"Bisa dibilang setara sama ketua umum, selama ini kalau ada masalah apapun juga mereka selalu diskusi bareng gue dulu sebelum rapat sama anggota lainnya," jawab Caca dengan tenang.
"MALING! WOY BERHENTI LO!"
Sontak keempat gadis cantik itu menoleh ke sumber suara. Rion berteriak pada seorang laki-laki bertubuh gempal yang saat ini hendak melewati mereka.
Yakin bahwa orang itu yang diteriaki maling, Caca langsung melempar ponselnya hingga tepat mengenai perut orang tersebut.
Hampir saja orang itu kabur, namun Caca segera melempar kursi ke depannya.
"Si*lan!" Maki orang tersebut, dengan tergesa dia hendak memukul Caca.
Namun yang terjadi justru sebaliknya. Baru beberapa pukulan, orang itu telah berhasil dilumpuhkan.
"Anj*ng! Mana kalung gue?!" Bentak Rion dengan tangan mencari-cari barang yang dicuri.
Setelah ketemu, beberapa anggota UKS membawa orang yang sudah babak belur tersebut ke kantor polisi.
"Thanks, God." R
Caca tiba di rumah tepat setelah azan isya. Dia bergegas mandi. Setelah selesai gadis itu langsung berganti pakaian santai dan duduk menghadap ponsel sambil memegang gitar."Hai guys, kayaknya udah lama gue nggak live IG ya?," ucapnya setelah menyalakan kamera.Baru beberapa menit tapi penontonnya sudah mencapai puluhan ribu."Sebenernya gue capek sih karna baru pulang, tapi ... gue juga kangen kalian. Kangen dunia tipu-tipu hahaha ...," ujarnya diakhiri tawa ringan."Oh iya, malam ini gue pengen nyanyi, tapi bingung mau nyanyi apa. Ada yang mau request gak?"You are the reason dong, Kak. @AizamayaAdmesh, jangan lupakan aku. @RizkyIf the world was ending dong. @Zia_00Caca mengangguk-angguk."Ini malam minggu tapi kelihatannya kalian pada galau ya? Em ... sorry, tapi gue pilih komentar yang pertama ya, bentar pindah ke piano dulu," ucapnya kemudian berdiri dan membawa ponselnya ke arah piano berwarna putih
Tiba-tiba muncul Dafa dari arah samping, kedua laki-laki berwajah serupa disana menatapnya dengan pandangan tidak suka. Tanpa malu-malu dia mengambil sosis bakar yang berada di piring Caca lalu memakannya. "Ngapain lo kesini?" Tanya Gara dengan ketus. Dia segera mengamankan makanan adiknya. Kalau mau biar Dafa buat sendiri, enak saja dia yang masak tapi laki-laki itu yang makan. "Suka-suka gue, sama tetangga sendiri aja pelit," balas pemuda berkaos putih itu setelah mendengus kesal. Caca diam saja, mulutnya sibuk mengunyah udang yang baru diberikan Arga. "Minta dong, Ca," pinta Dafa dengan bibir manyun. Gadis itu tak menggubris. "Pelit lo semua," dengus Dafa seraya mengambil jagung mentah dan sepiring daging sapi mentah lalu berjalan ke arah Arga. Kalau minta yang matang tidak boleh maka dia akan memanggang sendiri sebanyak mungkin. "Diundang kagak, disuruh makan juga nggak, main nyelonong aja," si
