Jauh di dalam lautan kesadarannya, Xuan Li mengalami keadaan yang sulit. Bayangan masa lalu bersama orang-orang yang ia sayangi datang seperti nyata. Dengan ujaran kebencian, mereka mendorong tubuhnya yang terikat oleh rantai hingga terjatuh ke dalam lautan tenang tak berujung.
Di tengah keputusasaan, ia mencoba melepaskan diri dari rantai yang membelenggunya. Usahanya berhasil. Namun, rantai yang hancur berubah menjadi bayangan hitam dengan mata merah menakutkan mencekiknya. "Si-siapa kamu?" Xuan Li merasa nafasnya dan daya hidupnya terhisap oleh makhluk menyeramkan itu. "Serahkan jiwamu dengan patuh. Sebagai gantinya, aku akan membalaskan dendamu. Hahaha." "Tidak! Aku tidak sudi dikendalikan olehmu." Xuan Li berusaha keras untuk melepaskan diri, tapi sepertinya usahanya sia-sia. "Hidupku benar-benar sudah berakhir." Pandangannya mulai meredup. Saat hampir mati ia melihat cahaya terang yang menekan bayangan hitam. Cengkeramannya terlepas, namun ia tidak bisa merasakan apapun lagi selain kegelapan. Ketika ia kembali membuka mata, pandangannya kabur oleh cahaya yang lembut dan asing. Xuan Li mendapati dirinya berbaring di atas tempat tidur kayu yang sederhana, namun nyaman. Dari celah pintu yang terbuka, angin sejuk membawa aroma hutan yang murni, sementara panorama pegunungan yang menjulang tampak seperti lukisan surgawi. Sesaat, ia mengira dirinya telah mati dan berada di alam nirwana. "Jangan banyak bergerak dulu! Cederamu cukup serius." Sebuah suara diiringi langkah-langkah tenang terdengar mendekat. Seorang pria berambut putih, dengan wajah tenang dan mata tajam seperti elang, memasuki ruangan. Usianya mungkin tidak muda namun wajahnya memancarkan aura keabadian. "Apakah aku masih hidup?" Xuan Li melontarkan pertanyaan konyol yang membuat pria itu tersenyum. "Tentu saja. Aku menemukanmu di dasar jurang," jawab pria itu sembari memeriksa keadaan Xuan Li dengan menyentuh pergelangan tangannya. "Terima kasih sudah menyelamatkanku." Semula ia berpikir jika apa yang ia lalui sebelumnya hanyalah mimpi buruk. Ia tidak menyangka orang-orang terdekatnya berniat untuk menyingkirkannya. "Tubuh giokmu adalah anugerah sekaligus kutukan," ujar pria itu. "Tanpa kendali yang baik kekuatan itu akan menghancurkanmu." Xuan Li tidak mengerti ucapan pria itu. "Tubuh giok? Maaf, siapa Anda sebenarnya, Tuan." "Namaku Wu Jin, atau lebih dikenal sebagai Tabib Hantu Wu." Xuan Li terbelalak mendengar namanya, tokoh yang disegani di seluruh Benua Tua. "Rupanya kamu belum tahu jika kamu memiliki tubuh giok," lanjutannya. "Aku hanya tahu tubuhku sangat lemah. Orang-orang menganggapku sampah, begitu juga keluargaku." Terngiang ucapan Yan Hui dan saudaranya, Xuan Yi, yang menginginkan kematiannya. Tabib Hantu Wu menjelaskan secara rinci mengenai tubuh giok hingga membuatnya mengerti. Tubuh giok menyimpan kekuatan yang besar, butuh kultivasi yang tinggi untuk bisa mengendalikannya. Namun, pemiliknya butuh kerja keras yang lebih karena tubuh giok menyerap energi berkali-kali lipat lebih besar dari tubuh normal. Xuan Li akhirnya mengerti mengapa dantiannya belum terbentuk meskipun ia sudah berlatih. Sebelum jatuh pingsan, ia juga hampir dikendalikan oleh kekuatan hitam tubuh giok yang ingin menguasai tubuhnya. "Saat ini mungkin hanya ayah dan ibumu yang