Ustaz Bashor langsung memberitahu kabar meninggalnya Anisa pada Ummi Sarah. Seperti halnya dirinya, Ummi Sarah pun tak kalah terkejut mendengarnya.“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Apa benar itu Abah?” tanya lagi Ummi Sarah tak percaya dengan apa yang dia dengar.“Iya, Ummi. Abah pun gak percaya sebab kemarin Bu Kiran juga masih menghubungi dan memang sempat meminta doa. Dan, anehnya Anisa tak ingin dibesuk,”Ustaz Bashor mengusap wajahnya.“Ya Allah, padahal baru kita bahas. Ummi juga baru dapat kabar dari Fadel kalau dia sudah menemukan dokter yang bagus yang tinggal di Singapura. Tadinya Ummi pengen Adam nikahin dia lalu bawa dia berobat biar enak ke sana kemari sebab sudah halal. Namun Allah ternyata lebih menyayanginya, mencabut rasa sakitnya lebih dulu …”Ummi Sarah memeluk suaminya dengan terisak. “Kasian Adam,”“Inilah takdir mubram Ummi, takdir kematian mutlak Allah yang menentukan,” ucap Ustaz Bashor memejamkan matanya dan mengusap kepala sang istri dengan begitu lembut.
“Mas? Jangan kurang ajar!” pekik Selina. Diam-diam, Aqsa mengikutinya. Sengaja, dia tak bisa menahan diri untuk bertemu dengannya lagi apalagi setelah mengalami penculikan. Dia merupakan salah satu yang merasa kehilangannya. Dia begitu merindukannya.Selina tak senang sama sekali bertemu dengan cara seperti itu kendati dia begitu kagum dengan sosok lelaki yang berada di hadapannya. Dia berusaha mengabaikannya dan melenggang pergi meninggalkannya.“Jangan dulu pergi!”Aqsa mencekal tangannya. “Aku rindu padamu … setiap hari aku rindu melihatmu, apalagi saat tahu kamu diculik, aku merasa hidupku hancur,”“Lepasin!” seru Selina dengan geram. Jelas, dia tak suka diperlakukan seperti itu. “Istigfar Mas! Mas itu bukan siapa-siapa aku!”Aqsa langsung melepas tangan Selina.“Maaf, Mas lepasin, tapi … tolong dengarkanlah Mas!” serunya dengan merendahkan suaranya. Selina hanya diam tergugu dan menundukan pandangannya.“Mas gak peduli, sampai kapanpun Mas cuma sayang dan cinta sama kamu Selin. Z
Di pesantren, Ustaz Bashor sengaja mengadakan pengajian yasinan setelah magrib untuk Anisa. Ummi Sarah, Selina, Hawa dan Fadel serta merta ikut mengaji alquran, mendoakan Anisa.Seusai mengaji Selina kembali ke kamarnya dan melihat ponselnya berkelap-kelip di atas meja. Dia pun segera mengangkat teleponnya. Panggilan dari Shiza.[Assalamualaikum,] seru Shiza di luar sambungan.[Waalaikum salam warohmatullah,][Kamu sudah sampai rumah jam berapa? Maaf aku tadi gak bisa ngobrol banyak,] [Tidak apa-apa, Za. Lagian lagi berkabung, kondisinya gak tepat kalau kita ngobrol,][Um, bagaimana Aa Adam? Aku bayangkan dia pasti sangat kehilangan Anisa. Jangan salah paham ya bukan berarti Anisa telah pergi lantas aku merasa senang mendengarnya.][Aku gak kepikiran ke arah sana Za. Yang pasti kita semua terpukul dengan kepergian Teh Anisa yang begitu mendadak. Kasihan, sakitnya memang ternyata sudah kronis. Aa Adam mungkin yang paling terpukul selain keluarganya. Dia masih belum pulang,][Apa? Kema
“Seseorang?” tanya Adam acuh tak acuh.“Um, iya seseorang tengah menanti kehadiran Aa untuk menjemputnya. Seseorang yang disebut jodoh-yang dirahasiakan oleh Allah. Jangan sampai kita jagain jodoh orang kalau kata anak jaman now,”Selina terkekeh pelan.“Iya, Aa ngerti! Kamu gak perlu jelasin panjang lebar, Selin.”Adam bangkit dan menatap adiknya dengan lekat. “Aa salut padamu. Benar-benar salut …”“Hem?”“Kamu memang gadis yang tegar. Jika Aa tak bisa memperoleh Anisa, Aa pengen gadis seperti kamu,”“Euh?”“Iya seperti kamu, tidak hanya cantik tapi … baik dan tegar,”Selina tersanjung mendengar pujian kakaknya. Bisa jadi Adam kembali ke mode default, alias tak terpuruk lagi.“Masa sih?” ucap Selina mendecak sebal.“Tapi itu tak mungkin,” katanya lagi lemah.“Sudah-sudah, Aa jangan galau lagi. Kalau Aa galau lalu sakit, aku juga jadi ikut galau dan ikut sakit,” ucap Selina dengan cemberut.“Gak boleh! Kamu harus sehat selalu, Dek! Takkan kubiarkan kamu sakit,”“Kalau gitu, senyum do
