Namun saat Selina melepas gaun dari patung manekin itu dibantu karyawan butik dia langsung mengecek price tag yang menempel di bagian bahunya. Tertera harga gaun itu nominal dua juta lima ratus ribu rupiah. Dia mengurungkan niatnya karena merasa tak enak pada ibu Zahrana jika dia memilih gaun yang lumayan mahal untuk sebuah hadiah. Selina mampu membelinya tetapi dia diminta untuk memilih gaun secara cuma-cuma. Dia bukanlah seorang yang oportunis oleh karena itu dia memutuskan tak jadi mengambil gaun itu. Dan, akan memilih gaun yang lain dengan harga yang tak terlampau mahal.“Maaf, aku gak jadi pilih yang ini, Zahra,” seru Selina mendelik pada karyawan. “Pasang lagi aja Teh bajunya!”“Kenapa gak jadi?” tanya Zahrana heran.“Lain kali aja deh, aku bingung soalnya gaunnya bagus semua,”Selina berkelit.“Teh, packing aja, sama yang di dekat etalase itu ada warna-warna pastel model baru sekalian,” ucap Zahrana.“Yang model terbaru Turki?” tanyanya dengan menggaruk pelipisnya.“Iya, ada ti
“Kenalin! Calonku,” ucap dr Areeta menoleh pada lelaki di sampingnya sedangkan lelaki itu berwajah datar. Seketika Areeta mencubit pinggang lelaki itu.“Ough! Apa sih Baby?”Lelaki itu pun tersadar dari lamunannya. Sedari tadi dia tampak sedang melihat-lihat pemandangan yang ada di sekitarnya hingga tak sadar di hadapannya ada Zahrana yang menghampiri mereka.“Ini Zahrana, anak yang punya butik De Zahr,” ucap dr Areeta.“Oh, sorry, saya Dave,” ujar lelaki itu dengan tersenyum tipis. Dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Namun Zahrana hanya mengatupkan kedua tangannya di dada. Dave menautkan kedua alisnya merasa diabaikan.“Dia akhwat … dia tak salaman dengan yang bukan mahramnya, ” bisik dr Areeta ke dekat telinga calonnya.“Ah iya aku ngerti,” sahutnya.“Gimana pesananku? Sudah selesai belum?” tanya dr Areeta pada Zahrana.“Sebentar ya dokter, aku telepon Mamaku dulu,”Zahrana langsung meraih ponsel dan menghubungi ibunya.“Um, buat acara prewedding dok?” goda Zahrana.“Bukan,
‘Mudah-mudahan Selina tidak mendengarnya,’ batin Zahrana.Selina membelalakan matanya dan mengumpulkan sejumput kesadarannya. “Sorry, aku ketiduran,”Dia menyimak pembicaraan yang terjadi di antara Zahrana dan ibunya tetapi dengan suara yang kurang jelas karena berisik terdengar beberapa kendaraan di seberang butik lewat dan membunyikan klakson.“Gak apa-apa. Aku yang seharusnya minta maaf karena malah asik ngobrol dengan dr Areeta,” sahut Zahrana sedikit salah tingkah. Dia lalu meraih bahu Selina untuk kembali mengajak masuk ke ruang ibunya.“Aku pengen istirahat dulu sebentar ya,” ucapnya.“Iya, gak apa-apa,”Selina pun ikut duduk di samping Zahrana yang tengah membukakan tutup botol minuman bersoda. Lalu dia menyerahkannya pada Selina satu dan untuk dirinya satu.“Minumlah!” ucap Zahrana.Selina tak canggung langsung menerimanya.“Bismillah …”Selina minum air bersoda itu beberapa kali. Terasa segar tenggorokannya.“Dr Areeta ke sini?” kata Selina setelah menaruh botol minum ke ata
“Apa tidak berlebihan Selin, dia mentraktirmu?” tanya Ummi Sarah dengan memicingkan matanya.“Iya, Ummi, Zahra emang ba-ik sih …” ucap Selina sedikit ragu. Karena memang setahu dia Zahrana sangat berhati-hati menggunakan uang. Dia pernah mendengar dari salah satu anak didiknya bahwa Zahrana selalu meminta uang pengganti jika memberikan mereka lembar foto copy-an soal latihan pada mereka. Mungkin Zahrana akan royal pada sahabatnya, tepis Selina.“Rezekimu Nak …” seru Ummi Sarah menepuk bahu Selina. “Kamu sudah shalat ashar?”“Enggak Mi, lagi halangan,”Selina meluruskan kakinya di atas sofa panjang di ruang tamu. “Ummi, jadi acara syukuran kapan? Jumat atau ahad?”“Sepertinya ahad bada ashar saja, biar orang tua santri juga ikutan,”“Eh, Mi, Aa Adam kemana kok aku gak lihat dari tadi?”“Masa kamu gak tahu, Aa Adam udah mulai ikut kajian lagi Habib Rohman di Bandung,”“Bandung?”Selina mendongak ke arah umminya yang dari tadi bolak balik ruangan.“Ap-pa?”Ummi Sarah melotot.“Gak kenapa
