"Teman, aku ingin mengundangmu untuk minum teh," ucap Yan Hui, suaranya terdengar ramah, tetapi ada nada licik yang tersembunyi di balik senyumnya.Jari telunjuknya mengarah ke sebuah kedai teh kecil di seberang gedung pelelangan, di mana aroma daun teh segar menguar ke udara, bercampur dengan bau rempah dan keramaian jalanan.Xuan Li menatap Yan Hui tanpa ekspresi. Meski wajahnya tersembunyi di balik penutup kepala, pikirannya bekerja cepat."Dia pasti mengincar Rumput Salju Tanduk Rusa ini," pikirnya, tatapannya tetap tenang. "Aku tidak boleh terpancing.""Terima kasih atas tawarannya, tetapi aku harus pergi. Ada hal lain yang perlu kuselesaikan," jawab Xuan Li datar, dengan suara yang sengaja dibuat biasa saja, seperti seorang tabib sederhana tanpa beban.Yan Hui menyipitkan matanya, memandangi Xuan Li dengan sorot penuh kecurigaan."Hm... dirimu mengingatkanku pada seseorang. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyanya, nadanya perlahan berubah menjadi selidik.Xuan Li menang
"Apakah dia baik-baik saja?"Jian Ling bertanya dengan nada datar, meski matanya tajam memperhatikan Xuan Li yang bergerak sigap ke arah pria yang tergeletak di lantai.Alih-alih menjawab, Xuan Li melangkah cepat dan berhenti di hadapan pria itu."Maaf, beri saya ruang," ucapnya tenang namun tegas, sambil melambaikan tangan untuk mengusir kerumunan yang berdesakan di sekitarnya.Kerumunan itu saling pandang, ragu, tetapi akhirnya mereka mundur, memberikan cukup ruang bagi Xuan Li untuk bergerak leluasa. Jian Ling, yang tampak tak berminat untuk terlibat, hanya bersandar di dinding dengan tangan terlipat, mengamati dengan pandangan skeptis.Xuan Li berlutut di sisi pria itu, menatap wajahnya yang pucat dengan peluh mengalir deras. Napas pria itu terdengar pendek dan berat, seolah-olah paru-parunya tertekan oleh beban yang tak terlihat.Dengan ujung jarinya, Xuan Li menekan beberapa titik di tubuh pria itu, memeriksa kondisinya. Setelah beberapa saat, dia menggelengkan kepala pelan."P
Langkah Xuan Li terhenti seketika mendengar pertanyaan Jian Ling.Pikirannya berkecamuk.Tempat yang akan ia tuju sangat berbahaya, bahkan bagi seorang kultivator tangguh sekalipun. Ia tidak ingin Jian Ling terseret dalam bahaya yang seharusnya menjadi bebannya sendiri."Kota Tiga Ribu Petir sangat berbahaya. Kau sebaiknya mencari tempat yang lebih aman. Aku bisa melanjutkan perjalananku sendiri."Jian Ling, yang berdiri di belakangnya dengan tangan terlipat, hanya mengangkat alis."Apakah kamu keberatan dengan keberadaanku?."Jian Ling mengikuti Xuan Li bukan tanpa alasan, ada tujuan lain yang ia sembunyikan yaitu melarikan diri dari cengkeraman Organisasi Hitam Berkabut. Mereka tidak akan melepaskannya, dan satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah pergi sejauh mungkin. Kota Tiga Ribu Petir, yang berada di luar wilayah Kekaisaran Bulan Perak, membuatnya tertarik.Xuan Li terdiam, menimbang-nimbang. Selain karena perjalanan ini berbahaya, ada rahasia tubuh gioknya yang tidak bol