"Ini dipisah kan, Bun?" Tanya Caca setelah memecah semua telur ke dalam mangkok. Walau sering membuat kue tapi tetap saat ini dia harus bertanya, soalnya kalau salah 'kan sayang semua bahannya, posisinya juga hanya membantu. Fenti yang sedang menuang tepung pada campuran susu dan minyak menoleh padanya, "iya, habis itu jangan lupa dikasih gula," ucapnya. Caca mengangguk, lantas melakukan apa yang wanita paruh baya itu anjurkan. Caca lalu mengocok putih telur dan gula hingga mengembang. "Udah, Bun," ucapnya. Fenti mengangguk, kemudian mencampurkannya dengan adonan yang telah dia buat. Diaduk hingga rata dan dimasukkan ke dalam piping bag lalu diperas diatas loyang. "Caca masukin ini ke oven ya, Bunda mau manggil Dafa dulu. Dari tadi dia belum makan," ujarnya setelah menghentakkan loyang agar adonan sedikit melebar. "Oke, Bun," balas Caca dengan senang hati. Sudah lebih dari 5 menit Fenti pergi, namun belum kembal
Gadis berhoodie hitam itu melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Sejak keluar dari rumah Naya, dia merasa ada yang mengikuti. Beberapa motor berwarna senada dengan miliknya terus membuntuti, bahkan hampir mencegatnya. Mana jumlah mereka banyak lagi. Perempuan itu segera menyalip mobil merah dan beberapa pengendara lain. Beruntungnya jalanan kini sedang tidak terlalu ramai. Caca jadi bingung sendiri, mau menelfon abangnya tapi tidak mungkin sambil mengendarai motor, kalau mau berhenti sama saja menyerahkan diri. "Si*l! Gue harus gimana nih?" Gumam Caca dibalik helmnya. Berkali-kali dia menoleh ke belakang untuk memastikan jarak mereka berjauhan. Kebetulan di depan sana ada pertigaan, Caca langsung menambah kecepatan motornya. Saat sudah mendekati pertigaan gadis itu kembali menoleh sebentar, namun naasnya dia tidak sadar jika dari arah kanan sebuah taksi melaju dengan kecepatan yang sama tinggi. Ciit
Mereka berpandangan tidak percaya. Sahabat? Jadi benar jika selama ini sahabat yang dirahasiakan Caca adalah Dafa, orang yang sudah mereka duga. Dan si kembar Darmajaya yang selalu mereka gosipkan karena pesonanya ternyata adalah saudara Caca, abang kembar pernah teman itu ceritakan. Astaga, lucunya takdir ini? Ah, rasanya ketiga gadis itu ingin berteriak dan meminta penjelasan pada Caca, sayang beribu teman saya masih terlelap entah sampai kapan. Ya, sekarang Caca mengalami koma.
"Naura mantan kamu, Dafa ...," ucap Fenti dengan geram. "Emang mantanku ada ya yang namanya Naura?" Akhirnya kepalan tangan Fenti mendarat juga di kepala anaknya. Gini nih kalau kebanyakan mantan, namanya saja sampai lupa. "Makanya kalau punya mantan jangan banyak-banyak." Dafa meringis kesakitan. Dia memegangi kepalanya sambil mengingat nama yang diucapkan sang bunda. Naura. Mantan yang mana? Yang seperti apa rupanya? Ah, kenapa perempuan ribet banget sih? Kalau putus harusnya ya putus saja, terima nasib. "Udahlah, Bunda mau duduk di samping Caca aja. Disini sama kamu bikin darah tinggi Bunda kambuh." Fenti segera bangkit dan berpindah ke samping brangkar gadis yang telah ia anggap anak sendiri, mau dianggap mantu tapi Dafa tidak mau menghalalkan. "Bunda tau dari siapa kalau yang mau celakain Caca itu mantanku?" Fenti menoleh, menatap sang anak dengan pandangan jengah. "Arga tadi yang ngomong," ucapnya.
