66. Bertemu Orang Tua Kelam"Aw! Yang bener dong!""Kalau ga bisa dance mending ga usah ikutan!"Aku mengembuskan napas panjang, harus bersabar menghadapi sikap Gladia. Padahal, jika dilihat sesuai kesepakatan, tempatku berdiri sekarang sudah benar, Gladia-nya saja yang bergerak mengambil tempatku saja. Jadi, jika aku tidak sengaja menabrak dirinya apakah aku yang disalahkan mengingat tempatku berdiri benar sesuai kesepakatan sebelumnya? "Kamu yang pindah tempat, Gla." Aku bersuara mencoba membela diri. "Halah kalau ga bisa ngaku aja, jangan nyari kesalahan orang lain!"Lho? Sejak tadi yang sibuk mencari kesalahan orang lain kan dirinya sendiri. Mengapa gadis itu tidak bercermin sama sekali? Mencoba tetap sabar mengingat sekarang aku berada di rumahnya. Jika aku salah sedikit saja sudah dipastikan akulah yang akan terlihat bersalah di mata semua orang di sini. Ditambah lagi banyak pelayan yang mondar-mandir mengamati pelatihan kami. "Fokus!"Seruan Kelam barulah membuat Gladia menu
67. Kehangatan Keluarga "Om kenal sama mama?" tanyaku hati-hati. Papa Ajun tertawa renyah dia mengangguk membenarkan. "Siapa yang ga kenal Pita? Rivalnya mama Iris waktu SMA dulu," bisik ayah Kelam tersebut kepadaku. Aku tersenyum kikuk ke arah mama Kelam yang terlihat kini tengah melotot kesal kepada ayah Ajun. Tubuhku bergeser ketika Kelam menarikku untuk duduk di sofa lain. Dengan segera aku menurut, tidak mau terjebak di tengah-tengah orang dewasa yang akan mengalami perang rumah tangga. "Aku sama Pita udah baikkan ya, Pa! Jangan diungkit-ungkit lagi!" Mama Iris mencebikkan bibirnya kesal. Aku sedikit tersentak ketika Kelam dengan santai membawa kepalaku ke dada bidangnya. Sehingga membuat posisi dudukku sedikit miring. Dengan lembut dia mengusap surai panjangku, sesekali memainkannya di jari telunjuknya. "Kita nonton aja, seru tuh," bisiknya membuatku terkekeh pelan. Sepertinya Kelam tidak takut jika nanti mendapatkan amukan dari kedua orang tuanya karena ucapannya tadi. "
68. Dance With You"Kamu pasti bisa! Semangat, Kejora!" Aku tersenyum lebar, menatap pantulan wajahku di kaca. Walau begitu, senyuman itu tidak bertahan lama. Kuhembuskan napas panjang, rupanya menyemangati diri sendiri itu tidak mudah. Sudah sepuluh menit aku berdiam diri di toilet sekolah hanya untuk menenangkan diri yang telah dilanda kegugupan yang luar biasa. Bodohnya aku melupakan satu fakta yang seharusnya tidak pernah kulupakan dalam hidupku. Aku mengidap demam panggung, bagus sekali! Hingga suara pintu yang dibuka kasar membuatku menoleh. Aku terdiam, cukup merasa takut ketika mengetahui bahwa yang memasuki toilet adalah Diana. Dengan segera kumatikan air kran yang sejak tadi menyala. Lalu, berjalan cepat meraih tisu kering untuk mengeringkan kedua tanganku yang basah. Baru saja hendak beranjak, suara Diana membuat langkahku harus berhenti. Cewek itu dengan santai mencipratkan kedua tangannya yang masih basah ke wastafel, lalu meraih tisu kering. Setelahnya, berjalan mende
