Sepasang manusia baru saja memasuki pintu kaca sebuah bangunan yang sangat tinggi. Hampir-hampir membuat semua orang seketika tersenyum ramah kepada dua orang ini. Keduanya menggunakan setelan dan membawa koper di tangan. Mereka dengan jelas menampakkan diri bahwa mereka adalah pebisnis dan terlihat sangat elegan. Menunjukkan bahwa mereka memiliki posisi penting dalam perusahaan. Keduanya juga memiliki aura yang sangat ramah sehingga membuat semua orang menyapa bahkan kepada staff kebersihan.
“Selamat pagi,” sapa petugas kebersihan yang tampak sudah lebih dari paruh baya. “Iya, pagi. Sarapan dulu ya pak!” balas satu dari kedua orang yang tampak hebat itu. “Siap ndan, habis beresin lantai satu kami mau makan.” “Bagus pak. Jaga diri ya.”
Begitulah percakapan singkat antara petugas kebersihan dan CEO perusahaan ini. Ya, orang yang baru saja bertegur sapa dengan karyawannya. Wanita berumur 29 tahun yang merupakan satu-satunya pewaris sah perusahaan dari CEO sebelumnya. Helena Prameswari, adalah satu dari sekian pebisnis muda di Jakarta. Femine selalu ada di bibir orang ketika berbicara tentang fashion dan make-up. Majalahnya memiliki penjualan nomer 1 di Indonesia dan bisnis make-up yang baru ia mulai pun melejit pesat. Adalah Madam Helena, produk yang sedang digandrungi kaum hawa. Memproduksi berbagai produk yang cocok di kulit masyarakat Indonesia dan cocok di kantong siapapun. Baik anak muda maupun ibu-ibu rumah tangga.
Tak pernah terbayang di benak Helena bahwa dia bisa menjalankan perusahaan ini. Dalam tidur pun tak berani ia memimpikannya. Namun kenyataan berkata lain. Dia adalah pewaris tunggal Fem Group, perusahaan besar yang bergerak di bidang kecantikan. Kecintaannya pada fashion dan make-up sejak dini ternyata dituruni dari ibu kandungnya yang tak pernah ia temui.
Helena kecil ternyata adalah anak korban penculikan. Namun penculik tersebut malah mati bunuh diri. Motif penculikan pun tak diketahui hingga kini. Terpisah dari keluarga kandungnya membuat Helena kecil harus tinggal di panti asuhan sampai usia remaja. Ia pun sempat terlunta-lunta hidup di jalanan. Untungnya ia bisa ditemukan berkat bakat yang tak mampu ditutupi itu.
Meskipun hanya lulusan sekolah menengah pertama, ia dengan rajin mengirim artikel-artikel tentang fashion dan berhasil menebak tren yang akan terjadi dalam waktu dekat. Sekertaris keluarga Prameswari pun mendatangi Helena muda. Ingin melihat sendiri siapakah orang berbakat tersebut. Saat sekertaris itu melihat Helena, ia sangat terkejut. Helena sangat mirip dengan nyonya besar keluarga Prameswari.
Dugaan sekertaris itu pun ternyata terbukti. Setelah Helena muda di boyong ke rumah besar. Dokter pribadi keluarga Prameswari dengan segera mencocokkan hasil DNA. Sontak, seluruh keluarga merayakan hari bersejarah itu. Untungnya, tuan besar masih hidup. Sisa hari yang dilewati tuan besar dihabiskan bersama anak satu-satunya itu. Hanya berselang dua tahun, ayah Helena menghembuskan nafas terakhirnya karena kanker darah.
Helena seketika menjadi CEO baru Fem Group di bawah pengawasan. Karena keterbatasan pendidikan, ia tak bisa menjadi pemimpin seutuhnya hingga ia benar-benar siap. Helena harus belajar mati-matian selama dua setengah tahun. Para pemegang saham dan pejabat perusahaan kemudian menyerahkan wewenang yang selayaknya dimiliki Helena ketika ia menginjak 24 tahun.
Awalnya semua orang sangsi. Apakah anak kemarin sore yang muncul entah darimana ini bisa membawa perusahaan dengan baik atau malah mengacaukannya. Ternyata, semua keraguan itu terpatahkan. Menuju tahun ke empat Helena menduduki jabatannya, ia meluncurkan brand make-up baru. Seketika Madam Helena merajai penjualan make-up baik di onlline store maupun offlihne store.
