Home / Pendekar / TULANG SUCI NAGA ABADI / BAB 2 : NAGA EMAS DAN API ES 7 WARNA

Share

BAB 2 : NAGA EMAS DAN API ES 7 WARNA

Author: Faisalicious
last update Last Updated: 2025-04-23 16:20:30

Hujan deras mengguyur dataran Luoyuan. Aroma tanah basah bercampur darah membekas di udara, menggantung seperti kabut pekat. Hembusan angin membawa suara denting logam dan teriakan prajurit yang bercampur nyaring dengan gelegar petir dari langit kelam. Di tengah-tengah medan yang porak-poranda oleh jejak kaki kuda dan tubuh bergelimpangan, seorang pria berdiri dengan tombak naga panjang berbalut energi dao, menghadap ratusan pasukan kekaisaran.

Komandan Zhao mengangkat tangan, menghentikan pasukannya saat melihat sosok berjubah kelabu berdiri sendirian di ujung tebing kecil.

“Pendekar,” katanya, suaranya menggema di udara lembap. “Sebutkan namamu. Aku tidak membunuh seseorang tanpa tahu siapa yang kuhabisi.”

Sosok berjubah itu tidak bergerak. Rintik hujan jatuh di pundaknya, tapi ia berdiri tegak, seperti bayangan batu yang menyatu dengan alam. Beberapa saat sunyi, lalu pria itu mengangkat kepalanya perlahan. Wajahnya masih muda, tapi sorot matanya... seperti danau yang menyimpan ribuan tahun badai.

“Kau terlalu banyak bicara,” ujarnya datar. “Anjing kekaisaran memang hobi menggonggong.”

Ia mengangkat tangan, dan dalam satu gerakan cepat, membentuk segel Dao dengan dua jari. Cahaya keemasan muncul dari ujung jari-jarinya, lalu membungkus tubuhnya seperti kabut cahaya.

“Terima ini.” Suara keras menggelegar saat ia menghentakkan kakinya ke tanah dan menggeret tombak naga panjangnya seolah sedang menyanyat tanah.

“Teknik Dao Taraf Kedua: Cakar Naga Mengoyak Surga!”

Dari tanah yang basah, seekor naga emas raksasa muncul, meraung dan menyapu ke arah pasukan Zhao dengan kecepatan mengerikan. Suaranya mengguncang jantung. Angin dari kibasan energinya menyapu pepohonan di kejauhan. Beberapa prajurit tak sempat bereaksi, tubuh mereka terpental ke udara, senjata hancur, dan jeritan kematian menggema ke langit. Barisan depan langsung porak poranda. Beberapa prajurit mundur gemetar, sebagian lain hanya bisa menatap kosong ketika tubuh rekan mereka terlempar ke udara bersama retakan bumi.

Zhao membelalak. “Itu... tidak mungkin…”

Ia menarik pedangnya dan menahan serangan naga emas dengan lapisan qi-nya. Dentuman keras terdengar, dan tanah retak di bawah mereka.

"Pasukan Bersiap! Formasi Penindas Langit!"

Tiga puluh prajurit Dao langsung membentuk lingkaran, membangkitkan energi qi dari pusat telapak tangan ke tanah. Simbol-simbol merah menyala muncul di sekeliling mereka, membentuk penjara dao sementara yang memampatkan tekanan spiritual di sekitarnya.

Di tengah formasi itu, Xu Qian masih berdiri seorang diri. Jubah kelabunya mulai robek di bagian bahu, terkena ledakan sebelumnya. Mata emasnya menatap sekeliling, menilai. Tanah terbelah saat simbol formasi aktif. Deru suara angin bercampur energi dao menggema dari segala arah.

“Ini bukan formasi biasa,” gumam Xu Qian. “Mereka benar-benar ingin memaksaku mengeluarkan segalanya…”

Zhao melangkah ke depan, bayangannya memanjang di tanah lembab.

“Masih belum terlambat untuk menyerah,” katanya, pedangnya bersinar merah darah. “Atau kau ingin anak buahku mati sia-sia demi kesombonganmu?”

