Home / Horor / Tabir Kematian Sahabatku / Bab 87: Gelut Benaran

Share

Bab 87: Gelut Benaran

Author: Ngolo_Lol
last update Last Updated: 2024-01-06 20:26:22

Mata Tania mendelik menatap Joshi yang ada di atasnya. Dia pikir Joshi akan menatapnya dengan buas, tetapi ternyata mata itu terlihat sendu. Dada bidang polos sang pria naik turun dengan berat. Berusaha Joshi untuk mengendalikan hawa nafsu yang hampir menyelimuti akal sehatnya. Dia menatap sendu Tania yang berada di bawahnya.

"Kenapa? Kenapa kamu selalu menguji saya? Hmm." Joshi berucap yang langsung membuat Tania membuang muka dengan debar kencang di dada.

"Aku tidak sengaja. Aku tidak tau. Turun!" Tania menjawab cepat dengan ketakutan, dia masih tetap memalingkan wajah.

"Pandang saya, Tania. Lihat saya! Hapuslah monster di malam itu. Tidak bisakah kamu memafkan saya?" Suara Joshi berubah serak melihat dada Tania yang naik turun. Akal sehatnya mulai hilang.

"Tania ... tolong saya," lirih Joshi mendaratkan wajahnya pada kepala Tania. Embusan napas sang pria begitu kencang menyapa telinga Tania, membuat wanita itu bergidik ngeri. Bayangan monst
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mom's Reyva
tania dikuwatirin lho.. keras kepala bnget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 88: Wanita Keras Kepala

    Tangan Tania mengepal erat, dadanya memanas melihat Joshi yang memasukan kunci rumah di dalam saku celana jinsnya. Ingin merebut kunci itu, tetapi dia takut salah pegang. "Kenapa? Mau ambil kuncinya? Ambil saja kalau bisa." Joshi menantang wanita yang mulai tersulut amarah itu. Menggoda Tania menjadi hobi barunya sekarang. "Berikan kuncinya, Polisi Joshi!" Tania menengadahkan tangannya ke udara dengan mata melotot. "Ini, ambil saja! Saya ikhlas kok." Senyum simpul terpatri indah di wajah Joshi. Dia mendekat pada istrinya. Tania malah impulsif mundur melihat Joshi yang mendekatkan paha pada dirinya. Andai dia mempunyai keberanian, maka kunci yang berada di kedalaman saku celana Joshi pasti sudah berada di tangannya sekarang. Namun apa daya, Tania terlalu pemalu jadi wanita, bahkan pada suaminya sendiri yang sudah sah dan menjadi mahramnya. "Berikan kuncinya, Polisi Joshi! Aku kangen sama Mamah." Wajah Tania berubah memelas.

    Last Updated : 2024-01-07
  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 89: Jangan Jadi Wanita Lemah

    Mendengar suara tegas di balik punggungnya, Tania langsung berbalik menghadap orang tersebut. Sang pria dengan kemeja yang dikancing setengah itu, menaikturunkan alisnya pada Tania. Namun, dengan raut datar. "Mau ke mana?" Lagi, Joshi mengulang pertanyaannya. Membuat alis Tania bertaut. Namun detik berikutnya, Tania langsung mengayunkan kaki cepat, pergi bersembunyi di balik punggung lebar Joshi. Sang pria hanya menatap Pak Jarot dengan raut yang sama, sedangkan Pak Jarot masih tetap diam di tempatnya sambil melayangkan tatapan tajam pada Joshi. Pria tua itu masih menyimpan dendam pada polisi muda tersebut, sebab memasukannya ke dalam penjara. "Kenapa kamu sembunyi di belakang saya? Bukankah di rumah tadi kamu begitu galak ketika ada cowok yang berani mendekatimu." Joshi bergerak, pergi di balik punggung Tania. Membuat Tania menatapnya sedikit malu. "Ayo, sana. Tunjukkan pesonamu pada pria bangkotan itu! Buat dia takut dengan sifat galakmu tad

    Last Updated : 2024-01-08
  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 90: Cemburu Lagi

