Arman tertawa saat mendengar pertanyaan Adam. Adam yang sedikit pemarah langsung bungkam.“Jalan sekarang!” titahnya dengan membuang nafas kasar.“Iya, Akang jawab nih ya …” ucap Arman merasa bersalah.Adam tidak menyahut dan malah lebih memilih menempelkan earpods wireless ke telinganya mendengar senandung lagu dari ponselnya.“Dasar si gede ambeuk!” umpat Arman merasa Adam tak mendengarnya.Dasar si pemarah! (Bahasa Sunda)“Aku dengar …” sahut Adam membuat Arman semakin merasa bersalah.“Dikira gak denger,” gumam Arman cengengesan.Mereka pun sudah melewati tol dan bahkan sudah sampai di daerah Rajamandala. Terlihat jalanan mulai sepi.Sambil mendengarkan musik sesekali Adam mengedarkan pandangannya melihat ke pinggir jalanan yang dipenuhi pepohonan rindang yang tampak gelap.“Stop!” titah Adam tiba-tiba pada Arman membuatnya kaget untuk ke dua kalinya.“Astagfirullah, Adam, mau bikin Akang masuk ICU?”“Nggak, maksudku, stop ngebut, kurangi kecepatan,” ucapnya sembari menoleh ke sis
Malam semakin larut tetapi rasa kantuk masih belum juga hinggap. Adam jadi teringat sesuatu. Dia membuka lemari yang berisi berkas cicilan rumah. Diam-diam, tanpa sepengetahuan ke dua orang tuanya, dia mencicil sebuah perumahan elit yang terletak masih di Cianjur kota.“Aku harus melunasinya segera jika aku akan menikah,” gumamnya. Mengingat gadis bercadar itu membuat Adam mengingat rencana masa depan dan pernikahan. Entah apa alasannya.Secara finansial Adam sudah sangat mandiri sehingga dia sudah bisa membeli ini dan itu di usianya yang terbilang masih muda. Dia pemuda yang amanat dan cerdas, mampu mengelola usaha yang sudah menjadi turun temurun di keluarga pesantren.Ustaz Bashor memberi kebebasan pada anaknya untuk memilih. Dia tak mengharuskan keturunannya menjadi penerusnya karena nyatanya mereka memiliki cita-cita yang berbeda. Yang terpenting apapun profesinya mereka taat kepada Allah dengan cara mereka. Adam hanya berkutat menjadi pengusaha, tentu pengusaha yang dermawan dan
“Wah kelihatannya nasi gorengnya lezat,”Adam meraih piringnya dengan penuh semangat. “Siapa yang bikin?”Selina yang mendengar pujian Adam langsung tersenyum tipis dan beringsut dari duduknya karena dia sudah menyelesaikan acara makannya.“Aku duluan,” ucap Selina dengan langkah yang sedikit terburu-buru.“Selina lagi rajin Adam. Pagi ini Selina bikin nasi goreng,” sahut Ummi Sarah sembari masih menikmati nasi gorengnya.“Bagus, Selin! Yang sering-sering ya …” desis Adam menoleh pada Selina yang sudah tak ada di kursinya. “Kemana tuh anak,”Hap,Adam pun memakan nasi goreng itu. Tak selang lama raut wajahnya langsung berubah memerah padam.“Pedes! Minum …” pekik Adam langsung menyambar air minum. “Selina!” teriaknya.Dia menaruh nasi gorengnya dan kembali mengejar Selina yang sudah melaju dengan motor maticnya.HahahaSelina tertawa puas melihat sang kakak yang sudah berhasil dikerjainya. Karena saking akrab membuat mereka bahkan tak berjarak dan terkadang seperti anak kecil. Mungkin
