Kedua kakak beradik itu sampai di sebuah butik ternama. Dua penjaga dengan segera membukakan pintu depan berbahan kaca itu bagi dua wanita cantik tersebut. “Kak Celine?” “Lia!” Celine dengan senyuman manis pun menghampiri wanita yang menyapanya tadi.
“Tumben ke butik. Biasanya minta katalog lewat w******p,” ujar wanita yang dipanggil Lia tadi. Lia adalah salah satu perancang busana wanita yang sudah terkenal. Meski tak setenar Reyhan, Celine sangat menyukai rancangan Lia. Baru-baru ini, santer terdengar berita bahwa Lia dan Devan memutuskan berpacaran.
“Sayangnya kali ini aku belanja bukan untuk diriku sendiri,” balas Celine. “Lalu?” Celine menoleh ke arah Caroline. “Adikku. Aku butuh minimal 50 pasang baju dan sepatu yang cocok dengannya. Lalu setidaknya 20 buah tas dengan model dan warna yang mudah dimix and match kemudian..,” Celine berpikir sejenak lalu melanjutkan, “Bisa sekalian pesankan aku satu set make-upnya Helena?” Lia mengangguk.
“Perhiasan?” Celine melirik leher adiknya yang tak mengenakan apa-apa, “Berikan beberapa set untuk acara formal dan beberapa set untuk sehari-hari.” Lia tersenyum lalu menoleh kepada asisten-asistennya. “Bawa nona ini untuk diukur.” “Baik, bu.”
Lia pun mengajak Celine ke ruang tunggu. Dipersilahkannya sang supermodel untuk duduk. Segera ia menyuruh pegawainya yang lain untuk menyediakan makan kecil dan teh. “Aku tahu kau punya adik, tapi tak kusangka dia berpenampilan seburuk itu,” ujar Lia terang-terangan.
Celine tersenyum. Dibandingkan dengan adik kandungnya, ia merasa Lia lebih seperti adiknya sendiri. Lia tak pernah menyembunyikan apapun dan selalu mencoba dekat dengannya. Seolah tidak merasakan aura mengintimasi Celine. Entah gadis itu tak merasakan atau tak mempedulikan. Tapi Celine merasa lebih nyaman dengan Lia.
“Darimana kau tahu aku punya adik sebelum kau melihatnya?” tanya Celine. “Tentu saja temanmu yang ember itu. Siapa namanya? Yang sekarang bekerja menjadi asisten suamimu itu.” “Jerry?” Lia menepuk tangannya sekali, “Tepat! Sebenarnya, semu gosip yang beredar itu berasal dari Jerry. Kudengar dia banyak mengencani wanita yang berkecimpung di dunia fashion. Jadi ya, sudah pasti informasi tentangmu tersebar kemana-mana.”
Celine menghela napasnya dalam-dalam. SUdah lama ia merasa Jerry itu bukan teman, tapi musuh dalam selimut. Dia tak habis pikir, dialah yang memperkenalkan Reyhan dan Jerry sehingga keduanya menjadi teman baik. Dia juga yang membantu keluarga Jerry saat ayahnya bangkrut dan terlilit hutang.
“Ah, sudahlah. Lupakan temanmu yang brengsek itu. Bagaimana kalau melihat koleksi-koleksi terbaruku.” Celine terkekeh. Lia benar-benar seperti saudaranya sendiri. Dia mampu membaca suasana dengan cepat. “Tunjukkan aku koleksimu yang belum pernah dilihat orang.” Lia segera berdiri dan memberi penghormatan pada sang supermodel. “Siap bos!”
***
Di sebuah rumah besar di kawasan elit Jakarta, tampak para pelayan yang sedang sibuk bersiap. Rupanya, sang pemilik rumah mengabarkan akan segera pulang. Tidak butuh waktu lama, pelayan-pelayan tersebut segera menuntaskan pekerjaan mereka dan berjajar di pintu masuk, menyambut kedatangan sang tuan rumah.
Kepala pelayan berdiri paling depan, kemudian membukakan pintu besar itu untuk tuannya. Sedang dibalik pintu, sang tuan rumah baru saja keluar dari Mercedesnya. “Selamat datang Nona Celine,” sapa sang asisten. “Sudah kau siapkan kamar untuk adikku?” Kepala pelayan itu pun mengangguk.
“Tunjukkan adikku ruangannya. Siapkan apapun yang dibutuhkan,” perintah Celine. Kemudian ia menoleh pada adiknya. dan mengeluarkan sebuah kartu kredit berwarna hitam. “Gunakan semua uang yang ada disini semaumu. Jika kau perlu apa-apa, tinggal katakan pada pelayan.” Caroline menerima black card itu. Dia tak mampu menyembunyikan perasaan senangnya.