    Joshi mengelus-elus dadanya seraya beristighfar tatkala Tania melontarkan cerai. Begitu mudahnya wanita itu melayangkan kata sakral tersebut. Joshi menatap lekat Tania yang sedang bersedekap sambil menatapnya tajam. Sesekali pandangan wanita itu teralih pada buah kersen yang sudah memerah di atas sana. "Kamu mau kersen?" tanya Joshi menggaruk kepala yang tidak gatal. Bagaimana cara mengambil buah itu, sedangkan Tania langsung mengangguk antusias kala dirinya bertanya. "Ayo, cepat panjat!" Tania mendorong punggung Joshi. "Arh!" Joshi langsung mengerang saat Tania tepat mendorong di bagian lukanya. Melihat Joshi yang kesakitan, Tania langsung menghentikan aksinya. Sesaat dia sadar bahwa sudah memaksa pria itu. Joshi sedang terluka, tidak seharusnya dia memaksanya untuk mengambilkan buah kersen yang tingginya sekitar tiga meter itu. "Ya udah, deh, nggak apa-apa. Aku nggak jadi makan kersennya." Tania menunduk, ngiler. Joshi me

    Last Updated : 2024-01-09
  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 91: Tidur di Luar!

    Joshi segera mundur menjauh dari Tania sebelum dia kehilangan kendali lebih parah lagi. Tania tidak mendapatkan dada Joshi lagi untuk membentur keningnya. Perlahan dia mendongak dengan mata berkaca-kaca, menatap pria yang sedang memasang ekspresi sedih dan lelah di hadapannya. "Terima kasih sudah membantuku. Silahkan keluar, saya mau mandi dulu." Joshi berucap sendu. Tania segera mengayunkan kaki keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Berusaha dia membuang semua memori pemaksaan di malam itu. "Tunggu!"Langkah Tania terhenti di ambang pintu tatkala suara sang pria menghentikan. Tania tidak menoleh pada sumber suara, dia hanya menanti si empu suara mengatakan keinginannya. "Jika kamu menemukan cara bagaimana untuk menghilangkan traumamu padaku, bilanglah. Saya akan melakukan semuanya, memberi apa pun yang kamu pinta, asal hubungan ini tidak pernah putus." Terdengar penuh penegasan di dalam setiap kalimat yang Joshi ucapkan.

    Last Updated : 2024-01-10
  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 92: Taktik!

    Buku-buku jari Joshi tidak henti-hentinya mengetuk daun pintu, sedangkan wanita yang modus dan merayu pria malang itu sudah sedari tadi pergi dari tempatnya. Meninggalkan Joshi di luar rumah dengan perasaan nelangsa. Sudah tidak diizinkan masuk rumah, badan hanya mengenakan handuk sebatas pinggang pula. Membuat tubuh Joshi merinding kedinginan tatkala angin datang membelai. "Tania, buka pintunya. Saya kedinginan!" Joshi berteriak lagi. Namun, tidak ada sahutan apa pun dari dalam. Di luar Joshi kedinginan, sedangkan di dalam Tania kepanasan. Hatinya memanas mengingat betapa intimnya kedekatan Joshi dengan wanita berambut pirang tadi. Ditambah lagi dengan Joshi yang mau-maunya saja dibelai oleh wanita tadi. Mana seperti menikmati. Pikiran Tania berkecamuk, perasaannya diaduk-aduk. Dia sampai berpikir, apakah Joshi selama ini haus akan belaian. Biar bagaimanapun, Joshi adalah pria normal yang membutuhkan sentuhan biologis. "Tania, saya kedinginan." Suara J

    Last Updated : 2024-01-11
  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 93: Tania Hilang lagi

    Di pagi hari yang tampak mendung itu, Mbah Aji sedang mengobati luka di punggung bahu Joshi menggunakan obat-obatan herbal yang dia punya. Luka di bahu Joshi memang sudah mengering, tetapi sakitnya masih sering muncul jika pengaruh obat perada rasa sakit hilang. "Terima kasih buat semuanya, Mbah. Saya permisi dulu. Semoga Tania sudah membukakan pintu buat saya." Joshi terkekeh dengan ucapannya sendiri. Joshi pun keluar rumah, begitu pula Mbah Aji. Pria senja itu akan ke kebun mengurus tanamannya. Sesampainya di teras, Joshi melihat pintu rumah yang terbuka setengah. Dia berpikir itu kode dari Tania untuk dirinya sebagai tanda sudah bisa masuk ke rumah. Joshi langsung melangkah masuk sambil bersiul. Membenarkan perkataan Mbah Aji, jika wanita cemburunya sudah menghilang, pasti dia sendiri akan membukakan pintu tanpa diminta. "Tania!" Joshi berseru memanggil istrinya di kamar mandi, sebab di seluruh rumah tidak mendapati wanita tercintanya itu.

