RAHASIA TOGONG OLOYOMATEDua pasang kaki itu mencetak jejak yang terukir sempurna diatas pasir. Ella berhenti, memandangi hamparan lautan yang menyapa didepannya. Pohon pohon kelapa tanpa buah melambai lambai di tiup angin sore yang mulai berganti senja.Perahu perahu nelayan dipermainkan ombak yang tenang. Teduh sekali."Disebelah sana!" suara Juan menyentakkan gadis itu dari alam pikirannya sendiri. Dia berpaling dan melihat Juan sedang melangkah ke ujung pantai sebelah utara.Dari tempatnya berdiri Ella dapat melihat jejeran karang yang menjulang kokoh disana. Tanpa tunggu lebih lama gadis semampai ini segera melangkah mengikuti Juan.Batu batu karang itu berbaris menjorok ke laut, dengan ketinggian beragam.Ella memandangi sesaat dan kemudian berpaling pada Juan. pemuda itu paham maksud gadis itu. Tangannya terangkat menunjuk."Karang paling tinggi itu..."Ella mengangguk, sesaat kemudian dia sudah memanjat naik ke atas puncak batu karang yang paling tinggi. Juan menyusulnya. Dua
Juan pamit pulang begitu usai mengantarkan Ella ke rumah neneknya. Joshua berkata akan menyusulnya nanti. Lepas kepergian Juan, Ella dan Joshua terdiam tanpa bicara beberapa saat."Kau ceroboh." itu adalah kalimat pertama yang dikeluarkan Joshua. Mereka duduk berhadapan di ruang tamu, terpisah sebuah meja kayu jati yang telah gugus di tepiannya. Nenek Ella sedang menjahit di ruang tengah. Hanya suara mesin jahitnya yang terdengar.Ella mengusap puncak hidungnya dan menyadarkan punggungnya ke kursi dengan wajah tanpa rasa bersalah sama sekali. "Maksudmu? Aku kurang hati-hati dalam mempertimbangkan segala sesuatu?""Jika aku tidak menyela tadi, kau tentu sudah membuka identitasmu pada Juan. Padahal dia masih tetap orang asing...""Aku tahu apa yang aku lakukan." "Pantaslah Mr. Yubatan mengirimku untuk menyusulmu..."Ella menatap tajam pada pemuda itu. Kali ini dia melihat ekspresi serius tergambar di wajah Joshua yang biasanya penuh guyonan."Ayolah, Jos. Jangan ikut ikutan menyebalk
RAHASIA TOGONG OLOYOMATE"Seseorang ditemukan meninggal!"Ella mengangkat wajahnya, memperhatikan paras pria yang duduk bersebrangan meja dengannya. Lelaki itu memiliki warna muka pucat, tirus, dengan garis bibir yang hampir selalu ditekuk, membuat siapapun tidak nyaman memandangnya."Kemarin sore, di Desa Alasan. Seorang pria bernama Ken, 47 tahun.""Penyebab kematian?" tanya Ella."Belum sempat di otopsi, jenazahnya sudah dikuburkan. Dia ditemukan di tepi pantai, diatas pasir dengan keadaan menelungkup dan tidak bernyawa.""Apa keluarganya menuntut?""Dia seorang duda, hidup sendirian. Menurut informasi, keluarganya tidak terlalu memusingkan penyebab kematian pria malang itu...""Lalu?"Pria itu melemparkan lembaran kertas diatas meja, tepat di depan Ella. Wajahnya datar. "Selidiki penyebab kematiannya, dan apa yang membuatnya tewas sedemikian rupa!"Kedua alis Ella bertaut. Pria ini benar benar menjengkelkan. "Bukankah bapak bilang keluarga korban tidak mempermasalahkannya?""Aku
Pagi itu Ella menginjakkan kaki kembali di desa neneknya, desa yang sudah tidak pernah dikunjunginya kurang lebih selama 16 tahun. Tak begitu banyak perubahan yang berarti. Semua masih tampak sama, kecuali jalanan desa yang sudah di labur aspal.Sepeda motornya di masukkan ke halaman rumah sang nenek. Perempuan tua itu muncul di ambang pintu. Matanya menyipit, berusaha mengenali siapa adanya yang datang.Gadis itu menyeret tasnya dan mengucap salam. Neneknya masih terpaku bingung. "Ella?" desisnya, ragu ragu."Iya, Nek." Balasnya cucunya sambil meraih tangan keriput itu dan menciumnya."Sendirian kemari?" tanya sang nenek dengan raut wajah berubah sumringah. "Iya, Nek. Ibu dan Ayah belum sempat kemari.""Baru dua minggu lalu orangtuamu berkunjung, Sayang." sahut neneknya sambil menuntun cucunya masuk ke dalam."Kamu mau menginap? Aku senang sekali," sambungnya melihat tas pakaian yang ditenteng cucunya.Ela mengangguk sambil mengedarkan pandang, mendapati ruang tamu yang sama klasikn