Suara benturan logam memenuhi udara, bercampur dengan jeritan kesakitan yang menggema di dermaga. Bau darah menyengat, menyatu dengan aroma asin laut dan asap dari kapal yang terbakar.Xuan Li berdiri di sudut sempit, tubuhnya setengah terbungkus bayangan gelap. Dia tidak ingin terlibat dalam pertarungan ini, tetapi situasinya memaksanya untuk bertahan hidup.Tatapannya menyapu kerumunan orang-orang yang bertempur sengit. Beberapa bersenjata lengkap, sementara yang lain bertarung dengan tangan kosong.Tidak ada garis jelas yang memisahkan lawan dari kawan. Setiap sudut dermaga dipenuhi darah yang berceceran, menjadikan tempat itu tak ubahnya neraka dunia.Xuan Li menghela napas panjang. Ia mencoba menghindari konflik dengan melangkah mundur, tetapi tiba-tiba sebuah pisau berdesing melesat ke arahnya.Refleks, ia menangkis serangan itu dengan satu gerakan ringan, membuat pisau itu terpental dan menancap di papan kayu dekat kakinya."Ini benar-benar gila," gumamnya pelan. "Bagaimana aku
Xuan Li menatap kedua pria itu dengan dingin. Tatapannya tajam, membuat suasana di antara mereka semakin tegang. Ia tahu konfrontasi ini tak dapat sepenuhnya dihindari, tetapi sebisa mungkin ia ingin menghindari konflik fisik.“Aku hanya seorang penumpang tak diundang,” ujarnya dengan nada tenang, tetapi tersirat ancaman halus di balik suaranya. “Aku tidak mencari masalah. Biarkan aku di sini sampai kita mencapai tujuan, dan aku tidak akan mengganggu kalian.”Pria pertama, yang memegang belati, tertawa sinis sambil melangkah maju.“Penumpang tak diundang? Kau pikir kami sebodoh itu? Kau pasti mata-mata dari mereka!” tudingnya dengan nada menantang.Xuan Li tetap tenang. Ia melipat tangan di depan dada, energi biru keperakan mulai memancar samar dari tubuhnya.“Aku bukan siapa-siapa,” balasnya, tatapannya tak beranjak dari pria itu. “Tapi jika kalian memaksa, aku tidak ragu melawan.”Pria kedua, yang sejak tadi hanya mengamati, mengangkat tangan. “Tunggu.” Suaranya lebih tenang, beru
Formasi pelindung perlahan muncul, membentuk lapisan transparan berkilauan seperti kristal di bawah cahaya petir.Energi spiritual mengalir deras dari telapak tangan Xuan Li, memancar penuh kekuatan. Setiap kilatan petir yang menyambar diserap oleh lapisan pelindung itu, menghasilkan dentuman keras yang menggema di udara."Jangan sampai formasi ini runtuh," gumam Xuan Li dalam hati.Keringat mengalir di pelipisnya, namun matanya tetap terfokus, menahan setiap hentakan energi dari serangan petir yang mencoba menembus perlindungan itu.Di belakangnya, Bao Shi dan Bao An bekerja keras mengendalikan kapal. Sesekali, ombak besar menghantam lambung kapal, membuatnya bergoyang hebat."Shi-ge, kita harus melawan arus!" teriak Bao An, wajahnya tegang sambil memegang erat tali kemudi."Aku tahu!" Bao Shi membalas sambil mengerahkan seluruh tenaganya untuk menjaga keseimbangan kapal. Matanya yang tajam terus mencari celah di antara ombak dan badai.Xuan Li menarik napas dalam-dalam, mencoba mene
Sesosok makhluk besar melompat keluar dengan keanggunan yang mengerikan. Tubuhnya, dipenuhi corak kuning dan hitam, berkilauan oleh percikan listrik. Sepasang tanduk melengkung di atas kepalanya tampak seperti penangkal petir yang hidup."Harimau Petir Bertanduk..." bisik Bao Shi, suaranya hampir tenggelam oleh dengusan berat binatang itu.Binatang roh tingkat tinggi ini terkenal buas, bahkan bagi para kultivator tingkat tinggi sekalipun. Geraman rendahnya mengguncang tanah di bawah mereka, mengirimkan ancaman yang tak butuh penjelasan.Bao Shi dan Bao An tanpa ragu melompat ke belakang pohon besar, mencari perlindungan. Namun, Xuan Li tetap berdiri di tempatnya. Tubuhnya tak bergerak, matanya tajam mengunci pada binatang itu, menunggu serangan pertama."Wu Yu, jangan bodoh! Itu binatang roh tingkat tinggi!" seru Bao An dari balik pohon. Namun, Xuan Li hanya mengangkat satu tangan, mengisyaratkan mereka untuk diam.Harimau itu menerjang dengan kecepatan luar biasa. Cakarnya yang besa