    Last Updated : 2024-01-12
  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 94: Diculik

    Melihat Bagas yang turun dari mobil, tanpa banyak bicara Joshi langsung mencengkeram kerah baju pria itu. Hampir saja dia melayangkan bogem mentah ke hidungnya. Namun, seorang wanita berjilbab merah yang ikutan turun dari mobil Bagas, menghentikan aksi Joshi. Tangan polisi itu terhenti di udara dengan pandangan kebingungan pada wanita berjilbab merah tersebut. "Kamu? Bukannya ...." Joshi menggantung kalimatnya. Dia memandang Bagas dan wanita itu secara bergantian. "Iya, ini saya? Emang kenapa?" Sang wanita menyolot. Wanita yang tak lain adalah Karin itu merasa gemas melihat Joshi yang datang-datangnya hendak ingin langsung memukul kakaknya Bagas. "Kamu makai ....""Diam! Ini paksaan." Karin membuang muka. Ada pengajian yang dilakukan di panti asuhan, maka dari itulah Karin mau tidak mau memakai jilbab. Wanita tomboi itu masih sungkan jika harus memakai jilbab. Sebab hal itu menjadikan gaya geraknya terbatas dengan gamis panjang hingga

    Last Updated : 2024-01-13
  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 95: Aksi Penyelamatan

    Tania mengerjap berkali-kali, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sebuah ruangan yang tampak temaram juga berdebu. Ada banyak barang-barang rusak yang dipenuhi jaring laba-laba memenuhi setiap pojok. Tania mengingat-ingat kejadian sesaat sebelum dia tak sadarkan diri. Saat Tania hendak menjauh dari pria tua bercambang putih itu, seketika dia berucap dan memanggil nama Tania dengan nama panggilan. Yang di mana panggilan tersebut hanya di berikan Fadli padanya. Seketika mata Tania membelalak lebar ketika mengingat pria tua bercambang putih itu membuka cambang dan rambut putihnya. Tania hendak kabur, tetapi dia dihadang oleh Pak Jarot. Lantas, sebuah kain yang sudah ditaburkan obat bius, membekap mulut Tania dari belakang. "Di mana aku?" Tatapan mendelik Tania layangkan ke sekeliling. Dia hendak bangkit, tetapi baru tersadar jika tangannya terikat oleh pegangan kursi kayu, begitu pun juga dengan kakinya yang terikat. Tania terjebak. "Tolong!" Je

    Last Updated : 2024-01-14

Latest chapter

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 120: Menjemput Istri di Alam Gaib

    Joshi melajukan mobilnya dengan kencang. Di kirinya, terdapat Pak Arto yang sedang mendiamkan Alisa. Sementara di belakang, terdapat Tania yang terbaring dengan mata terbuka, tetapi tidak terlihat adanya sorot kehidupan di mata indah itu. Tania seperti mayat hidup. Sesekali Joshi menoleh ke belakang, memeriksa keadaan istrinya. Memanggil-manggil 'Tania', agar istrinya itu sadar. Namun, Tania masih terdiam membisu. "Gelang yang dikenakan oleh Tania harus dihancurkan. Gelang itu diisi kekuatan hitam oleh Sarti agar mengikat Tania.""Saya akan minta tolong pada Mbah Aji." Jawaban Joshi membuat Pak Arto mengangguk. Tak butuh waktu lama, mobil jeep Joshi sudah sampai di depan rumah Mbah Aji. Sementara Bu Rania yang mendengar mobil menantunya, langsung membuat dia beranjak dari tempat tidurnya. Dia memang tidak bisa tidur sejak tadi. "Apa yang terjadi pada Tania?" Bu Rania panik melihat Joshi yang menggendong Tania masuk ke rumah Mbah Aji.

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 119: Aksi Penyelamatan

    Terdengar suara seseorang memasuki pekarangan rumah. Joshi dan Pak Arto yang sedang berada di samping rumah menjadi terpatung mendengar suara Bu Sarti yang terbatuk-batuk di depan sana. Joshi segera berlari ke arah belakang rumah, sedangkan Pak Arto mengejar. Namun, kedua orang itu tidak mengeluarkan suara apa pun. Entahlah, mungkin takut didengar oleh wanita iblis itu. Sesampainya di depan pondok yang menguarkan bau kemenyan yang begitu tajam, Pak Arto menahan lengan Joshi. "Pak Joshi, tolong selamatkan cucu saya juga. Istri saya itu sudah dibutakan oleh dendam, dia sudah tidak punya belas kasih walau pada cucunya sendiri." Sorot penuh harap terpancar di mata tua Pak Arto. Joshi hanya mengangguk samar, dia juga tidak yakin kemampuannya sejauh apa. Dia hanya akan berusaha melakukan yang terbaik demi Tania dan calon bayi mereka. Kemungkinan juga sekarang, dia harus berusaha menyelamatkan balita yang begitu dicintai Tania itu. Ya, Joshi juga harus berusah

