Saat Arkan melamar Ayana, sungguh dirinya merasakan debaran jantungnya berdegup kencangnya, apalagi saat dia harus menjelaskan kepada bibi Mila yang saat ini tengah mengintrogasinya. Tentunya sebagai seorang bibi yang merawat Ayana sejak kecil, pasti akan memiliki hati was-was, ketika Arkan dan mamanya melamar Ayana sebagai Istri kedua Arkan.
Setelah Mama Arkan menjelaskan dan meyakinkan bibi Mila, bahwa mereka tak akan menyakiti keponakannya, akhirnya bibi Mila merestui dan menerima lamaran Arkan kepada Ayana, walaupun saat itu terjadi perdebatan yang pelik diantara mereka bertiga."Baiklah kalau kita sudah sama-sama setuju, aku akan menikahkan mereka minggu depan," ucap mama Arkan dengan nada penuh ketegasan.DegJantung Ayana mulai berdegub begitu kencang, tak disangka jika mama Akan hanya memberikan jarak seminggu untuk menikah dengan putranya yang baru dikenalnya hari ini.Ayana sedikit frustasi saat mendengar keputusan mama Elly yang dinilainya terburu-buru untuk menikahkan mereka saat itu. Namun, Ayana terlihat tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima keputusan dari mana Arkan.Di sisi lain, terlihat Arkan tidak terima dengan keputusan mamanya, hingga dirinya pun melayangkan protes kepada mamanya."Ma, kenapa harus minggu depan? Ini terlalu cepat Ma, berikan kami waktu untuk saling mengenal," protes Arkan dengan nada mulai kesal."Lebih cepat lebih baik, perkara saling mengenal, kalian bisa saling mengenal setelah kalian menikah nantinya," balas mama Arkan dengan menyeruput teh yang disuguhkan oleh Ayana.Ayana hanya bisa tertunduk lemas, meskipun saat itu Arkan melayangkan protes kepada mamanya. Namun, tetap saja keputusan tetap ada pada mamanya.Sekilas wanita paruh baya itu menatap wajah Ayana yang mulai cemas, dengan tatapan intimidasinya."Bagaimana Ayana, apa kau setuju?" tanya mama Arkan dengan tatapan tajamnya"Iya, saya setuju, Bu," jawab Ayana dengan wajah datar.Mendengar keputusan Ayana, Arkan pun terpaksa menyetujui apa yang direncanakan oleh mamanya saat ini.Tak lama kemudian, mama Arkan memberikan sebuah amplop coklat besar yang berisi uang, kepada bibi Ayana."Ambillah, anggap saja ini seserahan dari kami, karena kami tak sempat untuk membelikan sesuatu untuk Ayana. Satu hal lagi, jangan menolak pemberian dari kami," ucap mama Elly dengan tatapan penuh intimidasi.Bibi Mila saling bertukar pandang dengan Ayana, sungguh dia pun seolah ingin menolak pemberian mama Elly. Namun, mama Arkan memang tidak menerima penolakan saat itu, sehingga mereka pun kini menerima pemberian dari mama Elly.Bibi Mila mengintip uang dibalik amplop coklat besar yang diberikan oleh mama Elly dengan wajah terkejutnya."Maaf Bu, apakah ini tidak terlalu banyak?" Tanya bibi Mila dengan memberikan Amplop coklat tadi kepada mama Elly karena dinilai terlalu banyak."Tidak, uang itu tidak terlalu banyak untuk uang seserahan dariku," jawab mama Elly santai.Arkan seketika melihat mereka saat ini seperti shock, ketika melihat banyaknya uang yang diberikan oleh mama Arkan. Padahal baginya itu memang tak seberapa, jika dibandingkan dengan pengorbanan Ayana sebagai wanita pilihannya untuk mengandung keturunan dari Arkan.Setelah pembicaraan mereka selesai, akhirnya Arkan dan mama Elly memutuskan untuk pulang ke rumah. Sepanjang jalan Arkan hanya memikirkan Alana