"Kau sedang memikirkan sesuatu tampaknya." suara Juan menyentakkan Ella dari lamunannya.Gadis itu mengangkat bahu. "Aku hanya bingung saja. Orang sini masih percaya kutukan ya?""Begitulah, El. Kita itu orang desa. Dan kau tahu kan, desa itu kuat dengan takhayul, hal hal keramat, dan lain sebagainya...""Ayolah. Ini sudah tahun 2020!" Ella mengusap puncak hidungnya. "Masih jauhkah rumah Kades itu?""Tidak lagi. Sehabis rumah cat biru itu, kita akan sampai. Sebelah sana, yang ada pohon mangga didepannya." jawab Juan.Si gadis tak bertanya lagi. Tak sampai lima menit mereka pun tiba di depan sebuah rumah besar sederhana, bercat putih dengan pentras yang cukup luas.Seorang pria separuh abad yang merupakan orang nomor satu di Alasan itu sedang duduk bersantai dengan 2 orang lelaki berpakaian rapi di beranda rumah. Sebuah mobil sedan terparkir di depan , mungkin milik tamu tamu itu karna setahu Juan, Kades tidak memiliki mobil. Ella dan Juan memasuki halaman rumah tepat saat kedua tamu l
Juan pamit pulang begitu usai mengantarkan Ella ke rumah neneknya. Joshua berkata akan menyusulnya nanti. Lepas kepergian Juan, Ella dan Joshua terdiam tanpa bicara beberapa saat."Kau ceroboh." itu adalah kalimat pertama yang dikeluarkan Joshua. Mereka duduk berhadapan di ruang tamu, terpisah sebuah meja kayu jati yang telah gugus di tepiannya. Nenek Ella sedang menjahit di ruang tengah. Hanya suara mesin jahitnya yang terdengar.Ella mengusap puncak hidungnya dan menyadarkan punggungnya ke kursi dengan wajah tanpa rasa bersalah sama sekali. "Maksudmu? Aku kurang hati-hati dalam mempertimbangkan segala sesuatu?""Jika aku tidak menyela tadi, kau tentu sudah membuka identitasmu pada Juan. Padahal dia masih tetap orang asing...""Aku tahu apa yang aku lakukan." "Pantaslah Mr. Yubatan mengirimku untuk menyusulmu..."Ella menatap tajam pada pemuda itu. Kali ini dia melihat ekspresi serius tergambar di wajah Joshua yang biasanya penuh guyonan."Ayolah, Jos. Jangan ikut ikutan menyebalk
RAHASIA TOGONG OLOYOMATEDua pasang kaki itu mencetak jejak yang terukir sempurna diatas pasir. Ella berhenti, memandangi hamparan lautan yang menyapa didepannya. Pohon pohon kelapa tanpa buah melambai lambai di tiup angin sore yang mulai berganti senja.Perahu perahu nelayan dipermainkan ombak yang tenang. Teduh sekali."Disebelah sana!" suara Juan menyentakkan gadis itu dari alam pikirannya sendiri. Dia berpaling dan melihat Juan sedang melangkah ke ujung pantai sebelah utara.Dari tempatnya berdiri Ella dapat melihat jejeran karang yang menjulang kokoh disana. Tanpa tunggu lebih lama gadis semampai ini segera melangkah mengikuti Juan.Batu batu karang itu berbaris menjorok ke laut, dengan ketinggian beragam.Ella memandangi sesaat dan kemudian berpaling pada Juan. pemuda itu paham maksud gadis itu. Tangannya terangkat menunjuk."Karang paling tinggi itu..."Ella mengangguk, sesaat kemudian dia sudah memanjat naik ke atas puncak batu karang yang paling tinggi. Juan menyusulnya. Dua
