Beranda / Horor / TUMBAL PENGANTIN / Bab 5. Kedatangan Dua Nenek

Share

Bab 5. Kedatangan Dua Nenek

Penulis: Kirana Senja
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-23 15:53:29

Nala dan Amel terkejut sampai menghentikan perkejaannya. 

"Ada apa? Butuh bantuan?" Tanya Nala. "Nyonya pasti lelah ya, wajar sih kan pengantin baru."

"Barusan ada dia, pelayan yang rambutnya dikuncir kayak ekor kuda itu, dia di sini," ucap Intan. "Kok, kaki aku lemes gemetar begini, ya? Apa saking paniknya ketemu dia?"

"Itu hantu," tukas Amel.

"Di sini gak ada hantu!" Tegas Nala. "Sssstttt! Jangan nakutin! Dan ART yang dikuncir itu sebenarnya gak ada. Itu cuma halusinasi Nyonya Intan saja."

Kemudian, Edwin muncul. Matanya terbelalak mendapati masakan yang tengah diproses di atas wajan. Meskipun masih proses dimasak namun aroma dan tampilannya sungguh menggoda. 

"Istriku pandai masak juga," ucap Edwin.

Tak berselang lama, muncul Erwin dan Elsa. Mereka menyambangi dapur dalam kondisi masih mengenakan pakaian tidur. 

"Pagi, tumben pengantin baru udah eksis di dapur?" Tanya Erwin. Lalu, matanya melirik Intan. "Eh, kok rambutnya gak basah? Harusnya basah tuh!"

"Apaan sih! Jail banget lo jadi adik," sahut Edwin. 

"Zaman sekarang pengantin baru itu kalau rambutnya basah ya pake pengering rambut dong," sambung Elsa. "Awas lo ya, Er! Kalau jadi pengantin baru pasti aku sindir kamu kalau pagi-pagi."

"Oh, kalian pandai bercanda juga ya," ucap Intan. 

Edwin tidak ragu lagi menunjukkan kemesraannya, dia memeluk Intan di depan kedua adiknya.

"Cieeee, kalau gini terus bisa cepet punya keponakan," ucap Erwin. 

"Sabar," ucap Intan. "Oh iya, kalian suka lihat ART rumah ini yang dikuncir kayak ekor kuda itu? Barusan dia ada di sini, malem tadi juga malah lebih mengerikan, untung aku cepet lupa. Aku dikejar setan tadi malam."

Erwin dan Elsa terdiam. Lantas, mereka hanya merespon dengan senyuman tipis sambil garuk-garuk kepala.

"Itu halusinasi, aku di sini bertahun-tahun malah gak pernah lihat begituan," ucap Elsa. "Ya kan, Er? Jawab lo!"

"Kayaknya istriku ini perlu ke orang pinter biar gak ketemu sama yang begituan lagi," ucap Edwin. "Hari ini gak usah ngajar dulu ya, saya mau ajak kamu ke suatu tempat."

Intan mengangguk pelan dan Elsa bermurah hati membantu pekerjaannya. Sementara itu, Erwin sengaja mengajak Edwin kembali ke lantai dua lagi dan menaiki tangga dengan tergopoh-gopoh.

"Mas, sini, aku gak enak hati," ucap Erwin. Mereka berhenti di ruang tamu.

"Mas juga cemas, baru saja beberapa hari nikah, Intan udah ketemu dia," ucap Edwin. "ART yang rambutnya dikuncir sama setan putih itu. Jujur, kakak kamu ini gak tahu caranya ngusir dia."

"Mas, mungkin cuma Papa yang  selesaikan semuanya. Kuncinya ada di dia, cuma Papa yang bisa jawab. Masa istrimu mau jadi tumbal lagi? Gak mungkin," ucap Erwin.

Edwin menghela nafas, menatap fokus pada adiknya.

"Rumi ditemukan mati di halaman rumah, siapa pelakunya? Papa dan Mama kita, gitu? Atau setan peliharaan keluarga ini yang bikin dia mati?"