Xu Qian tak menjawab. Ia mengangkat dua jarinya, dan menarik napas panjang. "Aku pernah melawan pasukan dua kali lipat jumlah ini di selatan ketika usia baruku dua puluh. Jangan berpikir aku akan takut."

“KAU TERLALU SOMBONG!” Zhao menerjang, pedangnya memotong udara, memicu gelombang tekanan qi yang menggulung seperti badai.

Xu Qian menangkis, lalu melompat mundur. Seketika, tangannya membentuk segel: jari telunjuk dan tengah bersatu, telapak kiri terbuka menghadap langit.

“Teknik Dao taraf ketiga: Hembusan Nafas Langit!”

Angin berkilau emas menyapu dari dalam tubuhnya, mengarah ke barisan luar formasi. Suara raungan naga terdengar samar, tapi nyata. Dua belas prajurit terangkat ke udara, senjata mereka meleleh oleh panas spiritual dari hembusan itu.

Zhao berteriak, "Tahan! Dia hanya satu orang!"

Namun kekuatan Xu Qian bukan dari jumlah jurus, melainkan presisi dan tekanan spiritualnya. Ia menghindar, berputar, menyerang, dan meledakkan tanah di sekitar prajurit kekaisaran. Medan berubah: dari lapangan berlumpur menjadi retakan-retakan besar dan lubang dalam berasap. Serpihan batu beterbangan, formasi mulai bergetar.

Tiba-tiba tekanan spiritual meningkat. Xu Qian bersiap, tapi sudah terlambat. Tombak panjang menyambar dari udara, Pang An telah tiba, tubuhnya melayang di udara, jubahnya berkibar dengan qi yang menggelegak di sekitarnya.

Xu Qian memekik dalam hati. “Sial... terlalu cepat dia tiba!”

Tombak Pang An nyaris menembus dada Xu Qian, tapi ia berhasil melompat ke samping. Tubuhnya terguling, dan saat berdiri, ia sedikit terhuyung.

Pang An mendarat dengan aura gelap menyelimuti tanah. "Jadi inilah pria yang membuat istana harus membekukan misi utara selama lima tahun?" ucapnya dingin.

Pertarungan pun dimulai. Xu Qian dan Pang An bergerak cepat, bak dua bayangan hitam dan emas. Serangan mereka mengguncang udara. Xu Qian menusuk dengan tombaknya lurus ke jantung, namun Pang An memutar tubuh seperti ular, menghindar lalu mengunci tangan kanan Xu Qian dan menghantam lutut ke perutnya. Napas Xu Qian tertahan sesaat, tapi ia memaksa tubuhnya kembali berdiri.

Xu Qian mengeluarkan jurus ketiganya, namun Pang An membalas dengan teknik tekanan Dao tingkat tinggi yang mampu membalik momentum spiritual lawan dalam satu hantaman. Perbedaan satu taraf dao di antara keduanya membuat perbedaan besar. Kaki Xu Qian menyeret tanah, nafasnya mulai berat. Tangan kirinya berdarah.

“Sudah cukup. Ini akhirnya,” desis Pang An, menyiapkan hantaman terakhir dengan energi Dao terkonsentrasi di ujung tombaknya.

Cahaya hitam menyelimuti tombaknya. Udara membeku. Xu Qian tidak bisa bergerak cepat, tubuhnya nyaris terkunci oleh tekanan qi.

Ia menguatkan langkah. Dalam hatinya berkata, "Jika aku tumbang hari ini, biarlah tanah ini mencatat namaku bukan sebagai pembunuh... tapi pelindung."

Lalu...

“Xu Qian!!!” Suara lembut namun penuh kekuatan menyela udara.

Seketika itu juga, langit pecah. Dari balik rerimbunan, bola cahaya biru keperakan meledak, menghancurkan sebagian bukit kecil di belakang Xu Qian. Angin dingin menyapu seluruh lembah. Api biru, tapi bukan api biasa muncul, berpendar dalam tujuh warna menyilaukan: merah, biru, hijau, ungu, putih, emas, dan hitam lembut.

Dari dalam pusaran api itu, muncul seorang wanita berwajah tenang dengan rambut panjang keperakan melayang diterpa energi qi yang mengalir deras. Xu Ling’er. Api di sekelilingnya bukan membakar, tapi membekukan. Tanah yang diinjaknya berubah menjadi kristal es, udara mengembun jadi salju tipis.