tahu tentang tubuh giokmu. Kamu harus tetap merahasiakannya. Untuk sementara tubuhmu aman, aku menekan kekuatan hitam tubuh giok dengan artefak batu hitam. Namun, sewaktu-waktu kekuatan itu bisa kembali meledak. Kamu harus tetap mengendalikan emosi dan segera meningkatkan kultivasimu." "Jadi, ayah sudah tahu. Pantas saja." Wajah Xuan Li terlihat murung. "Tidak perlu bersedih. Setelah tubuhmu pulih, aku akan melatihmu dan menjadikanmu satu-satunya muridku." "Terima kasih, Guru. Xuan Li bersedia mengabdi padamu." Saking senangnya Xuan Li lupa dan bergerak untuk memberi hormat. Sedetik kemudian ia mengaduh kesakitan dan membuat Tabib Hantu Wu tertawa. Tabib Hantu Wu, seorang penyendiri legendaris yang dikenal karena penguasaan seni pengobatan dan kekuatan misteriusnya. Lokasi tempat Xuan Li berada adalah Gunung Tulang Naga, kawasan terpencil yang bahkan para petualang ulung pun jarang berani mendekatinya. Selama berbulan-bulan, Xuan Li dirawat oleh Tabib Hantu Wu, tubuhnya dipulihkan dengan ramuan langka dan teknik akupuntur yang hanya dikuasai olehnya. Meski dantiannya berkembang lambat, Xuan Li memiliki kelebihan yang lain. Keuletannya, tekadnya yang kuat, dan pengetahuan mendalam tentang seni pengobatan membuatnya tidak bisa diremehkan. Dalam kurun waktu lima tahun, Xuan Li mempelajari berbagai seni pengobatan dari sang tabib: teknik pemurnian pil, ramuan obat, akupuntur, hingga seni pengobatan yang dapat menyelamatkan atau menghancurkan hidup seseorang. Sebagai seorang genius, Xuan Li menguasai semua yang diajarkan dengan dedikasi yang tak terbantahkan. Suatu sore, Tabib Hantu Wu berbicara serius kepada Xuan Li. "Tubuh giokmu adalah pedang bermata dua. Setiap langkahmu akan membawa bahaya, bukan hanya bagi dirimu, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarmu." Tabib Hantu Wu mengeluarkan sebuah gulungan. "Ini adalah catatan bahan utama Pil Penyelaras Roh dan tata cara pemurniannya. Pil ini akan membantumu untuk berkultivasi dengan cepat." Xuan Li menerimanya lalu membukanya. Bahan-bahan untuk membuat pil penyelaras roh terbilang langka dan sulit didapat. Ia harus berkeliling ke seluruh penjuru benua untuk mendapatkannya. "Aku mengerti, Guru." "Takdir sering kali membawamu kembali ke tempat yang kau hindari." Tabib Hantu Wu menangkap keraguan di mata Xuan Li. "Pergilah, Xuan Li. Tapi ingat, jika kau kehilangan arah atau dirimu sendiri, Gunung Tulang Naga akan selalu menjadi tempatmu kembali." "Aku pasti akan kembali, Guru. Bukan sebagai murid yang mencari perlindungan, tetapi sebagai seseorang yang telah memenuhi takdirnya." Xuan Li berbicara penuh tekad. Tabib Hantu Wu tersenyum tipis, namun ada kesan sendu di balik sorot matanya. "Berhati-hatilah dengan langkahmu karena setiap langkah menentukan nasib."Di penghujung tahun kelima berada di Gunung Tulang Naga, Xuan Li akhirnya akan segera meninggalkannya. Ia dan gurunya berjalan menuruni gunung. Sekilas pandang, langkah mereka seolah lamban, tetapi hanya dalam sekejap, jarak ratusan meter sudah mereka lewati.Setelah tiba di kaki gunung, Tabib Hantu Wu menghentikan langkahnya, menatap Xuan Li sejenak, lalu ia berkata, “Ingatlah, dunia luar penuh tipu daya. Gunakan semua ilmu yang kuajarkan seperlunya saja. Jangan terlalu percaya pada apa yang terlihat oleh mata, karena kebenaran seringkali tersembunyi jauh di balik penampilan.”Xuan Li menundukkan kepalanya dalam-dalam lalu menyatukan kedua tangannya sebagai tanda penghormatan.“Aku akan selalu mengingat nasihatmu, Guru.”"Pergilah!" Tanpa menunggu balasan, pria tua itu berbalik dan mulai kembali mendaki gunung. Ia tidak menoleh lagi untuk menyembunyikan segala perasaan berat di hatinya. Di dalam dadanya, ada kesedihan yang mendalam, tetapi ia tidak ingin muridnya melihatnya. Saat in
