Share

Bab 4. Langkah Awal yang Mengejutkan

Darren merasa denyut jantungnya meningkat saat mendengar jawaban Bu Vina. “Ke rekening Ayahku?” tanyanya, memastikan. Bu Vina mengangguk menanggapi. “Aku rasa itu tidak mungkin. Semua rekening ayah sudah dipindahnamakan kepadaku. Segala sesuatu berkenaan dengan perusahaan saat ini semuanya dialihkan padaku.”

Bu Vina menatap Darren dengan penuh kebingungan. “Tapi laporan keuangan menunjukkan aliran dana yang menuju ke rekening ayahmu. Laba perusahaan dibagi menjadi dua, enam puluh persen dan empat puluh persen. Keduanya rekening atas nama Tuan Harison.”

Darren merasakan kegelisahan. “Jika semua sudah dialihkan kepadaku, bagaimana mungkin dana itu masih mengalir ke rekening Ayah? Ada sesuatu yang tidak beres di sini, Bu Vina. Itu artinya pendapatan bersih perusahaan bukan hanya mengalir kepadaku, tapi juga ke rekening itu.”

Di luar, petir menggelegar dan hujan mulai turun deras, suara gemuruhnya seolah mencerminkan ketegangan yang menyelimuti mereka. Suasana di dalam restoran menjadi sedikit mencekam. 

Sebuah notifikasi masuk ke telepon genggam Darren. Ia memeriksanya. Ada pesan dari Keisha masuk. ‘Mas besok aku akan mengantar lamaran. Do’a kan semua berjalan lancar!’

Wajah Darren sedikit berubah. Ia baru sadar nomor telepon yang ia berikan kepada Keisha ternyata nomor pribadinya sebagai Darren. Sempat ada perasaan khawatir, namun itu hanya sesaat lalu semua berlalu, dan Darren terpikir sebuah rencana.

“Bu Vina, untuk masalah rekening kedua itu biar aku yang mengurusnya. Aku ingin kau bantu aku memasukkan salah satu kenalanku bekerja di perusahaan pusat. Aku tidak ingin orang-orang perusahaan tahu, dia aku yang merekomendasikan. Bahkan akan lebih baik, orang juga tidak tahu kau membantunya,” 

“Baik Mas Darren. Akan aku atur semuanya!”

Setelah pembicaraan terakhir itu, keduanya menikmati makanan yang mereka pesan. Tak lama kemudian keduanya meninggalkan tempat itu. Darren melaju dengan mobil mewahnya bersama seorang supir ke jalan yang cukup sepi. Ia terlihat menghubungi seseorang melalui telepon selulernya.

“Pak, berhenti di sini saja!” ucap Darren.

Mobil berhenti. Kemudian dengan tergesa-gesa supir itu keluar mobil lalu membukakan pintu untuk Darren. Pemuda itu mengucapkan terima kasih sambil keluar dari mobil.

Tak lama kemudian seorang lelaki gagah berpakaian serba hitam dengan jaket kulit sebagai atasannya. Ia mengenakan kacamata hitam membuat kesan gagah bertambah kuat. Wajahnya menunjukkan kekerasan sikap. Ia menggunakan motor butut yang biasa dipakai Darren.

Lelaki itu menghentikan motor tak jauh dari Daren berada. Ia menghampiri Darren dan membungkukkan badan menunjukkan rasa hormat. Lalu lelaki itu memberikan kunci motor yang ia pakai kepada Darren.

“Katakan kepada ‘Es Ei’ untuk menyiapkan dokumen pemindahan rekening perusahaan menjadi tunggal dan atas namaku. Aku juga ingin ia mengambil alih rekening kedua perusahaan dan menyelidiki semua transaksi di rekening itu!”

“Baik Tuan!”

Ucapan Darren terdengar tegas. Ucapan itu langsung ditanggapi penuh hormat oleh lelaki yang baru datang tadi. Lalu, Darren meninggalkan tempat itu dengan motor bututnya. Ia kembali ke apartemen sederhananya sebagai seorang Kemal Halim.

Keesokan harinya, Keisha datang di kantor Pusat Anugerah Langit Corporation. Ia menyempatkan diri menyapa Darren yang saat itu menyamar menjadi satpam. Setelah berbicara sebentar, Keisha di arahkan menemui Manajer SDM perusahaan.

Keisha langsung bertemu dengan sang Manajer. Ia menyerahkan berkas lamaran yang sudah disiapkan. Setelah membaca semua berkas, nampak Pak Heru nama manajer itu mengangguk-anggukkan kepala.

“CV yang bagus. Saya rasa anda berhak mendapat kesempatan bekerja di tempat ini. Apakah anda siap bekerja hari ini juga?” ucap Pak Heru.

