Di tempat aku menemukan sang rusa tadi, sekarang di hadapanku ada jalan setapak. Jalan itu berwarna cokelat dan dikelilingi warna-warna gelap. Meski waktu tak kuketahui sekarang sudah siang hari atau apa, warna gelap yang dingin itu begitu nyata. Aku merasakan basah pada bagian bawah celana dan sepatu yang kukenakan.
Aku berjalan sepanjang jalan setapak yang membentang pada penglihatanku. Aku mengikuti alurnya. Hingga pada suatu tempat, aku berhenti dan terlihat olehku pantulan cahaya yang sedemikian terang sehingga tubuhku terlompat "Sialan!!! apa itu disana!?" Seperti muncul makhluk-makhluk mengerikan sedang mengerubutiku. Makhluk dengan sepasang mata merah menyala, jari-jari berkuku tajam berlumur darah dan seolah siap menerkamku!
Suara-suara mengerikan terdengar, apakah itu binatang-binatang yang menghuni hutan ini. Ada suatu perasaan yang aneh dan degup jantungku mulai gemetar lagi.
Semakin mendekati cahaya, semakin aku merasakan suatu perasaa
Aku tidak bisa lagi mengendalikan diriku. Tangan yang besar monster itu terus berayun untuk menghajar diriku. Aku mencoba mengelaknya, untuk menyelamatkan diri. Tetapi cengkeraman itu begitu kuat dan terlalu keras sehingga dengan mudahnya monster itu berhasil memukul diriku hingga terpelanting. "Arggh!" aku shock seketika terkapar lemas setelah tubuhku menyusur ditanah akibat terlempar oleh monster itu. Aku mengernyitkan dahi, memperhatikan sekeliling. Mataku membias, yang terlihat monster itu sekarang sedang menghampiriku. Nafasku dipenuhi rasa hampa. Suara yang terdengar ditelingaku mengiang menyambut kedatangannya. “Sampai kapan pun, kau tidak akan pernah bisa melawanku,” tiupan angin membelai rambutku. “Aku tidak pernah takut untuk melawanmu,” tantangku. “Hahaha… itu adalah sebagian kecil dari kekuatanku. Rasakanlah!” suara yang sama terdengar di tengah-tengah keributan angin. "Sialan!!" Kalau begini aku tidak mungkin bisa melawannya
“Akira.. Akiraa.. Akira..” terdengar suara Belinda dalam mimpiku“bangunlah Akira!” sontak aku terkejut dan terjaga dari tidurku.Mataku mengerjap-ngerjap mencari titik fokusnya. Aku mengernyitkan dahi, memperhatikan sekeliling.lalu tubuhku sontak terasa kembali perihnya dengan perban terpasang hampir disekujur tubuh tetapi aku memaksakan diriku untuk terbangun dari ranjang tempatku berada sekarang."Dimana aku sekarang ini?" aku terbaring lemas. Begitu hening. Begitu ganjil. Seakan-akan kehidupan menjadi sebuah ruang kosong yang telah lama ditinggalkan penghuninya. Aku menghela napas, pelan-pelan ingatanku kembali. Disitu aku baru ingat terakhir kali aku habis bertarung hebat dengan monster dan masuk ke lorong waktu untuk kembali ke masa depan, mungkin sekarang aku sedang berada dikamarnya dokter Javier. Di jantung sebuah dinding, jarum jam terus bergerak, menunjuk angka dua, dini hari. Dingin bertambah dingin. Hening bertambah hening.
Kukira, sampai kapan pun aku tidak akan pernah melupakan pemilik wajah indah yang sengaja membiarkan rambut panjangnya tergerai dihempas angin. Juga senyumnya yang begitu tenang. Setenang permukaan air danau yang menghampar luas dibalik taman kota, dimana senja kerap kali memutuskan untuk bersembunyi. Setelah melewati beberapa blok di kota, kami berhenti saling menatap sambil melepaskan kerinduan. Kami berlari-lari kecil dengan cepat menjauh dari kejaran. Bagaimana derap langkah kami yang lincah melewati kepungan salju, membuat mereka tertinggal jauh dibelakang. Aku tak melihat lagi orang-orang yang mengejar kami berdua dari bar tadi, dibalik pohon cemara yang rimbun dan tertutup oleh salju kami bersembunyi. Ya, tak peduli dengan hal itu di taman kota sekarang aku bisa bersama Belinda berduaan. Lalu berjalan riang mendampingnya. Berusaha menjadi pemandu yang baik bagi wanita yang baru saja melepaskan kegelisahannya selama ini. "Kamu kemana saja, aku sudah lam
Tepat didalam ruangan itu, tidak ada maksud untuk mengundang kebisuan, tapi iadatang dengan tiba-tiba. Memang suasana dingin sekali, bertambah lagi hati. Dalam hitungan, pada masa yang cukup lama mula pembicaraan belum menemukan nada dan intonasi yang kena. Setidaknya bukan ungkapan yang dikeluarkan dengan terpaksa kelihatannya, tetapi benar-benar dari dalam hati. Atau belajar terlebih dahulu bagaimana memunculkan sesuatu dari hati yang tak terlihat terpaksa. Belinda menatap keseliling dia masih belum tahu kenapa aku mengajaknya keruangan itu. "Mau apa kita disini?" Aku berdiri tepat didepan piano tua bekas peninggalan ayahku, kemudian aku menekan salah satu not untuk membuka ruangan tersembunyi yang ada dikamar itu. "Kau akan kagum melihatnya." kataku, kemudian piano itu bergeser dan dinding kamar terbuka memperlihatkan pintu menuju ruang bawah tanah. Belinda tertegun sambil menghampiri pintu itu, "Pintu apa ini? ada apa didalamnya!? tanyanya semakin p