Tanpa berkata-kata, ia mengayunkan tangannya. Api Es Tujuh Warna menari, membentuk seekor phoenix kristal yang mengepak dan menabrak gelombang Dao milik Pang An. Ledakan terjadi. Debu mengepul, langit tersibak. Phoenix itu menghantam tanah, meledakkan api dan es ke segala arah. Batuan meleleh dan membeku bersamaan, menciptakan hamparan es biru berkilau di tengah lumpur perang. Xu Qian terdorong ke belakang dan tertahan di pelukan Ling’er.

“Maaf aku terlambat,” bisik Ling’er, nadanya rendah, tapi ada keteguhan di matanya.

Xu Qian menatap istrinya, tersenyum lelah. “Aku sudah bilang, jangan keluar…”

Ling’er menggeleng. “Kau bukan dewa. Aku tak akan membiarkanmu mati tanpaku.”

Pang An berdiri lagi dari balik puing batu. Bajunya terbakar sebagian, wajahnya berdebu. Ia menatap Ling’er, lalu tertawa kecil. “Api Es Tujuh Warna… tak kusangka masih ada pewarisnya.”

Kini, keduanya berdiri berdampingan. Naga Emas dan Phoenix Es berputar di sekitar mereka. Namun pertarungan hanya berlangsung beberapa menit lagi. Tenaga Xu Qian menurun drastis, dan bahkan Api Es Ling’er mulai melemah, nyalanya menurun dari tujuh warna menjadi hanya empat.

Dengan satu serangan kuat dari Pang An yang kali ini membawa kekuatan Dao Penindas Jiwa, Xu Qian dan Ling’er terhempas bersamaan, tubuh mereka terbentur batu dan jatuh ke tanah. Tak bisa bangkit lagi. Pang An berdiri, menghela napas panjang.

"Sayang sekali… kekuatan hebat, tapi terlalu lama mengasingkan diri. Kalian lemah karena cinta.” Ia mengangkat tangan, memberi isyarat. Rantai dao melilit tubuh keduanya, menyegel aliran spiritual mereka.

Namun, sebelum pergi, Pang An menatap mereka sekali lagi. “Identitas kalian... bukan sesuatu yang bisa diadili sembarangan. Aku akan membawamu ke hadapan Kaisar Xuan.”

“Kau anjing kekaisaran, lebih baik bunuh saja kami sekarang!” Ling’er berteriak marah.

“Aku tidak bisa buru-buru membunuhmu, nona muda Kerajaan Es…” Pang An tersenyum sinis, menaikkan kedua pipinya.

Bersambung…

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 3 : PUTRI MALU SEMBILAN PERUBAHAN

    Di pinggiran Lembah Huoyan, sekitar seratus mil dari Desa Kayu, tim pemburu sedang menjalankan misi.“Ada getaran Dao kuat dari arah lembah barat!” seru Han Su, pemimpin Tim Pemburu Desa Kayu. Ia adalah pria paruh baya dengan tubuh kekar berbalut rompi kulit binatang buas. Wajahnya tegas, dagunya ditumbuhi jenggot kasar, dan matanya tajam seperti elang. Di punggungnya tergantung pedang lebar bersarung hitam, senjata khas pendekar yang telah mencapai Taraf 4 - Dao Vein Awakening.Empat orang pemburu lainnya segera mengelilinginya. Liang Fei, pemburu termuda namun paling gesit, memiliki rambut kuda panjang dan senjata sabit ganda yang tergantung di pinggang. Qi Bao, bertubuh tambun tapi bermata tajam, adalah ahli jebakan dan pengintai. Lalu ada Lei Shan dan Duan Wu, saudara seperguruan dengan tombak panjang dan teknik gerakan cepat. Semuanya berada di puncak Taraf 3 - Dao Core Formation, dan tengah menanti waktu untuk menerobos ke taraf selanjutnya.“Gemuruh itu... bukan tanah longsor,”

    Last Updated : 2025-04-23
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 4 : UPACARA PENDEWASAAN

