Darren merasa denyut jantungnya meningkat saat mendengar jawaban Bu Vina. “Ke rekening Ayahku?” tanyanya, memastikan. Bu Vina mengangguk menanggapi. “Aku rasa itu tidak mungkin. Semua rekening ayah sudah dipindahnamakan kepadaku. Segala sesuatu berkenaan dengan perusahaan saat ini semuanya dialihkan padaku.”
Bu Vina menatap Darren dengan penuh kebingungan. “Tapi laporan keuangan menunjukkan aliran dana yang menuju ke rekening ayahmu. Laba perusahaan dibagi menjadi dua, enam puluh persen dan empat puluh persen. Keduanya rekening atas nama Tuan Harison.”
Darren merasakan kegelisahan. “Jika semua sudah dialihkan kepadaku, bagaimana mungkin dana itu masih mengalir ke rekening Ayah? Ada sesuatu yang tidak beres di sini, Bu Vina. Itu artinya pendapatan bersih perusahaan bukan hanya mengalir kepadaku, tapi juga ke rekening itu.”
Di luar, petir menggelegar dan hujan mulai turun deras, suara gemuruhnya seolah mencerminkan ketegangan yang menyelimuti mereka. Suasana di dalam restoran menjadi sedikit mencekam.
Sebuah notifikasi masuk ke telepon genggam Darren. Ia memeriksanya. Ada pesan dari Keisha masuk. ‘Mas besok aku akan mengantar lamaran. Do’a kan semua berjalan lancar!’
Wajah Darren sedikit berubah. Ia baru sadar nomor telepon yang ia berikan kepada Keisha ternyata nomor pribadinya sebagai Darren. Sempat ada perasaan khawatir, namun itu hanya sesaat lalu semua berlalu, dan Darren terpikir sebuah rencana.
“Bu Vina, untuk masalah rekening kedua itu biar aku yang mengurusnya. Aku ingin kau bantu aku memasukkan salah satu kenalanku bekerja di perusahaan pusat. Aku tidak ingin orang-orang perusahaan tahu, dia aku yang merekomendasikan. Bahkan akan lebih baik, orang juga tidak tahu kau membantunya,”
“Baik Mas Darren. Akan aku atur semuanya!”
Setelah pembicaraan terakhir itu, keduanya menikmati makanan yang mereka pesan. Tak lama kemudian keduanya meninggalkan tempat itu. Darren melaju dengan mobil mewahnya bersama seorang supir ke jalan yang cukup sepi. Ia terlihat menghubungi seseorang melalui telepon selulernya.
“Pak, berhenti di sini saja!” ucap Darren.
Mobil berhenti. Kemudian dengan tergesa-gesa supir itu keluar mobil lalu membukakan pintu untuk Darren. Pemuda itu mengucapkan terima kasih sambil keluar dari mobil.
Tak lama kemudian seorang lelaki gagah berpakaian serba hitam dengan jaket kulit sebagai atasannya. Ia mengenakan kacamata hitam membuat kesan gagah bertambah kuat. Wajahnya menunjukkan kekerasan sikap. Ia menggunakan motor butut yang biasa dipakai Darren.
Lelaki itu menghentikan motor tak jauh dari Daren berada. Ia menghampiri Darren dan membungkukkan badan menunjukkan rasa hormat. Lalu lelaki itu memberikan kunci motor yang ia pakai kepada Darren.
“Katakan kepada ‘Es Ei’ untuk menyiapkan dokumen pemindahan rekening perusahaan menjadi tunggal dan atas namaku. Aku juga ingin ia mengambil alih rekening kedua perusahaan dan menyelidiki semua transaksi di rekening itu!”
“Baik Tuan!”
Ucapan Darren terdengar tegas. Ucapan itu langsung ditanggapi penuh hormat oleh lelaki yang baru datang tadi. Lalu, Darren meninggalkan tempat itu dengan motor bututnya. Ia kembali ke apartemen sederhananya sebagai seorang Kemal Halim.
Keesokan harinya, Keisha datang di kantor Pusat Anugerah Langit Corporation. Ia menyempatkan diri menyapa Darren yang saat itu menyamar menjadi satpam. Setelah berbicara sebentar, Keisha di arahkan menemui Manajer SDM perusahaan.
Keisha langsung bertemu dengan sang Manajer. Ia menyerahkan berkas lamaran yang sudah disiapkan. Setelah membaca semua berkas, nampak Pak Heru nama manajer itu mengangguk-anggukkan kepala.
“CV yang bagus. Saya rasa anda berhak mendapat kesempatan bekerja di tempat ini. Apakah anda siap bekerja hari ini juga?” ucap Pak Heru.