[Assalamualaikum Selin!][Waalaikumsalam, iya, apa Shiza?][Jawab yang jujur!][Euh! Apa?][Apa benar ada yang datang taaruf setelah Mas Aqsa?]Selina langsung terhenyak mendengar pertanyaan Shiza. Dari mana Shiza tahu soal taaruf Mahendra. Sedangkan dia sendiri tak pernah memberitahu pada siapapun. Dia lupa jika dia sendiri yang memberitahu Zahrana.[Jawab Selin!][Um, Shiza, kamu tahu dari mana …]Selina berbicara sedikit tergagap.[Oh begitu! Aku gak nyangka Selin. Padahal aku mati-matian membela kamu di depan Mama dan Papa, rela berantem demi kamu. Kok kamu yang aku perjuangkan malah menerima taaruf dari pemuda lain?][Tidak seperti itu Za! Kamu salah paham,][Aku kira kamu sahabatku,]Shiza langsung menutup teleponnya. Dia kesal dan marah pada Selina yang menurutnya telah mempermainkan perasaan sang kakak.‘Duh kok jadi gini sih!’ gumam Selina dengan gelisah. ‘Dari mana Shiza tahu soal kedatangan dr Andra? Ah gak penting, aku harus segera mendatangi Shiza dan memberinya klarifika
Arman tertawa saat mendengar pertanyaan Adam. Adam yang sedikit pemarah langsung bungkam.“Jalan sekarang!” titahnya dengan membuang nafas kasar.“Iya, Akang jawab nih ya …” ucap Arman merasa bersalah.Adam tidak menyahut dan malah lebih memilih menempelkan earpods wireless ke telinganya mendengar senandung lagu dari ponselnya.“Dasar si gede ambeuk!” umpat Arman merasa Adam tak mendengarnya.Dasar si pemarah! (Bahasa Sunda)“Aku dengar …” sahut Adam membuat Arman semakin merasa bersalah.“Dikira gak denger,” gumam Arman cengengesan.Mereka pun sudah melewati tol dan bahkan sudah sampai di daerah Rajamandala. Terlihat jalanan mulai sepi.Sambil mendengarkan musik sesekali Adam mengedarkan pandangannya melihat ke pinggir jalanan yang dipenuhi pepohonan rindang yang tampak gelap.“Stop!” titah Adam tiba-tiba pada Arman membuatnya kaget untuk ke dua kalinya.“Astagfirullah, Adam, mau bikin Akang masuk ICU?”“Nggak, maksudku, stop ngebut, kurangi kecepatan,” ucapnya sembari menoleh ke sis
Malam semakin larut tetapi rasa kantuk masih belum juga hinggap. Adam jadi teringat sesuatu. Dia membuka lemari yang berisi berkas cicilan rumah. Diam-diam, tanpa sepengetahuan ke dua orang tuanya, dia mencicil sebuah perumahan elit yang terletak masih di Cianjur kota.“Aku harus melunasinya segera jika aku akan menikah,” gumamnya. Mengingat gadis bercadar itu membuat Adam mengingat rencana masa depan dan pernikahan. Entah apa alasannya.Secara finansial Adam sudah sangat mandiri sehingga dia sudah bisa membeli ini dan itu di usianya yang terbilang masih muda. Dia pemuda yang amanat dan cerdas, mampu mengelola usaha yang sudah menjadi turun temurun di keluarga pesantren.Ustaz Bashor memberi kebebasan pada anaknya untuk memilih. Dia tak mengharuskan keturunannya menjadi penerusnya karena nyatanya mereka memiliki cita-cita yang berbeda. Yang terpenting apapun profesinya mereka taat kepada Allah dengan cara mereka. Adam hanya berkutat menjadi pengusaha, tentu pengusaha yang dermawan dan
“Wah kelihatannya nasi gorengnya lezat,”Adam meraih piringnya dengan penuh semangat. “Siapa yang bikin?”Selina yang mendengar pujian Adam langsung tersenyum tipis dan beringsut dari duduknya karena dia sudah menyelesaikan acara makannya.“Aku duluan,” ucap Selina dengan langkah yang sedikit terburu-buru.“Selina lagi rajin Adam. Pagi ini Selina bikin nasi goreng,” sahut Ummi Sarah sembari masih menikmati nasi gorengnya.“Bagus, Selin! Yang sering-sering ya …” desis Adam menoleh pada Selina yang sudah tak ada di kursinya. “Kemana tuh anak,”Hap,Adam pun memakan nasi goreng itu. Tak selang lama raut wajahnya langsung berubah memerah padam.“Pedes! Minum …” pekik Adam langsung menyambar air minum. “Selina!” teriaknya.Dia menaruh nasi gorengnya dan kembali mengejar Selina yang sudah melaju dengan motor maticnya.HahahaSelina tertawa puas melihat sang kakak yang sudah berhasil dikerjainya. Karena saking akrab membuat mereka bahkan tak berjarak dan terkadang seperti anak kecil. Mungkin
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te