    Langit masih diliputi semburat ungu ketika Xu Ming berdiri di tanah basah, napasnya menggantung dalam udara pagi yang dingin. Kedua tangannya mengepal, lalu perlahan membentuk segel dasar pelatihan napas."Tiga... dua... satu..." bisiknya.Pukulan lurus dilontarkan ke batang kayu tua yang tergantung dengan tali rotan. BUK! Tubuh mungilnya terpental setengah langkah ke belakang. Telapak tangannya berdarah lagi.Dari kejauhan, Nenek Hua muncul dengan langkah tertatih, membawa kantung obat. Rambutnya yang abu tersapu angin pagi saat ia menghela napas."Setiap pagi seperti ini… selalu saja tanganmu berdarah," gumamnya sambil membuka gulungan kain kasa.Di sampingnya, Kakek Mozi bersandar pada tongkat bambu, matanya tetap tertuju pada Xu Ming."Anak itu keras kepala, ya?" komentar Hua sambil duduk di atas batu."Bukan hanya keras kepala," jawab Mozi, tersenyum kecil. "Tulangnya masih muda, tapi semangatnya… seperti baja tua yang telah ditempa ratusan kali.""Kau juga yang menanamkan itu pa

    Last Updated : 2025-04-23
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 5 : LEDAKAN ENERGI DAO

    “Kau yakin anak-anak itu siap?”Suara Nenek Hua terdengar pelan, tapi tajam, saat ia menyusun gulungan daun pahit ke dalam mangkuk tembaga. Asap tipis mengepul, membawa aroma yang menusuk hingga ke paru-paru.Kakek Mozi, berdiri di bawah pohon plum tua, tak langsung menjawab. Ia hanya menatap bocah yang duduk bersila di ujung pelataran altar batu. Xu Ming, diam, mata terpejam, napas lambat tapi berat, seperti menahan sesuatu di dalam tubuhnya.“Tidak ada yang pernah benar-benar siap, Hua,” kata Mozi akhirnya. “Tapi jika bahkan tulang-tulang muda Desa Batu kita tak mampu menanggung kerikil pertama di kaki mereka ini, kita yang tua ini hanya bisa berdoa…”Nenek Hua mendengus pelan. “Kau bicara seperti dewa, Pak Tua. Aku hanya ingin semua anak-anak ini menerobos dengan lancar. Termasuk Xu Ming... Aku sudah menganggapnya seperti cucuku sendiri. Aku hanya ingin dia menggenggam erat keinginannya, apa pun yang terjadi nanti.”Keduanya mengangguk sepakat, lalu berjalan pelan menuju altar batu

    Last Updated : 2025-04-23
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 6 : MENGUNGKAP SIAPA?

    Salah satu keistimewaan dalam jalan kultivasi adalah kemampuannya menembus batas tubuh, jiwa, dan waktu itu sendiri. Bagi manusia fana, hidup tak lebih dari serpihan musim. Seratus tahun dianggap panjang, namun bahkan usia itu pun kerap terputus di tengah jalan. Lain halnya dengan seorang kultivator. Meski tak berbakat, selama berhasil menembus Taraf Pertama: Penempaan Tubuh Dao, ia dapat memperpanjang hidup hingga dua atau bahkan tiga abad lamanya.Karena itu, langkah pertama dalam kultivasi bukan sekadar awal pelatihan, melainkan kelahiran kembali. Sebuah pemisahan dari kefanaan, menuju usia panjang yang hanya dimiliki oleh mereka yang terpilih. Malam itu, di Desa Batu, tampak sebuah perayaan sederhana. Anak-anak yang baru saja menyelesaikan upacara pendewasaan menari mengelilingi api unggun, tertawa dan saling bercanda. Namun bagi mereka yang memahami dunia Dao, ini bukan sekadar pesta. Ini adalah keajaiban. Simbol bahwa generasi baru telah lahir, anak-anak yang kini tak lagi terik

    Last Updated : 2025-04-25
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 7 : DAO QI NAGA ES

