78. Tawaran Pertukaran Jiwa"Apa yang bisa kau tawarkan kepadaku, wahai manusia?"Kelam mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya. Tatapannya menghunus ke depan, menatap tajam wanita cantik yang kini tersenyum miring ke arahnya. Sedangkan gadis yang dia cintai tampak terduduk lemas di bawah pohon bawah sadar, terikat tak berdaya. Tatapan sayu itu membuat emosi Kelam semakin tersulut, apalagi ketika mendengar bisikan lemah dari bibir pucat gadis itu."Kelabu, jangan pergi hanya kamu satu-satunya yang kupunya," bisik Kejora dengan tatapan sayu yang terlihat kosong. Bulir bening bahkan sudah merembes keluar dari kedua matanya. Kejora, gadis itu berhasil terhasut dalam permainan Sang Imaji. Kesadaran gadis itu perlahan memudar tergantikan dengan ilusi yang memainkan akal sehatnya. Terus menyebut nama "Kelabu", sosok ciptaan Sang Imaji untuk menjeratnya. Sedangkan sosok asli Kelabu tampak berdiam diri di samping Sang Imaji. Menatap datar kepada Kelam.Kelam menoleh, menatap intens kepa
79. Perjuangan 2Kelam tersenyum lega ketika tawaran yang dia berikan disetujui oleh Sang Imaji. Kelam mendekat ke arah Kejora, sejak tadi dia begitu gatal untuk segera merengkuh gadis itu. Tetapi baru saja ia hendak melepas jeratan sulur yang mengikat tubuh Kejora, suara Sang Imaji kembali terdengar. Membuat niat Kelam terurung."Waktumu hanya satu jam untuk membawanya pergi dari alam ini, jika kau gagal maka jiwanya pun akan menjadi milikku," ujar Sang Imaji membuat Kelam mengepalkan kedua tangannya.Makhluk licik akan selamanya begitu, benar bukan? Kelam harusnya tahu bahwa Imaji tidak akan melepaskan Kejora semudah itu. Tanpa membalas, Kelam dengan segera menarik paksa sulur yang melilit Kejora. Tanpa membuang waktu dibawanya Kejora di gendongannya. Berlari cepat menuju ke gerbang perbatasan alam. Meninggalkan sosok Kelam yang tertawa nyaring, merasa senang mendapatkan hiburan baru.Tawanya baru mereda ketika mendapati sosok Sang Maut yang tiba-tiba muncul di hadapannya dengan aur
80. Kembali PulangKelam mendongak ketika melihat uluran tangan di depannya. Dia sedikit terkejut ketika mendapati Kelabu yang menatapnya datar tetapi setelahnya makhluk itu melirik sendu ke arah Kejora. Denyut jantung gadis itu terlihat melemah dari gerakan naik-turun dadanya. Hal itu lah yang membuatnya khawatir. Karenanya dia memutuskan untuk turun tangan membantu Kelam. "Pergi, biar gue yang tangani Sang Maut," ucapnya datar. Kelam mengangguk. Cowok itu menerima uluran tangan Kelabu. Untuk sesaat dia membiarkan Kelabu memberikan kecupan singkat di dahi Kejora. Setelah dirasa cukup dia bergegas berjalan tertatih-tatih menuju ke gerbang dunia. Sedangkan Kelambu berdiri gagah di hadapan Sang Maut. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Kelabu hanyalah makhluk buatan tidak ada emosi takut di wajahnya. Hanya ekspresi datar yang berhasil membuat Sang Maut murka. Sedangkan Sang Imaji yang baru menyadari makhluk ciptaannya membantu permainannya terkejut. Dengan segera dia pergi sebelum San