Selina menarik nafas lalu mengembuskannya perlahan. Lalu dia membuka suara. “Pada walinya …”“Maksud?”“Ketika ke dua orang tuanya misalnya tiada, katakan meninggal, kita meminta izin pada walinya, mau paman atau bibi, kakek atau nenek yang tinggal bersamanya. Atau kalau anak adopsi berarti meminta izin pada ke dua orang tua asuhnya,” papar Selina berusaha tenang. Terkadang dia begitu sensitif jika harus membahas tentang hal itu.“Oh, begitu …”“Iya, meminta izin adalah bentuk adab menghormati mereka, meskipun kita sudah dewasa, mandiri dan mampu menentukan hidup kita sendiri,”“Okay, baiklah. Jawaban yang mantul,”Winda keluar ruang guru dan memasuki lapangan upacara diikuti Selina di belakangnya.“Tadi Bu Win ngobrol apa?”Zahrana yang baru tiba langsung meraih bahu Selina.“Ngajak nonton bioskop malam minggu,” sahut Selina.“Kamu ikut?”“Gak tahu, mau bilang Ummi dan Abah dulu,”Selina mengedikan bahunya.“Aku pasti gak ikut, kamis aku sudah berangkat ke Bandung. Papa ada project ke
Setelah berpikir panjang Selina berencana akan ikut nonton bioskop. Setelahnya dia akan menemui Shiza untuk mengklarifikasi soal kedatangan Mahendra untuk taaruf. Semenjak beradu mulut dengannya, Shiza yang moody langsung memblokir nomornya. Oleh karena itu Selina sudah menyusun rencana itu.“Ummi, malam minggu boleh gak aku ikut sama para guru nonton bioskop?” rajuk Selina.“Bioskop?”Ummi Sarah yang sedang membaca kitab kuning menoleh.“Iya, bioskop Ummi. Pak kepsek, Pak Wijaya ulang tahun dan ingin mentraktir para guru untuk jalan-jalan ke Bandung sembari nonton bioskop,”Ummi Sarah terlihat sedang berpikir.“Berangkat bareng kok, pake kendaraan Pak Kepsek dan beberapa guru ada yang bawa mobil juga,”Ummi Sarah masih terdiam.“Boleh gak Ummi?”Selina menenggelamkan kepalanya pada bahu sang ibu. “Kok diem sih?”Pasti tidak akan disetujui, pikir Selina.“Um, sepertinya ada yang kurang. Oh iya, kambing! Adam pengen kambing guling,”Ummi Sarah menutup kitab kuning dan menaruhnya di atas
Fadel kaget dengan jawaban istrinya yang sedikit meninggi. Dia paling tidak suka dibentak meskipun dia terkadang membentak sang istri. Namun dia tidak menghardik istrinya kali ini. Dia yakin sikap istrinya yang akhir-akhir ini begitu sensitif dan pemarah akibat dirinya hamil. Istrinya mengalami perubahan hormonal. Dia sangat yakin, meskipun istrinya belum yakin karena memang belum dicek.Hawa trauma pasca beberapa kali keguguran. Setiap kali telat datang bulan dulu dia selalu cek menggunakan testpack. Namun hasilnya yang selalu nihil membuatnya tak lagi berniat mengecek urine-nya.Fadel menjawab dengan sedikit menurunkan ego kelelakiannya.“Abang ngerti dan tau kok, tidak ada pacaran. Ini makan bareng aja. Semacam pendekatan gitu. Lagian makan bareng kita dan seperti yang kamu tahu kalau Selina juga belum membuat keputusan untuk Mahendra. Siapa tahu kalau bertemu langsung muncul keakraban di antara mereka,” jelasnya dengan lebih tenang. “Ya Sayang, coba ajak,”“Gimana nanti,” pungkas
Ummi Sarah merasa bersalah karena tidak bilang dari awal kalau dia sedang menstruasi sehingga seolah memberikan harapan palsu pada sang suami.“Maaf … kebawa suasana,”Ummi Sarah terkekeh. Tak terbayang wajah Ustaz Bashor yang harus menahan hasratnya.Ustaz Bashor mandi air dingin untuk meredam perasaannya. Dia pun kembali dengan memakai handuk melilit di pinggangnya.“Segar …” serunya sambil meraih piyama tidur. Ummi Sarah pun beranjak mendekatinya dan memeluknya dari belakang. “Abah, maafin Ummi ya,”“Tidak apa-apa, Habibati …” (Habibati; kekasih perempuan)“Apa? Panggil apa barusan?”Ummi Sarah apa tidak salah dengar. Ustaz Bashor yang selalu bersikap baik dan lembut pada istri jarang sekali memanggilnya dengan sebutan yang istimewa. Dia tak romantis seperti pasangan lain, dia membuktikan kasih sayangnya dengan perbuatan.“Gak apa-apa, Ummi,”Ustaz Bashor tersenyum dan menatap istrinya dengan lembut. “Sudah malam, ayo kita tidur!” ajak Ustaz Bashor yang sudah memakai pakaian lengka