69. Penolakan "There I was again tonight. Forcing laughter, faking smiles. Same old tired, lonely place. Walls of insincerity, shifting eyes and vacancy."Suara merdu milik Kelam terdengar mengalun indah di indera pendengaranku. Kedua mataku menatap lekat sosoknya yang begitu tampan hari ini. Kedua tangannya begitu lincah memainkan alat musik bernama gitar tersebut. Seakan terpaku, kini yang kulihat rasanya hanya ada sosok Kelam saja. Semuanya tampak buram dan tidak berarti. "Vanished when I saw your face. All I can say is, it was enchanting to meet you. Your eyes whispered, "Have we met?"'Cross the room your silhouette."Dia melangkah, mendekat ke arahku yang masih terjerat pesonanya. Senyum manisnya masih saja tertahan, mengarah untukku. Aku mendongak ketika sosoknya tepat berdiri di depanku. "Starts to make its way to me. The playful conversation starts. Counter all your quick remarks. Like passing notes in secrecy. And it was enchanting to meet you.All I can say is,
70. Teman BaruSatu hari setelah kejadian di mana aku menolak pernyataan cinta dari Kelam, membuat namaku kembali diberbincangkan di seluruh penjuru sekolah. Kembali tatapan-tatapan menusuk aku dapati. Kebanyakan dari mereka adalah fans berat dari Kelam. Kucengkeram erat kedua tali tas sekolahku. Menunduk dalam melewati sekumpulan murid yang terang-terangan mencibirku."Gila sih, ga bersyukur banget. Gue kalau jadi dia juga bakal nerima.""Cantik enggak tapi jual mahal. Harusnya sih sadar diri!""Tau gitu gue dukung Gladia jadi pacarnya Kelam."Kalimat terakhir itu berhasil membuat cengkramanku menguat. Ada rasa tidak terima jika Kelam harus bersanding dengan gadis lain. Tetapi, siapa aku? Aku hanya gadis bodoh yang menolak pernyataan cinta dari salah satu most wanted sekolah. Tidak tahan dengan gunjingan yang dilayangkan kepadaku, kupercepat langlahku. Brukkk!Aku meringis tertahan ketika merasakan hantaman keras di dahi dan lututku. Ketika aku mati-matian menahan sakit, semua murid
71. Kepergian dan Satu FaktaAku terdiam ketika melihat Kelabu terlihat berdiam diri di depan halaman rumahku seraya menatap ke arah kamarku. Dengan segera aku beranjak turun, menemui cowok itu. Tidak seperti biasanya Kelabu hanya berdiam diri di luar, padahal dia akan langsung menuju ke kamarku dan menampilkan sosoknya dengan tiba-tiba. Berhasil mengejukan diriku dengan kehadirannya. Melihatnya hanya menatap intens ke arah kamarku membuatku yakin ada yang tidak beres.Ditambah lagi dengan cuaca malam ini yang begitu buruk karena hujan turun dengan derasnya membuatku merasa cemas dengan keadaannya yang tampak basah kuyup. Sedikit merutuki tindakan Kelabu yang menurutku semena-mena dengan dirinya sendiri. Apakah dia tidak memikirkan keadaannya sendiri? Kuraih payung lipat berwarna hitam yang selalu tersedia di samping rak sepatu. Berjalan cepat ke arah Kelabu yang kini menatapku."Kelabu kenapa hujan-hujanan kaya gini sih?" ketusku.Dengan segera kupayungi tubuhnya walau aku tahu semua
72. KomaKabar tentang kecelakaan yang dialami Kejora berhasil mengemparkan satu sekolah. Walau tidak sedikit yang senang mendengar kabar itu termasuk Gladia yang saat ini tengah mengadakan pesta kecil bersama teman-temannya untuk merayakan kecelakaan tersebut. Bahkan mereka dengan tega berdoa agar Kejora segera merenggang nyawa saja. Sinting memang, tetapi jika manusia sudah diselimuti dendam dan iri, hilang sudah akal sehatnya.Kelam sendiri langsung berlari keluar dari area sekolah setelah mendengar kabar itu. Raut wajah cemas kentara sekali di wajah tampannya. Tanpa mendengarkan teriakkan sang satpam sekolah, dilajukannya kuda besinya menuju ke tempat gadisnya sekarang. Bayangan kenangan yang pernah dia ukir dengan gadis yang kini terbarng lemah antara hidup dan mati langsung terlintas di pikirannya. Membuat dada Kelam terasa sesak.Dia tidak mempermasalahkan penolakan Kejora beberapa hari yang lalu dan dia cukup mengerti apa alasan gadis itu menolaknya. Karenanya dia tidak pernah