81. Kesempatan Kedua"Ini sebuah keajaiban, keadaan pasien jauh lebih baik." Ucapan sang dokter membuat Pita menghela napas lega. Ketika mendengar kabar putrinya telah tersadar dari komanya membuat Pita langsung datang menuju ke rumah sakit. Senyum lega tidak bisa dia sembunyikan, netra sayunya terlihat bersinar. Kabar akan kondisi Kejora berhasil membuat jiwa wanita itu perlahan pulih."Kalau begitu saya permisi," pamit sang dokter setelah Pita mengucapkan terima kasih. "Mama."Suara Kejora yang memanggilnya ketika dia membuka pintu ruangan membuat dada Pita berdesir hangat. Dia sangat bersyukur Tuhan masih mempercayainya untuk menjaga buah hatinya. Ia mendekat mengusap lembut surai putrinya."Kejora minta maaf kalau selama ini belum bisa menjadi anak yang baik seperti yang mama harapkan." Ucapan Kejora membuat Pita mengembuskan napas panjang."Kamu sudah menjadi putri terbaik mama," ucap Pita lembut membuat Kejora terisak pelan. Dengan segera didekapnya tubuh mungil putrinya dengan
82. Penjelasan Kejora termenung ketika mendengar penjelasan dari sang mama. Sudah dua minggu setelah dia siuman, kini dia harus mendapat fakta mengejutkan pada dirinya sendiri. Ucapan sang mama yang mencoba menjelaskan kepadanya dengan hati-hati dan wajah sendu itu membuat Kejora termenung hingga sekarang. Kini dia duduk di jendela, melipat kedua kakinya dengan tatapan jauh melayang ke sang rembulan yang tengah memancarkan sinarnya. Sepertinya dia tidak terpikirkan jika saja ada orang iseng mengagetkannya maka dia akan terjun bebas dari lantai dua karena posisinya sekarang. Hembusan napas panjang kembali terdengar. Semilir angin malam menabrak tubuhnya, membuatnya sedikit menggigil karenanya. Walau begitu ia enggan beranjak dari sana. Pikirannya berkecamuk. Pikiran dan hatinya tengah berperang hebat sekarang. Apakah benar selama ini sosok Kelabu yang sering dia lihat, sering bersamanya hanyalah sebuah ilusi yang dia buat sendiri? "Gila, sepertinya aku sudah gila," gumam Kejora liri
83. Penjelasan Bagian Dua"Vino?" Kalimat itu bukanlah sebuah panggilan, tetapi pertanyaan kepada sang pemilik nama yang baru saja disebutkan. Sang pemilik nama menatap intens gadis yang menatapnya penuh sesal sekaligus rasa bersalah. Tetapi, dia tahu bahwa gadis itu harus tahu apa yang selama ini terjadi padanya. "Inget waktu Dion telepon kamu, bilang kalau aku habis dikeroyok?"***Flashback Vino tersenyum lega ketika sudah selesai melakukan perintah Kelam untuk mengantarkan Kejora dengan selamat hingga ke rumahnya. Sebenarnya tanpa diminta pun Vino akan melakukannya dengan senang hati, sebab dia sudah menganggap Kejora sebagai adiknya. Mengingatnya yang menyandang status anak tunggal membuatnya kesepian. Sejujurnya, awalnya dia memiliki adik perempuan yang begitu manis. Hingga tragedi di mana adiknya mengalami kecelakaan tabrak lari di bangku kanak-kanak, membuatnya harus seperti sekarang. Karenanya, melihat Kejora membuatnya teringat akan mendiang sang adik. Ditambah lagi kebi
84. Memulai Lembaran BaruTangis Pita pecah saat itu juga ketika mendengar cerita dari putri semata wayangnya. Didekapnya punggung ringkih yang terus terlihat baik-baik saja selama ini. Bahkan gadis itu masih meneruskan ceritanya walau sudah tergugu, sulit mengeluarkan sepatah kata. Begitu terlukanya gadis itu selama ini. Mencoba tetap tegar di tengah hantaman ombak selama ini. Pita merasa tidak becus menjadi seorang ibu untuk Kejora. Selama ini dia pikir putrinya baik-baik saja. Walau dia tahu bahwa putrinya mengalami kesulitan berbaur untuk mencari teman, ia pikir kedatangan Kelam ke hidupan putrinya akan membantu. Tetapi tidak, putrinya masih butuh perlindungan dan penyemangat juga dari sosoknya sebagai ibu kandungnya. Tapi, Pita telah gagal."Kejora pikir semuanya akan baik-baik saja setelah aku menginjak usia remaja. Tetapi sama saja, Ma. Cacian dan gunjingan itu terus saja ada. Bahkan lebih buruk dari sebelumnya." Napas Kejora tersendat membuat rengkuhan Pita semakin menguat."K