Keringat mengalir deras di wajah Bao An, Bao Shi, dan Xuan Li. Napas mereka tersengal setelah berhasil mengalahkan Harimau Petir Bertanduk.Energi spiritual mereka terkuras habis, tetapi firasat buruk mulai menghantui. Bahaya baru seolah semakin dekat.Tanpa banyak bicara, Xuan Li mengeluarkan artefak berupa sebuah gulungan emas kecil. Ia menggenggamnya erat, lalu melemparkannya ke udara. Dengan mantra singkat yang diucapkan penuh konsentrasi, gulungan itu membesar, berubah menjadi karpet raksasa yang bersinar dengan energi spiritual.“Cepat naik!” seru Xuan Li.Bao Shi dan Bao An segera melompat ke atas tanpa ragu, mengikuti Xuan Li.Dalam sekejap, karpet itu melesat ke langit, membawa mereka menjauh dari tanah yang penuh bahaya.Namun, perjalanan mereka tidak mulus. Karpet meluncur melewati sebuah lembah yang dipenuhi bebatuan hitam besar. Batu-batu itu memancarkan cahaya suram yang memengaruhi energi spiritual mereka.Bao An menatap ke bawah dengan dahi berkerut. “Tempat ini... ad
Tarikan itu berhenti.Tubuh Xuan Li melayang sesaat, lalu...Brak!Ia jatuh menghantam permukaan keras. Suara benturan menggema pendek di udara yang sunyi.Xuan Li berguling sekali sebelum segera bangkit, mata waspada menyapu sekeliling. Platform batu abu-abu membentang di bawah kakinya, penuh dengan ukiran-ukiran aneh yang berkilau samar dalam gelap.Di depannya, Mo Xiang terkapar.Tubuh pemuda itu berlumuran darah. Napasnya tersengal, seakan tinggal menunggu waktu untuk padam. Tidak jauh dari Mo Xiang, dua tubuh lain — anggota Alam Bayangan — tergeletak tak bergerak. Darah menggenang di sekitar mereka. Tidak jelas apakah mereka masih hidup atau sudah menjadi mayat.Xuan Li menghampiri Mo Xiang tanpa banyak pikir. Ia berlutut, memeriksa denyut nadinya.Lemah. Sangat lemah. Tapi masih ada.Wajah Xuan Li tetap tanpa ekspresi. Ia mengeluarkan dua pil dari kantong penyimpanannya. Pil pemulih energi kelas tinggi, berwarna putih kehijauan, menguarkan aroma pahit khas ramuan spiritual murni
Xuan Li berdiri kaku mata tajam tak lepas dari empat anggota Alam Bayangan di hadapannya. Di antara mereka, Mo Xiang berlutut, tubuhnya gemetar, darah menetes dari sudut mulutnya.Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh kurus dengan jubah hitam compang-camping, menyeringai. Ia menendang Mo Xiang tanpa ampun.Bugh!Tubuh Mo Xiang terhempas ke lantai batu. Erangan tertahan keluar dari bibirnya.Wajah Xuan Li mengeras.Tangannya sempat bergerak. Aura membunuhnya melonjak. Namun, sebelum serangannya meluncur, pria itu menginjak punggung Mo Xiang, membuat tubuh yang sudah lemah itu memuntahkan darah lagi."Gerakkan satu jari lagi," kata si pria kurus, "dan kami remukkan kepalanya di depanmu."Xuan Li membeku.Matanya penuh bara, tapi pedangnya tetap tergenggam erat. Otot-otot tubuhnya menegang, seolah menahan gelombang kekuatan yang hendak meledak."Ayo," ejek pria berambut putih pendek, "buang pedangmu. Ikut kami dengan baik. Atau dia mati."Mo Xiang mengangkat kepalanya dengan susa