betapa hancurnya dirinya saat mengetahui dirinya dan Ayana akan menikah minggu depan.Empat puluh lima menit kemudian akhirnya mobilnya sudah terparkir di halaman rumah. Saat Arkan keluar dari mobilnya, Arkan melihat Alana yang tampak antusias berlari menyambut kedatangan dirinya."Mas, bagaimana pertemuanmu dengan gadis itu?" tanya Alana dengan wajah tertunduk sedih.Arkan tersenyum lembut dan mencoba mengatakan dengan hati-hati tentang rencana pernikahan mereka seminggu lagi."Oh kami sudah bertemu tadi, dan sudah mengobrol banyak dengannya waktu di cafe," balas Arkan dengan menyembunyikan perasaan gugupnya."Lalu bagaimana dengan hasilnya?" tanya Alana dengan tatapan penuh menelisik.Alana tampak memperhatikan Arkan, dia seolah mengetahui apa yang Arkan pikirkan saat ini. Diamnya membuat Alana semakin curiga dengan suaminya."Mas, kok diam? Apa yang terjadi selanjutnya?" Kembali Alana bertanya kepada Arkan."Ah iya Sayang, ada apa?" tanya Arkan dengan menyembunyikan perasaan gugupnya."Kau sudah melihat wajah maduku? " tanya Alana dengan tatapan penuh menelisik.Arkan menganggukkan kepalanya sebagai tanda balasnya."Seperti apakah wajahnya dan sikap gadis yang akan jadi maduku, Mas? Apa kau suka dengannya?" kembali Alana melontarkan pertanyaannya kepada Arkan.Gleg..Arkan seketika menelan salivanya dengan susah payah, kali ini Arkan tak mampu menjawab pertanyaan istrinya karena dia takut istrinya akan merasa cemburu.Ini semua seperti buah simalakama bagi Arkan. Dia berusaha untuk tetap tenang dan mencari jawaban agar tidak membuat sakit hati Alana."Alana, hanya kau wanita satu-satunya yang aku cintai saat ini, wanita itu pilihan mamaku dan aku baru mengenalnya beberapa jam yang lalu, bagaimana kau berpikir aku menyukai gadis itu, hmm?" ucapnya dengan menatap lembut wajah istrinya.Arkan melihat seulas senyumannya yang tersungging diwajahnya, dia berharap Alana tak akan berpikiran buruk kepada dirinya maupun kepada Ayana."Aku berharap pilihan mamamu adalah gadis yang baik, Mas. Yang terpenting dia tidak neko-neko dan akan memberikan keturunan untukmu dan keluargamu. Aku juga berharap jika suatu saat nanti kau menikah dengan dirinya, kau tidak akan melupakanku, Mas. Apalagi kau berniat untuk meninggalkan aku," tutur Alana dengan menitikkan air mata."Kau tidak usah berpikiran akan aku akan meninggalkanmu Alana, aku akan tetap mencintaimu dan aku akan tetap berada di sisimu, meski kau tak akan bisa memberikan aku keturunan," tuturnya dengan menatap lekat wajah istrinya yang sudah tertunduk sedih di sana."Bagaimana aku tidak berpikir macam-macam tentang kalian nanti, Mas. Mas tidak tau bagaimana perasaanku saat harus menerima kenyataan harus berbagi suami dengan wanita lain." Alana menjedah ucapannya dan menutup wajahnya dengan kasar.Sekilas Alana tampak sedang menarik nafasnya dengan panjang, untuk mencoba mengendalikan emosinya."Aku bukannya tidak bisa memberikanmu keturunan Mas, bukankah kau sendiri mengetahui, jika kata dokter aku tak mengalami masalah dalam kesuburanku, hanya saja Tuhan masih belum memberikan kepercayaan kepadaku," lanjut ucapannya dengan bibir mulai bergetar."Iya Sayang, maafkan Mas, bukan maksud Mas seperti itu. Namun, kau harus mengerti sayang, semua ini bukan kemauan Mas, dan kau juga menyetujui dengan apa yang mama katakan kepadamu," balas