85. Calon IstriKedatangan Kelam dengan Kejora di sekolah secara bersama membuat heboh satu sekolahan. Terutama fans Gladia yang selama ini mendukung gadis itu untuk mendekati Kelam. Tentu saja melihat salah satu pangeran sekolah mereka datang bersama dengan gadis umpanan empuk bully mereka menilbulkan tanda tanya besar di kepala mereka.Bisik-bisik dan argumen langsung menguap memperkirakan hubungan keduanya. Termasuk Gladia yang tampak mengerutkan dahi tidak suka melihat kedekatan Kelam dan Kejora. Ketiga sahabatnya yang berdiri di belakangnya tampak mengompor-ngompori gadis itu dan berhasil. Nyatanya kini Gladia turun dengan tergesa-gesa dari lantai dua dan langsung menemui sepasang remaja yang tengah berjalan beriringan dengan kedua tangan yang saling mengait."Apakah kisah mereka akan terulang kembali?""Yang benar saja. Tidak mungkin Kelam jatuh cinta dengan upik abu sepertinya.""Entahlah, tapi lihat tangan Kelam yang memegang tangan Kejora. Tidak ada yang tidak mungkin, lagian
94. Ending "Maaf, ini calon tunangan ceweknya mana ya?" Tante Oliv yang tengah disibukkan dengan sambungan teleponnya seraya mengatur para maid di mansionnya dibantu oleh Kejora yang sudah datang pagi-pagi buta pun terdiam. Begitu pula dengan Kejora yang berdiri tidak jauh dari wanita paruh baya itu. Terkejut dengan pertanyaan tim perias, pasalnya jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dua jam lagi acara pertunangan putrinya dengan sang kekasihnya-Iqbal akan segera digelar. "Lho emang dia belum nemuin mbaknya?" Tante Oliv melempar pertanyaan yang langsung mendapat gelengan polos dari tim perias. Wanita paruh baya itu tampak menggerutu, samar-samar nama Rai disebut-sebutkan. Wanita itu kesal sekaligus gemas dengan putrinya. Apakah Rai belum kunjung bangun? Padahal beberapa menit yang lalu dia baru saja membangunkan putrinya dan Rai menjawab akan segera turun. Karena itulah dia pikir putrinya itu sudah bangun sejak tadi. "Ra, tante minta tolong bangunkan Rai ya?" Kejora lan
93. Menuju EndingSuara tawa dan drum yang ditabuh begitu kencang meramaikan sebuah lapangan sekolah yang begitu luas di SMA Bakti Sakti. Semua murid bersorak, menyambut kelulusan mereka. Banyak murid berlalu-lalang saling mencoret seragam putih biru mereka. Satu-dua menyalakan bom asap yang penuh warna. Ada juga yang mengabadikan acara tersebut dengan berfoto bersama, seperti yang tengah dilakukan Kelam dan sahabatnya, plus Iqbal yang sudah mereka anggap sebagai anggota ke-enam mereka."Harus kaya gini gayanya?" tanya Kelam menatap sinis Risky, Gelang dan Dion yang menjadi akal untuk berfoto bersama.Sebenarnya tidak masalah untuk fotonya tetapi pose yang dirancang tiga cecunguk itu membuat Kelam jengah. Pasalnya mereka berenam akan melakukan pose membentuk sebuah bintang segi enam dengan tangan mereka yang saling menyentuh sama lain. Menurut Kelam pose mereka terlalu berlebihan, tetapi tiga cecunguk sahabatnya itu menyanggah dengan jawaban yang membuat Kelam semakin muak."Gue mau k