"Gak boleh tinggal diam, semua harus kita usut. Jangan sampai kita jadi penerus keburukan keluarga. Sumpah! Aku gak mau lihat Mas Edwin menderita. Kita cari orang pinter buat menerawang misteri keluarga ini," pinta Erwin.

Edwin mengangguk pelan disertai raut wajah yang tidak menyunggingkan senyum sama sekali. 

"Kita sarapan dulu saja, nanti kita bahas ya," ucap Edwin. 

Selesai sarapan, bel rumah berbunyi nyaring. Edwin membuka pintunya. Dan tampaklah seorang wanita tua yang berambut putih dan berkebaya warna pastel. Seraya tersenyum dan berkata," Edwin, cucu nenek. Gimana kabar kamu?"

"Nenek Diah," sapa Edwin, seraya memeluk neneknya dengan erat. "Ayo, masuk, kita udah lama pengen ketemu nenek."

Langkah Nenek Diah dan Edwin terhenti ketika berpapasan dengan Intan.

"Siapa kamu? Orang asing?" Tanya Nenek Diah.

"Dia istri baru saya, namanya Intan," jawab Edwin.

Nenek Diah tampak terkejut. Matanya mendelik pada Edwin dan berbisik," Kamu nikah lagi? Kenapa gak bilang dulu sama nenek?"

"Selamat pagi, nenek? Kenalkan, saya Intan," ucapnya sambil menyodorkan tangan kanan untuk berjabat.

Nenek Diah terdiam sejenak, belum mampu berkata-kata. 

"Dia istri saya, Intan. Maaf, saya gak bilang sama nenek. Kami saling mencintai," ucap Edwin.

"Oh, iya. Berarti kamu cucuku juga, tapi mana Erwin sama Elsa? Nenek cuma kangen kalian sama bapak kamu saja," tukasnya.

Nenek Diah menyimpan tas bawaannya di kursi. Dia lantas ke ruang lain sambil memanggil Erwin dan Elsa. Sementara itu, Intan dan Edwin masih berdiri termenung dan saling bertatapan.

"Dia ibunya Papa, namanya Raden Rara Diah Kusumadinata. Sebenarnya dia baik, tiap tiga bulan sekali ke rumah ini," ungkap Edwin.

"Oh, tapi masa cuma kangen cucu sama anaknya, mantunya gak disebut, kasihan juga Mama Rani," ucap Intan. "Kita sambangin dulu yuk!"

Intan dan Edwin bertandang ke ruang keluarga. Kebetulan Nenek Diah tengah sibuk melepas rindu sambil memeluk Erwin dan Elsa. 

"Boleh kan nenek nginep di sini?" Tanya beliau.

"Nenek boleh nginep di sini sampai kapanpun," sahut Edwin. 

"Tumben? Apa karena Mas Edwin baru punya istri lagi terus nenek pengen kenalan sama Kak Intan?" Tanya Elsa.

"Bukan, ada yang harus nenek bilang sama kalian, ini sudah waktunya. Kalian wajib tahu mumpung nenek masih hidup," ucap beliau.

Semuanya terdiam menyaksikan sosok tua yang tampak serius.

"Apa sih? Jangan main rahasia dong! Nenek kan baik, bilang sama aku saja," pinta Erwin.

"Kalian harus siap menerima kenyataan, mau manis atau pahit ya itu resiko, pastinya kalian harus legowo, semua demi Papa kalian juga," ucap Nenek Diah.

Edwin, Erwin dan Elsa menunggu-nunggu apa yang hendak dikatakan neneknya. Sayangnya, percakapan itu terganggu karena suara bell rumah berbunyi nyaring. 

Terdengar suara pintu terbuka diiringi hentakan sepatu yang kencang dan terburu-buru. Beberapa saat kemudian, muncul sosok tua yang berpakaian ala barat. Mengenakan topi berjaring yang menyamarkan wajah, jas putih dan rok hitam selutut.

"Hai cucuku," sapa dia.

"Oma Layla?" Elsa terkejut. Gadis itu langsung menyambut dan memeluk.

"Kabarnya Edwin sudah menikah lagi? Gak bilang-bilang sama Oma," keluh dia.