    "Tenangkan hatimu. Biarkan napasmu menyatu dengan bumi, dan biarkan Dao menunjukkan bentuk aslimu."Suara Kakek Mozi menggema lembut di aula latihan batu di sisi barat Desa Kayu. Pagi masih basah oleh embun. Aroma kayu, rumput liar, dan tanah yang lembab memenuhi udara, menghadirkan suasana sakral yang hening dan penuh harap.Sepuluh pemuda duduk bersila dalam lingkaran, mata terpejam, tubuh mereka tegak dalam keheningan. Mereka adalah generasi baru ksatria Taraf Satu, yang kini bersiap melangkah ke fase sejati dalam dunia kultivasi: membentuk pondasi Dao yang stabil.Kakek Mozi berdiri di tengah lingkaran, menggenggam tongkat bambunya."Setiap orang memiliki karakter Dao yang unik," ujarnya, suaranya tenang namun sarat makna. "Api, angin, batu, cahaya, racun, bahkan kehampaan... semua bisa menjadi dasar teknik Dao kalian. Namun karakter Dao itu tidak datang dari luar. Ia lahir dari dalam. Dari tulangmu. Dari napasmu. Dari jiwamu yang mulai bangkit."Ia mengangkat tangan kanannya. Sek

    Last Updated : 2025-04-25
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 8 : ROH API PRIMODIAL

    "Sepertinya Nenek belum pulang. Lebih baik aku bermeditasi kembali."Xu Ming duduk di tikar usang dalam pondok kayu, menggenggam liontin es yang sejak kecil menggantung di lehernya. Tak ada kata istirahat untuknya. Anak-anak lain seusianya masih tertawa-tawa, mengejar ikan atau mencari katak monster di sungai belakang lembah. Mere`ka sudah mencapai Taraf 1 dan merasa itu cukup. Tapi bagi Ming'er, ini tak cukup!Ia menutup mata, berusaha menstabilkan aliran Qi. Tapi tepat saat energi Dao mulai mengalir dari Dantian ke meridian, sebuah suara dingin muncul, menggema dari dalam liontin.“Teteskan darahmu. Alirkan Dao Qi ke liontin. Sekarang!”Xu Ming terlonjak, membuka mata lebar-lebar. “Siapa itu?!”“Jangan banyak tanya. Kau ingin menjadi kuat bukan? Lakukan!” titah suara misterius ituSuara itu dingin. Tegas. Tak memberi ruang penolakan. Darahnya berdesir. Dan entah kenapa, ia patuh. Tanpa ragu, ia menggigit jari, meneteskan darah ke liontin biru es di dadanya. Dalam sekejap, seluruh ru

    Last Updated : 2025-04-26
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 9 : API PRIMODIAL PERINGKAT 23

    Langkah kaki tua yang tertatih memasuki rumah kecil yang porak-poranda. Pintu yang tergantung miring berderit saat Nenek Hua mendorongnya perlahan, dan pandangannya langsung tertumbuk pada kekacauan yang tidak biasa.“Ming’er…?” suara seraknya pelan, tapi cukup menusuk ke dalam kesunyian sore itu.Dari balik pintu, sosok pemuda kurus tampak duduk bersila, tubuhnya bergetar lemah. Wajahnya pucat pasi, dan setitik darah segar menetes dari sudut bibirnya.Nenek Hua terdiam sejenak, lalu tersenyum sangat tipis. “Jadi kau… berhasil membentuk Dao Qi-mu sendiri…”Xu Ming hanya mengangguk lemah. Dengan satu gerakan cekatan, Nenek Hua mengeluarkan kuali tembaga dari cincin penyimpannya, dan dalam sekejap, nyala api berwarna ungu-merah muda menari dari telapak tangannya.“Lihat baik-baik, Nak. Ini bukan api biasa. Ini Api Kalajengking Sutra,” katanya, suaranya kini berubah tenang namun penuh kekuatan. “Dulu, ayahku hampir tewas karena racunnya, tapi dari sanalah api ini ditaklukkan dan diwarisk

    Last Updated : 2025-04-26
  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 10 : PENOLAKAN ENERGI SPIRITUAL