Xuan Li bisa saja melawan dan menjatuhkan penyandera itu dengan mudah. Namun, ia memilih untuk menahan diri. Wanita itu terluka, dan dalam situasi seperti ini, lebih baik tidak menambah musuh baru."Jangan khawatir."Suara Xuan Li yang rendah tidak membuat wanita itu menurunkan pedangnya, meski kewaspadaannya sedikit mengendur. Di luar kamar terdengar suara langkah kaki mendekat dan tidak lama kemudian pintu diketuk dari luar. Ketegangan kembali terasa, penyandera memberi tatapan tajam pada Xuan Li sebelum akhirnya kembali bersembunyi. Seorang pelayan berdiri di depan pintu dengan satu nampan penuh makanan lezat. Xuan Li tidak membiarkannya masuk."Berikan padaku!" Xuan Li mengambil nampan berisi makanan dengan satu tangannya. "Kamu boleh pergi!"Xuan Li menarik nampan itu dengan cepat, lalu segera menutup pintu sebelum pelayan sempat berkata lebih jauh. Ia lalu berjalan ke sebuah meja kayu dan meletakkan nampan yang dibawanya. Masih dengan sikapnya yang santai, ia duduk di lantai
Xuan Li menyibak lengan baju dan menyodorkan tangan kirinya ke depan. Di balik sikapnya yang tenang, ada kegelisahan yang tersembunyi. Ia sudah memikirkan setiap kemungkinan, namun tetap saja, ada rasa khawatir yang sukar ia jelaskan.Penasehat istana mulai memeriksa nadi Xuan Li. Jemarinya yang sudah berpuluh tahun menangani berbagai kasus menyentuh kulit Xuan Li dengan perlahan, seolah merasakan riak-riak energi spiritual di balik lapisan daging. Mata penasehat terpejam dengan penuh konsentrasi, aliran energi murni itu terasa seperti sungai tenang yang mengalir di sepanjang meridian tubuh Xuan Li. Tapi, di tengah ketenangan itu, ia juga mendeteksi sesuatu yang lain, yaitu sebuah kekuatan besar, tak terduga, bersumber dari sebuah artefak yang tersimpan di dalam lautan kesadaran pemuda ini.Artefak itu bukan sembarang benda. Penasehat istana membuka matanya perlahan, alisnya sedikit berkerut. “Artefak ini…,” pikirnya. Artefak itu milik Wu Jin atau yang lebih dikenal sebagai Tabib Han
Sesosok tubuh tinggi besar, berwajah tegas muncul dari balik dinding. Pakaian khas panglima membalut tubuhnya yang kekar, membuatnya terlihat kuat dan berwibawa. Aura kekuatan spiritual terasa begitu pekat meskipun ia sedang tidak menggunakannya."Panglima Shu!" pekik pengawal yang mengenalnya.Mereka segera memberi hormat dan berlutut di hadapannya."Ada apa ini? Kenapa kalian membuat keributan?" Panglima Shu mengulangi pertanyaannya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling."Ampun, Tuan. Pemuda itu mencuri giok seleksi tabib. Kami khawatir dia akan membahayakan nyawa Tuan Putri." Salah satu pengawal berbicara dengan lancar.Xuan Li tetap tenang meskipun Panglima Shu menatapnya tajam. Ia percaya, bahwa orang yang cerdas tidak akan bertindak sembarangan, apalagi menuduh tanpa bukti.Ketika berdiri tepat di hadapannya, Xuan Li segera menyatukan kedua tangannya memberi hormat. "Saya tidak mencuri, Tuan. Token ini diberikan secara langsung oleh penasihat istana. Jika Tuan tidak perc
