Lalu di tempat lain di kantor polisi, kakek zaki ditahan di sel, atas kesalahan yang tidak dimengerti. Di dalam sel yang gelap dan dingin, Kakek Zaki duduk sendiri, merenungkan situasi yang rumit ini. Dalam kegelapan itu, dia merasa terasing dan tidak mengerti mengapa dia yang berakhir di sini, sedangkan para gangster yang sebenarnya yang harusnya ditangkap masih bebas berkeliaran.Kakek Zaki memejamkan mata, mencoba mengingat-ingat bagaimana keadaan ini bisa terjadi. Tapi semakin dia berpikir, semakin terasa aneh. Sesuatu yang tidak beres terjadi di balik layar, dan dia bertekad untuk mengungkap kebenarannya. Lalu saat itu, kakek zaki tanpa sengaja mendengar pembicaraan dari para polisi, bahwa Cakra telah menculik Maya bersama dengan anaknya, yang mana cakra sudah berhasil menguasai aset miliaran rupiah, yang dimiliki oleh maya. Mendengar kabar yang menggetarkan itu, keberanian Kakek Zaki membara kembali. Dia tidak bisa duduk diam saat Maya dan indri dalam bahaya. Dalam kegelapan s
Sementara itu di markas gangster, Dengan hati yang gelisah, Bani segera merencanakan langkah selanjutnya. Dia tahu betul bahwa tindakan Kakek Zaki akan mengundang kemarahan besar dari Cakra, bos mereka. Bani berusaha untuk meredam potensi kerusuhan di antara anak buah gangster yang tersisa, namun kekhawatirannya terus mengganggu pikirannya.Setelah beberapa saat, Bani akhirnya memutuskan untuk segera melaporkan insiden ini kepada Cakra. Dengan langkah cepat, dia bergegas meninggalkan markas menuju tempat pertemuan yang sedang dilakukan oleh Cakra. Di hatinya, Bani berdoa semoga Cakra tidak merespons dengan kemarahan yang berlebihan atas apa yang terjadi di markas. Setelah sampai di tempat tertutup dan tersembunyi, bani langsung menghampiri cakra, yang sedang berbicara dengan seorang kakek dengan tangan bertato berbentuk gelang menyerupai ular. Bani dengan cepat memberikan laporan tentang apa yang terjadi di markas. Dia mencoba menjelaskan situasi dengan sejelas mungkin, berharap Ca
Dengan pandangan tajam dan tekad yang kuat, Kakek Zaki berjanji dalam hati bahwa dia tidak akan tinggal diam melihat kekacauan yang ditimbulkan oleh para gangster. Dia bersumpah untuk menjaga keamanan warga dan tidak akan memberi ampun kepada mereka yang bertanggung jawab atas tindakan brutal yang merugikan masyarakat. Kakek Zaki siap bertindak untuk menegakkan keadilan dan mengembalikan ketertiban di kota tersebut. Lalu di malam hari di kontrakannya, Zaki di datangi oleh sekelompok polisi. Tapi ketika sekelompok polisi datang,kakek zaki sudah membuat rencana bersama warga. Dengan terorganisir, warga dan Kakek Zaki bersiap-siap untuk menyambut kedatangan polisi dengan rencana yang telah disusun. Mereka berusaha membuat lingkungan terlihat sepi, sementara sebagian warga bersembunyi di tempat-tempat yang telah disiapkan. Kakek Zaki sendiri menyembunyikan diri di kontrakannya, siap menghadapi situasi yang akan terjadi. Mereka berharap rencana ini dapat membantu mereka melindungi diri
Dengan kebrutalan yang mengguncang, kakek Zaki menyerang sisa-sisa anak buah Cakra yang masih berani bertahan. Dia menggunakan samurai dan keahliannya yang mengerikan untuk mengakhiri keberadaan mereka satu per satu. Darah membanjiri lantai, dan teriakan kepedihan memenuhi udara saat pertarungan berlanjut.Kakek Zaki tidak memberi ampun, membalaskan dendamnya dengan kejam kepada mereka yang telah menjadi alat Cakra. Setiap gerakan samurai yang dilancarkannya adalah pukulan untuk keadilan dan kebenaran, meskipun membutuhkan harga yang mahal. Lalu setelah semua anak buah cakra habis di bantai, dikelilingi oleh puluhan mayat para gangster, kakek Zaki mulai merasakan efek dari luka-lukanya yang serius. Meskipun keberaniannya tak terbantahkan, tubuhnya mulai terasa berat dan kelemahan menyusup ke dalam setiap gerakan.Dalam momen yang langka dari ketenangan, kakek Zaki menutup matanya sejenak, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. Dia menyadari bahwa perjuangannya belum berakhir, bahwa masi