Edwin mengandeng tangan Intan lalu menghampiri sosok tua yang modis itu. 

"Sayang, kenalin, ini Oma Layla. Ibunya Mama Rani," ucap Edwin. "Istri saya ini bernama Intan, dia cerdas, cantik dan baik hati."

Intan menyodorkan tangan kanannya untuk berjabat tangan. Namun, Oma Layla seperti keberatan untuk bersalaman. 

"Layla, itu kan cucu kita juga," ucap Nenek Diah.

"Oh iya, Oma masih belum menyangka kamu nikah tapi gak bilang-bilang. Makanya kaget," sahut Oma Layla. "Di mobil ada makanan, oleh-oleh buat kalian. Sekarang Oma pengen ketemu Rani, di mana dia?"

"Oma Layla mau nginep juga?" Tanya Elsa.

"Enggak, sore juga pulang," tukasnya.

Oma Layla lantas menaiki tangga sambil memanggil Rani dengan suara keras. Getaran nadanya mampu membuat alat pendengaran pecah seketika.

"Dia muncul lagi, syukurlah kalau gak mau nginep," ucap Nenek Diah.

Matahari tepat di tengah-tengah langit, Edwin dan kedua adiknya sengaja mengajak neneknya untuk menikmati terik sinarnya di pinggir kolam renang.

Intan baru saja muncul membawakan makanan ringan. Ia berkata," Ini aku bawain snack sama bikin steak. Maaf ya, masak terus selama di sini."

"Di sini ada juru masak, istri idaman," ucap Edwin. "Lihat Mama sama Oma, gak?"

"Barusan aku lihat mereka lagi ngobrol di balkon lantai dua, mungkin lagi ada kepentingan lain," jawab Intan.

"Kalian udah ketemu makhluk itu, belum?" Tanya Nenek Diah. "Setan yang kayak kuntilanak?"

Pertanyaan Nenek Diah membuat mereka terhenyak.

Bab terkait

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 6. Pesan Dari Nenek Diah

    "Makhluk apa? Jadi penasaran," sahut Elsa. Nenek Diah duduk terlebih dahulu di kursi dekat pintu. Tatapan matanya memandang fokus ke arah Edwin. "Sebenarnya makhluk itu harus diusir, jangan sampai ada di rumah ini. Kalian mesti nyari orang pintar buat bantuin, nenek gak mau kalian jadi korban. Sudah lama nenek menyimpan rahasia ini dari kalian," terangnya."Rahasia?" Edwin mengerutkan keningnya lalu mendekati Nenek Diah. Tiba-tiba saja wanita tua itu membuang wajah dari tatapan Edwin. "Rahasia apa? Soal tumbal pengantin itu, ya?" Tanya Edwin."Bukan! Bukan! Enggak ada tumbal pengantin di keluarga ini! Kusumadinata itu nama kakek kalian, kami terhormat dan sama sekali gak pernah main licik!" Gerutunya. Edwin, Elsa, dan Erwin saling bertatapan. Kemudian, mereka memeluk neneknya sambil menyeka air mata di pipi yang sudah bergelambir itu. "Saya mau Intan selamat. Tapi, bilang sama saya, apa dulu Papa sempat menikah dengan wanita pertama? Maksud saya apa Papa punya istri pertama yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 7. Beberapa Kejanggalan

    "Aarrrghhhh!"Suara teriakan itu terdengar menggema sampai seisi rumah terbangun. Edwin beranjak lebih dulu. Tanpa pikir panjang dia berlari menuju kamar Nenek Diah. "Nenek, buka pintunya!" Teriak Edwin sambil menggedor pintu."Mas, barusan ada suara menjerit ya?" Tanya Elsa yang baru saja muncul."Mas, ada apa malam-malam begini, berisik tau!" Protes Erwin."Bantuin buka pintu ini, yang teriak barusan nenek kita," sahutnya. "Ayo, buka, bantuin!""Ada apa ini? Malam begini bikin keributan," protes Rani. "Mama, barusan nenek teriak, kita takut kenapa-kenapa," sahut Elsa. "Kita mau bongkar pintu kamarnya."Rani mengambil kunci serep dari kamarnya, dia berikan pada Edwin. Setelah berhasil membuka pintu, pemandangan mengerikan pun tampak. Sesepuh yang mereka hormati sudah terkapar mengenaskan, mulutnya mengeluarkan darah bercampur belatung dan matanya melotot, bagian hitamnya melirik ke atas."Nenek, kenapa begini?" Gumam Edwin. Perlahan-lahan dia mendekati neneknya yang sudah tak berg