73. Jam yang SamaTanpa menunggu bel pulang, keenam murid itu bergegas menuju ke rumah satu-satunya gadis di antara mereka. Setelah sampai di halaman rumah besar milik keluarganya, Rai bergegas memasuki rumahnya disusul oleh sang kekasih dan keempat teman cowoknya. Rumah besar itu tampak lenggang dan sunyi hanya ada beberapa pelayan yang berjalan kemari tampak sibuk."Non Rai, anda sudah pulang?"Beberapa pelayan langsung menghadap putri sulung majikan mereka. Pasalnya mereka dibuat terkejut dengan kepulangan nona muda mereka. Padahal baru beberapa jam yang lalu mereka juga dikejutkan dengan kepulangan sang nyonya dari luar negeri tampa memberitahukan mereka terlebih dahulu."Kenapa kalian tampak sibuk sekali?" tanya Rai melihat bingung ke arah mereka."Nyonya Oliv pulang tadi pagi, Non dan Tuan Besar Mario akan menyusul esok pagi, karena kami bersiap untuk menyambut kedatangannya."Rai mengerut dahinya tampak bingung. Dia baru tahu kabar kepulangan mereka sekarang, tentu saja membuat
94. Ending "Maaf, ini calon tunangan ceweknya mana ya?" Tante Oliv yang tengah disibukkan dengan sambungan teleponnya seraya mengatur para maid di mansionnya dibantu oleh Kejora yang sudah datang pagi-pagi buta pun terdiam. Begitu pula dengan Kejora yang berdiri tidak jauh dari wanita paruh baya itu. Terkejut dengan pertanyaan tim perias, pasalnya jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dua jam lagi acara pertunangan putrinya dengan sang kekasihnya-Iqbal akan segera digelar. "Lho emang dia belum nemuin mbaknya?" Tante Oliv melempar pertanyaan yang langsung mendapat gelengan polos dari tim perias. Wanita paruh baya itu tampak menggerutu, samar-samar nama Rai disebut-sebutkan. Wanita itu kesal sekaligus gemas dengan putrinya. Apakah Rai belum kunjung bangun? Padahal beberapa menit yang lalu dia baru saja membangunkan putrinya dan Rai menjawab akan segera turun. Karena itulah dia pikir putrinya itu sudah bangun sejak tadi. "Ra, tante minta tolong bangunkan Rai ya?" Kejora lan
93. Menuju EndingSuara tawa dan drum yang ditabuh begitu kencang meramaikan sebuah lapangan sekolah yang begitu luas di SMA Bakti Sakti. Semua murid bersorak, menyambut kelulusan mereka. Banyak murid berlalu-lalang saling mencoret seragam putih biru mereka. Satu-dua menyalakan bom asap yang penuh warna. Ada juga yang mengabadikan acara tersebut dengan berfoto bersama, seperti yang tengah dilakukan Kelam dan sahabatnya, plus Iqbal yang sudah mereka anggap sebagai anggota ke-enam mereka."Harus kaya gini gayanya?" tanya Kelam menatap sinis Risky, Gelang dan Dion yang menjadi akal untuk berfoto bersama.Sebenarnya tidak masalah untuk fotonya tetapi pose yang dirancang tiga cecunguk itu membuat Kelam jengah. Pasalnya mereka berenam akan melakukan pose membentuk sebuah bintang segi enam dengan tangan mereka yang saling menyentuh sama lain. Menurut Kelam pose mereka terlalu berlebihan, tetapi tiga cecunguk sahabatnya itu menyanggah dengan jawaban yang membuat Kelam semakin muak."Gue mau k