Kabut yang semula menggantung kini menyibak pelan, menampakkan sosok berjubah panjang dengan tudung menutupi wajahnya. Auranya berat, gelap, seolah menarik semua cahaya di ruangan itu.Xuan Li tidak bergerak. Sorot matanya tetap dingin, meski napasnya belum sepenuhnya stabil. Tubuhnya baru saja memulihkan diri dari pertarungan berat dengan para penjaga segel, tapi ia tahu... sosok ini bukan lawan biasa."Sudah kuduga," ujar orang itu. Suaranya dalam, datar, namun terasa seperti paku menusuk tulang. "Tubuh giok... akhirnya muncul juga."Xuan Li menyipitkan mata."Jadi kau datang bukan karena simpul, tapi karena aku.""Aku merasakan ledakan aura tubuh giokmu dari jauh. Bahkan para penatua Alam Bayangan yang bersemedi di lembah terdalam ikut terguncang. Kau tidak bisa lagi bersembunyi."Xuan Li menggertakkan gigi. Sial, kekuatan tubuh gioknya memang baru saja ia gunakan secara penuh untuk mengatasi penjaga terakhir. Dia terlalu terburu-buru."Apa yang akan kau lakukan?" tanya Xuan Li, da
Sebelum kembali menghancurkan segel, Xuan Li mengeluarkan sebuah pil untuk memulihkan luka-lukanya terlebih dahulu."Pil Pemulih Jiwa... semoga cukup untuk tahap ini."Tanpa ragu, ia menelannya. Dalam sekejap, aliran hangat menjalar dari dada ke seluruh tubuh. Retakan di tulangnya menyatu, otot-otot yang sobek menegang kembali, dan luka di punggungnya tertutup seperti tak pernah ada. Napasnya kembali stabil.Tak ingin membuang waktu, ia bangkit dan menggerakkan tangannya dengan pola tertentu untuk menggunakan teknik pengendalian jiwa.Tangannya membentuk rune sederhana, lalu mengarahkannya ke penjaga segel simpul selanjutnya yang berdiri di kejauhan. Wujud penjaga itu bukan makhluk hidup, melainkan entitas roh kuno hasil pemanggilan, namun tetap memiliki sedikit kesadaran."Jiwa yang terbelenggu waktu, dengarlah panggilanku..." bisiknya lirih.Aura gelap keluar dari matanya, menyebar seperti kabut pekat. Penjaga itu mendadak menggigil, tubuhnya goyah. Cahaya biru yang membalut tubuhny
Xuan Li berdiri di hadapan lorong yang memanjang ke bawah tanah, di mana simpul terakhir dari jalur energi Alam Bayangan tersembunyi.Ia memejamkan mata sejenak, lalu menghela napas pelan. Di bawah sana ada segel tujuh lapis, masing-masing dirancang untuk mencegah penyusup masuk.‘Segel tujuh lapis... tidak bisa dibuka tanpa energi spiritual,’ pikirnya. ‘Tapi sekali aku menggunakannya, mereka akan tahu aku di sini.’Ia merapat ke dinding, bergerak perlahan menuruni lorong. Tanpa suara. Ta Langkahnya setenang air, menyatu dengan kegelapan. Tapi meski begitu, tekanan dari segel pertama sudah terasa meskipun jaraknya masih beberapa puluh zhang. Itu bukan hanya penghalang fisik, itu adalah medan pembunuh.Xuan Li merogoh lengan jubahnya dan mengeluarkan dua pil kecil. Yang satu pil penekan aura, satunya lagi untuk menyamarkan denyut spiritual dalam tubuh. Tanpa ragu, ia telan keduanya.Tubuhnya bergetar sebentar, lalu tenang. Aura hidupnya tenggelam. Energi spiritualnya seolah lenyap. Kin
Xuan Li terbang di ketinggian rendah, di sekelilingnya hanya tanah retak dan sunyi. Tak ada angin, tak ada suara makhluk hidup, seolah dunia di tempat ini sudah lama mati.Tapi ia tidak peduli. Ia fokus mengikuti sisa simpul energi terakhir dari Alam Bayangan.Setelah beberapa li, medan berubah. Tanah gersang berganti menjadi bukit-bukit batu. Tumbuhan mulai muncul, kering, namun hidup. Tempat ini tampak lebih normal dibanding lembah kematian atau sungai darah yang ia lewati sebelumnya. Tapi Xuan Li tidak lengah. Alam Bayangan dikenal suka menyembunyikan bahaya di balik ilusi ketenangan.Tiba-tiba, tubuhnya berhenti.Ia merasakan hawa manusia.Seseorang mendekat.Xuan Li menoleh dan matanya menyipit. “Mo Xiang?”Laki-laki itu berdiri kaku beberapa langkah di depannya, wajahnya seputih abu. Tubuh kurusnya diselimuti jubah hitam, dan mata yang pernah bersinar ramah itu kini penuh kecemasan.“Wu Yu...?” bisiknya, setengah tak percaya.Sebelum Xuan Li sempat menjawab, Mo Xiang bergerak c
