai serigala. Terlalu banyak pengalaman buruk tentang me