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 8. Pelakunya Adalah Seorang Wanita

    Kemudian Elsa terisak-isak, menutup wajahnya sambil meringis hingga air matanya mengalir melakui celah-celah jarinya."Aku belum sanggup kehilangan nenek," ucapnya lirih. "Kenapa dia pergi secepat itu! Padahal waktu tiba di rumah dia baik-baik saja, kan? Dia sehat, Mas! Nenek kita itu sehat!"Intan memeluk adik iparnya untuk sekedar menenangkan hatinya. "Mas, punya firasat buruk mengenai keluarga ini? Kata dokter setelah nenek meninggal katanya mengeluarkan belatung kecil dari mulutnya? Kalau menurut mitos di Indonesia kan itu santet kiriman orang. Belum lagi kematian Rumi dulu, sekarang kamu udah nikah lagi, bisa juga Intan jadi korban berikutnya, atau gue dan Elsa," terang Erwin. "Sudah cukup! Kita lagi berkabung!" Gertak Edwin. "Gak usah bahas santet segala.""Apa gara-gara setan itu! Mestinya kita usir, kita nyari orang pintar buat usir dia," ucap Elsa. Erwin menatap adiknya dengan pandangan sayu, sambil mengerutkan keningnya ia berkata," Kamu udah pernah lihat dia, ya?""Kan k

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-16
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 9. Foto Kenangan Tahun 1990 Yang Penuh Pertanyaan

    Duk! Duk!Suara hentakan terdengar nyaring, bunyi dentumnya membuat mereka tercekat."Itu dari kamar nenek," ucap Edwin. Mereka bergegas menyambangi kamar bekas neneknya yang kini sudah kosong. Sengaja, Edwin membuka pintu lebar-lebar. Dan ternyata kondisi di dalam sudah berantakan. Benda hiasan berupa asbak kayu dan lantai sudah berlumur debu."Siapa pelakunya?" Tanya Intan. "Kamar ini kosong. Kayak udah diterjang badai.""Lihat itu!" Seru Elsa sambil menunjuk ke atap.Atap kamar sudah basah, membentuk lingkaran dan berwarna coklat tua. Tampak retak-retak dan hampir roboh."Bau apa ini, bau banget," keluh Intan sambil menutup hidungnya.Lambat laun noda di atap yang berbentuk lingkaran itu berubah semakin basah dan berwarna hitam. Lalu, Edwin bergegas mengambil sebuah sapu. Dia mendobrak atap itu melalui gagangnya sampai atap itu hancur.Tiba-tiba saja sesuatu yang menjijikkan terjatuh setelah atap itu bolong dan rusak."Ya ampun! Kenapa ada yang beginian!" Elsa terkejut.Sesuatu y

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-16
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 10. Kumbang Yang Aneh

    Bruk!Dentuman kembali terdengar nyaring sampai mengejutkan mereka. Dan bunyi tersebut terus menerus hingga hentakkan bunyinya semakin cepat."Dari kamar nenek," gumam Intan.Mereka berlari menyambangi kamar Nenek Diah. Begitu pintu terbuka, muncul puluhan ekor kumbang hitam bertebaran ke seluruh ruangan. "Mas, ada bau lagi," ucap Elsa.Edwin bergegas masuk kamar lagi, ternyata atap langit-langit kamar itu sudah roboh sampai kabel listrik menjuntai dan memercikkan api. Mereka terbelalak karena menyaksikan gumpalan seperti darah beku yang dikerumuni belatung."Apa lagi itu?" Tanya Erwin. "Sialan, siapa yang nyimpen bangke di rumah gue!""Iya, siapa dalangnya dan siapa wayangnya? Siapa yang nyimpen benda itu di sini? Pastinya salah satu orang di rumah ini," gumam Edwin. "Hati-hati buat kalian."Kemudian, Erwin mengambil pemantik api. Dia membakar benda berupa tanah yang dikerumuni belatung, dan berkata," Sekalian atapnya kita bakar aja!""Serius dong, Er! Rumah kita bisa kebakaran!" S