Arkan dengan merendahkan intonasi nada bicaranya."Aku memang tidak memiliki pilihan Lain Mas, aku hanya punya kamu dan keluargamu saat ini, mama Elly yang saat itu membawaku keluar dari panti asuhan, sudah saatnya aku harus berbakti pada mamamu, Mas," timpal Alana dengan suara tertekan ditenggorokanya."Termasuk kau harus menerima perjodohan mama dengan wanita pilihannya?"DegSeketika jantung Alana langsung mencelos, bibirnya mulai mengatup seolah tak bisa berkata apapun saat itu.Setetes bening terlihat mulai jatuh dari pelupuk matanya.Alana mengangguk berat sebagai respon atas jawabannya."Apapun yang aku lakukan ini adalah pengorbanan yang harus aku bayar atas apa yang sudah aku dapatkan selama menjadi istrimu, Mas," balasnya dengan suara tercekat."Tapi tidak harus mengorbankan perasaanmu, Alana. Kau bisa menentang keinginan mamaku," balas Arkan."Kamu pikir aku bisa menentang keinginan mama kamu, Mas? Lalu bagaimana denganmu sendiri? Apa kamu bisa menentang keinginan mama kamu, Mas?" Cibir Alana dengan menggelengkan kepalanya.Arkan terdiam seketika, bagaimana dia bisa menentang keputusan mamanya, selama ini semua yang mengatur adalah mamanya."Aku sudah berusaha untuk menentang keinginan mama aku, tapi ....""Kau tidak bisa menentang keinginan mama kamu' kan, Mas?" sahut Alana dengan cepat.GlegBersambungAlana zaelanty, itulah nama istri Arkan dengan latar belakang orang tua yang tak diketahui karena kedua orang tuanya telah tega menitipkan Alana sejak bayi di Panti Asuhan ini.Sejak kecil hingga besar Alana tinggal di panti asuhan tanpa ada orang yang mau mengadopsi dirinya sebagai anak asuh.Sungguh saat itu Alana sangat iri dengan teman-temannya yang dengan mudahnya mendapatkan orang tua baru dan tinggal di tempat yang layak. Entah apa yang salah pada dirinya hingga tak satupun ada calon orang tua yang mau mengadopsi Alana, padahal dia gadis yang cantik dan pandai.Alanapun menerima ini dengan lapang dada hingga suatu hari Alana tak sengaja bertemu dengan seorang wanita tua misterius yang mengatakan kalau dia akan menikah dengan lelaki kaya raya dan mencintainya. Namun, Alana memiliki satu kutukan jika Alana mengingankan hal itu Alana tidak akan pernah memiliki keturunan.Mendengar itu Alana sangat senang dan menaruh harapan jika semuanya itu akan terjadi. Tapi diapun harus mengor
Seminggu KemudianSungguh Ayana tak pernah menyangka jika saat ini dirinya akan menikah dengan Arkan, bukan dengan Azriel seperti yang diidamkan olehnya sejak lama.Selama seminggu sejak Arkan melamar dirinya, Arkan tak pernah sekalipun bertemu atau berkomunikasi dengannya walau hanya sekedar bertanya apa kabarnya.Arkan terkesan tidak mempedulikan dengan kabar calon madu Alana saat ini.Arkan selalu sibuk dengan Istrinya yakni Alana yang saat ini terpaksa harus menerima kenyataan pahit harus berbagi suami dengan wanita lain karena mama Arkan yang menuntut dirinya menikahi wanita pilihannya untuk segera memiliki keturunan.Alana terlihat bersedih saat itu. Namun, sebisa mungkin dia sembunyikan kesedihannya dari Arkan yang segera memasuki kehidupan barunya dengan madunya.Alana terlihat memaksakan senyumannya tatkala dia merapikan jas putih yang dikenakan oleh Arkan saat ini."Alana, Maafkan aku," ucap Arkan dengan nada penuh penyesalan."Tak usah meminta maaf Mas, aku baik-baik saja."
