Gadis berhoodie hitam itu melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Sejak keluar dari rumah Naya, dia merasa ada yang mengikuti.
Beberapa motor berwarna senada dengan miliknya terus membuntuti, bahkan hampir mencegatnya. Mana jumlah mereka banyak lagi.
Perempuan itu segera menyalip mobil merah dan beberapa pengendara lain. Beruntungnya jalanan kini sedang tidak terlalu ramai.
Caca jadi bingung sendiri, mau menelfon abangnya tapi tidak mungkin sambil mengendarai motor, kalau mau berhenti sama saja menyerahkan diri.
"Si*l! Gue harus gimana nih?" Gumam Caca dibalik helmnya.
Berkali-kali dia menoleh ke belakang untuk memastikan jarak mereka berjauhan.
Kebetulan di depan sana ada pertigaan, Caca langsung menambah kecepatan motornya.
Saat sudah mendekati pertigaan gadis itu kembali menoleh sebentar, namun naasnya dia tidak sadar jika dari arah kanan sebuah taksi melaju dengan kecepatan yang sama tinggi.
Ciit
Jangan lupa kasih ulasan, terima kasih🥰
Mereka berpandangan tidak percaya. Sahabat? Jadi benar jika selama ini sahabat yang dirahasiakan Caca adalah Dafa, orang yang sudah mereka duga. Dan si kembar Darmajaya yang selalu mereka gosipkan karena pesonanya ternyata adalah saudara Caca, abang kembar pernah teman itu ceritakan. Astaga, lucunya takdir ini? Ah, rasanya ketiga gadis itu ingin berteriak dan meminta penjelasan pada Caca, sayang beribu teman saya masih terlelap entah sampai kapan. Ya, sekarang Caca mengalami koma.
"Naura mantan kamu, Dafa ...," ucap Fenti dengan geram. "Emang mantanku ada ya yang namanya Naura?" Akhirnya kepalan tangan Fenti mendarat juga di kepala anaknya. Gini nih kalau kebanyakan mantan, namanya saja sampai lupa. "Makanya kalau punya mantan jangan banyak-banyak." Dafa meringis kesakitan. Dia memegangi kepalanya sambil mengingat nama yang diucapkan sang bunda. Naura. Mantan yang mana? Yang seperti apa rupanya? Ah, kenapa perempuan ribet banget sih? Kalau putus harusnya ya putus saja, terima nasib. "Udahlah, Bunda mau duduk di samping Caca aja. Disini sama kamu bikin darah tinggi Bunda kambuh." Fenti segera bangkit dan berpindah ke samping brangkar gadis yang telah ia anggap anak sendiri, mau dianggap mantu tapi Dafa tidak mau menghalalkan. "Bunda tau dari siapa kalau yang mau celakain Caca itu mantanku?" Fenti menoleh, menatap sang anak dengan pandangan jengah. "Arga tadi yang ngomong," ucapnya.
Sudah beberapa hari Caca sakit dan publik mulai geger karena postingan akun HiDFY, juga ketiga membernya yang menandai akun Caca sambil mengucapkan get well soon. Dafa juga melakukan hal yang sama, mengunggah foto tangan Caca dengan ucapan cepat sembuh dan diakhiri emoticon love. Banyak yang mengomentari dengan doa agar cepat sembuh. Entah orang-orang itu bersungguh-sungguh atau tidak yang jelas sore ini keadaan Caca sudah membaik. "Makasih karna udah nunjukin perubahan yang baik, aku tau kamu pasti kuat. Cepet bangun ya, Ca, nanti aku anterin kemanapun kamu mau," ujar Dafa yang duduk di samping brankar gadis itu. Tangannya terulur untuk menggenggam jemari sang sahabat yang terasa dingin. Hah, Dafa menghela napas kasar. Mending diomeli daripada ditinggal sakit begini. "Heh pendek, nggak ada niat buat bangun apa? Nanti aku ajakin ke kebun binatang deh biar bisa ketemu temen kamu," ucapnya dengan lesu. Yang dimaksud teman ole
"Enggak ada Caca gini kok jadi sepi ya? Padahal kalau ngumpul dia juga nggak banyak omong," ujar Naya. Saat ini dia tengah berkumpul di ruang tamu apartemen Fey. Menonton televisi sambil makan snack. Caca memang tidak banyak bicara, tapi gadis yang paling muda diantara mereka itu akan berisik jika bagian makanannya diambil Naya atau Kiara. "Sepi banget, kita lagi ngumpul bertiga tapi berasa hambar aja gitu. Dari tadi juga sibuk sendiri-sendiri, nggak ada yang ngobrol, nggak ada yang bener-bener merhatiin TV," balas Fey setelah menenggak minuman kalengnya. Lalu secara tidak sengaja mereka berdecak berbarengan. Ketiganya saling berpandangan, kemudian terkekeh. Fey menyugar rambutnya ke belakang. "Padahal baru hari ini kita nggak datang jenguk Caca, tapi rasanya udah kangen ... banget," sahut Naya. "Karna walaupun datang, kita tetep nggak denger suaranya," jawab Kiara. "Lo pada di spam DM nggak sih?" Ujar Fey dengan pandangan yang fokus p