“Ingat, jangan dekati tunanganku dan jangan melakukan hal yang bisa membuatku kutendang dari sini.” Caroline memutar bola matanya, baru saja ia merasa senang. “Tch. Kau tak perlu mengancamku,” balas Caroline. Meski tidak bisa mempercayai perkataan gadis itu, Celine beranjak pergi. Dia tidak mau berdebat atau berlama-lama dengan adiknya.
Caroline yang dipandu oleh kepala pelayan, memasuki kamarnya. Ruangan itu luas dengan desain simple namun terlihat mewah. Setelah kepala pelayan pergi, Caroline mengitari kamar barunya itu. Kasur king size yang empuk, sofa mahal di depan smart TV besar, kamar mandi dan toilet yang bersih dan harum, ditambah dress room yang tak kalah luas dari kamarnya.
“Jadi begini rasanya menjadi orang kaya.” Celine melihat ruang pakaiannya dan menemukan beberapa baju casual. Lalu ia melihat black card yang ada di tangannya, “Hm, kenapa kau tidak pergi belanja sekarang?” Saat berpikir untuk pergi belanja, perutnya berbunyi. “Ah sebaiknya aku makan dulu,” ia pun bergegas keluar kamarnya dan memanggil pelayan.
***
Lia berlari tergopoh-gopoh menuju kantor Helena. “Kak!” dibukanya pintu ruangan CEO dengan kasar. Helena hanya memasang senyum datar. Setelah Celine, gadis ini adalah satu-satunya orang yang bisa berbuat kurang ajar seperti ini. “Ada apa?” tanya Helena sembari menghampiri gadis cantik berambut pendek itu.
“Kak, sudah dengar kabar baru?” Helena mengangkat sebelah alisnya. “Kabar baru? Kabar apa maksudmu?” “Adiknya kak Celine!” Helena semakin kebingungan. Ada apa sih dengan anak ini, pikirnya.
“Memang ada apa dengan adiknya Celine?” “Barusan, mereka datang ke butikku. Kak Celine memesan baju, tas, sepatu serta perhiasan untuk adiknya.” “Apa?” Helena memastikan. Takut-takut dirinya salah dengar. “Kau yakin itu adiknya Celine?” “Benar, Kak!” jawab Lia secara tegas. “Bahkan aku kesini karena kak Celine memintaku memesan produk-produkmu,” tukasnya.
Helena terdiam. Dia merasa ada yang tak beres. Ia menoleh pada rekan kerjanya yang sedang sibuk di meja kerjanya, seolah tak peduli dan tak mendengar percekapan dua wanita tersebut. “Juan, bisa kau cari tahu mengenai adiknya Celine ini? Aku punya perasaan tak enak.” Juan mengangguk. Dengan cekatan ia menelpon salah satu anak buahnya.
Helena menoleh kembali ke arah Lia. “Kalau kau bisa, dekati gadis itu. cari tahu sebanyak mungkin mengapa dia datang. Perasanku benar-benar tak enak. Tidak mungkin keluarga, seorang adik yang sudah tak ditemui bertahun-tahun tiba-tiba datang dan..," Helena berhenti sejenak.
Helena benar-benar tidak habis pikir. "Dan Celine sangat welcome?! Thats impossible. Sama sekali bukan gaya Celine.” Lia mengangguk setuju. “Tenang, aku pasti akan membantumu, Kak Helen.” Kali ini, Helena yang mengangguk.
***
Sedangkan di tempat lain, terdengar deringan sebuah telepon genggam. Pria itu pun menangkatnya, "Ya, ada apa?" Pria itu tampak menyimak baik-baik perkataan orang di seberang. "Apa? Seorang wanita muda?" tanya lagi pria itu dengan kening berkerut. Kemudian orang di seberang berbicara lagi panjang lebar. "Berikan aku fotonya. Aku sangat ingin melihatnya dan cari tahu tentang gadis itu." perintah pria tersebut.
Pria itu tersenyum menyeringai. "Aku benar-benar penasaran kenapa dia menyembunyikan gadis itu. Sebenarnya, apa yang kau sembunyikan dariku, Celine."
Tak lama terdengar suara ketukan pintu disusul sosok pria di baliknya. "Hey, boss. Representatif dari Fem Group sudah hadir. Sepertinya mereka ingin merubah sedikit perjanjian kemarin." Pria itu pun mengangguk dan merapikan penampilannya, "Jamu dia dengan baik, aku akan segera kesana menemuinya." "Baik, bos," kemudian pria itu menghilang dibalik pintu.