Keisha terlihat sangat senang. Ia menyanggupi permintaan Pak Heru untuk langsung bekerja. Setelah melalui proses administrasi yang cukup panjang, Keisha akhirnya duduk di mejanya yang baru. Di sekelilingnya, suasana ruangan penuh dengan kesibukan, suara ketukan keyboard, dan bisikan rekan-rekan kerja yang tampak serius. Ruangan Departemen Keuangan sebagai staf yang dipercayakan kepadanya.
Tak lama kemudian, seorang lelaki paruh baya dengan penampilan rapi, berusia sekitar 45 tahun, memanggilnya. “Keisha, masuk ke ruangan saya sebentar,” ucap Pak Jaya, Manajer departemen keuangan, dengan nada yang tegas.
Keisha mengikuti langkah Pak Jaya menuju ruangannya. Begitu pintu tertutup, suasana langsung terasa lebih formal. Pak Jaya duduk di belakang meja kayu besar, mengamati Keisha dengan tatapan yang penuh pertanyaan.
“Selamat datang di departemen keuangan. Saya harap kamu siap untuk pekerjaan ini,” ucap Pak Jaya, tetapi nada suaranya menunjukkan sedikit ketidakpastian. “Ada sedikit yang ingin saya tanyakan.”
Keisha tersenyum, mengangguk penuh hormat. “Pertanyaan apa itu pak?” jawabnya.
“Aku tidak mengerti bagaimana bisa kamu langsung ditempatkan di sini? Ini posisi yang cukup penting, dan saya tidak melihat pengalaman kerja yang mencukupi di latar belakangmu.”
Keisha merasakan gelombang ketegangan menghantam. “Saya sendiri tidak mengerti pak. Saya hanya mengikuti saran seorang teman untuk melamar di perusahaan ini. Mas Kemal yang bekerja sebagai satpam di sini, Pak. Ia yang merekomendasikan saya untuk melamar,” jawabnya dengan suara tenang.
Pak Jaya menatapnya dalam-dalam, seolah berusaha mencari tahu kebenaran di balik perkataannya. Ia memang sudah menyelidiki latar belakang Keisha dan tidak menemukan informasi apapun yang menunjukkan gadis itu memiliki relasi dengan orang-orang penting di perusahaan ini.
“Apakah kamu benar-benar tidak tahu?”
Keisha mengangguk dengan mantap. “Saya sama sekali tidak mengetahui.”
Sikap tulusnya tampaknya bisa sedikit melunakkan ketegangan di ruangan itu. Pak Jaya kembali memeriksa berkas-berkas di mejanya, lalu menghela napas panjang. “Baiklah, Keisha. Saya akan memberi kamu kesempatan. Tapi, saya ingin kamu ingat, di sini tidak ada tempat untuk kesalahan. Bekerja dengan teliti dan jangan ragu untuk bertanya jika kamu membutuhkan bantuan.”
“Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha sebaik mungkin,” balas Keisha, merasa sedikit lebih lega.
Setelah pertemuan itu, Keisha kembali ke mejanya, berusaha menciptakan kesan yang baik. Ia sendiri memang berkata jujur.
***
Sepekan kemudian…
“Tuan Baron, ada berita gawat!”
“Berita apa?”
Baron bersuara tegas. Ia yang sejak tadi sibuk di kantor cabang mendapat panggilan seluler dari Kepala Manajer kantor pusat. Ucapan gugup dari penelpon membuatnya sedikit cemas.
“Semua rekening keuangan perusahaan sudah dialihkan. Tuan Darren membuat rekening baru perusahaan dan mengganti yang lama. Semua transaksi perusahaan akan masuk ke rekening itu. Rekening pemilik perusahaan yang menerima laba bersih juga berganti. Kini hanya menjadi satu rekening, milik tuan Darren.”
“Apaa! Bagaimana bisa? Mengapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya?” sahut Baron membentak.
Dengan gugup Leo, sang Kepala Manajer menjelaskan bahwa semua dilakukan secara mendadak dan langsung oleh Pengacara Darren. Tidak ada yang berani protes, karena hal itu memang sepenuhnya menjadi hak pemilik perusahaan.
“Hmmm… anak itu benar-benar merepotkan. Tidak kusangka cukup pintar. Tapi rekening kedua itu tidak akan bisa ia ambil alih. Di sana cukup banyak uang tersimpan!” ucap Baron dengan nada penuh kemenangan.
“Ti-tidak Tuan Baron. Rekening itu juga sudah diambil alih, kita tidak bisa mengaksesnya lagi…”
Wajah Baron nampak berubah menjadi tegang.
Braakkkkk!
“Bedebah!” umpatnya sambil menggebrak meja. “Berani sekali anak itu! Ia telah mengibarkan bendera perang kepadaku! Akan kubuat ia bernasib sama dengan ayahnya…,” ucapnya dengan tatapan amarah sambil menutup teleponnya.