Sudah beberapa hari Caca sakit dan publik mulai geger karena postingan akun HiDFY, juga ketiga membernya yang menandai akun Caca sambil mengucapkan get well soon. Dafa juga melakukan hal yang sama, mengunggah foto tangan Caca dengan ucapan cepat sembuh dan diakhiri emoticon love. Banyak yang mengomentari dengan doa agar cepat sembuh. Entah orang-orang itu bersungguh-sungguh atau tidak yang jelas sore ini keadaan Caca sudah membaik. "Makasih karna udah nunjukin perubahan yang baik, aku tau kamu pasti kuat. Cepet bangun ya, Ca, nanti aku anterin kemanapun kamu mau," ujar Dafa yang duduk di samping brankar gadis itu. Tangannya terulur untuk menggenggam jemari sang sahabat yang terasa dingin. Hah, Dafa menghela napas kasar. Mending diomeli daripada ditinggal sakit begini. "Heh pendek, nggak ada niat buat bangun apa? Nanti aku ajakin ke kebun binatang deh biar bisa ketemu temen kamu," ucapnya dengan lesu. Yang dimaksud teman ole
"Enggak ada Caca gini kok jadi sepi ya? Padahal kalau ngumpul dia juga nggak banyak omong," ujar Naya. Saat ini dia tengah berkumpul di ruang tamu apartemen Fey. Menonton televisi sambil makan snack. Caca memang tidak banyak bicara, tapi gadis yang paling muda diantara mereka itu akan berisik jika bagian makanannya diambil Naya atau Kiara. "Sepi banget, kita lagi ngumpul bertiga tapi berasa hambar aja gitu. Dari tadi juga sibuk sendiri-sendiri, nggak ada yang ngobrol, nggak ada yang bener-bener merhatiin TV," balas Fey setelah menenggak minuman kalengnya. Lalu secara tidak sengaja mereka berdecak berbarengan. Ketiganya saling berpandangan, kemudian terkekeh. Fey menyugar rambutnya ke belakang. "Padahal baru hari ini kita nggak datang jenguk Caca, tapi rasanya udah kangen ... banget," sahut Naya. "Karna walaupun datang, kita tetep nggak denger suaranya," jawab Kiara. "Lo pada di spam DM nggak sih?" Ujar Fey dengan pandangan yang fokus p
Dio berjalan tergesa bersama mantan calon besannya, yaitu Hansa dan Hesti.Setelah bertanya pada resepsionis, mereka langsung menuju ruangan dimana Dafa dan yang lain berada.Kriet ....Orang yang didalam seketika menoleh.Dio langsung mendekati anaknya. Pergelangan tangan Dafa yang tadi sempat tergores pisau kini sudah diperban, juga beberapa luka goresan lain sudah diobati. Disebelahnya ada Caca yang dahi dan tangannya yang sempat terluka tadi telah diobati."Maafin Ayah," ucap Dio dengan nada penyesalan.Dafa diam, rasanya dia masih kesal dengan laki-laki yang selama ini menjadi penutannya."Ayah lagi ngomong tuh lho, kok nggak dijawab sih," omel Caca membuat Dafa menjawab dengan malas-malasan."Iya.""Perjodohannya batal sesuai keinginan kamu," kata Dio lagi.Gara yang duduk disebelah Kiara menyimak semua omongan Dio dengan perasaan tak menentu. Senang karena akhirnya gadis pujaannya batal dijodohkan, bi
Tin ... tin ....Perempuan dengan kaos putih dipadukan rok span dan flat shoes yang hendak berlari menyeberang jalan segera menghindar, namun sayangnya terlambat. Meski tidak tertabrak, namun tubuhnya tetap terserempet mobil a*anza yang hendak melintas."Aww ...!" Pekik Caca."Woy! Hati-hati dong kalau nyeberang, gue nggak siap masuk penjara tau," ketus supir mobil yang ternyata seorang perempuan muda.Walau tubuhnya lecet-lecet dan sakit, perlahan Caca berdiri dan meminta maaf hingga pengendara tersebut kembali melajukan mobilnya menjauh.Sebenarnya jarak antara kafe dan rumahnya tidak terlalu jauh, namun entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Caca berlari sudah cukup lama tapi tidak sampai juga.Dia terus berlari dengan tertatih-tatih, tanpa memperdulikan jidat dan tangan yang sempat tergores batu dan mengeluarkan darah.Sekitar 10 menit barulah perempuan itu sampai, dia segera menuju kamar Dafa."Daf!" Serunya sa
