Sera tersenyum sekilas meski tahu kalau Ardhi saat ini sedang marah kepadanya. Namun, rasa lega di dada membuat Sera mengabaikan itu sejenak. Sera akan urus nanti untuk menenangkan Ardhi. Rasanya, Sera akan baik-baik saja setelah ini karena ia menaruh sedikit harap kalau Ardhi memang pulang karena dirinya. Karena mengkhawatirkan dirinya.
Sera ingin menyakini itu.
Kalau Ardhi tidak benar-benar khawatir, laki-laki itu mungkin sudah akan pergi lagi, bukan malah masuk ke dalam kamar dan tidak keluar-keluar.
Setelah cukup lama termenung, wanita itu memilih untuk menyusul Ardhi masuk ke dalam kamar. Saat sampai di kamar, tidak didapati Ardhi di mana-mana lalu ia mendengar suara air mengalir dari arah kamar mandi.
Ardhi sedang mandi, batin Sera. Sera dapat mengambil kesimpulan kalau Ardhi tidak akan ke mana-mana setelah ini.
Ya, biasanya setelah mandi, Ardhi tidak akan ke mana-mana dan langsung istirahat. Setidaknya itu yang Ardhi lakukan selama
Makan malam yang tak disangka Sera akan berjalan dengan lancar−meski sempat diwarnai perseteruan kecil karena kesalahpahaman Sera−berakhir dengan tenang. Tidak ada tarik ulur urat yang tidak terselesaikan. Sera cukup bersyukur karena Ardhi lebih mudah diajak bicara meski tetap dengan nada-nada keras dan dingin saat berbicara dengannya.Setelah makan malam usai, Sera langsung mencuci piring dan membereskan kekacauan di dapur. Yang mengejutkan adalah … Ardhi ikut turun tangan membantu Sera. Laki-laki itu mendapat tugas mengeringkan piring sebelum diletakkan di rak. Benar-benar sebuah progress yang sangat menakjubkan. Sera akan menandai hari ini sebagai hari baik dalam pernikahan mereka berdua yang sudah berjalan satu bulan lebih.“Mau nonton TV?” tawar Ardhi setelah keduanya menyelesaikan kesibukan di dapur.Sera terkejut untuk yang ke sekian kalinya. Ia merasa kalau orang yang ada di hadapannya itu bukanlah Ardhi yang selama ini ia
Berbeda dengan suasana pagi suram yang Sera lalui selama dua minggu terakhir, pagi hari ini suasananya cukup berbeda. Tidak lagi suram, melainkan terasa damai dan cerah meski masih begitu pagi.Secerah suasana hati Sera pagi ini, yang terbangun dengan hati ringan. Ada Ardhi di sampingnya yang masih tertidur lelap. Sungguh, melihat Ardhi berada di sisinya, Sera merasa lega dan juga ada banyak rasa yang sulit diungkapkan. Sera bertanya-tanya, apakah kelegaan di hatinya itu akan berlangsung lama. Atau mungkin, Sera hanya boleh merasakan itu sebentar saja.Sera memandangi wajah Ardhi yang begitu damai dalam tidurnya dengan perasaan yang meletup-letup. Saat ini, rasanya seperti begitu mudah untuk menggapai laki-laki itu. Yang dulunya tak tergapai dan begitu jauh, kini amat sangat dekat. Sera bisa menyentuh lai-laki itu. Rambut, wajah, dan semua bagian tubuh laki-laki itu, Sera bisa menyentuhnya dengan mudah. Karena Ardhi yang telah memberi izin. Ya, mereka dekat secara raga
Sungguh, Ardhi tidak bermaksud membuat Sera semarah itu. Hari ini rencananya Ardhi hanya ingin menghabiskan waktu bersama Sera, karena ia merasa bersalah sudah menghilang tanpa kabar selama dua minggu terkahir.Kemarin, selama dua minggu ia tidak pulang ke apartemen, Ardhi memikirkan banyak hal di kepalanya. Setelah menganalisis perasaan aneh di hatinya saat berjauhan dengan Sera, Ardhi mengambil langkah baru yang sudah mantap. Pada akhirnya, ia hanya tidak ingin terus bersikap buruk kepada Sera, karena wanita itu hanyalah korban dari keegoisan dirinya. Ardhi kembali untuk memperbaiki sikap. Ia tidak ingin memenjarakan Sera seperti burung di dalam sangkar yang tidak mengenal dunia. Ia ingin Sera tetap bisa bebas meski sudah terikat dengannya.Ia bersungguh-sungguh ingin memperbaiki hubungannya dengan Sera.Selain itu, Ardhi juga ingin perlahan menjadi pasangan yang normal. Ya, terlalu muluk kalau Ardhi tiba-tiba berubah menjadi baik. Ia hanya ingin setidaknya bi
Sera menyesal. Begitu pintu tertutup dan Ardhi sudah tidak terlihat sosoknya di depan mata, Sera langsung tahu bahwa sudut hatinya yang terdalam meneriakkan penyesalan yang begitu nyata. Melihat kenyataan bahwa Ardhi sekali lagi memalingkan wajah darinya, rasanya begitu menyiksa batin.“Sebenarnya apa yang kamu inginkan, Sera?” Sera mendesah. “Ardhi sudah pergi sekarang. Ardhi pergi meninggalkan dirimu yang terlalu bodoh," sesalnya dengan nada gusar dalam suaranya.Pagi yang ia mulai dengan hati yang ringan itu ternyata tidak berlangsung lama. Hanya dalam sekejap, semua berubah suram dan mendung. Dan itu semua karena kesalahan Sera sendiri. Ia terlalu terbawa perasaan saat Ardhi memintanya untuk tinggal di apartemen. Yang ada di kepala Sera tadi, ia mengira kalau Ardhi akan kembali mengurungnya. Melarangnya melakukan ini itu di luar sana. Padahal, kalau diingat-ingat lagi ekspresi yang ada di wajah Ardhi tadi pagi sama sekali tidak menunjukkan itu.