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-18
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 11. Bikin Kaget

    Mang Jajang tercekat. "Serem gimana, Pak? Saya mah merasa baik-baik saja di sini. Dan pastinya saya siap jadi pengurus Pak Erik, dia orang yang dulu ngangkat derajat saya yang bodoh ini."Ketika Intan menghampiri, seraya melirik supir yang selalu menyunggingkan bibirnya itu. Mang Jajang mengangguk pelan sambil memandangnya dengan sayu."Siapa wanita ini?""Istri saya."Mang Jajang terbelalak, menelan ludah dan tangannya gemetaran."Pak Edwin sudah menikah lagi ternyata. Selamat ya, mudah-mudahan segera dikasih anak. Saya mau ke kamar dulu, biasa banyak barang pribadi yang mesti diberesin." Mang Jajang tersenyum lebar sambil melengos."Mas, udah dulu dramanya. Aku mau tidur dulu ya, besok kan ada jadwal ngajar, gak enak sama rektor kalau bolos terus," ucap Intan.Dan ketika hendak tidur, sengaja Intan mengenakan baju tidur warna merah bekas Rumi, pakaian mendiang istri pertama Edwin. Wanita yang satu ini terus bercermin, menjuntaikan rambut hitamnya, memamerkan keindahan lekuk badannya

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-19
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 12. Rekan Menyebalkan Di Kampus

    Intan naik pitam. Wanita cantik ini beranjak dari kursinya lalu bertatapan dengan Mirna. "Apa hubungannya pekerjaan sama pernikahan? Lancang kamu, Mirna!" "Kamu masih kerja di sini, seharusnya gak banyak bolos. Lihat semua jadwalnya!" Tukas Mirna sambil melempar absensi mahasiswa ke wajah Intan. "Oh, absensi, mahasiswa banyak yang gak hadir ternyata," gumam Intan. "Jadi siapa yang lancang! Semua aku yang urus pelajaran, emang gak capek ngasih materi kesenian, mereka bentar lagi UTS, dasar dosen kurang ajar!" Hardik Mirna. Di sela-sela perdebatan itu, muncul seorang pria dewasa yang melerai. "Ada apa ini, Bu Mirna, Bu Intan? Masih pagi udah banyak hiburan," sindirnya. "Pak Zayn, saya sudah lelah sama dia, harusnya kita laporkan saja Bu Intan ke rektorat biar dia dipecat sekalian. Di kampus ini aku yang sibuk ngasih materi kesenian, dia sendiri malah asyik bulan madu," gerutu Mirna. Lalu, dia mendelik pada Intan dan berkata. "Emang dasar suka pasang susuk pengasihan buat pelet

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-21
  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 13. Kotak Rahasia

    "Itu sudah ketentuan di keluarga ini!" Tukas Rani."Artinya dulu Papa sempat menikah dengan wanita lain sebelum menikahi Mama, dan istri pertamanya pasti mati karena tumbal," sahut Edwin. "Jawab jujur, ada apa di keluarga ini? Apa benar Kusumadinata pelaku pesugihan haram, pemuja setan demi kekayaan?"Rani tak berkutik apapun. Dia malah mendorong kursi roda suaminya lalu melengos sambil berkata," Kalian cari sendiri alasannya apa. Mama gak mau terlibat. Ngurus bapak kalian aja udah capek!""Mas." Intan bekedip, meraih tangan Edwin dan mengajaknya ke kamar pribadi. "Mau apa? Maaf, gak bisa," sangkal Edwin."Bukan itu. Aku mau bilang, hantu ART di rumah ini yang rambutnya dikuncir kayak ekor kuda itu ngikutin aku ke kampus. Sumpah, aku lihat dia, udah gitu rekan kerja mulai menjelek-jelekkan aku," ungkap Intan.Edwin memeluknya dengan erat. "Kasihan istriku ini. Apa ini pertanda kamu harus resign jadi dosen?""Aku difitnah pake pelet buat menggaet pria kaya. Salah aku apa, ya?" Gumam I