    Xu Ming akhirnya menggenggam Benih Api di tangannya. Aroma hangat bercampur manis dari cahaya merah gelap itu menelusup ke paru-parunya, menenangkan namun juga memberi tekanan tak kasat mata ke setiap pori-porinya. Ia mengangguk pelan ke arah Nenek Hua.“Aku akan melakukannya… Nenek.”Wajah tua itu mengendurkan ketegangan, meski matanya tetap waspada. “Baiklah, tapi dengarkan baik-baik. Meski kau telah menerobos Taraf Kedua dan lautan jiwamu telah terbentuk, menjadi seorang Dan Shi bukan sekadar memiliki api. Kau harus menstabilkan semuanya dari awal.”Ia menepuk bahu Xu Ming, lalu mulai mengatur formasi pelindung di sekeliling mereka. “Pertama, lautan jiwamu. Kau telah membentuknya, tapi belum menstabilkannya. Arus spiritualmu masih liar. Tanpa kestabilan itu, kau bisa mati terbakar hanya dengan niat menyentuh Benih Api.”Xu Ming menarik napas. Ia duduk bersila, perlahan mulai memusatkan kesadarannya ke dalam. T

    Last Updated : 2025-04-27

Latest chapter

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 11 : PIL PERTAMA BUATAN MING'ER

    "Sudah tiga hari, anak nakal itu tak datang ke tempat latihan!" Gerutu Kakek Mo menggema di antara jalur setapak berbatu Desa Kayu. "Apa dia sedang mengalami kebuntuan? Atau jatuh sakit? Hatiku gelisah sekali rasanya..."Langkahnya mantap tapi disertai ketidaksabaran yang tak biasa. Tongkat kayu tua menghantam bebatuan kecil di sepanjang jalan sempit yang jaraknya hanya lima menit dari pondoknya. Kabut pagi masih menggantung rendah di atas pucuk bambu, dan aroma tanah basah membumbung samar setelah hujan malam sebelumnya. Tapi bukan udara yang mengganggu batinnya, melainkan rasa cemas yang menancap di dada seorang tetua yang terlalu menyayangi cucu didiknya."Hua! Huaaa!" teriaknya lantang saat mendekati pekarangan pondok. “Apa ada masa—”Ucapannya terputus begitu kaki tuanya menyentuh lantai pekarangan yang berembun. Matanya membelalak. Mulutnya sedikit menganga.“Ming’er...? Dia... sedang mencoba memurnikan pil?”

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 10 : PENOLAKAN ENERGI SPIRITUAL

    Xu Ming akhirnya menggenggam Benih Api di tangannya. Aroma hangat bercampur manis dari cahaya merah gelap itu menelusup ke paru-parunya, menenangkan namun juga memberi tekanan tak kasat mata ke setiap pori-porinya. Ia mengangguk pelan ke arah Nenek Hua.“Aku akan melakukannya… Nenek.”Wajah tua itu mengendurkan ketegangan, meski matanya tetap waspada. “Baiklah, tapi dengarkan baik-baik. Meski kau telah menerobos Taraf Kedua dan lautan jiwamu telah terbentuk, menjadi seorang Dan Shi bukan sekadar memiliki api. Kau harus menstabilkan semuanya dari awal.”Ia menepuk bahu Xu Ming, lalu mulai mengatur formasi pelindung di sekeliling mereka. “Pertama, lautan jiwamu. Kau telah membentuknya, tapi belum menstabilkannya. Arus spiritualmu masih liar. Tanpa kestabilan itu, kau bisa mati terbakar hanya dengan niat menyentuh Benih Api.”Xu Ming menarik napas. Ia duduk bersila, perlahan mulai memusatkan kesadarannya ke dalam. T

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 9 : API PRIMODIAL PERINGKAT 23

    Langkah kaki tua yang tertatih memasuki rumah kecil yang porak-poranda. Pintu yang tergantung miring berderit saat Nenek Hua mendorongnya perlahan, dan pandangannya langsung tertumbuk pada kekacauan yang tidak biasa.“Ming’er…?” suara seraknya pelan, tapi cukup menusuk ke dalam kesunyian sore itu.Dari balik pintu, sosok pemuda kurus tampak duduk bersila, tubuhnya bergetar lemah. Wajahnya pucat pasi, dan setitik darah segar menetes dari sudut bibirnya.Nenek Hua terdiam sejenak, lalu tersenyum sangat tipis. “Jadi kau… berhasil membentuk Dao Qi-mu sendiri…”Xu Ming hanya mengangguk lemah. Dengan satu gerakan cekatan, Nenek Hua mengeluarkan kuali tembaga dari cincin penyimpannya, dan dalam sekejap, nyala api berwarna ungu-merah muda menari dari telapak tangannya.“Lihat baik-baik, Nak. Ini bukan api biasa. Ini Api Kalajengking Sutra,” katanya, suaranya kini berubah tenang namun penuh kekuatan. “Dulu, ayahku hampir tewas karena racunnya, tapi dari sanalah api ini ditaklukkan dan diwarisk