Selina menggaruk kepalanya dan tersenyum. “Ada deh,” ucapnya pada Ummi Sarah. Tentu saja Ummi Sarah tahu apa yang putrinya pikirkan.“Kamu nonton bioskop aja ‘kan?” pancing Ummi Sarah. Semoga Selina memegang perkataannya.“Iya, sama makan-makan dong Ummi. Sayang dong jauh-jauh ke kota tapi cuma nonton doang. Harus sama wisata kuliner juga Ummi, biar seru,”“Jadi pengen ikut …” desis Ummi Sarah.“Sabar Ummi! Nanti kita sekeluarga ke sana, pas libur tahun ajaran baru,”“Hem, benar,”“Sama guru ‘kan?”“Ya Ummi, tenang saja. Kami berangkat bersama-sama, maka kami pun pulang bersama-sama. Ummi jangan kayak Abah deh, khawatiran … aku ‘kan gak pergi ke Scotland atau ke Turki,” kekehnya. “Dekat banget, masih antar kota,”“Jadi anak perempuan harus bisa menjaga diri,” ucapnya membuat Selina tersindir. Apa jangan-jangan Ummi Sarah tahu isi kepala Selina yang akan menemui Shiza dan pasti akan bertemu dengan Aqsa.“Aku tahu Ummi,”Selina memeluk ibunya dengan erat. “Ummi, aku harus pakai baju apa
Sebulan kemudian Hari paling bahagia telah tiba. Pernikahan Dave dan Selina berlangsung meriah, dilaksanakan di sebuah resort milik Meliani di mana memiliki konsep nature atau alam. Selina sangat menyukai pemandangan alam sehingga dia memilih mengadakan acara walimah dan resepsi di ruangan outdoor atau terbuka. Ada banyak pepohonan pinus yang rimbun dan hijau. Dekorasi didominasi warna putih dengan aneka bunga mawar warna-warni di mana-mana. Sebuah lantunan sholawat syahdu dan merdu terdengar. Acara ijab qabul dilaksanakan terpisah. Hanya dihadiri oleh penghulu, calon mempelai lelaki Davendra Diraya,wali Selina yang tak lain Rayyan Sanjaya, saksi yaitu Ustaz Bashor dan Adam serta kerabat. “Qobiltu Nikahaha Wa Tazwijaha Hafla Selina Almaqhvira binti Rayyan Sanjaya Alal Mahril wa madzkuur ala radhiitu bihi wallahu waliyyu taufiq,” Dave mengucapkan kalimat ijab kabul dalam bahasa Arab dengan lantang. Dia mengucapkan puji syukur karena lancar membaca ijab qabul. Terlihat dia begitu bah
Selina memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya lagi. Selepas sekolah dia meremas surat tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah. Tidak ada waktu meladeninya.Jika Selina mau membuktikan foto tersebut dia hanya perlu meminta bantuan Dave dan Arman. Dave akan menjelaskan soal foto-foto tersebut dengan lebih gamlang. Mungkin di resort milik ibunya Dave ada CCTV yang akan menampilkan sosok orang yang diam-diam menguntitnya dan mencuri foto dirinya dengan angle yang menyudutkan posisi Selina.Adapun Arman akan menjelaskan soal foto dirinya saat keluar dari dokter kandungan. Selina hanya mengantar Nunik Nirmala dan Arman mengetahui hal tersebut.Selina merasa tidak terima perlakuan Ummi Sarah yang seolah meragukannya. Hatinya perih saat diinterogasi olehnya. Jalan yang terbaik adalah Selina ingin keluar dari kehidupan ke dua orang tua asuhnya dan menjalani kehidupannya sendiri. Dia tak ingin menjadi beban keluarga apalagi mereka adalah keluarga agamis.Sudah beberapa hari Selina tin