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-22

Bab terbaru

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 36. Gangguan Baru Mulai Muncul

    Saking kagetnya, Edwin sampai menampar wajah Nala karena yang dia lihat adalah sosok hitam berwajah datar."Pak, hentikan! Jangan pukul saya!" Teriak Nala."Kamu setan di rumah ini, pergi kamu!" Teriak Edwin.Suara teriakan Edwin dan Nala sampai menggema di seluruh ruangan, terdengar hingga ke lantai utama. Tak lama kemudian, datang Erwin dan Amel sampai berlari menyambangi lantai dua dan mereka menemukan Edwin sedang menjambak Nala. Erwin bergegas memisahkan mereka berdua. Sampai Erwin terkena hantaman tangan Edwin."Mas, jangan, Mas! Kasihan dia, Mas!" Pinta Erwin."Diam, dia setan. Ngapain juga ada di kamar Mama!" Teriak Edwin."Mas, dia Nala. Hentikan!" Teriak Erwin. Saking emosinya, dia sampai menghantam tangan Edwin yang menjambak rambut Nala.Sejenak, suasana kembali tenang. Namun, rambut Nala sudah gimbal dan wajahnya agak lebam. Amel memeluknya dengan erat dan menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.Edwin pun baru sadar bahwa yang baru saja dia jambak adalah Nala. Dia langsung

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 35. Ada Dengan Rudi?

    Kemudian, beberapa warga berkerumun di depan rumah. Mereka hendak menghentikan Rudi yang akan melesatkan peluru. Nahas, Rudi memberontak dan memaki-maki orang sekitarnya."Pergi kalian semua! Jangan diem di depan rumah gue, sialan!"Salah satu warga menghampiri Edwin. Seorang pria berambut putih berkata," Pak, dia memang agak stress, sebaiknya bapak pulang saja."Semua warga yang berkerumun menyuruh Edwin untuk pulang demi keamanan. Namun, langkahnya terhenti oleh wanita gemuk yang bernama Mpok Mia yang baru saja datang."Rud, lo kenapa marah-marah gitu?""Mpok, itu anak-anak Kusumadinata yang dulu jadi majikan anak lo yang mati, itu dia!"Mpok Mia menoleh, tapi seperti ragu mendekat."Bu, boleh kita bicara sebentar saja," pinta Edwin. "Iya, iya, boleh. Tapi jangan di sini, ini rumah adik saya," jawab Mpok Mia. Tiba-tiba Rudi mengerang kesakitan di bagian dada kirinya. Dia melunglai lemas dan memuntahkan darah.Mpok Mia bergegas menolong adiknya yang berteriak-teriak kesakitan. Semu

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 34. Mengincar Rudi

    Intan bersikeras mendekati Nala. ART itu belum juga menyahut meski majikan sudah meninggikan suara untuk memanggil. Intan pun hendak mencolek punggung Nala. Namun dia ragu. Lantas, Nala tertawa cekikikan dan mulai menengadahkan kepalanya ke atas. "Nala, kamu baik-baik saja, kan?" "Babu kayak saya ini nggak ada artinya buat kalian," sahut Nala lantang. "Apalagi di depan nenek tua yang haus kekayaan." "Maksud kamu apa, Nala?" Tanya Intan. "Dasar majikan bodoh!" Hardik Nala. Amel baru saja masuk kamar, dia tersentak kaget menyaksikan Nala yang bergelagat aneh sampai membuatnya bernafas tersengal-sengal. "Bu, kayaknya Nala kerasukan deh," ucapnya. Kemudian, Nala menoleh, menunjukkan wajah yang pucat dan mata yang putih. Dia menyeringai dan tertawa cekikikan. Tiba-tiba saja, Nala muntah, lehernya seperti tercekik, dia berteriak kesakitan sampai terjatuh dan menggulingkan badannya di lantai. "Astaghfirullah, Nala!" Teriak Intan. Akhirnya, Nala batuk-batuk, memuntahkan cairan hi