Xuan Li menoleh pada Pemimpin Tanah Jiva yang berdiri tidak jauh darinya. Kini dengan tubuh muda dan vitalitas yang pulih, sang pemimpin tampak jauh berbeda dari sebelumnya.“Aku harus pergi,” kata Xuan Li singkat.Pemimpin mengangguk. “Kami berutang banyak padamu. Jika suatu saat kau kembali, tanah ini akan menyambutmu.”Pengawas Ji yang berdiri di sisi kanan sang pemimpin menunduk hormat. Tidak ada pertanyaan, tidak ada permintaan.Xuan Li berjalan melewati jajaran para tetua yang membungkuk di sisi jalan berbatu menuju gerbang. Tidak ada satu pun yang berani mengangkat kepala.Namun gerbang di depannya bukanlah gerbang tempat ia masuk sebelumnya.“Kami tidak membiarkan tamu istimewa keluar dari pintu kematian,” ujar Pengawas Ji seraya menunjuk jalur berlapis formasi ringan yang membelah hutan belantara. “Jalur ini akan membawamu langsung ke perbatasan luar.”Xuan Li tidak menanggapi. Ia hanya mengangguk tipis, lalu melangkah masuk ke lorong cahaya yang terbentuk dari energi spirit
Pemimpin Tanah Jiva masih menatap cahaya yang perlahan memudar dari tubuh Xuan Li. Matanya tak berkedip, tubuhnya tegak, namun napasnya tertahan. Sosok armor perempuan langit yang melingkupi Xuan Li belum sepenuhnya sirna, dan getaran auranya masih terasa di tanah, udara, bahkan formasi pelindung wilayah.“Dewi Kultus Suci…” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.Salah satu tetua di belakangnya bergeser gelisah. “Itu… tidak mungkin. Dewi Kultus Suci adalah sosok mitos. Leluhur dari era sebelum era ini. Armor itu...”“Tidak salah,” potong Pemimpin Tanah Jiva pelan, namun tegas. “Aku pernah melihat lukisan armornya dalam gulungan sejarah. Tidak ada keraguan. Itu adalah warisan kekuatan yang diakui oleh langit…”Mata Pemimpin melembut. Tatapannya beralih kepada Xuan Li, kedua tangannya perlahan menarik diri dari wadah giok.Airnya telah tenang.Xuan Li membuka mata. Ekspresinya tak berubah. Datar, penuh kendali. Ia berdiri perlahan dan menatap langsung ke arah sang pemimpin.“Aku tidak
Pengawas Ji berjalan melewati gerbang pusaran angin spiritual yang melingkari pusat Tanah Jiva. Di belakangnya, dua wanita paruh baya membawa gulungan emas dan jimat penguat formasi. Wajahnya tenang, namun di dalam pikirannya, kegelisahan mulai tumbuh.Ia memeriksa formasi pelindung Tanah Jiva. Simbol-simbol kuno terpahat di udara, mengambang di atas batu-batu pelindung yang tertanam di tanah. Aliran spiritual yang keluar dari segel tidak menunjukkan tanda kerusakan.“Masih utuh,” gumamnya pelan.Ia memejamkan mata dan menyentuh tanah. Aura lembut naik dari permukaan dan menyatu dengan tubuhnya.“Tidak ada retakan, tidak ada celah. Tapi dia masuk,” katanya lagi. Suaranya mengeras. “Aku harus bicara dengan Yang Mulia.”Di sisi lain, Xuan Li duduk bersila di paviliun selatan. Empat prajurit wanita berdiri mengelilinginya. Mereka tidak menatapnya langsung, namun jelas sikap mereka lebih waspada dibanding sebelumnya.Bisik-bisik dari luar paviliun semakin keras. Bahkan anak-anak perempuan