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 8 : ROH API PRIMODIAL

    "Sepertinya Nenek belum pulang. Lebih baik aku bermeditasi kembali."Xu Ming duduk di tikar usang dalam pondok kayu, menggenggam liontin es yang sejak kecil menggantung di lehernya. Tak ada kata istirahat untuknya. Anak-anak lain seusianya masih tertawa-tawa, mengejar ikan atau mencari katak monster di sungai belakang lembah. Mere`ka sudah mencapai Taraf 1 dan merasa itu cukup. Tapi bagi Ming'er, ini tak cukup!Ia menutup mata, berusaha menstabilkan aliran Qi. Tapi tepat saat energi Dao mulai mengalir dari Dantian ke meridian, sebuah suara dingin muncul, menggema dari dalam liontin.“Teteskan darahmu. Alirkan Dao Qi ke liontin. Sekarang!”Xu Ming terlonjak, membuka mata lebar-lebar. “Siapa itu?!”“Jangan banyak tanya. Kau ingin menjadi kuat bukan? Lakukan!” titah suara misterius ituSuara itu dingin. Tegas. Tak memberi ruang penolakan. Darahnya berdesir. Dan entah kenapa, ia patuh. Tanpa ragu, ia menggigit jari, meneteskan darah ke liontin biru es di dadanya. Dalam sekejap, seluruh ru

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 7 : DAO QI NAGA ES

    "Tenangkan hatimu. Biarkan napasmu menyatu dengan bumi, dan biarkan Dao menunjukkan bentuk aslimu."Suara Kakek Mozi menggema lembut di aula latihan batu di sisi barat Desa Kayu. Pagi masih basah oleh embun. Aroma kayu, rumput liar, dan tanah yang lembab memenuhi udara, menghadirkan suasana sakral yang hening dan penuh harap.Sepuluh pemuda duduk bersila dalam lingkaran, mata terpejam, tubuh mereka tegak dalam keheningan. Mereka adalah generasi baru ksatria Taraf Satu, yang kini bersiap melangkah ke fase sejati dalam dunia kultivasi: membentuk pondasi Dao yang stabil.Kakek Mozi berdiri di tengah lingkaran, menggenggam tongkat bambunya."Setiap orang memiliki karakter Dao yang unik," ujarnya, suaranya tenang namun sarat makna. "Api, angin, batu, cahaya, racun, bahkan kehampaan... semua bisa menjadi dasar teknik Dao kalian. Namun karakter Dao itu tidak datang dari luar. Ia lahir dari dalam. Dari tulangmu. Dari napasmu. Dari jiwamu yang mulai bangkit."Ia mengangkat tangan kanannya. Sek

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 6 : MENGUNGKAP SIAPA?

    Salah satu keistimewaan dalam jalan kultivasi adalah kemampuannya menembus batas tubuh, jiwa, dan waktu itu sendiri. Bagi manusia fana, hidup tak lebih dari serpihan musim. Seratus tahun dianggap panjang, namun bahkan usia itu pun kerap terputus di tengah jalan. Lain halnya dengan seorang kultivator. Meski tak berbakat, selama berhasil menembus Taraf Pertama: Penempaan Tubuh Dao, ia dapat memperpanjang hidup hingga dua atau bahkan tiga abad lamanya.Karena itu, langkah pertama dalam kultivasi bukan sekadar awal pelatihan, melainkan kelahiran kembali. Sebuah pemisahan dari kefanaan, menuju usia panjang yang hanya dimiliki oleh mereka yang terpilih. Malam itu, di Desa Batu, tampak sebuah perayaan sederhana. Anak-anak yang baru saja menyelesaikan upacara pendewasaan menari mengelilingi api unggun, tertawa dan saling bercanda. Namun bagi mereka yang memahami dunia Dao, ini bukan sekadar pesta. Ini adalah keajaiban. Simbol bahwa generasi baru telah lahir, anak-anak yang kini tak lagi terik