Suasana kantor pusat Anugerah Langit Corporation yang biasanya sibuk dan dinamis berubah menjadi tegang ketika sebuah mobil polisi terparkir di halaman. Karyawan-karyawan yang sedang menikmati istirahat siang mereka segera berhenti, menatap ke arah mobil dengan rasa ingin tahu yang menyelimuti. Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar di antara mereka, menciptakan suasana yang tidak nyaman.Pak Leo, Kepala Manajer perusahaan yang terkenal perfeksionis, kini terlihat berantakan. Ia berdiri di depan pintu masuk kantor dengan tangan terborgol, wajahnya menunjukkan kombinasi antara ketidakpercayaan dan kemarahan. Seorang polisi muda, dengan nada tegas, berusaha menjelaskan situasi kepada Leo.“Pak Leo, kami memiliki bukti yang cukup kuat mengenai dugaan penggelapan dana perusahaan yang Anda lakukan. Kami perlu membawa Anda untuk proses lebih lanjut,” ucap polisi itu, sambil menatap langsung ke arah Leo. Ia juga menunjukkan surat penangkapan resmi kepolisian untuk Leo.“Tunggu sebentar! Ini s
Seorang pemuda berwajah tampan melangkah tenang memasuki halaman kantor megah yang bertuliskan "Anugerah Langit Corporation." Dengan seragam satpam yang tampak biasa saja, tak ada yang istimewa kecuali wajah tampannya. Wajahnya yang bersih dan terawat tampak tak selaras dengan seragam satpam yang ia kenakan. Di atas saku seragamnya tertera nama "Kemal Halim." Namun, tidak ada yang tahu, di balik penampilan sederhana itu, tersembunyi sosok yang sangat penting yang bisa mengguncang perusahaan ini dari dalam.Begitu sampai, ia menyadari betapa cepatnya para karyawan berdatangan ke kantor tersebut. Mereka sibuk berjalan tanpa meliriknya sedikit pun, seolah kehadirannya tidak berarti. Beberapa dari mereka bahkan melemparkan komentar sinis ketika melintas di dekatnya.“Satpam baru, ya? Wajahnya lumayan. Tapi aku ragu apa dia mampu bertahan, atau sama saja seperti satpam-satpam sebelumnya,” salah seorang karyawan berkata dengan nada mengejek, diikuti tawa kecil dari rekannya.Nama aslinya Da
Sebuah Apartemen sederhana berdiri kokoh di sudut ibukota. Sebuah tempat yang dipilih Darren untuk menjadi tempat tinggalnya sementara. Memang sudah satu pekan lebih ia kembali ke tanah air, dari negara tempat ia menempuh pendidikan S3 nya. Ada sesuatu yang membuatnya enggan untuk kembali ke rumah. Rumah yang membersamainya tumbuh dikala masih anak-anak dulu.Sebuah insiden pernah terjadi ketika ia masih berusia sebelas tahun. Darren kehilangan kakak perempuannya. Sang kakak tewas jatuh dari tingkat tiga rumahnya akibat sebuah kecelakaan. Dan semua orang menyalahkan Darren, sementara yang ia tahu itu adalah kecerobohan ibunya.Nada dering panggilan telepon berbunyi dari Handphone milik Darren. Ia tidak langsung memeriksanya, hanya melihat siapa nama pemanggil. Layar Handphone nya menunjukkan panggilan itu dari kontak yang diberikan nama ‘Ibu’.Dua panggilan berlalu begitu saja. Ia memang sengaja mengabaikannya. Sampai akhirnya notifikasi lain masuk, yang membuat perhatiannya sedikit
Darren menunggu dengan tenang di pos keamanan, memperhatikan Baron yang baru saja melangkah masuk ke kantor dengan percaya diri. Arogan, seperti biasanya, pikirnya. Senyum tipis melintas di wajah Darren saat melihat Baron, yang sama sekali tidak menyadari bahwa gerak-geriknya sudah dipantau. Darren menunggu beberapa detik hingga Baron benar-benar masuk ke ruangannya dan memastikan tak ada karyawan lain yang berkeliaran di sekitar.Setelah suasana cukup sepi, Darren bergerak. Ia merogoh sakunya, mengambil telepon genggam. Jari-jarinya menari cepat di layar, lalu menghentikan pilihannya pada sebuah kontak yang tertulis ‘Spy Eye’. beberapa saat kemudian, sambungan tersambung."Es Ei," suara Darren terdengar rendah, tapi tegas. "Aku ingin kau pantau apa yang dilakukan Baron di kantor ini lewat CCTV. Aku juga sudah memasang beberapa mini spy cam di lokasi-lokasi penting. Semua sudah terkoneksi pada akun yang aku berikan."Telepon di tangan Darren hening sesaat, hanya suara napas tenang di