Keisha terlihat sangat senang. Ia menyanggupi permintaan Pak Heru untuk langsung bekerja. Setelah melalui proses administrasi yang cukup panjang, Keisha akhirnya duduk di mejanya yang baru. Di sekelilingnya, suasana ruangan penuh dengan kesibukan, suara ketukan keyboard, dan bisikan rekan-rekan kerja yang tampak serius. Ruangan Departemen Keuangan sebagai staf yang dipercayakan kepadanya.

Tak lama kemudian, seorang lelaki paruh baya dengan penampilan rapi, berusia sekitar 45 tahun, memanggilnya. “Keisha, masuk ke ruangan saya sebentar,” ucap Pak Jaya, Manajer departemen keuangan, dengan nada yang tegas.

Keisha mengikuti langkah Pak Jaya menuju ruangannya. Begitu pintu tertutup, suasana langsung terasa lebih formal. Pak Jaya duduk di belakang meja kayu besar, mengamati Keisha dengan tatapan yang penuh pertanyaan.

“Selamat datang di departemen keuangan. Saya harap kamu siap untuk pekerjaan ini,” ucap Pak Jaya, tetapi nada suaranya menunjukkan sedikit ketidakpastian. “Ada sedikit yang ingin saya tanyakan.”

Keisha tersenyum, mengangguk penuh hormat. “Pertanyaan apa itu pak?” jawabnya.

“Aku tidak mengerti bagaimana bisa kamu langsung ditempatkan di sini? Ini posisi yang cukup penting, dan saya tidak melihat pengalaman kerja yang mencukupi di latar belakangmu.”

Keisha merasakan gelombang ketegangan menghantam. “Saya sendiri tidak mengerti pak. Saya hanya mengikuti saran seorang teman untuk melamar di perusahaan ini. Mas Kemal yang bekerja sebagai satpam di sini, Pak. Ia yang merekomendasikan saya untuk melamar,” jawabnya dengan suara tenang.

Pak Jaya menatapnya dalam-dalam, seolah berusaha mencari tahu kebenaran di balik perkataannya. Ia memang sudah menyelidiki latar belakang Keisha dan  tidak menemukan informasi apapun yang menunjukkan gadis itu memiliki relasi dengan orang-orang penting di perusahaan ini. 

“Apakah kamu benar-benar tidak tahu?”

Keisha mengangguk dengan mantap. “Saya sama sekali tidak mengetahui.”

Sikap tulusnya tampaknya bisa sedikit melunakkan ketegangan di ruangan itu. Pak Jaya kembali memeriksa berkas-berkas di mejanya, lalu menghela napas panjang. “Baiklah, Keisha. Saya akan memberi kamu kesempatan. Tapi, saya ingin kamu ingat, di sini tidak ada tempat untuk kesalahan. Bekerja dengan teliti dan jangan ragu untuk bertanya jika kamu membutuhkan bantuan.”

“Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha sebaik mungkin,” balas Keisha, merasa sedikit lebih lega.

Setelah pertemuan itu, Keisha kembali ke mejanya, berusaha menciptakan kesan yang baik. Ia sendiri memang berkata jujur.

***

Sepekan kemudian…

“Tuan Baron, ada berita gawat!”

“Berita apa?”

Baron bersuara tegas. Ia yang sejak tadi sibuk di kantor cabang mendapat panggilan seluler dari Kepala Manajer kantor pusat. Ucapan gugup dari penelpon membuatnya sedikit cemas.

“Semua rekening keuangan perusahaan sudah dialihkan. Tuan Darren membuat rekening baru perusahaan dan mengganti yang lama. Semua transaksi perusahaan akan masuk ke rekening itu. Rekening pemilik perusahaan yang menerima laba bersih juga berganti. Kini hanya menjadi satu rekening, milik tuan Darren.”

“Apaa! Bagaimana bisa? Mengapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya?” sahut Baron membentak.

Dengan gugup Leo, sang Kepala Manajer menjelaskan bahwa semua dilakukan secara mendadak dan langsung oleh Pengacara Darren. Tidak ada yang berani protes, karena hal itu memang sepenuhnya menjadi hak pemilik perusahaan.

“Hmmm… anak itu benar-benar merepotkan. Tidak kusangka cukup pintar. Tapi rekening kedua itu tidak akan bisa ia ambil alih. Di sana cukup banyak uang tersimpan!” ucap Baron dengan nada penuh kemenangan.

“Ti-tidak Tuan Baron. Rekening itu juga sudah diambil alih, kita tidak bisa mengaksesnya lagi…”

Wajah Baron nampak berubah menjadi tegang. 

Braakkkkk!

“Bedebah!” umpatnya sambil menggebrak meja. “Berani sekali anak itu! Ia telah mengibarkan bendera perang kepadaku! Akan kubuat ia bernasib sama dengan ayahnya…,” ucapnya dengan tatapan amarah sambil menutup teleponnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status