92. Bahagia yang SederhanaDua minggu telah berlalu. Dua minggu yang berhasil membuat semua murid SMA Bakti Sakti menjerit karena ujian serta ulangan yang mereka hadapi. Karenanya minggu ini langsung disambut pekikan senang dan hembusan lega dari mereka semua termasuk segerombolan anak yang kini duduk meligkar di atas rooftop sekolah. Sembilan remaja itu terlihat saling melempar sendau gurau satu sama lain. Di tengah lingkaran yang mereka buat sudah tertata banyak beberapa jenis makanan ringan."Ga kerasa ya cuma tinggal hitungan jari kita bakal lulus," celetuk Risky membuat tawa yang semula menemani mereka seketika lenyap tergantikan dengan keheningan. Mereka semua mulai terhanyut dalam pikiran mereka masing-masing, memikirkan jalan mana nantinya yang akan mereka tempuh setelah resmi keluar dari status anak SMA."Kalian mau lanjut ke mana?" Riyan yang bertanya.Ternyata cowok itu tidak sekaku dan segalak yang terlihat dari tampangnya. Cowok itu cukup ramah dengan caranya sendiri wala
91. Kilas Kisah GelangKelam mengerutkan dahi menatap frustasi soal-soal yang tertera di depannya. Begitu panjang dan rumit. Bahkan Kelam bisa membayangkan adanya wajah meledek pada kertas berisikan soal yang kini dia genggam dengan erat. Berdecak pelan, sekilas melirik ke arah teman-temannya berada yang tampaknya juga mengalami gejala stress akut. Terlihat sekali dengan adanya asap yang mengepul keluar dari kepala mereka. Oke, kalimat terakhir tadi hanyalah bayangan imaji yang Kelam ciptakan."Psstt lihatin jawaban Vino di kelas sebelah dong, Tan.""Kelam Putra Arjuna!"Teriakkan menggema itu membuat Kelam seketika mendatarkan kembali wajahnya. Mengangkat wajah menatap lempeng guru pengawas yang rupanya berhasil menangkap basah dirinya tengah berceloteh. Mempertahankan wajah sok coolnya, walau tengah menjadi pusat perhatian murid lainnya, Kelam mencoba tenang."Berbicara dengan siapa kamu?" tanya sang guru pengawas tajam."Tidak ada."Di dalam hati remaja cowok itu merutuki sang guru
90. Belajar Bersama"Ini soalnya pendek tapi kenapa caranya panjang bener dah."Basecamp kali ini telah diramaikan dengan gerutuan dan protessan dari bibir Dion, Risky, Gelang, dan Rai. Sedangkan Vino, Iqbal dan Kejora sudah beralih profesi menjadi mentor belajar mereka. Sebab nilai dan peringkat mereka jauh lebih unggul daripada yang lainnya. Sedangkan Kelam? Cowok itu tampak diam seraya menatap buku LKS yang jarang dia buka. Oh ayolah bahkan dia sentuh saja jarang. Sebenarnya dia ingin mengeluarkan sumpah serapah dengan materi mapel matematika yang tengah dia pelototi itu. Tetapi hanya untuk menjaga image di depan Kejora, cowok itu memilih diam dan seakan-akan mampu menguasai materi tersebut.Walau begitu ada sepasang mata yang tidak bisa dia bohongi. Vino menggeleng pelan melihat tingkah ketuanya itu. Dapat dia tangkap jelas dahi cowok itu yang tampak menegang sesekali mengerut karena menahan kekesalan. Walau begitu dia tidak mau membuat sang sahabatnya itu merasa malu karena kepur
89. BerdamaiDi sinilah Kelam sekarang. Berada di lapangan sekolahnya yang amat luas. Berlari mengelilingi lapangan tersebut ditemani dengan seorang guru laki-laki dengan peluit di bibirnya yang terus bersuara, menyuruh Kelam untuk terus berlari. Kelam berdecak, dia mengusap dahinya dengan kasar. Mentari yang entah bagaimana bisa tiba-tiba bersinar dengan teriknya, padahal tadi pagi jelas-jelas langit kelabu menghiasi. "Sialan, kenapa tiba-tiba jadi panas gini sih," gerutunya seraya mengusap peluhnya yang telah membasahi kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya. Dia memang sengaja menanggalkan baju seragamnya agar tidak ikut bau keringat nantinya. "Ayo dua putaran lagi!" Kelam semakin kesal ketika seruan dan suara peluit yang terus mengganggu indera pendengarannya. Karena tertangkap basah melamun di jam pelajaran Bu Tuti, dia berakhir dihukum seperti ini. Dan sialnya, ada Pak Joko yang terus mengawasinya sehingga membuatnya tidak bisa kabur dari hukuman. "Bagus. Besok lagi diu