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 33. Halusinasi Terasa Nyata

    Elsa meringis ketika mendapati kedua tangan kakak kandungnya yang berlumuran darah sambil melambaikan tangannya seperti meminta tolong. "Elsa!" Teriak Edwin.Elsa bergegas menolong. Kemudian, menghampiri jendela. Sayangnya, Edwin semakin menjauh sampai Elsa kesulitan meraih tangan kakaknya itu."Elsa! Sadar, Els!" Teriak Dhea.Dalam pandangannya, Elsa menyaksikan Edwin hendak melompat, seperti mau bunuh diri. Di saat itulah, Elsa nekad meraih tangan kakaknya. "Mas, jangan lompat!" "Elsa, jangan lompat!" Teriak mahasiswa yang menolongnya.Elsa terus memberontak ketika semua mahasiswa menahan badannya. "Itu kakak gue jatuh ke bawah! Mas Edwin, jangan lompat, Mas!"Bruk!Akhirnya, Elsa berhasil melompat lalu terjatuh ke atap lantai satu dan tergeletak pingsan.Satu jam kemudian, Elsa baru bisa membuka kedua matanya. Yang dia lihat hanya ruangan serba putih dan lampu neon yang menerangi ruangan."Elsa, syukurlah, kamu udah sadar," ucap Intan. "Kak, mana Mas Edwin? Dia baik-baik saja,

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 32. Boneka Voodoo Baru

    Kamar mendiang Nenek Diah tampak berantakan, kumuh dan bau pesing. Ada air menggenang di lantai dan dikerumuni kumbang. "Mas, ada apa?" Sahut Elsa. Baru saja membuka pintu, dia langsung muntah-muntah. "Bau banget!""Mas, pagi-pagi udah teriak," keluh Intan. "Ada apa--"Intan terbelalak dan langsung menutup hidungnya. Dia bergegas mengambil masker untuk menutupi mulut dan penciumannya."Mas, gue mau ngopi, ngapain manggil gue?""Lihat, perbuatan siapa di sini?" Spontan, Erwin menyemburkan kopi dari mulutnya. "Bau banget!"Tak lama kemudian, Intan menghampiri sambil menyodorkan masker penutup mulut dan hidung. Kendati, agar mereka leluasa memeriksa kondisi di dalam kamar yang sudah kosong itu."Ini bukan air biasa, ini air seni," gumam Edwin. "Masa di sini ada yang pipis," gerutu Elsa. "Jijik banget!"Lalu, mereka mendongak ke atas, mendapati CCTV yang sudah pecah dan serpihannya berhamburan di lantai. "Oh, dia merusak cctv dulu sebelum beraksi, itu pelaku cerdik juga ya," gumam Er

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 31. Siluet Bayangan Wanita Di Tengah Malam

    Tiba-tiba saja Elsa memuntahkan cairan berwarna cokelat. Dia batuk-batuk sampai tidak kuat menahan rasa sakitnya. "Kita ke RS sekarang, sambil nengok Papa," ajak Intan. Malam yang gelap, terpaksa mereka bertandang ke RS. Semula, Elsa tampak parah dan pucat pasi, namun ketika di perjalanan dia seperti bukan orang sakit.Setelah diobservasi dan cek laboratorium, hasilnya tidak ditemukan penyakit apapun. "Kalau begini ya enggak usah ke RS," protes Elsa. "Aku mau nengok Papa dulu."Mereka bertiga lantas mengunjungi ruang ICU. Orang tua yang mereka rindukan masih terkapar lemah di atas ranjang, berselimut kain putih dan hidung yang dipasang selang oksigen."Mau sampai kapan Papa kayak gini! Sadar dong, Pa!" Gerutu Elsa. "Papa harus pulang, harus sehat lagi, jangan pergi dulu, Pa! Elsa kangen."Elsa meringis, terisak-isak sampai suara tangisnya menggema di seluruh ruangan."Elsa, udah kita pulang sekarang. Jangan nangis di sini, Papa kan udah ada yang ngurus, kita percayakan urusan sama