Pria yang dipanggil boss tadi menatap cermin di ruangannya sambil menyisir rambutnya yang terlihat sedikit berantakan. Ia bergumam, "Celine, oh Celine. Akhirnya, aku akan mengetahui kelemahanmu, sayang."
Suara ketukan heels di atas lantai marmer terdengar bergema, memenuhi sepanjang koridor vila yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan indah berharga tinggi. Siapa lagi pemilik Loubotin mahal tersebut jika bukan Celine Margaretha Lee, wanita muda berdarah campuran Indonesia-Singapura itu merupakan model, ikon fashion, brand ambassador yang dikenal dermawan.Kini, menginjak usia 27 tahun, pesonanya tampak semakin kuat. Potongan gaun Balmain putih yang dikenakannya seolah memeluk tubuh ramping Celine dengan pas. Ditambah tas tangan J’adior melengkapi penampilannya. Tak dapat dipungkiri oleh siapapun, termasuk diri Celine sendiri, bahwa dia flawless–sempurna.Meskipun memiliki tampang bak bidadari, rambut hitam legamnya yang berkilau, hidung mancung bak perosotan, eyeliner ala mata kucing serta seringainya yang ia pamerkan tak dapat menutupi auranya. Berkelas, galak, angkuh. Dia tahu bahwa dirinya terlahir untuk me
Sepasang manusia baru saja memasuki pintu kaca sebuah bangunan yang sangat tinggi. Hampir-hampir membuat semua orang seketika tersenyum ramah kepada dua orang ini. Keduanya menggunakan setelan dan membawa koper di tangan. Mereka dengan jelas menampakkan diri bahwa mereka adalah pebisnis dan terlihat sangat elegan. Menunjukkan bahwa mereka memiliki posisi penting dalam perusahaan. Keduanya juga memiliki aura yang sangat ramah sehingga membuat semua orang menyapa bahkan kepada staff kebersihan.“Selamat pagi,” sapa petugas kebersihan yang tampak sudah lebih dari paruh baya. “Iya, pagi. Sarapan dulu ya pak!” balas satu dari kedua orang yang tampak hebat itu. “Siap ndan, habis beresin lantai satu kami mau makan.” “Bagus pak. Jaga diri ya.”Begitulah percakapan singkat antara petugas kebersihan dan CEO perusahaan ini. Ya, orang yang baru saja bertegur sapa dengan karyawannya. Wanita berumur 29 tahun yang merupakan satu-satunya
Seorang wanita cantik memasuki ruangan Helena dengan santainya, sembari memamerkan senyuman manis, ia menyapa semua orang yang dia lihat di ruangan itu. “Hi Juan, Devan!” kemudian berlari kecil menuju meja satu-satunya wanita di ruangan itu. “Kak Lele!”Helena hanya menggelengkan kepala. Ini bukanlah kantor biasa, ini ruangan CEO dan COO yang artinya hanya tamu-tamu eksklusif yang bisa masuk. Tetapi wanita ini dengan santai menerobos masuk seolah ruangan ini hanyalah lobby untuk ibu-ibu sosialita menggosip. Ditambah lagi wanita itu malah memanggil sang CEO dengan panggilan sayang, Lele.Wanita cantik tersebut tak lain tak bukan adalah Celine. Setelah mencium pipi kanan dan kiri Helena, Celine segera menarik wanita yang lebih tua dua tahun tarinya itu ke sofa. “Jadi kenapa kau kesini, Lin? Mau ngancurin hariku ya?” Dua diva biasanya tak akan akur. Namun kedua wanita ini berbeda. Meski keduanya memiliki aura, personality dan mindset ya
Celine tiba di kafe yang telah dijanjikan tepat pada jam makan siang. Dia ingin makan sedikit sebelum menemui adik yang telah lama tak ditemuinya. Awalnya, Celine terkejut. Untuk pertama kalinya sang adik mengajak bertemu. Di lubuk hatinya, ia senang akhirnya ia memiliki kesempatan untuk berbaikan dengan adiknya itu.Jika boleh jujur, Celine sangat merindukan masa-masa dimana ia menghabiskan waktu dengan sang adik. Dunia model sangat keras. Sebelum mengenal Helena, ia tidak mempunyai satupun teman wanita di industri ini. Saat itulah ia benar-benar merindukan Caroline.Celine bukannya tidak tahu-menahu terkait masalah keluarga besar Lee yang sering memojokkan Caroline. Bukan juga ia tak mau membela sang adik. Ia merasa cemoohan dari orang lain itu tidak penting. Jika Caroline memahami nilai dari dirinya sendiri, ia tak perlu berkecil hati.Wanita 27 tahun itu pun mengiris waffle yang baru saja dihidangkan pelayan. Manis. Dengan hati berbunga ia menghabis