Ella sedang menyapu di pentras rumah neneknya ketika sebuah sepeda motor berhenti didepan rumah. Seperti segulung angin, tahu tahu seorang pemuda tanggung berambut panjang menjela pundak telah berdiri di beranda rumah, sambil menenteng tas ranselnya."Hallo!" sapanya ceria.Ella membelalakan matanya. "Apa yang kau lakukan disini?!""Memangnya tidak boleh?" pemuda itu tertawa lepas, sambil menyibakkan rambut gondrongnya ke samping.Ella membanting sapunya dengan jengkel. "Pak Tua itu tidak mempercayaiku rupanya, dan masih mengirimmu kemari!""Tanyakan padanya nanti. Aku hanya menjalankan apa yang diminta. Ngomong ngomong desa ini asri juga ya, aku tidak sabar untuk jalan jalan..."Pletakkk!"Wadaw!" Pemuda gondrong itu memekik saat Ella menjitak jidatnya tanpa peringatan. "Jangan membuat kekacauan. Ingat tugasmu apa disini!" cetus si gadis. "Jangan galak galak, Nona. Aku juga tak bakalan sudi kemari kalau bukan Mr. Yubatan yang mengutusku." ujar si pria gondrong sambil menghempaskan
"Kau sedang memikirkan sesuatu tampaknya." suara Juan menyentakkan Ella dari lamunannya.Gadis itu mengangkat bahu. "Aku hanya bingung saja. Orang sini masih percaya kutukan ya?""Begitulah, El. Kita itu orang desa. Dan kau tahu kan, desa itu kuat dengan takhayul, hal hal keramat, dan lain sebagainya...""Ayolah. Ini sudah tahun 2020!" Ella mengusap puncak hidungnya. "Masih jauhkah rumah Kades itu?""Tidak lagi. Sehabis rumah cat biru itu, kita akan sampai. Sebelah sana, yang ada pohon mangga didepannya." jawab Juan.Si gadis tak bertanya lagi. Tak sampai lima menit mereka pun tiba di depan sebuah rumah besar sederhana, bercat putih dengan pentras yang cukup luas.Seorang pria separuh abad yang merupakan orang nomor satu di Alasan itu sedang duduk bersantai dengan 2 orang lelaki berpakaian rapi di beranda rumah. Sebuah mobil sedan terparkir di depan , mungkin milik tamu tamu itu karna setahu Juan, Kades tidak memiliki mobil. Ella dan Juan memasuki halaman rumah tepat saat kedua tamu l
Pagi itu Ella menginjakkan kaki kembali di desa neneknya, desa yang sudah tidak pernah dikunjunginya kurang lebih selama 16 tahun. Tak begitu banyak perubahan yang berarti. Semua masih tampak sama, kecuali jalanan desa yang sudah di labur aspal.Sepeda motornya di masukkan ke halaman rumah sang nenek. Perempuan tua itu muncul di ambang pintu. Matanya menyipit, berusaha mengenali siapa adanya yang datang.Gadis itu menyeret tasnya dan mengucap salam. Neneknya masih terpaku bingung. "Ella?" desisnya, ragu ragu."Iya, Nek." Balasnya cucunya sambil meraih tangan keriput itu dan menciumnya."Sendirian kemari?" tanya sang nenek dengan raut wajah berubah sumringah. "Iya, Nek. Ibu dan Ayah belum sempat kemari.""Baru dua minggu lalu orangtuamu berkunjung, Sayang." sahut neneknya sambil menuntun cucunya masuk ke dalam."Kamu mau menginap? Aku senang sekali," sambungnya melihat tas pakaian yang ditenteng cucunya.Ela mengangguk sambil mengedarkan pandang, mendapati ruang tamu yang sama klasikn
RAHASIA TOGONG OLOYOMATE"Seseorang ditemukan meninggal!"Ella mengangkat wajahnya, memperhatikan paras pria yang duduk bersebrangan meja dengannya. Lelaki itu memiliki warna muka pucat, tirus, dengan garis bibir yang hampir selalu ditekuk, membuat siapapun tidak nyaman memandangnya."Kemarin sore, di Desa Alasan. Seorang pria bernama Ken, 47 tahun.""Penyebab kematian?" tanya Ella."Belum sempat di otopsi, jenazahnya sudah dikuburkan. Dia ditemukan di tepi pantai, diatas pasir dengan keadaan menelungkup dan tidak bernyawa.""Apa keluarganya menuntut?""Dia seorang duda, hidup sendirian. Menurut informasi, keluarganya tidak terlalu memusingkan penyebab kematian pria malang itu...""Lalu?"Pria itu melemparkan lembaran kertas diatas meja, tepat di depan Ella. Wajahnya datar. "Selidiki penyebab kematiannya, dan apa yang membuatnya tewas sedemikian rupa!"Kedua alis Ella bertaut. Pria ini benar benar menjengkelkan. "Bukankah bapak bilang keluarga korban tidak mempermasalahkannya?""Aku