Saat Xuan Li masih dalam meditasi, tiba-tiba ia merasakan getaran energi yang mendekat dengan cepat. Mata batinnya menangkap kehadiran sejumlah besar kekuatan yang mengarah ke tempatnya berada. Ia segera menyadari bahwa daya serapnya mungkin telah menimbulkan efek samping tak terduga. Dengan sigap, ia menutup penyerapan energi dan menstabilkan aliran spiritual dalam tubuhnya, mengalihkan kesadarannya kembali ke keadaan waspada.Tidak lama setelah itu, suara langkah-langkah berat terdengar semakin dekat. Beberapa tetua istana, dipimpin oleh tetua utama yang berwibawa, memasuki ruangan dengan ekspresi tajam dan penuh kecurigaan. Mereka mengenakan jubah berornamen yang menandakan posisi tinggi mereka di istana."Apa yang kau lakukan di sini, anak muda?" tanya tetua utama dengan nada datar namun penuh ancaman. Matanya menyipit, menatap Xuan Li seakan ingin menembus sampai ke inti jiwanya.Xuan Li berdiri, membungkukkan badan dan menyatukan tangan sebagai bentuk penghormatan. “Maafkan s
Di aula megah yang dihiasi pilar emas dan lampu gantung perunggu, keenam tabib terpilih berdiri berjajar, suasana penuh tekanan menyelimuti ruangan. Beberapa di antara mereka tampak gelisah, mengusap jubah mereka dengan gugup, sementara yang lain berusaha menjaga wajah tetap tenang meski ketegangan terlihat dari sorot mata mereka. Xuan Li berdiri di antara mereka, tubuhnya tegap, dengan ekspresi netral yang tak menunjukkan emosi apa pun, seperti danau tenang yang menyembunyikan kedalamannya.Dari sudut aula, suara langkah berat menggema, memecah keheningan. Para pengawal membuka pintu besar, dan sosok Raja Jing memasuki ruangan. Mantel ungunya berkilauan di bawah cahaya lilin, setiap gerakannya menunjukkan wibawa seorang penguasa. Di belakangnya, penasihat istana mengikut dengan diam, memegang gulungan dokumen dengan hati-hati.“Yang Mulia Raja Jing telah tiba!” seru seorang pengawal, membungkukkan badan hingga sejajar dengan lantai. Para tabib serentak menundukkan kepala mereka seb
Xuan Li berdiri diam di samping ranjang Putri Jing Yue, memandangi wajah pucat sang putri yang tampak tak bernyawa. Tangan kanannya terulur, dengan jemari yang gemetar pelan saat ia melepaskan seutas energi spiritual untuk memeriksa kondisi sang putri lebih dalam. Begitu energinya menyentuh lautan kesadaran Putri Jing Yue, perasaan dingin yang menusuk segera menyambutnya."Lautan kesadaran yang beku..." gumamnya pelan, hampir seperti bisikan. Namun, jauh di dalam kegelapan, ia merasakan sesuatu yang lebih buruk. Jiwa sang putri seperti terperangkap, membeku dalam cengkeraman bayangan hitam yang mengerikan.Dahi Xuan Li berkerut dalam, dan dadanya sesak oleh kesadaran yang menghantamnya. Belenggu Jiwa. Racun yang terkenal hanya berasal dari satu tempat yaitu Suku Tali Merah, sebuah kelompok kuno di Dataran Tengah. Mereka dikenal karena sihir gelap dan kutukan yang memanfaatkan lautan kesadaran sebagai ladang permainan mereka. Suku itu sangat berbahaya, bahkan bagi para kultivator ti