Hari ini Dafa kembali mengurung diri di dalam kamar. Berkali-kali Fenti memanggilnya namun tidak ada sahutan, wanita itu jelas khawatir dan berpikiran yang tidak-tidak. Bagaimana kalau anaknya nekat melakukan hal buruk?"Udahlah, Bun, biarin aja. Nanti juga keluar sendiri," ucap Dio yang jengah dengan sikap anaknya yang menurutnya sangat pembangkang dan gampang marah."Ini udah sore dan Dafa belum keluar juga, tapi kamu tenang-tenang aja!" Bentak Fenti yang tersulut emosi.Suaminya ini kenapa tidak khawatir sama sekali, padahal Dafa adalah anak tunggal mereka.Dio berdecak, bukannya tidak khawatir. Dia hanya tidak ingin memanjakan Dafa, apa salah kalau dia ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya itu?"Coba kamu diemin, nanti juga juga bakal keluar sendiri kalau udah lapar.""Kalau segampang itu aku nggak akan sekhawatir ini, tapi coba kamu ingat, kemarin-kemarin bahkan Dafa betah nggak keluar selama seminggu.""Daf, ayo buka
Berkali-kali Dafa melirik ayahnya yang duduk di depannya."Ayah tadi udah bicara sama Caca supaya menjauh dari kamu," celetuk Dio membuat anaknya seketika mengangkat wajah dengan netra melebar."Maksud Ayah?""Ayah minta kamu juga menjauh, jaga perasaan calon istrimu."Calon istri? Ketemu saja belum. Dafa benar-benar tak habis pikir kenapa ayahnya sekarang jadi suka mengatur seperti ini."Ayah bisa nggak sih kalau mau bikin keputusan tuh ngomong dulu? Apa yang Ayah putuskan belum tentu aku mau," balas Dafa dengan kesal.Dio melepas kaca mata bacanya lalu menatap sang anak."Pendapat kamu itu nggak penting. Kalau kamu nggak setuju maka siap-siap Ayah kirim ke Singapura untuk melanjutkan pendidikan."Dafa menggenggam sendok dengan erat."Aku bukan anak kecil lagi, aku bisa menentukan pilihanku sendiri. Yang akan menjalani rumah tangga itu aku, kalau kayak gini kenapa nggak Ayah aja yang nikahin dia!""Dafa!" S
[Ini terakhir, Ca. Aku bakalan dijodohin nggak tau sama siapa, mungkin setelah ini kita nggak bisa ketemu lagi]Caca kembali membaca pesan itu dengan tangan gemetar. Apa ini? Apa Dafa sudah lelah membujuknya hingga menerima saat dijodohkan dengan perempuan yang bahkan belum dikenal?Bergegas perempuan itu keluar dari kamar dan berlari menuju rumah pohon. Untung saja dia sudah berganti pakaian dan sempat mencepol asal rambutnya."Daf!" Serunya ketika baru masuk ke rumah pohon.Lelaki di pojok sana menoleh dengan pandangan sendu. Rambut gondrongnya acak-acakan, Caca menggeleng pelan, penampilan Dafa kali ini benar-benar tak terurus.Perempuan itu mendekat lalu duduk di samping Dafa yang sedari tadi menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Merasa tak tega, Caca langsung memeluknya."Ca ... aku nggak mau dijodohin, bertahun-tahun aku nunggu kamu. Aku cuma mau kamu ...," kata Dafa sambil terisak.Caca dapat merasakan kalau pundaknya pun