Ardhi masuk ke dalam mobil dengan suasana hati yang begitu buruk. Perkataan Sera di apartemen masih membekas di otak dan itu membuat Ardhi mengetatkan rahang. Ia sudah susah payah menekan ego dan berusaha bangun hubungan yang baik dengan Sera. Namun, ia seperti tidak dihargai. Ardhi benar-benar tak menyangka kalau permintaan maafnya diabaikan begitu saja. Sera bahkan tidak mau mendengarkan penjelasan apa pun yang keluar dari bibirnya. “Selamat pagi, Bapak Ardhi,” sapa Adi seperti biasa.Ardhi tidak menjawab sapaan Adi dan menatap ke arah depan. Mood-nya benar-benar anjlok dan ia tidak yakin bisa bersikap biasa-biasa saja. Amat sangat sulit untuk mengendalikan emosinya saat ini.Adi yang paham kalau suasana hati atasannya sedang tidak baik itu langsung menjalankan mobil tanpa bersuara lagi.Perjalanan menuju kantor pusat yang berada di kawasan Sudirman itu diisi keheningan. Berbeda dengan hari-hari biasanya yang selalu sibuk terisi ol
Sera menatap layar televisi yang menampilkan tayangan drama korea dengan tatapan kosong. Drama favoritnya yang tengah diputar ulang di salah satu stasiun televisi itu sama sekali tidak menarik minat Sera. Kepalanya penuh dengan Ardhi, Ardhi, dan hanya Ardhi sejak kemarin. Sera sudah mengerahkan berbagai usaha untuk mengenyahkan bayangan laki-laki itu dari kepalanya, tetapi sayangnya ia gagal.Bayangan wajah Ardhi yang menatapnya dingin itu bersarang di kepala hingga rasanya Sera mau meledak. Semalam, Sera bahkan sampai tidak mampu tidur nyenyak. Setiap kali memejamkan mata, ia langsung berhadapan dengan punggung Ardhi yang berbalik memunggunginya. Rasanya seperti mimpi buruk yang terus menghantui.Batu akan mematikan televisi, layar besar itu menampilkan sosok Thalia Tarendra yang tengah mengiklankan sebuah produk minyak goreng yang cukup terkenal. Suara Thalia yang jenih, senyum manisnya yang memikat, wajah chinese-nya yang begitu cantik. Semua itu menjadi daya tarik
Sera Al-IdrisBisa kita bertemu? Ada yang mau saya bicarakan.Itu adalah pesan yang dikirimkan oleh Sera pagi tadi. Ardhi belum membalasnya karena bingung harus memberikan jawaban seperti apa. Padahal ia bisa dengan mudah menjawab 'tidak', tetapi tidak Ardhi lakukan. Ardhi bermaksud menjawab 'iya', tetapi ia merasa tidak siap bertemu dengan Sera.Ardhi masih marah dan amat sangat kecewa kepada Sera. Ia juga tidak yakin bisa menghadapi Sera setelah apa yang wanita itu ucapkan tiga hari yang lalu.Sera memintanya untuk memperlakukan wanita itu seperti biasanya. Di mana Ardhi bersikap acuh dan kejamArdhi sadar, ia juga bersalah di sini. Ia salah telah memperlakukan Sera dengan begitu kejamnya. Itulah mengapa ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke apartemen, berusaha membangun hubungan yang lebih baik, dan memperlakukan Sera dengan selayaknya seorang istri. Ia tidak ingin lagi Sera menganggap dan melihat dirinya sebagai laki
Pesan balasan dari Ardhi yang baru Sera terima enam jam kemudian sejak pesannya dibaca itu membuat Sera bisa bernapas dengan cukup lega. Meski sempat harap-harap cemas menunggu balasan, akhirnya Sera bisa sedikit melonggarkan pikiran yang penat karena Ardhi.Ia tidak yakin kalau Ardhi datang untuk tinggal dan tidur di apartemen yang sama dengan Sera, jadi Sera 'hanya' berniat untuk menyiapkan makan malam juga camilan yang ia buat dari hasil belajar di tempat kursus memasak. Sera pun aslinya tidak begitu optimis kalau masakannya akan dimakan oleh Ardhi nanti, tetapi Sera juga tidak mungkin hanya menjamu Ardhi dengan makanan seadanya. Ia masih cukup tahu diri.Sesungguhnya, Sera juga bingung harus menganggap Ardhi sebagai apa. Tamu? Jelas tidak mungkin. Rasanya agak aneh menganggap Ardhi sebagai tamu di apartemen milik laki-laki itu sendiri, bukan? Lalu apa? Sera ingin menyebut Ardhi sebagai suami juga rasanya tidak benar.Sera menggelengkan kepala. Mengusir pikir
“Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat
Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng
Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad
Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan
“Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se
Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h
“Keluarga kamu ternyata nggak seburuk yang aku bayangin,” ucap Sera saat keduanya memasuki lift untuk naik ke lantai sebelas. “Maksud kamu?” “Mereka kelihatan tulus waktu ngasih selamat buat kita,” jelas Sera. “Mereka mulai sadar kalau nggak sepantasnya ngata-ngatain kamu dan menyisihkan kamu dari bagian keluarga Prasetyo. Mungkin beberapa orang masih akan meremehkan kamu dan menyebut kamu nggak layak menjadi bagian keluarga Prasetyo. Tapi kan kita nggak bisa memuaskan hati semua orang. So let it be. Lama-lama mereka akan capek sendiri.” Ardhi merangkulkan lengan di bahu Sera dan menariknya mendekat. Ia menciumi puncak kepala Sera berkali-kali. “Kamu juga harus tahu, kalau kamu memang pantas jadi istriku. Cuma kamu, Sera. Jangan lupakan itu.” “Aku nggak akan ada di sini sekarang kalau aku nggak yakin bisa bertahan sama kamu di tengah-tengah rumitnya hubungan keluarga. Aku bisa ngerti kok. Keluargaku juga banyak dramanya. Jadi aku bisa n
Sera pernah bermimpi memiliki pernikahan megah dengan pasangan tampan bak pangeran dalam negeri dongeng yang ceritanya pernah ia baca dan ia tonton kala masih SD. Seiring Sera tumbuh dewasa, khayalan itu perlahan mengabur. Ia mulai bisa berpikir realistis bahwa pangeran tampan berkuda putih yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya itu tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Sampai ia bertemu dengan Ardhi dan terlibat dalam jerat kehidupan pelik yang banyak tangis dan kesedihan, ia pun segera sadar bahwa hidup memang tidak seindah yang diceritakan dalam dongeng. Namun, tidak lantas hidup ini buruk.Sera sudah belajar banyak tentang kehidupan selama hampir satu tahun mengenal Ardhi. Bahagia itu ada dan hadir menjelma cinta dan kasih sayang yang ia dan Ardhi rasakan terhadap satu sama lain. Saling memahami dan saling mengerti satu sama lain adalah bentuk dari usaha mereka mencapai bahagia itu. Hari ini, bisa dibilang merupakan salah satu hari membahagiakan bagi Ser
Entah apa yang akhirnya David katakan kepada Arunika. Wanita itu tak lagi menemui Ardhi. Tak juga mengirimkan pesan ‘aneh’ yang memicu kesalahpahaman. David juga tidak merecoki Ardhi dengan segala tuduhan dan umpatannya yang memuakkan. Ya, sebenarnya beberapa hari yang lalu, Ardhi-lah yang sengaja meminta dengan baik-baik kepada David melalui telepon agar laki-laki itu menahan diri dulu untuk tidak membuat masalah baru dan berhenti menemui wanita yang sempat dikencaninya hanya demi menutupi rasa sakit hatinya karena Arunika. Untungnya, David mau mendengarkannya meski tak benar-benar memberikan respons yang baik. Dan kabar terakhir yang Ardhi dengar dari sepupu-sepupunya yang lain, David sedang ada urusan pekerjaan di Bali dan Arunika ikut serta. Ardhi cukup bersyukur akan hal itu karena ia bisa berfokus pada acara pernikahannya dengan Sera yang tinggal menghitung jam. Saat ini sudah tengah malam. Ia dan Sera ada di kamar Ardhi di rumah orang tuanya. Mereka dipaksa me