Sepanjang jalan Rayyan juga diliputi kesedihan teramat sangat, dia ternyata punya seorang putri yang sangat cantik dan mirip dengannya. Dia tak sabar ingin bertemu dengannya. “Nak, tunggu Papamu datang!” ucapnya sembari melajukan kendaraan mewah membelah jalanan kota Bandung.Semenjak pulang dari luar negeri, dia seringkali membesuk Alana dan Mahendra. Alasannya karena Alana anak dari Dirgantara yang berarti keponakannya. Dia berjanji akan menjaga mereka, Alana dan Kiran dengan baik untuk membayar kesalahannya di masa silam. Perkiraannya, putrinya seumuran dengan Anisa, kakaknya Alana.Rayyan pernah bertemu dengan Selina saat di hotel di mana Selina sedang melakukan bimbingan lomba antar sekolah saat itu. Dia tak sengaja bertabrakan dengan Selina dan melihat Selina begitu mirip dengan Dewi saat masih muda dan bentuk matanya mirip dengannya. Penasaran dengan gadis itu hingga menyuruh suruhannya mencari tahu tentangnya.Kebenaran menyertainya sehingga dia seolah dituntun takdir bisa me
“Semua orang berbohong padaku. Mungkin, itu bayaran yang pantas bagiku karena telah menyia-nyiakan Dewi. Sungguh aku tidak tahu jika Sophia bisa bersikap nekad, melukainya. Tapi tenang saja, Sophia tidak akan menginterupsi kehidupanku lagi. Jadi tolong katakan sebenarnya!”Rayyan ingin mendengar kisah Dewi tentunya dari versi Darius.“Aku tidak tahu Rayyan. Aku tidak mengurus soal kehidupan asmaramu. Aku terlalu sibuk,” katanya terkekeh hambar. Bersikukuh Darius tak ingin membuka suaranya. Dia hanya memegang janjinya pada Dewi kala itu untuk tidak mengatakan sesungguhnya pada Rayyan soal putri kandungnya mengingat bisa membahayakan semua orang.“Aku sudah bertemu dengan Dewi sebelum aku mengalami kecelakaan. Sama seperti dirimu, dia awalnya tidak menceritakan apapun. Darius, aku punya mata dan telinga, aku sudah suruh orang mencari keberadaan putriku.Allah masih memberikan kesempatan padaku untuk bertemu dengan putriku. Kamu tahu, aku bertemu dengannya secara tak sengaja. Namun insti
“Tuh kaget juga,” tukas Mahendra.“Uby tahu semua rahasia Om Rayyan? Kenapa tidak memberitahuku dari awal?”“Syut! Aku juga baru tahu setelah mendesak Papa cerita soal foto itu. Maaf, aku lancang dan mengambil foto itu diam-diam demi mengungkap kebenaran,” jelas Mahendra dengan merendahkan suaranya. “Aku kaget banget pas ketemu Om mu di pemakaman Teh Anisa. Dia ternyata ayahnya Selina. Kasihan gadis itu, gagal taaruf karena dikira nasabnya gak jelas, anak dari siapa,”“Oh begitu. Jadi … aku masih sepupuan dengan Teh Selina dong?”Mahendra mengangguk. Memang sekilas wajah Alana dan Selina terlihat mirip dari warna kulitnya yang putih.“Uby, apa masih menyukai Teh Selin?” Tiba-tiba Alana menanyakan perasaan Mahendra pada sepupunya itu.Mahendra terlonjak kaget tentunya. Dasar perempuan, dalam situasi seperti itu saja masih bisa-bisanya menanyakan soal perasaan.“Insyaallah, enggak! Di hatiku hanya ada namamu yang terukir, A-L-A-N-A. Soal Selina itu hanya masa lalu dan kamu adalah masa
Dave mengingat pembicaraannya seminggu yang lalu dengan salah satu rekan Selina yang tak lain Winda. Dia memperoleh informasi apapun tentang Selina darinya. Bukan Dave namanya jika tidak bersikukuh memperoleh apa yang dia inginkan.Begitulah definisi taaruf ala Davendra Diraya. Dia mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan Selina lewat teman, kerabat hingga santri yang mondok di sana. Dia sampai tahu betul semua hal yang berkaitan dengan gadis itu. Dimulai dari sikapnya yang manja saat berhadapan dengan ke dua orang tuanya, sikap usilnya saat berhadapan dengan Adam sang kakak, sikap empatinya termasuk sikap keras kepalanya yang pantang menyerah mencari sang ibu. Semua Dave ketahui dari orang suruhannya yang diperintah olehnya seperti seorang detektif selain dari Winda.Pun, kebiasaan-kebiasaan yang senantiasa dia lakukan seperti suka membaca dan menulis sajak, merawat bunga. Hingga terpikirkan oleh Dave ingin sekali memberinya bunga mawar kesukaannya. Informasi yang paling akurat