Flashback On"Anakku Arkana Alvarendra harus menikah dengan seorang wanita yang baik, aku harus mencarinya segera, aku tak ingin Menantu sialan itu, akan terus-terusan meracuni pikiran Putraku, untuk menerimanya tanpa memberikan keturunan." Tutur mama EllyMama Elly lalu berjalan menuju sebuah Sekolahan milik Yayasan keluarga Alvarendra yang saat ini telah dikelolanya.Sekolahan cukup luas dan sangat besar itu, menjadi Sekolah Favorit bagi kalangan orang berduit dan anak yang berprestasi.Sekolah Yang sudah didirikan semenjak 25 tahun yang lalu mampu berdiri kokoh dan bersaing dengan sekolah swasta dan sekolah negri yang lain. Tentu tidak main-main untuk mendatangkan pengajar yang kompeten dan berprestasi dari lulusan yang terbaik Universitas di mana mereka dulu menimbah Ilmunya, tak terkecuali Ayana Ameca.Meski Ayana Ameca dari keluarga tidak mampu, tapi berkat otak cerdasnya dia mampu kuliah hingga lulus S1 dengan beasiswa yang dia dapatkan karena prestasinya yang luar biasa.Namun
Mama Arkan mulai memaksanya untuk masuk ke dalam kamar yang sudah dipersiapkan olehnya sebelumnya.Arkan benar-benar sangat gugup dan bingung ketika dia melihat Ayana sudah berada di dalam kamar tersebut, dan masih menggunakan kebaya yang dia pakai saat acara akad nikah tadi."Mom, buka pintunya! Kenapa Mama mengunciku dari luar?" rengek Arkan dengan menggedor pintu kamarnya."Jangan bicara, Arkan! Mama sengaja mengincinu dari luar, agar kalia bisa malam pertama tanpa ada gangguan dari istri pertamamu," balas mama Elly dari luar pintunya."Apa? Mama sengaja melakukan ini semua? Please Ma, jangan memaksaku untuk melakukan ini," tolak Arkan mendengus sebal."Sebaiknya kau lakukan sekarang! Atau aku tidak akan pernah mengijinkan dirimu tidur dengan istri pertamamu, Arkan," ancamnya lalu segera pergi meninggalkan tempat tersebut.Arkan semakin gusar, ia benar-benar bingung harus melakukan apa di kamar ini bersama dengan istri barunya.Beberapa menit kemudian, Ayana terlihat mendekat ke ar
Esok paginya Arkan terbangun dan dia terkejut ketika melihat ke arah sampingnya, melihat Ayana sedang tertidur disampingnya dan terlihat kulit putihnya yang saat itu tidak tertutup selimut. Arkan masih merasakan kepalanya terasa berat kala ia belum mampu untuk mengingat apa yang terjadi dengan dirinya kemarin malam.Sejenak dia merasakan tubuhnya terasa sedikit dingin, kala suhu AC itu sudah mulai menusuk kulitnya.Betapa terkejutnya dirinya ketika melihat tubuhnya tampak polos dan sekilas melihat tubuh Alissya yang tak mengenakan sehelai kain benang pun di sana."Ya Tuhan, apa yang sedang terjadi denganku?" gumam Arkan dengan menjambak rambutnya sendiri.Arkan berusaha mengingat kembali malam pertamanya dengan Ayana yang mereka lewati begitu indah. Namun, saat itu dia mengira melakukan semua itu dengan Alana.Tak lama kemudian, dia merasakan geliat Ayana saat ia hendak terbangun dari tidurnya. Beberapa menit kemudian Ayana rasakan tubuhnya terasa pegal dan sakit pada area intimnya.
Arkan berlari mengejar Alana yang sudah tidak mau mendengar penjelasan Arkan terlebih dahulu.Saat Alana berjalan menuju ke arah dapur, Arkan segera menghampiri Alana dan menjelaskan apa yang terjadi antara dirinya dan dan juga Ayana."Sayang ..., Sayang ..., dengarkan aku, kau jangan marah seperti ini, aku akan jelaskan kepadamu, semalam aku dijebak sama mamaku, minumanku ditaruh obat perangsang oleh mama, aku benar-benar tidak tau apa yang terjadi dengan Ayana semalam, hingga kami melakukan itu," Arkan berusaha menjelaskan kepada Ayana tentang apa yang terjadi dengan dirinya waktu itu."Kau bohong Mas, katanya tidak ada wanita yang sanggup menggantikan aku, tapi nyatanya kau sendiri sudah menduakan aku, kau telah tidur dengan wanita itu," ucapnya dengan nada mulai marah.Arkan mulai frustasi ketika Alana terus merajuk dan menanyalahkan dirinya.Saat Alana sudah mulai tenang, kini tiba-tiba mama Elly datang dengan menggandeng Alana menuju ke arah mereka berdua."Arkan, kenapa kau ada
