“Kamu tau Adam?”Hawa tak percaya mendengar pertanyaan adiknya. “Apa benar itu Selina?”“Aku gak tau siapa nama lelaki itu. Iya memang benar, lelaki blasteran bule yang pertama menculikku. Tapi yang membawaku pergi itu mafia. Entah apa hubungan yang terjalin di antara mereka. Namanya kalau gak salah Lucas … mafia narkoba, perdagangan senjata ilegal dan human trafficking,” papar Selina. “Aku dibawa ke sana kemari hingga ke kepulauan Batam,”Selina menghela nafas panjang.“Aku sendiri masih tak percaya jika aku sudah pulang dan berada di sini bersama kalian,” lirih Selina dengan pandangan menerawang. “Aku ingin memberi kesaksian pada pihak kepolisian, para anak remaja hingga gadis diculik oleh mereka dan akan dibawa ke luar negeri untuk dijual. Polisi harus segera menangkap para mafia itu dan menyelamatkan mereka,”“Ya Allah, aku pikir cerita-cerita tentang mafia itu hanya ada dalam kisah novel online,” cetus Hawa membuat Adam memutar ke dua bola matanya.“Baiklah, kita pergi menemui Ko
Selina termangu di tempatnya berdiri. Ia tak mengira bisa bertemu dengannya di sana. Ia merasa sedang mengalami halusinasi atau delusi hingga suara panggilan menyeru namanya kembali terdengar.Mendadak Selina ragu, apakah ia akan menyahut panggilannya. Ataukah ia salah lihat, lelaki yang tengah mematung di hadapannya itu lelaki dewasa yang sama, yang telah menolongnya.“Selina!” seru Dave untuk yang ke dua kalinya. Ia melepaskan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancrit.“Dave …” lirih Selina sembari membelalakan matanya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Begitupula dengan Dave yang berdiri mematung dengan seutas senyum yang menyiratkan sebuah kebahagiaan yang tak mampu dilukiskan dengan rangkaian kata-kata baik itu sajak atau prosa. Sebuah senyum penuh kerinduan.Tak kalah dengan Selina Dave tampak tampan sebab kali ini berpakaian kasual. Ia mengenakan kaos putih yang dibalut dengan kemeja kotak-kotak yang dilinting bagian tangannya dan terusan jeans berwarna li
“Wah, Teh Selina sudah bisa lari,” celetuk Arman yang sudah menunggunya di tempat parkir sembari mengisap rokoknya. Padahal Selina berlari karena tak ingin berlama-lama di antara Dave dan dr Areeta. Tak ingin menjadi orang ketiga.Selina tak merespon perkataan Arman, ia langsung menaiki mobil, duduk di kursi depan sedangkan ke dua polwan yang berada di belakangnya, mengikutinya lalu naik dan duduk di kursi belakang.Selama dalam perjalanan Selina hanya diam dan sesekali membaca buku yang ia taruh di mobil abahnya. Ia pun hanya menyahut seperlunya saat ke dua polwan itu mengajaknya bicara. Sepertinya semua orang yang berada di dalam mobil cukup mafhum dengan sikap Selina sepulang mengalami peristiwa mengerikan dalam hidupnya. Selina agak sedikit murung, pemarah dan mudah bersedih. Sebelum pulang ke rumah, Selina meminta Arman untuk mengantar ke dua polwan tadi.“Makasih, Bu. Assalamualaikum,”Selina mengucapkan terima kasih kepada ke dua polwan seumuran Hawa dan melambaikan tangannya.