Helena sangat senang dan bangga atas pencapaiannya sendiri. Dia tak akan bisa dijuluki orang sebagai anak dengan sendok emas. Karena dia tak pernah merasakan privilege-hak istimewa sebagai anak orang kaya. Semua yang diraihnya saat ini meneruskan perjuangan ibunya dengan belajar giat dan kerja keras. Selain sebagai pemimpin perusahaan, ia juga sesekali menjadi model. Namun ia lebih suka jika menjadi pembicara di seminar atau kuliah umum. Semua universitas pun berebut jadwal kosong Helena. Sebab, Helena tak mau dibayar apabila diundang menjadi pembicara. Kita itu harus berbagi ilmu, katanya.
“Kau mau makan siang apa hari ini?”
“Aku ingin makan steak wagyu. Sudah lama aku tak makan daging karna diet.”
“Diet? sejak kapan kau diet?”
“Sejak pagi ini.”
Di balik sosok Helena yang bersinar terang, ada seorang pria yang terus mendukungnya selayaknya bayangan. Pria itu kini bersama dengan Helena, menaiki lift menuju lantai 50. Bukan sekertaris, bukan pula kekasih. Pria itu berkedudukan sebagai COO, Chief Operating Officer. Juan Nathaniel Kurniawan, 32 tahun, dijuluki sebagai pelayan setia Helena. Bahkan ada rumor jika Helena menyuruhnya terjun, ia akan melakukannya.
Meski bekerja di perusahaan ini, Juan sebenarnya tidak terlalu menyukai produk kecantikan. Namun, saat wanita itu mengajaknya untuk membuat produk baru, Juan mengangguk tanpa ragu. Tak perlu dipertanyakan lagi betapa dua orang ini saling percaya satu sama lain.
Juan dan Helena bagaikan kutub yang saling berseberangan. Apabila Helena senang disoroti lampu dan kamera, Juan lebih suka bersembunyi di balik bayangan. Jika Helena mudah terbawa emosi, Juan-lah yang akan mendengarkan keluh kesahnya dan berpikir rasional serta menemukan solusinya.
Keduanya seolah diciptakan untuk satu sama lain. Tak jarang mereka dikira sepasang kekasih, namun semua itu selalu ditepis keduanya. Saat ini mereka adalah saudara, sahabat sekaligus kolega. Namun dalamnya samudera tak ada yang tahu, begitu pula perasaan kedua orang ini yang sesungguhnya.
Ting!
Pintu lift terbuka. Keduanya melangkahkan kaki keluar dan menuju ruangan yang sama. Ketika ditanya kenapa masing-masing tak memiliki ruangan pribadi, selalu dijawab lebih efisien bekerja bersama di satu ruangan. Sebelum mereka meraih pintu ruangan, kepala asisten mereka telah membukakan pintu.
“Selamat pagi Bu Helena, Pak Juan. Saya sudah menyiapkan kopi dan roti bagel untuk sarapan.” Pria muda yang baru menginjak 23 tahun ini adalah asisten Helena dan Juan. Dia adalah pria yang manis dan lembut serta pekerja keras. Semua orang terheran-heran, manusia apakah Devan ini. Selain masih muda, sanggup melayani dua bos besar sekaligus.
“Bagel?!” pekik Helena. Satu hal yang perlu diketahui tentang wanita cantik ini yaitu adalah pemakan segala. Kecintaannya terhadap makanan tak perlu diragukan lagi. “Ha, katanya mau diet?” “Ah udahlah besok aja.”
Tak butuh waktu lama untuk Helena menghampiri sofa. Matanya berbinar ketika melihat meja yang sudah disediakan roti-roti hangat dan dua cangkir kopi. “Devan memang asisten terbaik sedunia!” Baik Devan maupun Juan hanya tersenyum melihat tingkah Helena yang seolah bertemu cinta sejatinya, makanan.
Juan tak perlu pusing memikirkan diet partner kerjanya yang sudah pasti gagal itu. Dia pun hanya menyeruput sedikit kopinya dan segera duduk di kursi kerja demi menyelesaikan pekerjaan yang menggunung. "Aku bisa mati muda jika harus menyelesaikan semua ini sendirian," gumamnya.
Sedangkan Devan sibuk menyuguhkan kue-kue lain demi memuaskan perut bosnya yang gemar makan.