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 118: Tania atau Alisa

    Joshi melajukan mobilnya, meninggalkan suara Dinda yang menjerit lemah di belakang sana. Entah apa yang telah diperbuat oleh Bu Sarti pada wanita masa lalunya itu, Joshi berusaha agar tidak peduli, walaupun hatinya merasa sesak akan hal itu. Bukan karena masih mencintainya, tetapi karena kemanusiaan. Namun, biar bagaimanapun juga, Joshi harus berusaha menyelamatkan Tania. Dengan kecepatan kilat, mobil jeep Joshi sampai di depan rumah. Dia langsung turun dan berhadapan dengan Mbah Aji. Terlihat pria tua itu sedang berbincang-bincang dengan mertuanya. Joshi turun dari mobil, hanya ingin memastikan Tania sudah datang atau belum. "Kamu dari mana saja? Tania sudah ketemu?" Wajah Bu Rania makin terlihat cemas. Joshi menggeleng, lalu menceritakan tentang apa yang ditemuinya barusan. Bahwa Bu Sarti masih hidup dan kemungkinan besar wanita itulah yang menjadi penyebab hilangnya Tania. Jelas hal itu membuat Bu Rania syok, tidak percaya dengan yang didengarnya.

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 117: Perasaan Bersalah

    Dalam kondisi pandangan yang sedikit memburam, Joshi terperangah menangkap sesosok wajah yang dia pikir telah meninggal dunia. Bu Sarti. Walau wajah wanita itu ada bekas luka yang lumayan besar, tetapi Joshi tahu betul, dia adalah Bu Sarti. Rasa takut langsung menjalar ke tubuh petugas kepolisian itu. Bukan takut dengan dirinya, tetapi takut dengan keselamatan nyawa istri dan calon bayinya. Joshi hendak bangkit bangun dari sofa yang terasa menyesakkan itu, tetapi tubuhnya seolah-olah terkunci oleh sesuatu. Di saat pria itu tadi menatap ke dalam mata sang mantan, Dinda sengaja memerangkap Joshi dengan sebuah mantra yang diajarkan Bu Sarti untuk menjerat pria tersebut. Alhasil, Joshi mau mengikuti langkah Dinda walau terpaksa, dan melupakan misinya yang sedang mencari Tania. Sekarang, petugas kepolisian itu terjebak. "Jangan apa-apakan dia! Aku sudah nggak menginginkan dia lagi." Sambil memegang tubuhnya yang kesakitan akibat berbenturan dengan dinding, Dinda berse

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 116: Jebakan Mantan

    Lelah mencari Tania dengan berlari ke sana kemari, Joshi berinisiatif mencari Tania menggunakan mobil jeep-nya. "Tania belum ditemukan, Nak Joshi?" Ketika mendengar suara mobil jeep menantunya berderu, Bu Rania keluar rumah. Raut khawatir terlihat jelas di wajah tua itu. "Iya, Mah. Saya cari dulu." Joshi menancap gas. "Pergi ke mana anak itu? Cepat sekali hilangnya." Bu Rania meremas punggung tangan sendiri, cemas. Ketika hendak masuk kembali ke rumah, dari kejauhan, Mbah Aji baru saja datang dengan diantar oleh seseorang. Sepertinya pria tua itu baru saja selesai menolong orang. Segera Bu Rania menghampiri pria tua tersebut. "Ada apa, Nak?" tanya Mbah Aji yang melihat jelas raut kecemasan pada Bu Rania. "Tania, Mbah. Dia tiba-tiba saja hilang. Perasaan dia baru saja keluar rumah, tapi tiba-tiba dia menghilang entah kemana." Pandangan wanita itu celingukan ke sama kemari. Menatap tajam pada kegelapan, berharap ada putrinya