Wanita itu pun bangkit dan berdiri mengikuti Selina yang menarik tangannya. ‘Gadis ini baik. Dia selalu menolong orang …’ batin wanita tua itu, yang tak lain ibunya Dave. Meliani. “Gak kenapa-kenapa, cuma heelnya aja patah,” jawab Meliani dingin. Dia pun melepas stilettonya dan memilih telanjang kaki. “Aneh, sepatu mahal kok bisa patah!” gerutunya lagi. Selina yang mendengarnya hanya tersenyum. Dia merasa iba melihat kaki wanita itu telanjang dengan jari-jari yang keriput. Dia memutuskan melepas sepatu pump shoes yang dikenakannya sebab dia masih memakai kaos kaki tak seperti wanita tadi. Benar-benar polos. Selina berjongkok lalu memasangkan sepatu pump shoes yang ternyata cukup muat di kaki Meliani. “Kamu mau ngapain?” katanya kaget. “Ibu, pakai sepatu aku, biar gak sakit,” ucapnya dengan memaksakan memakaikan sepatu miliknya. “Nah, pas di Ibu,” “Tapi kamu … gak pake sepatu?” Meliani merasa aneh melihat sikap Selina. Apa mungkin ada orang yang masih memiliki empati tinggi seper
Hari ini adalah jadwal Selina konsul ke psikiater di RSJ SEHATI ditemani Ummi Sarah dan Arman sebagai supir. Awalnya Selina bersikukuh tak ingin pergi ke sana. Namun setelah dia merenung sepanjang malam dan meminta petunjuk pada Allah maka dia pun mengikuti nasehat ke dua orang tuanya untuk berobat.Mereka mendaftar via online di aplikasi khusus RSJ Sehati untuk memperoleh nomor antrian. Setelahnya Selina menunjukan nomor antrian di bagian administrasi. Setelah mengantri kurang lebih setengah jam akhirnya Selina dipanggil oleh perawat untuk masuk dan menemui psikiater di dalam ruangannya. Ummi Sarah menunggunya di luar sembari membaca buku. Selina merasa ingin berkonsultasi sendiri sehingga meminta Ummi Sarah untuk tak menemaninya.“Mbak Hafla Selina Almaqhvira?” sapa seorang wanita yang tengah hamil tua itu pada Selina. Seorang wanita cantik yang merupakan salah satu psikiater terbaik di sana. Dia merasa kaget melihat pasien yang datang seorang gadis muda dan cantik.“Iya dok. Aku Ha
“Sel!” seru Dave dengan teramat bahagia. Dia seperti anak kecil yang menemukan mainan yang dia impikan. Dia mengayunkan kakinya tanpa beban menghampiri Selina yang mematung di bibir pintu dengan menundukan matanya. Saking bahagia, Dave lupa jika dia belum berpakaian semestinya. Auratnya terlihat.‘Wahai hati kondisikan!’Selina komat-kamit. Secara tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat seperti setelah berlari maraton. Alasan pertama tentu karena bertemu dengan lelaki yang ‘entahlah’ selalu muncul tiba-tiba di pikirannya. Alasan ke dua kondisi pertemuan yang benar-benar tak pantas, Dave seolah setengah telanjang.“Sel, kamu mau jenguk Ruri?” tanyanya dalam jarak satu meter. Pertanyaan yang tak butuh jawaban. Barangkali hanya butuh kepastian. Selina tak pernah mengira akan bertemu dengannya lagi. Huft, apalagi dalam kondisi yang membuat canggung.‘Ya ampun, malah nyamperin lagi,’ batinnya dengan gugup. Dadanya semakin sesak. Padahal Dave tidak bermaksud memamerkan tubuh atletisnya. S
Namun saat yang bersamaan tiba-tiba datanglah dr. Areeta yang turun dari mobilnya. Dia mendapat kabar dari Meliani kalau Dave berada di rumah Ruri saat ini. dr. Areeta tersentak kaget saat melihat Dave membopong Selina. Dia mengeratkan tangannya lalu mengikuti Dave dengan mobilnya.“Astaga! Ternyata anak Ustaz Bashor sama aja seperti perempuan lain. Murahan!” gerutunya dengan kesal. Meskipun yang dilihatnya Selina tengah sakit dan butuh pertolongan tetapi dia merasa Selina telah berbuat curang dengan mendatangi Dave diam-diam.Ruri yang baru keluar kamar mandi merasa bingung. Kemana sang gurunya pergi?Lalu dia berjalan keluar garasi untuk melihat apa yang terjadi. Selina dibawa oleh omnya dan terlihat dr. Areeta mengikutinya. Mang Ramli pun menceritakan kronologi yang dilihatnya tadi pada Ruri. Gegas, Ruri langsung menghubungi pihak pesantren dan menjelaskan kondisi Selina yang dibawa ke rumah sakit oleh Dave. “Waduh! Perang dingin!” gumam Ruri melihat kepergian mereka. “Bu Selina k