Dengan perasaan kecewa, Alana lalu membawa secangkir kopi yang dibuatkan itu di meja makan lalu dia meletakkan kopi itu atas meja makan.Tak ada seseorang di sana, ia sengaja meletakkan kopi itu di meja makan Arkan agar tidak ada yang membuang kopi yang masih utuh tersebut.Alana lalu bergegas menuju ke arah kamarnya untuk membantu Arkan mengenakan dasi yang dikenakan oleh suaminya di dalam kamar.Sementara itu, Ayana dan ibu Elly terlihat sudah kembali ke arah dapurnya, mereka yang tadinya sedang mengambil sesuatu di gudang penyimpanan bahan makanan kini sudah kembali ke dapur untuk melanjutkan masaknya .Saat Ayana menyiapkan masakan yang sudah jadi di atas meja makan, ia melihat secangkir kopi hitam pekat yang sudah dingin di atas meja makan Arkan.Ia tau jika kopi yang sudah dingin tidak bagus untuk lambung hingga dia berinisiatif untuk membuang kopi tersebut dan menggantinya dengan dengan kopi yang baru."Kopi siapa itu, Ayana?" tanya mama Elly saat memperhatikan kopi yang ada d
Arkan tak menanggapi dengan sindiran adiknya saat ini, tentu saja karena ia masih belum benar-benar mengenal sosok Ayana dan baru dinikahinya kemarin.Mereka tampak sedang menikmati sarapan paginya, terlihat Alana sibuk mengambilkan sesuatu untuk Arkan, ia tampak memberikan perhatian penuh kepada Arkan tanpa memberikan kesempatan kepada Ayana untuk melayani suaminya.Mama Elly tampak memperhatikan gerak gerik menantu pertamanya yang sedikit membuatnya kesal. Ia bahkan tidak sedikitpun membiarkan Ayana untuk melayani suaminya.Tak ingin suasana sarapan paginya terganggu dengan perdebatan, mama Elly menunggu waktu untuk menegur menantunya itu tentang tugas dan tanggung jawab sebagai seorang istri.Beberapa menit berlalu, Arkan akhirnya memutuskan untuk segera mengakhiri sarapan paginya.Saat itu, Ayana sedang membereskan piring kotor yang ada di atas meja makan. Namun, mama Elly menghentikan dirinya untuk membereskan piring kotor tersebut.Mama Elly kemudian meminta Ayana untuk menyusul
Setelah pemakaman Mbak Alana, kami pun mulai menjalani kehidupan normal seperti biasanya.Aku dan keluarga Mas Arkan memutuskan untuk menghibahkan rumah itu untuk dijadikan panti asuhan.Setelah itu, kami memutuskan untuk tinggal bersama menempati rumah baru kami yang cukup besar dan luas di pusat kota.Kehidupan kami pun sangat bahagia dan aku pun menunggu kelahiran anak kami yang pertama, tiga bulan lagi.Saat ini kami sedang melakukan tingkepan atau tujuh bulanan di rumah baru kami sekalian syukuran menempati rumah kami yang baru Aku sangat senang saat semua keluarga berkumpul di sini bersama penuh kebahagiaan.Kasus pembunuhan kak Ayana dan Rizka sudah ditutup, saat yang menjadi tersangka Mbak Alana sudah mendapatkan ganjaran terlebih dahulu atas perbuatannya.Hal-hal ghaib yang sengaja disembunyikan oleh Mbak Alana akhirnya dikeluarkan dari rumah lama kami dengan bantuan pak Ustaz.****Tiga Bulan Kemudian Akhirnya aku merasakan sesuatu pada jalan lahirku."Mas, perutku sangat
Arkan dan Alina tak bisa menyembunyikan rasa terkejut saat mereka menyaksikan kematian Alana yang begitu tragis di hadapan mereka. Batu ghaib yang selama ini dibawa oleh Alana, ternyata mempunyai kekuatan supranatural yang kerap kali membuat keanehan terjadi di rumah Arkan. Setelah berhasil menyelamatkan Alina, segera Arkan menghubungi Pak Miko untuk segera datang ke tempat kejadian. Di sana, Arkan menjelaskan dengan detail bagaimana kejadian tragis tersebut terjadi, merasa bersalah dan ingin menegaskan bahwa ini bukan salah siapa-siapa. Begitu banyak perasaan yang ingin ia ungkapkan. namun rasa haru sudah menghalangi kata-kata itu keluar. Arkan lantas mengajak Alina ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi kesehatannya dan juga calon bayi yang ada di dalam kandungannya. Hatinya sedikit lega melihat Alina masih bisa tersenyum walaupun sedih. "Semuanya sudah berakhir, kita sudah melewati ini bersama-sama, Alina," ucap Arkan dengan wajah penuh bahagia. Arkan merasa bersyukur bahwa m