88. Dimabuk Cinta"Ra."Kejora menoleh, menunggu ucapan Kelam yang ingin cowok itu ucapkan. Cowok itu mendekat, tanpa aba-aba mendekap tubuh mungil gadis itu. Berhasil membuat sang gadis mati kutu karena gugup. Ditambah lagi debaran keduanya yang semakin keras membuat keduanya sama-sama terhanyut dalam kehangatan. Rona merah menjalar pada kedua pipi Kejora, membuat gadis itu semakin manis di bawah sinar rembulan. "Makasih untuk malam ini," bisik Kelam. Kejora hanya mengangguk kecil, terlalu takut jika dia membuka suara, suaranya tergagap karena gugup. "Besok pagi aku jemput kaya biasa." Lagi-lagi Kejora hanya bisa mengangguk menurut. Kedua mata gadis itu terpejam ketika Kelam memberikan kecupan hangat di dahinya. Sekali lagi getaran itu membuat keduanya semakin terhanyut. Sebelum suara deheman dari seseorang membuat adegan romantis itu seketika hancur. "Bagus ya main nyosor-nyosor anak mama. Sudah siap kamu nikahin putri mama, Kelam?" Kelam menyengir lebar. Kepergok calon mertua
87. DinnerMelihat keadaan kamarnya yang tampak lenggang membuat Kejora termangu di depan pintu kamar. Ingatannya menerawang, kembali mengingat kenangannya dengan Kelabu selama ini. Sosok khayalan yang selama ini menemaninya di saat sepi menyapa. Sosok yang berhasil membuatnya terhanyut ke dalam pesonanya. Sosok yang selama ini nyata dengan kesempurnaan yang dia miliki, bahkan sosok yang selama ini berhasil masuk ke dalam relung hatinya sebelum kedatangan Kelam.Menghela napas panjang. Lekas dihapusnya ingatan itu. Bukan karena dia marah atau bahkan menyesal mengenal sosok Kelabu. Tetapi karena dia teringat akan janjinya kepada sang mama untuk melupakan semuanya. Melupakan semua tindakan bodohnya yang bermain-main dengan imaji. Menggelengkan kepalanya, gegas Kejora menutup pintu kamarnya dan segera turun ke lantai dasar. Dicengkeramnya erat tas selempang yang dia kenakan. Bagaimana pun sekarang dia harus mulai bisa melupakan semua kenangan tersebut. Dia harus ingat akan dunianya sendi
86. Balikan? Kejora dibuat terkejut ketika langkahnya baru saja menginjak keluar kelas tetapi harus mendapati sosok Kelam yang menyandar pada dinding kelasnya. Ditambah lagi dengan tatapan yang mengarah kepadanya membuat Kejora ingin sekali pergi jauh dari sana. Sedangkan sang pelaku malah tersenyum kecil, dengan santainya digenggamnya tangan kiri Kejora dan membawanya menuju ke kantin. Meninggalkan Rai yang melongo, hanya bisa menatap kepergian mereka. Padahal, niat hati dia ingin pergi ke kantin bersama sepupunya tersebut. Jika tahu begini, dia juga meminta dijemput sang kekasih. "Ah resek emang," dengusnya membuat tawa Diana yang memang masih di dalam kelas terdengar. Menertawakan nasib gadis itu. "Diem lo cabe," ketus Rai. Dengan menghentakkan kakinya menahan kesal, dia berlalu menuju ke kantin seorang diri. Kembali kepada Kejora dan Kelam. Kedatangan mereka di kantin langsung menjadi pusat perhatian. Ditambah lagi dengan genggaman tangan Kelam pada tangan Kejora, berhasil men