Dengan kebrutalan yang mengguncang, kakek Zaki menyerang sisa-sisa anak buah Cakra yang masih berani bertahan. Dia menggunakan samurai dan keahliannya yang mengerikan untuk mengakhiri keberadaan mereka satu per satu. Darah membanjiri lantai, dan teriakan kepedihan memenuhi udara saat pertarungan berlanjut.Kakek Zaki tidak memberi ampun, membalaskan dendamnya dengan kejam kepada mereka yang telah menjadi alat Cakra. Setiap gerakan samurai yang dilancarkannya adalah pukulan untuk keadilan dan kebenaran, meskipun membutuhkan harga yang mahal. Lalu setelah semua anak buah cakra habis di bantai, dikelilingi oleh puluhan mayat para gangster, kakek Zaki mulai merasakan efek dari luka-lukanya yang serius. Meskipun keberaniannya tak terbantahkan, tubuhnya mulai terasa berat dan kelemahan menyusup ke dalam setiap gerakan.Dalam momen yang langka dari ketenangan, kakek Zaki menutup matanya sejenak, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. Dia menyadari bahwa perjuangannya belum berakhir, bahwa masi
Cakra meraih ponselnya dengan gerakan cepat dan memilih nomor yang sudah terdaftar dengan baik di kontaknya. Suara di ujung telepon segera diangkat, dan Cakra tidak membuang waktu untuk menyampaikan kemarahannya."Dengar baik-baik, Dicki. Aksi gagalmu telah membuat saya kehilangan banyak anak buah. Kau dan pasukanmu tidak melakukan tugas dengan baik. Apa yang kalian lakukan selama ini? Mengapa kalian tidak bisa menangkap seorang tukang sepatu?"Suara Cakra penuh dengan kekesalan dan ketidakpuasan yang jelas, menekankan betapa pentingnya penangkapan Kakek Zaki bagi kekuasaan dan reputasi gangnya. Setelah beberapa saat diam di ujung telepon, Cakra menunggu dengan sabar jawaban dari kaki tangannya yang terdengar tegang di seberang sambungan. Di telepon dicki pun menjawab, "kamu jangan seenaknya memarahi saya cakra! Saya ini seorang atasan polisi, dan saya tidak bisa seenaknya secara terang terangan menangkap kakek zaki, bahkan membunuhnya, karena itu akan mencemarkan nama saya sebagai
Dicki menghela nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Baiklah, saya akan jujur. Saya menerima bayaran dari Cakra untuk tidak ikut campur dalam urusannya. Tapi saya bisa merasakan, situasinya telah berubah sejak kemunculan kakek tukang sol sepatu itu." Dicki menambahkan dengan nada penuh keputusasaan, "Tolong, jangan laporkan saya ke pusat pemerintahan. Itu akan menghancurkan karir saya dalam sekejap." Kakek Roni menatap Dicki dengan dingin sebelum menjawab, "Saya tidak akan melaporkan ke pusat pemerintahan, asalkan anda memastikan bahwa kepolisian tidak lagi bersekongkol dengan gangster cakra." Saat itu akhirnya kakek roni pergi tanpa berkata kata lagi. Dicki memukul meja dengan kesal setelah Kakek Roni pergi tanpa berkata-kata lagi. Rasanya seperti semua kekacauan telah membawa dirinya ke ambang kehancuran, dan dia merasa tertekan oleh tekanan dari segala arah. Lalu anak buah dicki, bertanya dengan penasaran. "Maafkan saya, Pak. Tapi siapa sebenarnya Kakek Roni? Mengapa Anda membia
Dengan mata tajam dan naluri yang kuat, Kakek Zaki mengintip sekelilingnya, mencoba menentukan arah tembakan yang menyebabkan kepergian Kakek Marco. Setelah memeriksa sekelilingnya, dia melihat jejak peluru di dinding sebuah bangunan di dekatnya.Kakek Zaki dengan hati yang penuh dendam bergerak menuju bangunan tersebut. Hatinya dipenuhi dengan keinginan untuk membalas dendam atas kematian Kakek Marco. Dengan langkah-langkah yang mantap, dia masuk ke dalam bangunan tersebut, siap untuk menghadapi siapapun yang berani menghalangi jalannya. Dengan hati-hati, Kakek Zaki merapatkan tubuhnya ke dinding, berusaha menyembunyikan diri dari serangan berikutnya. Dia menyadari bahwa musuhnya tidak hanya satu orang, tapi beberapa orang yang sangat terampil. Kakek Zaki mencoba untuk tidak terpancing oleh ketakutan atau kemarahan, tetapi untuk tetap fokus pada strategi dan kehati-hatian.Dengan perlahan, dia mengintai dari tempat persembunyiannya, mencari tahu dari mana serangan-serangan tersebut