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 5 : LEDAKAN ENERGI DAO

    “Kau yakin anak-anak itu siap?”Suara Nenek Hua terdengar pelan, tapi tajam, saat ia menyusun gulungan daun pahit ke dalam mangkuk tembaga. Asap tipis mengepul, membawa aroma yang menusuk hingga ke paru-paru.Kakek Mozi, berdiri di bawah pohon plum tua, tak langsung menjawab. Ia hanya menatap bocah yang duduk bersila di ujung pelataran altar batu. Xu Ming, diam, mata terpejam, napas lambat tapi berat, seperti menahan sesuatu di dalam tubuhnya.“Tidak ada yang pernah benar-benar siap, Hua,” kata Mozi akhirnya. “Tapi jika bahkan tulang-tulang muda Desa Batu kita tak mampu menanggung kerikil pertama di kaki mereka ini, kita yang tua ini hanya bisa berdoa…”Nenek Hua mendengus pelan. “Kau bicara seperti dewa, Pak Tua. Aku hanya ingin semua anak-anak ini menerobos dengan lancar. Termasuk Xu Ming... Aku sudah menganggapnya seperti cucuku sendiri. Aku hanya ingin dia menggenggam erat keinginannya, apa pun yang terjadi nanti.”Keduanya mengangguk sepakat, lalu berjalan pelan menuju altar batu

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 4 : UPACARA PENDEWASAAN

    Langit masih diliputi semburat ungu ketika Xu Ming berdiri di tanah basah, napasnya menggantung dalam udara pagi yang dingin. Kedua tangannya mengepal, lalu perlahan membentuk segel dasar pelatihan napas."Tiga... dua... satu..." bisiknya.Pukulan lurus dilontarkan ke batang kayu tua yang tergantung dengan tali rotan. BUK! Tubuh mungilnya terpental setengah langkah ke belakang. Telapak tangannya berdarah lagi.Dari kejauhan, Nenek Hua muncul dengan langkah tertatih, membawa kantung obat. Rambutnya yang abu tersapu angin pagi saat ia menghela napas."Setiap pagi seperti ini… selalu saja tanganmu berdarah," gumamnya sambil membuka gulungan kain kasa.Di sampingnya, Kakek Mozi bersandar pada tongkat bambu, matanya tetap tertuju pada Xu Ming."Anak itu keras kepala, ya?" komentar Hua sambil duduk di atas batu."Bukan hanya keras kepala," jawab Mozi, tersenyum kecil. "Tulangnya masih muda, tapi semangatnya… seperti baja tua yang telah ditempa ratusan kali.""Kau juga yang menanamkan itu pa

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 3 : PUTRI MALU SEMBILAN PERUBAHAN

    Di pinggiran Lembah Huoyan, sekitar seratus mil dari Desa Kayu, tim pemburu sedang menjalankan misi.“Ada getaran Dao kuat dari arah lembah barat!” seru Han Su, pemimpin Tim Pemburu Desa Kayu. Ia adalah pria paruh baya dengan tubuh kekar berbalut rompi kulit binatang buas. Wajahnya tegas, dagunya ditumbuhi jenggot kasar, dan matanya tajam seperti elang. Di punggungnya tergantung pedang lebar bersarung hitam, senjata khas pendekar yang telah mencapai Taraf 4 - Dao Vein Awakening.Empat orang pemburu lainnya segera mengelilinginya. Liang Fei, pemburu termuda namun paling gesit, memiliki rambut kuda panjang dan senjata sabit ganda yang tergantung di pinggang. Qi Bao, bertubuh tambun tapi bermata tajam, adalah ahli jebakan dan pengintai. Lalu ada Lei Shan dan Duan Wu, saudara seperguruan dengan tombak panjang dan teknik gerakan cepat. Semuanya berada di puncak Taraf 3 - Dao Core Formation, dan tengah menanti waktu untuk menerobos ke taraf selanjutnya.“Gemuruh itu... bukan tanah longsor,”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status