Tubuh Xuan Li terasa seperti diikat beban tak kasatmata, setiap tarikan napasnya membawa bara panas yang merongrong kekuatannya. Jika bukan karena tubuh giok yang diwarisinya, ia takut jika racun Belenggu Jiwa sudah lama menghancurkan dirinya. Racun itu bukan hanya mematikan, melainkan seperti hidup, menjelajah nadinya, menyerang kesadaran, dan menciptakan ilusi kelam. Namun, tubuh gioknya yang kokoh, menangkis sebagian besar ancaman racun yang menyerangnya.Di dalam dirinya, getaran halus seperti riak air perlahan menjalar. Ia merasakan kehadiran gelombang destruktif yang siap menghancurkan kapan saja. Jemarinya mengepal, dingin oleh keringat, seolah menggenggam harapan yang hampir tergelincir.“Tubuhku... akankah bisa bertahan?” pikirnya. Tatapannya jatuh pada lantai marmer berkilau di bawah kakinya yang memantulkan bayangan dirinya yang kini ringkih namun tetap mencoba untuk berdiri tegap.Dalam dantiannya, artefak batu hitam pemberian Tabib Hantu Wu memancarkan cahaya redup, men
Langit Kota Awan Surga belum sepenuhnya terang saat Xuan Li melangkah masuk ke balai pengobatan miliknya. Pintu kayu dibiarkan terbuka, dan aroma ramuan herbal yang tersimpan di dalam toples-toples kaca menyeruak keluar menyambutnya. Di depan ruangan utama, puluhan orang sudah duduk bersila, sebagian tergeletak, sebagian menggigil, dan sebagian lagi hanya memejamkan mata menahan sakit.Beberapa dari mereka telah menunggu selama berhari-hari. Beberapa hampir tidak bisa duduk tegak lagi. Begitu Xuan Li muncul, wajah mereka seolah kembali bersinar, seakan harapan yang mulai pudar kini menyala kembali.Tanpa membuang waktu, Xuan Li berjalan menyusuri barisan. Tatapannya tajam menilai kondisi setiap pasien. Ia menunjuk beberapa orang yang kondisinya tidak terlalu parah. "Kalian tunggu. Yang lainnya, baringkan mereka di dalam. Aku akan mulai dari yang kritis."Tak ada yang berani membantah. Para pembantu balai segera bergerak. Dalam waktu singkat, suara erangan, batuk, dan desah rasa sak
Pagi itu, kabut tipis masih menyelimuti Paviliun Gunung Sunyi saat Xuan Li berdiri di pelataran utama. Di hadapannya, para penghuni paviliun telah berkumpul. Wajah-wajah serius menatap ke arahnya, menunggu perintah."Mulai hari ini," suara Xuan Li tenang namun membawa tekanan, "Tabib Hantu Wu adalah guru besar kita. Keberadaannya di tempat ini adalah rahasia mutlak. Siapa pun yang membocorkan, baik sengaja maupun tidak, akan aku anggap sebagai pengkhianat."Tak ada suara yang membalas. Xuan Li melanjutkan:"Kegiatan di Paviliun Gunung Sunyi adalah urusan dalam. Segala transaksi, latihan, atau pertemuan yang terjadi di sini tidak boleh diketahui dunia luar."Satu per satu, para penghuni berlutut. Tangan mereka mengepal di dada, sikap bersumpah."Kami bersumpah demi hidup dan kehormatan kami," ujar mereka serempak.Sumpah itu bukan sekadar karena takut atau patuh. Mereka tahu Xuan Li bukan tokoh biasa. Bukan pula sekadar pemilik tubuh giok atau tabib jenius. Dunia luar adalah tempat ya