“Lepaskan Aree!” pekik Dave mencekal tangan dr. Areeta dengan keras sehingga membuatnya meringis. Terlihat bibir perempuan itu menukik. Tak sengaja, kelepasan. Mudah bagi Dave menangkap ke dua tangan dr. Areeta. Namun ia tak ingin melukainya, lebih tepatnya. Bagaimanapun ia seorang makhluk bernama perempuan yang lemah lembut dari luar tetapi di dalamnya begitu tangguh.Dr. Areeta nekad mendorong Dave hingga menjeblak ke daun pintu yang terkunci. Tak menyerah, ia berusaha menarik tengkuk lelaki itu demi mencicipi ranum bibirnya. Sayang Dave sama sekali tak tertarik, ia tak memiliki hasrat untuk melakukan hal tersebut pada perempuan yang sudah ia anggap saudara.Sejauh ini ia hanya mendekapnya dalam tahap normal bukan seperti lelaki pada perempuan. Tak pernah merasakan gelenyar aneh atau desir yang merayap di balik tulang rusuk seperti umumnya orang tengah jatuh hati terhadapnya. Sekalipun dokter yang bertubuh berisi itu tampil dengan kemeja yang dibiarkan kancing atasnya terbuka, membu
Semenjak peristiwa yang dialaminya selama di Batam, Selina selalu gelisah saat tidur. Terkadang baru bisa tidur dari pukul dua belas malam ke atas. Dia sendiri tidak tahu alasannya mengapa. Umminya selalu menyediakan obat tidur jika benar-benar Selina tak bisa tidur. Seperti hari ini, seharian dia menyibukan diri dengan membantu umminya melakukan pekerjaan rumah sebab Ceu Sari masih belum ada kabar. Seharusnya karena rasa letih menyergap dia tidur lebih awal tetapi tidak kali ini.Tiba-tiba dia teringat Dave yang tengah tersenyum padanya dan langsung merengut saat teringat dr. Areeta yang memperkenalkan Dave sebagai tunangannya.Selina berjalan menuju meja belajar, menarik kursi lalu duduk, membuka buku diarynya dan membaca ulang sajak yang dia tulis.Teruntuk kau kupikir kau dihadirkan hanya untukkutapihanya sebentuk bayangan yang singgahmampir kala penghujung dalusaat mataku suntuk enggan mengantukdanbunga tidur ituadalah kaubayangantapi lampu damar telah menyala dengan
“Ummi tolong jangan diamkan Abah begini. Abah jadi bingung kenapa? Apa kesalahan Abah?” Ustaz Bashor terus merajuk.Ummi Sarah pun menepis tangan kekar sang suami dengan kasar. Lalu dia menyingkap selimut dan menghadap Ustaz Bashor dengan tatapan yang menyalang.“Jawab dengan jujur!” seru Ummi Sarah membuat sang suami terlonjak. Setelah sekian lamanya dia baru melihat Ummi Sarah tampak begitu marah, lebih tepatnya murka. Ke dua bola matanya yang hitam besar tampak tajam menghujamnya dengan tatapan intimidatif. Urat lehernya pun terlihat dan sudut bibirnya terangkat sedikit.“Baiklah, Ummi tenang dulu! Tak ada masalah yang tak mampu diselesaikan. Kita bicara baik-baik, Ummi,”“Baik-baik? Katakan, apakah Abah masih mencintai Dewi? Ibunya Selina? Apakah karena Abah masih mencintai dirinya maka dari itu Abah menerima Selina?”Mendengar pertanyaan tersebut membuat tenggorokan Ustaz Bashor tercekat. Dia tak percaya mengapa sang istri bisa menanyakan hal tersebut.“Ummi, kok nanya yang aneh
“Wah, mau ngasih apa emang?”Selina penasaran.“Ini Bu …” ucap Ruri mendekat lalu menyodorkan sebuket mawar putih untuk Selina.“Ya Allah, makasih banget Ruri,”Selina menerima pemberian Ruri dengan senang hati. Tentu saja bunga mawar adalah bunga kesukaannya. Dia pun meraih bunga itu dan menghidu aromanya yang begitu wangi.“Thanks,” ucap Selina lagi sembari menepuk bahu Ruri dan tersenyum manis sekali. Rasanya jantung Ruri ingin meledak melihat sikap manis gurunya itu. Ruri tersenyum mesem pada akhirnya.Andai usia mereka tak terpaut jauh. Batin Ruri.Oh ho,Winda berpura-pura batuk melihat tingkah Ruri yang salah tingkah.“Jangan sampe yah! Istriku guruku, kayak di judul novel onlen,” celetuk Winda seperti biasa bicaranya tak difilter.“Apaan sih! Win mabok ya?” sahut Hanum tak kalah pedas jika bicara. “Bu Selina jodohnya kalau enggak pengusaha dokter. Benar gak Bu?” Hanum menaik turunkan alisnya.“Gini aja deh, kalian duluan nikah! Bu Winda dan Bu Hanum dulu yang nikah. Kalau aku
Di kediaman Ustaz BashorSaat libur mengajar, Ustaz Bashor selalu menyempatkan mengobrol sepanjang hari dengan sang istri. Terkadang mengajaknya bersepeda sekitar pondok atau makan bakso di kedai terdekat. Apalagi semalam tiba-tiba seperti ada sebuah nuklir yang menghantam Ustaz Bashor tatkala melihat ledakan amarah Ummi Sarah yang tak biasa.Namun dengan sabar Ustaz Bashor berhasil mengatasinya. Seorang suami yang bijak akan bersabar saat menghadapi keluh kesah isi hati sang istri. Dia tidak langsung reaksioner dan marah atas tuduhan yang dilayangkan istrinya padanya. Namun dia bersedia menjadi pendengar dan memberinya pengertian sehingga membuatnya tersadar dengan sendirinya.Selepas bersepeda mereka duduk di sebuah bangku panjang, berleha-leha di halaman yang kini ditumbuhi bebungaan yang sengaja Selina tanam meskipun belum bermekaran. Halaman yang tadinya hanya rumput dan beberapa bunga hias telah diubah seperti taman bunga yang lebih banyak didominasi oleh aneka mawar dari berbag