Saat itu dengan cepat akhirnya kakek zaki dibawa langsung menggunakan mobil anti peluru tersebut ke rumah sakit, meninggalkan berondongan para penembak di setiap penjuru. Mobil anti-peluru melaju cepat melewati jalan-jalan kota yang ramai, melawan hujan peluru dari setiap sudut. Kakek Zaki terbaring tak berdaya di dalamnya, tubuhnya terasa lemah akibat luka-luka yang dialaminya. Namun, semangatnya masih menyala, membara dalam kegelapan kesadarannya.Sementara itu, para penembak terus memberondong mobil tersebut dengan tembakan demi tembakan, mencoba untuk menghabisi Kakek Zaki sebelum ia sampai ke rumah sakit. Namun, mobil anti-peluru dan pengemudinya menghadapi setiap tantangan dengan keahlian dan ketangguhan yang luar biasa.Di dalam mobil, Kakek Zaki merasakan getaran setiap tembakan, tetapi ia tetap tenang. Meskipun tubuhnya rentan dan kesadarannya mulai memudar, tekadnya untuk bertahan hidup tetap tak tergoyahkan. Ia tahu bahwa masih banyak yang harus dilakukannya, masih banyak
Di dalam markas tersembunyi, Cakra duduk di kursi pusat, wajahnya terpancar dengan kemarahan dan tekad yang tak tergoyahkan. Dia memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mencari keberadaan Maya dengan segala cara."Saya ingin Maya ditemukan, dan saya ingin dia segera!" Cakra memerintahkan dengan suara yang penuh tekanan kepada bawahannya."Ya, Bos! Kami akan segera mencarinya," sahut salah satu anak buahnya dengan penuh semangat."Sisir setiap sudut kota ini. Tolong cari informasi tentang di mana dia mungkin berada. Saya ingin dia dihadirkan di hadapan saya dalam waktu singkat," Cakra menambahkan dengan nada yang tegas.Para anak buahnya segera bergerak, siap untuk menjalankan perintah bos mereka dengan penuh dedikasi. Misi untuk menemukan Maya telah menjadi prioritas utama, dan mereka tidak akan berhenti sampai misi itu berhasil.Sementara itu, di tempat tersembunyi, Maya merasakan adanya ancaman yang semakin dekat. Dalam ketidakpastian yang melanda, dia bersiap untuk menghadapi mas
Di tengah kekacauan tersebut, dua polisi jatuh tertembak di kepala, menyebabkan kepanikan di antara rekan-rekan mereka yang masih bertahan. Dicki berteriak memerintahkan untuk memberikan perlindungan lebih dan mencoba menarik mundur para penyerang.Dicki: "Kita perlu mengatur pertahanan lebih baik! Siapkan barikade di sekitar pintu masuk dan keluarkan senjata berat!"Anak buah Dicki segera mengikuti perintahnya, berusaha menjaga posisi dan memberikan perlindungan maksimal kepada rekan-rekan mereka yang terluka. Namun, pasukan bersenjata cakra terus berdatangan, memaksa polisi untuk bertahan dengan susah payah.Anak Buah Dicki: "Pak, mereka terus datang! Apa yang harus kita lakukan?"Dicki: "Kita tidak bisa mundur sekarang! Kita harus bertahan sampai bantuan datang. Siapkan diri untuk menembak balik setiap kali mereka mendekat!"Mereka bertahan dengan gigih, menjaga posisi mereka meskipun dihadang oleh serangan yang terus menerus dari pasukan cakra. Semangat mereka yang tak kenal lela
Lalu disisi lain, meskipun kekhawatiran masih menghantui mereka, keberadaan polisi di pasar memberikan sedikit kelegaan bagi para warga. Dengan kehadiran mereka, suasana mulai mereda meskipun tetap waspada. Beberapa pedagang mulai memperbaiki kios-kios mereka yang rusak, sementara yang lain tetap memantau situasi dengan hati-hati.Para polisi, dengan senjata lengkap dan siap siaga, berpatroli di sekitar pasar, memastikan tidak ada ancaman yang mengancam keselamatan warga. Meskipun tegang, kebersamaan antara polisi dan warga membantu menjaga kedamaian di tengah-tengah ketidakpastian yang menyelimuti kota. Lalu disisi lain diluar dari kota tersebut, Para mata-mata cakra yang terlatih dengan baik berhasil melacak keberadaan Maya dan anaknya, Indri. Mereka melihat Maya memasuki supermarket bersama Indri, memberikan informasi penting kepada pimpinan mereka, Cakra.Di luar kota, di sebuah sudut yang terpencil, para mata-mata ini melaporkan temuannya dengan sigap. Informasi ini segera diter