Tabib Hantu Wu menatap tajam ke arah Xuan Li, matanya menyipit seolah mencoba menembus lapisan terdalam jiwa muridnya. Ia menghela napas panjang. "Ada sesuatu yang tidak biasa dalam tubuhmu," gumamnya pelan. "Aku bisa merasakannya sejak tadi."Xuan Li tidak segera menjawab."Aura itu... ini bukan sekadar Tubuh Giok. Kau membawa jejak kekuatan yang lebih kuno," lanjut Tabib Hantu Wu. "Kekuatan yang bahkan melampaui pemahaman manusia biasa. Seolah-olah... aura dewa kuno melekat padamu."Xuan Li menoleh perlahan. “Guru, apa kau tahu... dari mana asal sebenarnya Tubuh Giok itu?”Tabib Hantu Wu terdiam sesaat. Ia mengusap janggutnya, mengingat kembali lembaran-lembaran pengetahuan lama yang pernah ia baca. “Dulu, saat aku masih muda, aku pernah mendengar satu kisah,” katanya lirih. “Satu legenda yang tak pernah diceritakan dalam kitab manapun.”Ia melanjutkan dengan suara rendah. “Tubuh Giok bukanlah anugerah. Itu adalah kutukan yang lahir dari tubuh iblis agung yang jatuh ribuan tahun
Langkah Xuan Li terhenti seketika saat sebuah jarum spiritual melesat ke arahnya. Dengan refleks tajam, ia menjepit jarum itu di antara dua jarinya. Sebelum sempat menoleh, sosok yang melempar jarum sudah berdiri di hadapannya."Bocah nakal! Sudah lama aku mencarimu," suara parau itu terdengar akrab.Mata Xuan Li membelalak. "Guru!" serunya, lalu segera menjatuhkan diri memberi hormat.Tabib Hantu Wu mengangguk-angguk, matanya menelusuri tubuh muridnya dengan seksama. Ia tidak menyangka bahwa Xuan Li telah berkembang begitu pesat dalam kultivasi."Aku khawatir kau akan tersesat di jalan ini," gumamnya. "Tapi ternyata kau telah melampaui harapanku."Xuan Li menunduk, menahan emosi yang membuncah. "Banyak yang ingin kuceritakan, Guru. Tapi bukan di tempat ini."Tabib Hantu Wu mengangguk setuju. Mereka melesat meninggalkan Lembah Arwah, menuju Paviliun Gunung Sunyi.Perjalanan mereka berlangsung dalam diam. Tabib Hantu Wu terkesima melihat kecepatan dan ketenangan Xuan Li. "Kau benar-b
Langit malam menutupi dunia dalam kelam yang tak bersuara. Di tengah dinginnya angin pegunungan, satu sosok bergerak di atas awan. Jubah hitam menutupi tubuhnya dari kepala hingga kaki, hanya menyisakan kilatan dingin dari sepasang mata tajam yang mengamati setiap lekuk tanah dari kejauhan.Xuan Li tidak butuh kawalan. Dengan kekuatannya kini, jarak antara Paviliun Gunung Sunyi dan Lembah Arwah hanyalah persoalan waktu, bukan hambatan. Angin tidak bisa menyentuhnya, dan cahaya bulan pun enggan memantul dari sosoknya.“Dua tetua Alam Bayangan... kalian memilih tempat yang salah,” gumamnya pelan, nyaris tanpa suara.Ia tiba di tepian lembah saat tengah malam. Kabut menggantung rendah. Tanah bergetar tipis, karena kehidupan perlahan dicabut dari tubuh-tubuh yang tak berdaya.Di tengah lembah, dua pria berjubah kelam duduk bersila. Tubuh mereka dikelilingi kabut kehitaman, menggulung dan melilit enam kultivator yang tengah berteriak dalam sisa-sisa kesadaran mereka. Energi kehidupan dita
Xuan Li kini dikenal sebagai Tabib Awan Surga. Nama itu muncul dari tempat ia membuka praktiknya di Kota Awan Surga. Sebuah nama yang sederhana, tapi pelan-pelan menjadi bisik-bisik para pedagang, penjaga kota, bahkan para pengelana.“Tabib itu… bisa menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disentuh para tetua sekte,” bisik seorang pria tua di pasar.“Dan biayanya cuma beberapa koin,” sahut yang lain. “Tidak seperti sekte yang selalu menuntut imbalan tidak masuk akal.”Xuan Li tidak menjawab sanjungan itu. Ia hanya terus bekerja, meracik pil, menyusun ramuan, dan menyembuhkan luka-luka yang tak terlihat mata. Ia tahu, semua ini hanya langkah awal.Dua bulan berlalu.Jumlah orang yang datang ke gunung bertambah. Ada yang mantan prajurit yang cacat, ada pula pemuda desa yang terusir karena tak punya bakat spiritual. Beberapa hanya ibu-ibu dan anak-anak yang tak punya tempat.Xuan Li memandang mereka dari lereng gunung. Ratusan jiwa, lemah di mata dunia, tapi bukan berarti tak berguna.“Ini