3 tahun telah berlalu.Banyak hal yang sudah terjadi, termasuk Devan yang menikah dengan Lily satu tahun setelah kedatangan Caca ke Korea.Kini, Caca kembali ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan Arga. Apa kalian tau lelaki itu akan menikah dengan siapa?Yap, dengan Fey! Salah satu teman dekatnya.Tidak kaget sih, sejak dulu juga Caca sudah menebak hal ini akan terjadi. Naya sendiri sudah menikah paling awal, tepatnya 1 tahun yang lalu. Yang tidak disangka-sangka ternyata dia menikah dengan Rendi, laki-laki yang dulu perempuan itu anggap sebagai mantan paling menyebalkan."Duh, calon adik ipar cantik banget. Sayangnya masih jomblo," goda Fey yang duduk di depan meja rias.Perempuan itu tampak sangat menawan dalam balutan kebaya putih, sedangkan Caca pun terlihat tak kalah cantik dengan pakaian bridesmaid berwarna dusty blue.Daripada hadir bersama keluarganya, dia justru memilih menemani Fey."Yaelah, Kak. Masih
Benar apa yang dikatakan Kiara tadi bahwa Dafa akan menyusulnya. Sejak tadi laki-laki itu berdiri di depan gerbang karena tidak diperbolehkan masuk oleh Devan. Ada rasa kasihan yan tiba-tiba menyelusup ke relung hati Caca, jauh-jauh datang kemari taunya tidak mendapat izin bertemu, namun setelahnya perempuan itu kembali sadar. Perbuatan Dafa yang katanya hanya bermain-main terlanjur membuat dia muak. Jadi, mungkin memang begini lebih baik. Setelah berdiam diri cukup lama akhirnya Dafa pergi, mungkin akan mencari penginapan karena sepertinya sebentar lagi akan hujan. "Apa dia udah berubah?" Tanya Caca pada dirinya sendiri dengan pelan. Setelah berucap demikian gadis tersebut kembali masuk ke kamarnya, sedaritadi dia hanya melihat Dafa dari balkon. Berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Kenapa Fenti bisa mengininkan Dafa untuk menyusulnya? Apakah ini yang disebut kasih ibu sepanjang masa, jadi meski anaknya salah akan tetap dibela? Ah, p
Benar. Memangnya kalau ketemu terus Caca masih mau sama dia? Dafa termenung, perasaannya jadi was-was tatkala memikirkan kejadian-kejadian buruk yang mungkin akan terjadi.Ucapan Abizar tadi terus menghantuinya. Tanpa sadar tangan Dafa menarik gas lebih dalam, dan dalam waktu singkat dia telah sampai di rumah.Baru membuka pintu dia langsung melihat bundanya yang sedang serius mengetik di laptop."Bun ...." Dengan lesu dia mendekati Fenti dan duduk di sebelahnya.Wanita itu melirik sekilas lalu kembali menatap laptop."Apa?" Tanyanya."Gimana kalau besok Caca nggak mau ketemu aku, nggak mau pulang juga?""Ya dirayu.""Kalau nggak mempan?""Usaha dong, Dafa ... masa semuanya kamu tanya, semua hal yang terjadi antara kamu dan Caca ujung-ujungnya Bunda yang mikir jalan keluarnya. Kamu itu udah cukup dewasa lho, kalau masih ragu mending nggak usah nyusul Caca!" Tegas Fenti.Dafa meringis."Iya, iya ... ng
Berkali-kali Dafa menelfon Caca, namun tak pernah dijawab. Kini, setelah 3 bulan laki-laki itu baru mengetahui kalau sang sahabat berada di Negeri Ginseng.2 bulan pertama benar-benar tidak ada kabar mengenai Caca, bahkan semua akun sosial medianya pun tidak aktif. Namun 1 bulan terakhir ini, akun gadis itu mulai aktif kembali, beberapa kali Caca memposting foto dengan beberapa teman barunya, dan diantara semua orang di foto itu ada satu yang membuat Dafa terbakar api cemburu.Lelaki memakai kaos hitam dan celana hitam yang dipadu dengan jas bermotif kotak-kotak hitam dan putih di foto tersebut tampak merangkul pundak Caca dengan akrab. Kalau dilihat dari wajahnya sepertinya laki-laki tersebut bukan asli orang Korea."Apa gue minta buat dijodohin lagi ya? Ah, tapi keluarga Caca pasti nggak setuju," monolognya sembari mengacak rambut dengan frustasi.Dulu, 2 hari setelah Caca pindah sekaligus hari dimana dia dimarahi Fenti habis-habisan, Dafa langsun