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 30. Noda Baru Dan Hasil Visum Tante

    Suara ratusan kumbang tiba-tiba saja terdengar bising, serangga itu beterbangan di langit-langit rumah sampai menggulung. "Astaghfirullah," ucap Pak haji. "Ada yang menyerang saya. Tapi gak apa-apa."Kemudian kumbang itu kembali masuk ke sarangnya lewat lubang di dapur.Sementara itu, Intan sudah agak membaik, namun kakinya lemas sampai berdiri pun harus dibantu suaminya. "Pak haji, sebenarnya saya mau bahas tentang keluarga. Ibu kami sering berbohong, dia beralibi sibuk bekerja, nyatanya sudah satu bulan teledor, perusahaan terbengkalai. Kadang saya bertanya-tanya, ke mana dia perginya," terang Edwin."Kalau nak Edwin penasaran, kenapa gak pernah intip beliau? Kan ibu sendiri, harusnya ada yang berani ikutin dia pergi," jawab Pak haji. Sejenak, dia menghela nafas dalam-dalam. "Jujur saja, kasus seperti ini, apalagi kalau berhubungan sama orang yang memuja kepada selain Tuhan, ya agak berat juga.""Pak haji percaya kakek Kusumadinata itu pemuja setan demi kekayaan? Firasat saya seba

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 29. Kunci Yang Ditanam

    Edwin menoleh ke belakang. Tak melihat siapapun selain pintu kamar ibunya. Sementara Intan sudah bernafas tersengal-sengal, panik dan berkeringat. "Mas, makhluk itu ada di sana, dia kayak bayangan hitam, tinggi besar, aku lihat jarinya runcing, dia kayaknya mau menerkam," ungkap Intan. Dia lantas menutup wajah dengan kedua telapak tangan. "Aku takut, Mas. Astagfirullah." Edwin memeluk istrinya agar lebih tenang. Namun, matanya melirik kanan kiri. Ada hembusan angin yang melintas sampai menyibak rambut Intan. Tampaklah, makhluk hitam berdiri di depannya. Edwin menyaksikan pergerakan makhluk itu, mulai dari berdiri lalu menyerupai seorang wanita, berambut panjang dan berwajah pucat. "Mas!" "Ssssttt! Gak ada apa-apa, tenang ya, ternyata pelukan di sini nyaman juga. Mereka bergegas ke balkon lantai dua. Kebetulan, Elsa dan Erwin ternyata sedang melakukan peregangan badan. "Er, Els," sapa Edwin. "Mas, ngapain jalan-jalan sambil pelukan gitu? Kenapa? Norak tahu!" Sindir Elsa. "Gak

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 28. Ibu Yang Labil Dan Misteri Penagih Uang

    Siang hari yang cerah, Edwin dan Intan sengaja pulang ke rumah meskipun perasaan mereka masih tak karuan karena mendapati sang ibu yang selalu berulah. Malahan, Edwin melempar tas kerjanya ke atas kursi tamu. Sampai tas bermerek dan mahal itu menimpa Elsa. "Mas! Apa-apaan sih! Untung aja gak kena muka aku!" "Kamu sama Erwin gak kuliah, ya? Bagus! Kalian sudah belajar bolos, buang-buang uang buat biaya kuliah mahal tapi hasilnya nihil! Kakak kamu ini capek nyari duit buat makan, buat sekolah, buat operasional rumah, tapi kalian enak-enakan nganggur. Keluar kalian semua dari rumah saya!" Elsa tercekat mendapati kakaknya yang naik pitam. Sambil berurai air mata, ia berkata," Mas, kenapa sih! Aku sama Erwin lagi UTS. Kamu, baru aja pulang udah marah begini!" Edwin lantas menghindar, dia menyambangi ruang kerjanya dengan terburu-buru, bahkan membukanya pintu dengan kencang. "Hei, ada apa ini? Siapa yang teriak?" Tanya Erwin yang baru saja menuruni tangga. "Mas Edwin barusan marahin

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status