“Aku takut Bu El ke pantai dan …” seru Selina terpotong.“Dan Elvira terbawa arus?” timpal seseorang dari belakang. Sontak membuat Selina, Hanum dan Winda berjengit kaget.“Kiya …” pekik Winda yang tampak paling terkejut di antara yang lain. “El, kok bisa di situ?”Senyap, Elvira seperti seorang ninja yang muncul tiba-tiba di belakang mereka.“Bisa! Kalian mau ngerjain aku?”Elvira memasang wajah masam. Dia melipat tangannya di dadanya dan menyandarkan punggungnya dengan sebelah kaki menekuk pada pilar yang kokoh tersebut.“Sorry Bu El,” ucap Selina merasa bersalah.“Hem,” Elvira hanya bergumam.“Peace, El! Habis kamu main hape terooos, bosan aku lihat,”Hanum tertawa sedangkan Selina membekap mulutnya. Elvira sama sekali tak marah dengan apa yang dilakukan temannya padanya. Dia malah memainkan ponselnya lagi sembari mengajak mereka berswafoto.“Cheese!” serunya pada mereka semua. Mereka menggelengkan kepala melihat tingkah Elvira yang seolah tak terjadi apa-apa.“Dasar aneh!” Winda
Semenjak tiba di pantai, Dave hanya mengikuti acara peresmian resort milik sang ibu dan menghabiskan waktu di kamar. Sesekali keluar hanya sekedar menikmati angin sejuk dan berenang di kolam renang yang masih berada di lingkungan resort. Dia akan berselancar keesokan harinya.Resort berkonsep tradisional yang dibangun oleh perusahaan Diraya Corp memiliki berbagai fasilitas di dalamnya seperti kolam renang, tempat makan, tempat gym, arena bermain anak, tempat karaoke dan lain-lain. Para wisatawan benar-benar dimanjakan dengan fasilitas yang lengkap dengan pemandangan indah resort yang langsung menghadap pantai. Berbeda dengan villa dan hotel, resort biasanya lebih private dan memiliki halaman yang sangat luas.Suasana hati Dave berubah saat dia melihat status Winda. Dia tersenyum sendiri seperti tidak waras. Hal tersebut membuat Meliani yang menghampirinya dengan dahi yang berkerut.“Oh my God! Kamu kenapa?”Meliani menanyakan suasana hati sang anak yang akhir-akhir ini sukar ditebak.
“Ibu … Ibu …,” Selina menangis lagi. Posisinya yang awalnya berdiri kini bersimpuh dekat sekali dengan ombak hingga air laut perlahan menyapu kakinya lalu hingga pinggangnya. Dia sama sekali tidak khawatir ombak akan menyapunya. Pakaiannya sudah basah kuyup. Justru Dave yang mengamatinya dalam diam, sangat khawatir padanya.“Sel, please jangan berbuat gila!”- gumam Dave dengan perasaan was-was. Dia tak tahan ingin mendekatinya tetapi langkahnya terhenti saat seorang perempuan mendekatinya.“Bu Sel, ayo!” seru Winda yang gelagapan mencari teman yang punya kebiasan ghosting. Dia membantu Selina berdiri. “Bu Selina, minum obat belum? Aa Adam menelpon tapi ponsel Bu Selina ada di atas nakas, jadi aku yang angkat,”Dave merasa lega melihat Winda dengan sigap membantu Selina. Selina terkadang rapuh saat sendirian. Itulah dirinya sesungguhnya. Dia senantiasa tampak ramah dengan senyuman tetapi nyatanya kepahitan dalam dirinya masih bersemayam.“Um, maaf, aku jadi over thinking,” lirih Selin
“Harus datang!” seru Winda dengan penuh penekanan. “Aku setuju, siapa tahu dapat kenalan cowok-cowok CEO yang kayak di Drakor. Kenalin aku satu,” Elvira ikut berkomentar dengan wajah datar. “Bener kata bocah!” sambung Winda. “Aku juga pengen satu, hahaha,” “Emang barang!” sambung Hanum juga ikut tertawa. “Datang aja! Bukankah menghadiri undangan itu fardhu ain hukumnya?” Hanum melingkarkan sebelah tangannya ke leher Selina. “ ‘Apabila kamu diundang walimah maka datanglah.’ HR. Bukhari dan Muslim,” papar Selina menerangkan sebuah hadits tentang hukum wajib menghadiri undangan. “Aduh, aku lupa dengan siapa aku bicara,” Hanum tertawa. “Fardhu ain itu untuk undangan walimah Say,” tukas Winda menegaskan hadits yang diucapkan Selina. Tak terasa suara azan isya sudah menggema. Selina menunaikan shalat isya berjamaah bersama teman-temannya. Kemarin yang menjadi imam shalat ialah Hanum. Malam itu giliran Selina yang menjadi imam. Suaranya begitu merdu saat melantunkan surat al fatihah