92. Bahagia yang SederhanaDua minggu telah berlalu. Dua minggu yang berhasil membuat semua murid SMA Bakti Sakti menjerit karena ujian serta ulangan yang mereka hadapi. Karenanya minggu ini langsung disambut pekikan senang dan hembusan lega dari mereka semua termasuk segerombolan anak yang kini duduk meligkar di atas rooftop sekolah. Sembilan remaja itu terlihat saling melempar sendau gurau satu sama lain. Di tengah lingkaran yang mereka buat sudah tertata banyak beberapa jenis makanan ringan."Ga kerasa ya cuma tinggal hitungan jari kita bakal lulus," celetuk Risky membuat tawa yang semula menemani mereka seketika lenyap tergantikan dengan keheningan. Mereka semua mulai terhanyut dalam pikiran mereka masing-masing, memikirkan jalan mana nantinya yang akan mereka tempuh setelah resmi keluar dari status anak SMA."Kalian mau lanjut ke mana?" Riyan yang bertanya.Ternyata cowok itu tidak sekaku dan segalak yang terlihat dari tampangnya. Cowok itu cukup ramah dengan caranya sendiri wala
91. Kilas Kisah GelangKelam mengerutkan dahi menatap frustasi soal-soal yang tertera di depannya. Begitu panjang dan rumit. Bahkan Kelam bisa membayangkan adanya wajah meledek pada kertas berisikan soal yang kini dia genggam dengan erat. Berdecak pelan, sekilas melirik ke arah teman-temannya berada yang tampaknya juga mengalami gejala stress akut. Terlihat sekali dengan adanya asap yang mengepul keluar dari kepala mereka. Oke, kalimat terakhir tadi hanyalah bayangan imaji yang Kelam ciptakan."Psstt lihatin jawaban Vino di kelas sebelah dong, Tan.""Kelam Putra Arjuna!"Teriakkan menggema itu membuat Kelam seketika mendatarkan kembali wajahnya. Mengangkat wajah menatap lempeng guru pengawas yang rupanya berhasil menangkap basah dirinya tengah berceloteh. Mempertahankan wajah sok coolnya, walau tengah menjadi pusat perhatian murid lainnya, Kelam mencoba tenang."Berbicara dengan siapa kamu?" tanya sang guru pengawas tajam."Tidak ada."Di dalam hati remaja cowok itu merutuki sang guru
90. Belajar Bersama"Ini soalnya pendek tapi kenapa caranya panjang bener dah."Basecamp kali ini telah diramaikan dengan gerutuan dan protessan dari bibir Dion, Risky, Gelang, dan Rai. Sedangkan Vino, Iqbal dan Kejora sudah beralih profesi menjadi mentor belajar mereka. Sebab nilai dan peringkat mereka jauh lebih unggul daripada yang lainnya. Sedangkan Kelam? Cowok itu tampak diam seraya menatap buku LKS yang jarang dia buka. Oh ayolah bahkan dia sentuh saja jarang. Sebenarnya dia ingin mengeluarkan sumpah serapah dengan materi mapel matematika yang tengah dia pelototi itu. Tetapi hanya untuk menjaga image di depan Kejora, cowok itu memilih diam dan seakan-akan mampu menguasai materi tersebut.Walau begitu ada sepasang mata yang tidak bisa dia bohongi. Vino menggeleng pelan melihat tingkah ketuanya itu. Dapat dia tangkap jelas dahi cowok itu yang tampak menegang sesekali mengerut karena menahan kekesalan. Walau begitu dia tidak mau membuat sang sahabatnya itu merasa malu karena kepur
89. BerdamaiDi sinilah Kelam sekarang. Berada di lapangan sekolahnya yang amat luas. Berlari mengelilingi lapangan tersebut ditemani dengan seorang guru laki-laki dengan peluit di bibirnya yang terus bersuara, menyuruh Kelam untuk terus berlari. Kelam berdecak, dia mengusap dahinya dengan kasar. Mentari yang entah bagaimana bisa tiba-tiba bersinar dengan teriknya, padahal tadi pagi jelas-jelas langit kelabu menghiasi. "Sialan, kenapa tiba-tiba jadi panas gini sih," gerutunya seraya mengusap peluhnya yang telah membasahi kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya. Dia memang sengaja menanggalkan baju seragamnya agar tidak ikut bau keringat nantinya. "Ayo dua putaran lagi!" Kelam semakin kesal ketika seruan dan suara peluit yang terus mengganggu indera pendengarannya. Karena tertangkap basah melamun di jam pelajaran Bu Tuti, dia berakhir dihukum seperti ini. Dan sialnya, ada Pak Joko yang terus mengawasinya sehingga membuatnya tidak bisa kabur dari hukuman. "Bagus. Besok lagi diu