Seorang wanita cantik memasuki ruangan Helena dengan santainya, sembari memamerkan senyuman manis, ia menyapa semua orang yang dia lihat di ruangan itu. “Hi Juan, Devan!” kemudian berlari kecil menuju meja satu-satunya wanita di ruangan itu. “Kak Lele!”Helena hanya menggelengkan kepala. Ini bukanlah kantor biasa, ini ruangan CEO dan COO yang artinya hanya tamu-tamu eksklusif yang bisa masuk. Tetapi wanita ini dengan santai menerobos masuk seolah ruangan ini hanyalah lobby untuk ibu-ibu sosialita menggosip. Ditambah lagi wanita itu malah memanggil sang CEO dengan panggilan sayang, Lele.Wanita cantik tersebut tak lain tak bukan adalah Celine. Setelah mencium pipi kanan dan kiri Helena, Celine segera menarik wanita yang lebih tua dua tahun tarinya itu ke sofa. “Jadi kenapa kau kesini, Lin? Mau ngancurin hariku ya?” Dua diva biasanya tak akan akur. Namun kedua wanita ini berbeda. Meski keduanya memiliki aura, personality dan mindset ya
Celine tiba di kafe yang telah dijanjikan tepat pada jam makan siang. Dia ingin makan sedikit sebelum menemui adik yang telah lama tak ditemuinya. Awalnya, Celine terkejut. Untuk pertama kalinya sang adik mengajak bertemu. Di lubuk hatinya, ia senang akhirnya ia memiliki kesempatan untuk berbaikan dengan adiknya itu.Jika boleh jujur, Celine sangat merindukan masa-masa dimana ia menghabiskan waktu dengan sang adik. Dunia model sangat keras. Sebelum mengenal Helena, ia tidak mempunyai satupun teman wanita di industri ini. Saat itulah ia benar-benar merindukan Caroline.Celine bukannya tidak tahu-menahu terkait masalah keluarga besar Lee yang sering memojokkan Caroline. Bukan juga ia tak mau membela sang adik. Ia merasa cemoohan dari orang lain itu tidak penting. Jika Caroline memahami nilai dari dirinya sendiri, ia tak perlu berkecil hati.Wanita 27 tahun itu pun mengiris waffle yang baru saja dihidangkan pelayan. Manis. Dengan hati berbunga ia menghabis
Kedua kakak beradik itu sampai di sebuah butik ternama. Dua penjaga dengan segera membukakan pintu depan berbahan kaca itu bagi dua wanita cantik tersebut. “Kak Celine?” “Lia!” Celine dengan senyuman manis pun menghampiri wanita yang menyapanya tadi.“Tumben ke butik. Biasanya minta katalog lewat whatsapp,” ujar wanita yang dipanggil Lia tadi. Lia adalah salah satu perancang busana wanita yang sudah terkenal. Meski tak setenar Reyhan, Celine sangat menyukai rancangan Lia. Baru-baru ini, santer terdengar berita bahwa Lia dan Devan memutuskan berpacaran.“Sayangnya kali ini aku belanja bukan untuk diriku sendiri,” balas Celine. “Lalu?” Celine menoleh ke arah Caroline. “Adikku. Aku butuh minimal 50 pasang baju dan sepatu yang cocok dengannya. Lalu setidaknya 20 buah tas dengan model dan warna yang mudah dimix and match kemudian..,” Celine berpikir sejenak lalu melanjutkan, “Bis
Suara ketukan heels di atas lantai marmer terdengar bergema, memenuhi sepanjang koridor vila yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan indah berharga tinggi. Siapa lagi pemilik Loubotin mahal tersebut jika bukan Celine Margaretha Lee, wanita muda berdarah campuran Indonesia-Singapura itu merupakan model, ikon fashion, brand ambassador yang dikenal dermawan.Kini, menginjak usia 27 tahun, pesonanya tampak semakin kuat. Potongan gaun Balmain putih yang dikenakannya seolah memeluk tubuh ramping Celine dengan pas. Ditambah tas tangan J’adior melengkapi penampilannya. Tak dapat dipungkiri oleh siapapun, termasuk diri Celine sendiri, bahwa dia flawless–sempurna.Meskipun memiliki tampang bak bidadari, rambut hitam legamnya yang berkilau, hidung mancung bak perosotan, eyeliner ala mata kucing serta seringainya yang ia pamerkan tak dapat menutupi auranya. Berkelas, galak, angkuh. Dia tahu bahwa dirinya terlahir untuk me