Xuan Li duduk bersila di depan api kecil. Lin Gong dan Jian Cheng duduk dalam keheningan, menunggu kata pertama darinya.Xuan Li membuka mata. Sorotnya tajam, tenang, penuh keputusan.“Kita tidak bisa bergerak tanpa arah. Dunia sedang berubah. Jika ingin bertahan dan mengubah arah angin, kita harus memulainya dari sekarang,” ucapnya.Lin Gong menoleh, alisnya terangkat. “Apa yang kau pikirkan?”“Kita membentuk organisasi. Tapi bukan sekadar sekte yang mengejar keabadian. Ini akan jadi tempat bagi mereka yang tertindas, ditinggalkan sistem lama, dan diburu oleh dunia,” jawab Xuan Li.Jian Cheng mengangguk pelan. “Itu butuh sumber daya besar. Uang. Orang. Tempat.”“Kita mulai dari yang paling dasar. Markas,” ujar Xuan Li, mengarahkan pandangan ke lereng gunung di bawah kaki mereka. “Tempat ini terpencil, tersembunyi, dan sulit diakses. Tidak menarik perhatian. Kita bangun pusat kita di sini.”Lin Gong mengusap dagunya. “Gunung ini terjal dan sulit dijangkau. Tapi justru itu kelebihannya
Xuan Li berdiri dalam diam. Ucapan Dewi Kultus Suci masih terngiang di telinganya, dingin, tegas, tak terbantahkan.“Dunia ini akan terbagi... bukan antara baik dan jahat, tapi antara mereka yang kuat... dan yang tak layak bertahan.”Ia mengepalkan tangan. Otot-ototnya menegang. Pandangan matanya menembus kabut yang perlahan menipis di lembah.“Jika dunia akan hancur... setidaknya aku akan berdiri di tengahnya, bukan sebagai korban.”Tapi ia tahu, berdiri sendirian tak cukup. Ia membutuhkan sekutu, orang-orang yang bisa dipercayainya, yang tidak tunduk pada tatanan lama yang rapuh.Lin Gong. Jian Cheng.Dua nama itu muncul di benaknya. Dua orang yang selama ini bertahan hidup bukan karena kekuatan, tapi karena keyakinan.Xuan Li melangkah. Dalam sekejap, tubuhnya melesat keluar dari lembah. Udara memecah di sekelilingnya. Langit bergolak saat ia menembus awan dengan kecepatan yang bukan milik manusia biasa.Tubuhnya berubah. Ia bisa merasakannya setiap kali kaki menyentuh angin. Jarak
Dewi itu menatap Xuan Li dalam diam. Matanya, dalam dan redup, seperti menyelami sesuatu jauh di dasar jiwanya. Ia tidak bicara. Hanya berdiri, dikelilingi kabut spiritual yang menari pelan di sekeliling tubuhnya.Jubah tipis yang tadi terbentuk dari kabut kini berubah perlahan. Jalur energi bergerak, menjalin pakaian baru yang anggun, namun sarat kekuatan. Bukan busana biasa. Itu adalah simbol kekuasaan. Simbol zaman yang telah lama tenggelam dalam sejarah.Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya ia berbicara.“Aku mengerti sekarang...” bisiknya, nyaris tak terdengar, tapi langsung masuk ke kesadaran Xuan Li. “Langit tak hanya memilih tubuhmu... tapi juga jiwamu.”Tatapannya kembali jatuh pada pria muda di hadapannya, dan dalam mata sang Dewi, kini tampak pengakuan. Ia bisa merasakan dua kehadiran kuat di dalam tubuh Xuan Li, sisa-sisa jiwa dari Wu Hei dan Wu Rong. Dua entitas kuno yang dahulu disebut sebagai penjaga tubuh giok surgawi.“Aku... seharusnya sudah mati.” Suaranya merend