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 115: Mimpi Beruntun

    Segera petugas kepolisian itu bangkit berdiri dari lantai. Pintu kamar mereka yang terbuka setengah, membuat Joshi yakin bahwa istrinya pergi keluar. Indra penglihatan Joshi tidak menangkap siapa pun di luar kamar, baik istri ataupun ibu mertuanya. Mendadak rumah sederhana itu sunyi, bahkan sangat sunyi sampai Joshi bisa mendengar detak jantungnya sendiri. "Tania!" Joshi mencoba memanggil nama istrinya, tetapi hanya disahuti oleh gema ruangan. Joshi mencoba mengetuk pintu kamar ibu mertuanya. "Mah, apa Tania ada di dalam?" Ucapan Joshi tidak juga mendapat sahutan dari dalam kamar tersebut. Dia memberanikan diri untuk membuka pintu, dan ternyata kosong. Ibu mertuanya juga tidak ada di dalam rumah. Joshi makin panik, dia mengayunkan langkah menuju keluar rumah. Sementara langit malam yang penuh gerimis langsung menyambut Joshi di luar rumah. Hati pria itu kalut, memikirkan di mana sang istrinya berada. Ditambah dengan mertuanya yang juga ikut menghilang.

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 114: Memelihara Setan?

    Joshi segera menahan tangan tua Mbah Aji, muncul rasa takut yang menggelayuti hatinya. Jangan sampai calon anak mereka dibunuh oleh sosok yang sedang mengendalikan raga istrinya. Namun, Mbah Aji malah melepaskan cekalan tangan Joshi pada tangannya. "Jangan takut dengan mereka. Harusnya mereka yang takut dengan kita. Manusia lebih tinggi kedudukannya daripada setan." Ucapan lembut Mbah Aji sedikit mengurangi kecemasan Joshi. Dia melepaskan tangannya dari tangan tua Mbah Aji. Mundur menjauh sedikit darinya, lalu kembali melantunkan ayat suci Al-Quran sambil menatap dengan hati nelangsa pada Tania. Istrinya terlihat begitu kepanasan dan kesakitan saat ini. "Sakiiiiitt! Hentikan, Pria Tua!" Suara Tania berat, seperti suara pria. "Allah Akbar!"Tubuh Tania perlahan melemas seiring dengan tepisan tangan Mbah Aji ke arahnya. Melihat Tania yang sudah pingsan, gegas Joshi memangku istrinya itu. Sementara Mbah Aji meminta Bu Rania untuk mengamb

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 113: Kerasukan

    Terpaksa Joshi melayangkan tamparan pada Tania. Namun, sebelum tubuh istrinya itu jatuh membentur lantai, segera Joshi tahan. Memeluknya dengan perasaan bersalah. Pisau masih Tania genggam dengan erat walau sudah kehilangan kesadaran. Joshi membuka kepalan tangan istrinya dengan paksa, lalu mengeluarkan pisau tersebut. Melemparkannya menjauh. "Tania, bangun, Tania!" Pipi tembem istrinya, Joshi tepuk-tepuk pelan. Namun, tidak ada respon. Tania telah kehilangan kesadaran. "Ayo, Nak Joshi, angkat bawa ke kamar." Bu Rania berucap setelah degup ketakutan berhasil dia netralkan. Tidak bisa dipungkiri, rasa takut menyerang wanita tua itu, ketika melihat putri dan menantunya saling adu tarik benda tajam. Segera Joshi mengangkat tubuh istrinya tersebut dengan perasaan cemas. Apa-apaan ini, sebelumnya dia menggendong ibu mertuanya yang pingsan, lalu sekarang istrinya juga. Apa yang sebenarnya terjadi di keluarganya, pikiran itu terngiang-ngiang di kepala Joshi. P

  • Tabir Kematian Sahabatku   Bab 112: Acara yang Kacau

    Joshi langsung menggendong Bu Rania, membawanya ke kamar. Membaringkan tubuh yang tampak pucat itu di ranjang. Sementara Tania panik sambil mencari-cari minyak kayu putih. Segera dia mengoleskan minyak tersebut ke telapak kaki, tangan, juga ceruk leher ibunya. "Mamah kenapa, sih?" ucap Tania resah sambil mendekatkan botol minyak kayu putih itu ke hidung Bu Rania. Sementara Joshi sendiri, memeriksa seluruh rumah. Mencari-cari apakah ada barang yang hilang atau tidak. Dia menduga kemungkinan mertuanya itu pingsan sebab adanya maling, mengingat pintu rumah tadi yang tidak terkunci. Joshi yang sudah memeriksa seluruh rumah dan tidak menemukan apa pun, beralih ke ruang tamu, tempat di mana mertuanya tadi tergeletak. Namun, dia malah melihat sang mantan di teras. Dinda masih belum pergi dari sekitaran rumah mereka. Mendengar Tania yang berteriak tadi, membuat Dinda penasaran apa yang terjadi. Dia menguping di luar rumah, sampai ketahuan oleh Joshi.

DMCA.com Protection Status