“Tentu saja Dokter. Saya akan memberi restu. Andra sudah menceritakan segalanya. Saya ingin Anda menjaganya dan menyayanginya dengan tulus. Saya merasa menyesal karena terlambat mengetahuinya. Nasi sudah menjadi bubur. Mungkin ini hukuman dunia bagi saya karena telah menyia-nyiakan orang yang mencintai saya dengan tulus,”Rayyan menunduk lesu.“Sabar ya Pak Rayyan, Anda sudah bertindak benar. Menyadari kesalahan dan ingin memperbaikinya. Yang terpenting sudah berusaha.”“Kamu masih muda, terlihat dewasa cara berpikirnya,”Dave menaikkan alisnya sebelah. “Masih muda? Yang benar saja Pak. Saya sudah kepala tiga,”Beberapa orang sering mengatakan hal serupa.“Serius?”“Iya, covernya saja terlihat dua puluh,”Akhirnya ke dua pemuda tampan yang berbeda usia tersebut tertawa bersama untuk pertama kalinya. Mereka berjalan beriringan keluar dari lobi apartemen sembari terus berbincang.“Ngomong-ngomong, apa hubungan Pak Rayyan dengan Andra?”“Andra anak teman saya, Darius. Saya, Darius dan Di
Mahendra mengunjungi Dave di apartemennya. Dia ingin mempertemukan seseorang padanya.“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap Mahendra merangkul pundak sahabatnya.“Siapa? Sejak kapan kamu bikin penasaran,”“Ayah kandung Selina,” bisik Mahendra ke telinga Dave. Dave terkejut sekali mendengar perkataan temannya. “Bela-belain langsung terbang dari Singapura. Padahal kakinya masih sakit akibat kecelakaan.”“Jangan bercanda, Andra!”Dave tertawa renyah.“Kalian bisa mengobrol empat mata,”“Baiklah,”Dave melirik sekilas pada lelaki paruh baya yang sangat tampan di belakang Mahendra. Dia berjalan dengan langkah lamban seperti tengah kesakitan. Dave mengulurkan tangannya terlebih dahulu padanya dan memperkenalkan diri.“Saya Davendra Diraya. Biasa dipanggil Dave,” ucap Dave dengan menampilkan senyum terbaiknya.“Saya Rayyan Sanjaya,” ucapnya dengan penuh wibawa.Dave seketika tertegun melihat penampilan Rayyan dan cara bicaranya. Dia bukan lelaki biasa. Dari penampilannya saja terlihat ber
Dave merasa bersalah karena telah membuat Selina menunggu kabar darinya. Mendadak, dia memiliki urusan penting di mana dia harus menangani pasien yang ternyata salah satu karyawan sang ibu-yang tengah berusaha mengakhiri hidupnya akibat depresi dengan meloncat dari rooftop gedung. Dengan kemampuannya Dave berhasil membujuk karyawan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Padahal masalahnya sepele. Lelaki yang baru berusia dua puluh lima tahun itu baru saja memergoki kekasihnya selingkuh.Setelah semua masalahnya usai, Dave langsung memencet nomor Selina. Namun Selina tidak mengangkat teleponnya sebab dia tidak mengaktifkannya.‘Pasti my Selin marah,’ gumamnya.Tak menyerah, kali ini Dave benar-benar nekad. Dia mengirim voice note.[Assalamualaikum Sel, maaf aku baru bisa menghubungimu sebab ada urusan yang harus aku selesaikan.Sel, maaf, aku tak bisa bertemu apalagi berbincang denganmu langsung. Suatu hal yang sulit sebab aku tahu kamu begitu menjaga jarak dengan lawan jenis. Maaf, aku
“Ummi, ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Rois.“Tidak ada, makasih Kang! Tolong jangan sampe bocor ya!” Sekali lagi Ummi Sarah menegaskan. Dia masih tidak percaya dengan foto-foto yang menampilkan wajah putri cantiknya.“Iya, Ummi, tenang aja. Seperti yang Ustaz katakan, jika kita menutup aib orang lain kelak di akhirat Allah akan menutup aib kita, Ummi,” ucapnya dengan begitu sopan.“Masyaallah, betul Kang,”Ummi Sarah kagum dengan respon Rois tersebut. Sempat terpikir ingin menjodohkan Selina dengan pemuda itu tetapi usianya jauh di bawah Selina.Selepas ashar, Ummi Sarah langsung menghampiri Selina yang baru saja pulang mengajar. Selina terlihat sudah mandi dan tengah duduk seperti biasa di meja belajar sembari memainkan kelopak bunga mawar warna-warni dalam vas bunga kaca.“Ummi boleh masuk?” ujar Ummi Sarah di ambang pintu kamarnya.“Ya,” jawab Selina singkat.“Ummi ingin bicara denganmu,”“Ya, bicaralah!” “Ummi percaya padamu. Tapi Ummi hanya ingin kamu menjelaskan soal fo