Siapa yang ada diluar sana? Mungkin itu Bernardo yang akan membalas perbuatanku karena aku sudah membunuh anak buahnya, mungkin sekarang ia membawa lebih banyak orang untuk mencoba membunuhku. Gagang pintu berderit “JEGREEEKKK!!!”seolah seseorang yang ada diluar sana memaksa untuk masuk kedalam. Belinda yang terduduk di sofa menatap khawatir kepadaku. Lalu aku buka pintu itu, sontak aku terkejut ketika melihat Mario masuk dengan tubuh yang lemas dan darah yang memenuhi wajahnya. "Mario kenapa kau!? siapa yang melakukan semua ini!?" tanyaku sambil memapah tubuhnya. "Akira.. kau harus cepat pergi!? mereka semua mengejarmu." lirih Mario matanya sayu seperti dan menahan tubuhnya yang sakit. "Siapa mereka!? apa ini ulah Bernardo!?" tanyaku yang mulai khawatir melihat keadaannya yang sulit untuk berbicara. "A..Aku.." sebelum memeberitahunya Mario sudah tak sadarkan diri saat itu, Belinda pun terkejut melihat Mario yang sudah terkapar. "Kenapa dia Akir
Kulihat dari arah kananku, sebuah pabrik mewah menyemburkan gumpalan awan hitam dari sebuah cerobong asap kuno yang panas keatas langit biru seakan hendak menjadikannya kelabu. Sungguh aku sangat benci melihatnya. Apa yang aku lihat disini? sudah seperti mimpi buruk saja. Sebuah pemandangan yang menyesakkan mata. Asap hitam menggumpal dimana-mana. Menutup jarak pandangku saat berjalan. Lebih panas dari tempat sebelumnya. Kabut hitam beterbangan menutup semua kawasan di wilayah ini. Lalu aku berjalan diantara dua gedung sambil memegang senjataku bersiaga kalau ada musuh yang tiba-tiba menyerang. Terlalu banyak kendaraan roda empat terbalik sehabis terbakar. Memenuhi jalan hampir tanpa sekat.Tidak tahu kemana pemiliknya? Sebuah robot nampak memanjat dinding teratas diluar kaca. Robot-robot dengan tangan berkabelnya, ia menjalar ke sudut-sudut dinding kaca. Tanpa kepala, tanpa mata, aku pikir ada sesuatu yang terjadi digedung itu. Maka aku mendekatinya, Se
Setelah sampai di laboratorium profesor Javier, aku langsung saja menemui Mario yang berada di kamar sedang mendapatkan perawatan, untungnya saat aku masuk dia sudah siuman seperti semula kembali."Kau sudah baikan!?" tanyaku. "Sudah, aku dirawat dengan baik oleh profesor Javier dan nona Nixie." kata Mario. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu, siapa yang melakukan ini semua padamu!?" tanyaku. "Bernardo, dia menanyakan keberadaanmu kepadaku. Tapi aku tidak ingin memberitahunya karena aku pikir mereka pasti akan menghajarmu lagi. Dan sekarang aku tau masalahmu dengannya lebih serius setelah kau membawa Belinda bersamamu." jelas Mario. "Aku sudah tidak tahan lagi melihat dia menderita bersama Bernardo. Kami saling mencintai karena itu aku membawanya ketempat ini." kataku. "Sebenarnya kau ini apa sekarang!? kenapa kita ada ditempat ini!?" tanya Bernardo sambil melirik kesekitarnya. "Mungkin sulit untuk dijelaskan, tapi yang jelas aku se
Di atas sana langit seakan sedang berbahagia riang menaburkan gumpalan awan cerah berhias mentari dengan cahaya kuning keemasan berkilau terik menembus lapisan atmosfer bumi. Aku menghampiri Belinda, sekarang ia terlihat memberikan senyum itu kepadaku. Tapi entah kenapa aku merasa ada yang berbeda dari senyumannya saat itu. Sepertinya waktu akan menunjukan hal yang membuatku kualahan lagi kali ini, apa yang akan terjadi? aku memiliki firasat buruk, yang aku sendiri tidak tahu itu apa. Kemudian aku duduk disebelahnya, "Sekarang kamu makan ya, aku sudah membuatkan makanan ini untukmu." ia mengambil sesendok makanan tersebut dari piring yan dipeganngnya, lalu menyuapiku. Aku belum pernah makan senikmat ini, suapan penuh cinta mungkin adalah bumbu rahasianya. "Terimakasih ya, kamu baik sekali." puji aku kepadanya. "Aku senang kalau kamu suka." lirihnya kemudian ia menaruh makanan itu, setelah sekian lama sendiri saat itu aku merasakan ketulusaan dan peras