Alana merasa mendapatkan kekuatan baru dalam dirinya setelah batu ghaib yang selama ini ia bawa mulai memberikan pengaruh tak terduga. Seolah-olah ada dorongan besar dari dalam diri untuk mencari sasaran baru. Alana berjalan menuju sebuah parkiran yang agak sepi. Di sana, tak sengaja ia bertemu dengan seorang lelaki yang tampak hendak masuk ke dalam mobilnya. Melihat kecantikan Alana yang luar biasa, seketika lelaki itu pun melupakan rencananya untuk masuk ke dalam mobilnya, dan bergegas mendekati Alana, mencoba untuk berkenalan dengan dirinya. "Apakah dia sudah mulai tertarik kepada diriku, sehingga dia datang mendekati diriku?" batin Alana, merasa senang karena akan ada yang menjadi mangsanya.Entah mengapa, pada saat itu Alana merasa ada sesuatu yang berbeda. Sesosok makhluk ghaib seakan berkumpul di dalam tubuhnya, memberikan semacam keberanian dan kekuatan yang misterius. Lelaki itu tampak tersenyum mesum ke arahnya sambil bertanya, "Mbak, mau kemana? Apa boleh aku antarkan
Rencana jahat Mbak Alana ternyata gagal, semua berkat Mas Arkan yang secara kebetulan mengangkat teleponku dan berhasil melacak keberadaanku melalui jaringan seluler. Entah mengapa, saat itu ada perasaan lega sekaligus rasa khawatir yang menghantui pikiranku, beruntunglah Mas Arkan akhirnya datang tepat waktu dan segera menolongku.Sementara itu, Mas Arkan mengejar Mbak Alana dan berteriak memanggil Mbak Alana yang mencoba melarikan diri dari sini."Alana! Jangan lari!" teriak Mas Arkan, menghentikan mbak Alana yang semakin melangkahkan kakinya jauh.Tak lama kemudian, terdengar langkah kakinya yang semakin mendekat, dan ternyata itulah Mas Arkan, yang kembali ke pondok setelah gagal mengejar Mbak Alana."Kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Arkan dengan wajah cemas sekaligus lega, sambil segera membuka ikatan tanganku. "Aku baik-baik saja, Mas. Tapi, tolong bantu Pak Dwi," pintaku sembari merasakan napas yang terengah-engah, dan mulai turun dari ranjang bambu tempatku terikat. Dengan sig
Sepanjang jalan aku mulai banyak berpikir tentang keadaan Alina. Entah apa yang terjadi dengan dirinya saat ini, ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? gumamku dalam hati.Aku sangat mencemaskan Alina, ingin rasanya aku segera sampai di sana.Beberapa saat kemudian handphone milikku berdering kembali.KringSegera aku memasang bluetooth di telingaku dan mendengar teriakan Alina yang saat itu terdengar memilukan.***Aku terseret dengan kasar oleh Mbak Alana, ke arah suatu tempat yang tak aku kenal. Hatiku berdebar kencang saat kami semakin dalam memasuki hutan dan akhirnya sampai di sebuah pondok tua yang tampak terlantar.Saat itulah, pikiranku berlari cepat mencari cara untuk menyelamatkan diri.Aku mengumpulkan keberanian saat Mbak Alana lengah membuka pintu pondok itu.Tangan ku bergetar, saat aku terburu-buru mengambil ponsel dalam tas milikku, tapi akhirnya aku berhasil menggenggam ponsel dan menekan nomor Mas Arkan, yang sudah aku simpan dalam mode speed dial."Ya Allah, semoga