Ummi Sarah menarik nafas dalam setelah melihat foto-foto Selina yang dia peroleh dari tangan Ceu Sari. Dilihatnya lekat-lekat foto tersebut satu per satu. Betul memang foto tersebut foto-foto Selina. Namun lelaki yang bersamanya tidak terlihat wajahnya. Hanya terlihat saja tubuhnya yang menjulang tinggi.“Bagaimana Ummi? Foto itu fitnah bukan?” seru wanita yang melempar foto tersebut ke arahnya. Lalu dia pergi meninggalkan kerumunan.“Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman. Silahkan bubar kalian semua!” seru Ummi Sarah pasrah pada para orang tua santri. Mereka tidak bisa diajak kompromi lagi terlebih adanya foto-foto tersebut yang semakin membuat spekulasi yang di luar kendali. Ummi Sarah langsung melambaikan tangannya pada Rois, menyuruhnya untuk membubarkan mereka setelah membawa anak mereka.Beberapa anak menolak dijemput oleh ke dua orang tua mereka. Bahkan ada yang sampai menangis tak ingin pulang karena sudah betah tinggal di pesantren. Mereka berlarian pada Ummi Sarah, mencium
“Ceu, Ummi mau mendatangi mereka saja,” ucap Ummi Sarah seraya merapikan kerudungnya. Perlahan, Ummi Sarah menggerakan tangannya untuk menarik knop pintu rumah. Saat pintu terbuka tampaklah pemandangan para orang tua murid santri kelas tsanawiyah atau setingkat SMP tengah berkerumun di halaman rumah. Mereka langsung mendelik pada pintu dan menatap Ummi Sarah dengan tatapan yang tajam. “Ummi, saya mau mencabut anak saya dari pondok. Namanya Syamsul Hamid,” seru salah satu ayah santri. “Saya juga mau menjemput anak saya, Putri Annisa Lavina,” “Sebentar, sebentar, mohon maaf Ayah dan Bunda. Mari masuk terlebih dahulu. Kita bicara di dalam,” tawar Ummi Sarah bersikap sopan. Yang benar saja, mereka mengobrol masih di halaman itu pun dalam keadaan berdiri. “Tidak! Kami tidak sudi masuk ke rumah Anda, Ummi,” pekik salah satu orang tua murid yang lain. “Iya, jangan banyak basa-basi! Sudahlah jangan munafik kalau jadi orang! Saya sebagai orang tua murid sangat kecewa pada Ummi dan Ustaz
Sambungan telepon dari Davendra Diraya kembali terdengar di telinga Selina. Gegas, Selina menyambar ponselnya dengan kecepatan sepersekian detik. Terlihat sangat bersemangat. Tanpa ba-bi-bu Dave berucap salam lalu mengatakan maksud pembicaraannya yang tertunda.[Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku … suka sama kamu, Sel! Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin melamarmu,] ucap Dave dengan serius.[Apa?]Selina yang mendengar perkataan Dave via telepon benar-benar terkejut. Tak percaya jika memang dokter yang menjelma guardian angel yang selalu menolongnya tersebut menyatakan cinta padanya. Dia mengipasi wajahnya yang bersemu merah beberapa kali.[Maukah kamu menerima cintaku? Kamu tidak perlu menjawab sekarang. Aku bersedia menunggu. Jika kamu bersedia, aku akan merasa menjadi seorang lelaki yang paling beruntung di dunia ini. Aku akan melamarmu langsung pada Abahmu, kalau perlu hari ini juga,] katanya begitu bersemangat.[Um … ][Baiklah, kamu pasti syok aku menembakmu melalui sambungan te