Cakra meraih ponselnya dengan gerakan cepat dan memilih nomor yang sudah terdaftar dengan baik di kontaknya. Suara di ujung telepon segera diangkat, dan Cakra tidak membuang waktu untuk menyampaikan kemarahannya."Dengar baik-baik, Dicki. Aksi gagalmu telah membuat saya kehilangan banyak anak buah. Kau dan pasukanmu tidak melakukan tugas dengan baik. Apa yang kalian lakukan selama ini? Mengapa kalian tidak bisa menangkap seorang tukang sepatu?"Suara Cakra penuh dengan kekesalan dan ketidakpuasan yang jelas, menekankan betapa pentingnya penangkapan Kakek Zaki bagi kekuasaan dan reputasi gangnya. Setelah beberapa saat diam di ujung telepon, Cakra menunggu dengan sabar jawaban dari kaki tangannya yang terdengar tegang di seberang sambungan. Di telepon dicki pun menjawab, "kamu jangan seenaknya memarahi saya cakra! Saya ini seorang atasan polisi, dan saya tidak bisa seenaknya secara terang terangan menangkap kakek zaki, bahkan membunuhnya, karena itu akan mencemarkan nama saya sebagai
Dicki menghela nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Baiklah, saya akan jujur. Saya menerima bayaran dari Cakra untuk tidak ikut campur dalam urusannya. Tapi saya bisa merasakan, situasinya telah berubah sejak kemunculan kakek tukang sol sepatu itu." Dicki menambahkan dengan nada penuh keputusasaan, "Tolong, jangan laporkan saya ke pusat pemerintahan. Itu akan menghancurkan karir saya dalam sekejap." Kakek Roni menatap Dicki dengan dingin sebelum menjawab, "Saya tidak akan melaporkan ke pusat pemerintahan, asalkan anda memastikan bahwa kepolisian tidak lagi bersekongkol dengan gangster cakra." Saat itu akhirnya kakek roni pergi tanpa berkata kata lagi. Dicki memukul meja dengan kesal setelah Kakek Roni pergi tanpa berkata-kata lagi. Rasanya seperti semua kekacauan telah membawa dirinya ke ambang kehancuran, dan dia merasa tertekan oleh tekanan dari segala arah. Lalu anak buah dicki, bertanya dengan penasaran. "Maafkan saya, Pak. Tapi siapa sebenarnya Kakek Roni? Mengapa Anda membia
Dengan mata tajam dan naluri yang kuat, Kakek Zaki mengintip sekelilingnya, mencoba menentukan arah tembakan yang menyebabkan kepergian Kakek Marco. Setelah memeriksa sekelilingnya, dia melihat jejak peluru di dinding sebuah bangunan di dekatnya.Kakek Zaki dengan hati yang penuh dendam bergerak menuju bangunan tersebut. Hatinya dipenuhi dengan keinginan untuk membalas dendam atas kematian Kakek Marco. Dengan langkah-langkah yang mantap, dia masuk ke dalam bangunan tersebut, siap untuk menghadapi siapapun yang berani menghalangi jalannya. Dengan hati-hati, Kakek Zaki merapatkan tubuhnya ke dinding, berusaha menyembunyikan diri dari serangan berikutnya. Dia menyadari bahwa musuhnya tidak hanya satu orang, tapi beberapa orang yang sangat terampil. Kakek Zaki mencoba untuk tidak terpancing oleh ketakutan atau kemarahan, tetapi untuk tetap fokus pada strategi dan kehati-hatian.Dengan perlahan, dia mengintai dari tempat persembunyiannya, mencari tahu dari mana serangan-serangan tersebut
Saat itu dengan cepat akhirnya kakek zaki dibawa langsung menggunakan mobil anti peluru tersebut ke rumah sakit, meninggalkan berondongan para penembak di setiap penjuru. Mobil anti-peluru melaju cepat melewati jalan-jalan kota yang ramai, melawan hujan peluru dari setiap sudut. Kakek Zaki terbaring tak berdaya di dalamnya, tubuhnya terasa lemah akibat luka-luka yang dialaminya. Namun, semangatnya masih menyala, membara dalam kegelapan kesadarannya.Sementara itu, para penembak terus memberondong mobil tersebut dengan tembakan demi tembakan, mencoba untuk menghabisi Kakek Zaki sebelum ia sampai ke rumah sakit. Namun, mobil anti-peluru dan pengemudinya menghadapi setiap tantangan dengan keahlian dan ketangguhan yang luar biasa.Di dalam mobil, Kakek Zaki merasakan getaran setiap tembakan, tetapi ia tetap tenang. Meskipun tubuhnya rentan dan kesadarannya mulai memudar, tekadnya untuk bertahan hidup tetap tak tergoyahkan. Ia tahu bahwa masih banyak yang harus dilakukannya, masih banyak