Aku terkejut saat mendengar apa yang diungkapkan oleh Mbak Alana. Sebuah perasaan takut dan panik mulai merayapi hatiku kala mendengar apa yang dikatakan oleh Mbak Alana."Apa maksudmu, Mbak? Apakah ini sengaja kau rencanakan?" tanyaku dengan suara gemetar dan tubuh yang bergetar.Mbak Alana terdiam, wajahnya tertunduk, tapi ada senyuman tipis di sudut bibirnya yang terlihat.Saat itulah aku merasa ada sesuatu yang aneh di sekitarku, seperti adanya suatu kehadiran yang tidak biasa. Angin bertiup kencang, menggetarkan jendela mobilku, seolah menegaskan kekhawatiranku. Bulu kudukku berdiri, ketakutan mulai menguasai pikiranku."Apakah ini sebuah pertanda ada makhluk lain di sini? Apakah ada sesuatu yang ingin memberitahuku lewat angin ini?" batinku, sementara aku merasa semakin kalut dengan situasi yang terjadi. Aku mencoba merenung sejenak, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana aku harus menghadapinya. Tak ada yang lebih penting bagi ku saat ini selain menenangkan dir
Mendengar rintihan Mbak Alana, seketika hatiku merasa iba padanya. Aku pun langsung menolong Mbak Alana yang saat itu sedang duduk kesakitan. Tanpa menaruh curiga, aku membantunya berdiri dan menanyakan keadaannya. "Mbak Alana, apa kamu baik-baik saja, Mbak?" tanyaku dengan menatap wajah Mbak Alana yang saat itu berpura-pura kesakitan. "Bawa aku ke rumah sakit saja, aku sudah tidak tahan, ini sakit sekali, aku bisa mati di sini jika kau tidak membantuku membawa ke rumah sakit" rintihnya dengan berpura-pura menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku saat itu sempat berpikir, apakah aku seharusnya mengikuti ucapan Alana atau tidak? Mengingat saat itu di rumah dalam keadaan sepi dan semua orang sedang pergi sebentar. "Ya Allah, aku bingung. Haruskah aku membantunya pergi ke rumah sakit?" gumamku dalam hati, sambil mencoba menilai apakah ini sebuah situasi yang cukup genting untuk aku turut campur. Aku merasa perlu untuk menolong mbak Alana, tapi di sisi lain, aku juga tidak ingin meng
Alina terdiam, menahan perasaan yang bergolak dalam dadanya. Ia tahu bahwa Arkan, suaminya, hanya mencoba untuk memancing jawaban darinya. Namun, seolah-olah Arkan telah memahami isi hatinya tanpa harus Alina ungkapkan."Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu, Mas?" ujar Alina dengan mencebikkan bibirnya, berusaha menutupi rasa cemburunya."Bukankah kamu sendiri sudah tahu bagaimana perasaanku, Mas?" Arkan tersenyum sedikit, seolah mengerti apa yang tengah Alina rasakan."Aku tahu kamu cemburu, Alina. Maafkan aku jika aku sudah menyinggung perasaanmu," ucapnya lembut, matanya menatapku hangat wajah Alina. "Ada apa, kok kamu mencariku?" Merasa tersentuh dengan perhatian suaminya, Alina terpaksa mengungkapkan kegelisahan yang menghantui hatinya."Aku hanya... mengkhawatirkan dirimu, Mas," ungkapnya dengan tatapan gelisah.Arkan menatap tenang, sambil mendengarkan legelisahan yang dirasakan oleh istrinya."Entah mengapa, akhir-akhir ini aku sering merasa tak tenang, seperti ada bayangan bur
Aku terkesiap saat mendengar ucapan Mas Arkan. Entah mengapa, saat itulah aku merasakan ada suatu keanehan, seperti Mas Arkan sedang berusaha mengurungku di sini."Apakah dia benar-benar sengaja melarangku pergi?" gumamku dalam hati, takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya. "Kamu melarangku pergi, Mas?" tanyaku, menatap wajah suamiku yang terlihat marah. "Apa yang membuatmu sampai seperti ini? Apa salahku, hingga Mas Arkan melarangku untuk pergi?" tanyaku dengan wajah mulai menuntut jawabannya."Iya, aku melarangmu pergi! Sebaiknya kau tetap tinggal di sini dan jangan pernah coba-coba untuk pergi tanpa seijinku. Aku akan memerintahkan anak buahku untuk mengawasi dirimu, Alana," tegas Mas Arkan.Aku merasa keberatan dengan ucapan Mas Arkan. Di benakku, muncul pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawabannya."Mengapa dia ingin mengurungku? Apakah ini karena rasa cemburu atau mungkin ada alasan lain? Atau mungkin ini berkaitan dengan kasus yang kini membelitku? Tapi buk