88. Dimabuk Cinta"Ra."Kejora menoleh, menunggu ucapan Kelam yang ingin cowok itu ucapkan. Cowok itu mendekat, tanpa aba-aba mendekap tubuh mungil gadis itu. Berhasil membuat sang gadis mati kutu karena gugup. Ditambah lagi debaran keduanya yang semakin keras membuat keduanya sama-sama terhanyut dalam kehangatan. Rona merah menjalar pada kedua pipi Kejora, membuat gadis itu semakin manis di bawah sinar rembulan. "Makasih untuk malam ini," bisik Kelam. Kejora hanya mengangguk kecil, terlalu takut jika dia membuka suara, suaranya tergagap karena gugup. "Besok pagi aku jemput kaya biasa." Lagi-lagi Kejora hanya bisa mengangguk menurut. Kedua mata gadis itu terpejam ketika Kelam memberikan kecupan hangat di dahinya. Sekali lagi getaran itu membuat keduanya semakin terhanyut. Sebelum suara deheman dari seseorang membuat adegan romantis itu seketika hancur. "Bagus ya main nyosor-nyosor anak mama. Sudah siap kamu nikahin putri mama, Kelam?" Kelam menyengir lebar. Kepergok calon mertua
87. DinnerMelihat keadaan kamarnya yang tampak lenggang membuat Kejora termangu di depan pintu kamar. Ingatannya menerawang, kembali mengingat kenangannya dengan Kelabu selama ini. Sosok khayalan yang selama ini menemaninya di saat sepi menyapa. Sosok yang berhasil membuatnya terhanyut ke dalam pesonanya. Sosok yang selama ini nyata dengan kesempurnaan yang dia miliki, bahkan sosok yang selama ini berhasil masuk ke dalam relung hatinya sebelum kedatangan Kelam.Menghela napas panjang. Lekas dihapusnya ingatan itu. Bukan karena dia marah atau bahkan menyesal mengenal sosok Kelabu. Tetapi karena dia teringat akan janjinya kepada sang mama untuk melupakan semuanya. Melupakan semua tindakan bodohnya yang bermain-main dengan imaji. Menggelengkan kepalanya, gegas Kejora menutup pintu kamarnya dan segera turun ke lantai dasar. Dicengkeramnya erat tas selempang yang dia kenakan. Bagaimana pun sekarang dia harus mulai bisa melupakan semua kenangan tersebut. Dia harus ingat akan dunianya sendi
86. Balikan? Kejora dibuat terkejut ketika langkahnya baru saja menginjak keluar kelas tetapi harus mendapati sosok Kelam yang menyandar pada dinding kelasnya. Ditambah lagi dengan tatapan yang mengarah kepadanya membuat Kejora ingin sekali pergi jauh dari sana. Sedangkan sang pelaku malah tersenyum kecil, dengan santainya digenggamnya tangan kiri Kejora dan membawanya menuju ke kantin. Meninggalkan Rai yang melongo, hanya bisa menatap kepergian mereka. Padahal, niat hati dia ingin pergi ke kantin bersama sepupunya tersebut. Jika tahu begini, dia juga meminta dijemput sang kekasih. "Ah resek emang," dengusnya membuat tawa Diana yang memang masih di dalam kelas terdengar. Menertawakan nasib gadis itu. "Diem lo cabe," ketus Rai. Dengan menghentakkan kakinya menahan kesal, dia berlalu menuju ke kantin seorang diri. Kembali kepada Kejora dan Kelam. Kedatangan mereka di kantin langsung menjadi pusat perhatian. Ditambah lagi dengan genggaman tangan Kelam pada tangan Kejora, berhasil men