Dafa mempercepat makannya, Fenti dan Dio yang melihat hal itu menjadi tersenyum dan menggelengkan kepala. "Nggak usah buru-buru,makanannya nggak bakal Ayah minta kok," celetuk Dio membuat gerakan tangan Dafa berhenti sesaat. Pemuda itu menggeleng, dia kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya. "Biar cepet habis terus cepet ke rumah sakit," balasnya dengan mulut penuh makanan. "Awas kesedak," peringat Fenti. Baru saja bibirnya mengatup, tiba-tiba .... "Khuk ... ukhuk ...." "Nah, kan. Bunda baru selesai ngomong lho." Wanita itu segera menyodorkan segelas air. "Walaupun makanan kamu habis tapikan makanan Bunda sama Ayah belum. Emang kamu mau le rumah sakit sendiri?" Cetus Dio sambil menepuk punggung anaknya beberapa kali. Dafa menggeleng, dia baru ingat kalau mau pergi bareng orang tuanya. Percuma dong dia makan tergesa-gesa, sedangkan orang tuanya saja makannya seperti siput. "Ayah sama Bunda kala
"Gimana Bang, udah ketemu yang punya akun kemarin?" Tanya Dafa pada laki-laki yang baru selesai lari pagi. Arga yang hendak membuka pagar rumahnya mengurungkan niat, dia memilih berjalan kearah Dafa yang sedang mencuci motor. "Udah, masih ada hubungannya sama Jenny," balasnya. "Jenny?" Arga mengangguk. "Lo masih ingat Carla?" Tanyanya dengan lirih. Dafa mematung sesaat, dia jelas mengingat Carla. Sosok gadis kecil yang dulu juga menjadi sahabatnya. Kalau Caca anak yang manis, sedangkan Carla bersifat keras dan judes. Lalu apa hubungannya antara Jenny dengan Carla? "Ternyata yang nabrak Carla masih saudaranya Jenny, lebih tepatnya pamannya," papar Arga membuat Dafa tersentak dari lamunannya. "Lo ngomong kayak gini ... ada buktinya kan, Bang?" Tanya Dafa dengan hati-hati. Arga menghela napas, dia sangat tau seperti apa tersiksanya Dafa dan Caca saat itu. Apalagi Caca yang melihat kejadian tragis tepat di d
"Ma ... kayaknya tangan Caca gerak deh," ucap Arga yang sedari tadi menggenggam tangan adiknya. "Yang bener, Bang?" Tanya Gara yang terkejut. Bukan hanya dia, Lizzy dan Lily pun sama. Ketiga orang itu langsung mendekati brangkar Caca. Setelah melihat pergerakan tangan dengan jelas, Lily segera memencet tombol pemanggil perawat. Beberapa saat kemudian beberapa dokter berdatangan untuk memeriksa keadaan Caca. Mengapa tidak hanya 1 atau 2 dokter yang memeriksa? Jawabannya karena Caca adik dari pemilik rumah sakit ini, untuk itu mereka harus memberikan pelayanan terbaik atau kalau tidak maka siap-siap saja kehilangan pekerjaan. Dokter Linda melepas ventilator dan menggantinya dengan nasal kanula. Sebelum pergi, dokter muda itu memberitahu kalau keadaan Caca sudah membaik dan akan sadar dalam waktu dekat. Lizzy dan yang lain tentu sangat bahagia, wanita itu lantas mendekat pada sang puteri dan mengusap rambutnya pelan. Bibir
Erza berkali-kali mengumpat, dia sungguh penasaran dengan keadaan Caca sekarang. Mau datang langsung ke rumah sakit, tapi harus ke stasiun untuk menjemput kakaknya yang baru pulang dari luar kota. Mau bertanya pada si kembar, tapi mereka pasti masih marah karena kejadian beberapa waktu lalu, saat dia dengan sengaja mencoba melukai Caca. [Kamu dimana sih, keburu menjamur ini Teteh nunggunya] Pemuda berkemeja kotak-kotak warna hitam itu berdecak kesal. [Sabar] Setelah membalas demikian, dia langsung menyambar kunci mobil dan keluar. Hampir 20 menit diperjalanan hingga sampai ke tempat dimana kakaknya duduk sambil cemberut, di depannya terdapat sebuah koper dan satu tas jinjing. "Kenapa lo nggak lahir jadi laki aja sih biar nggak ngerepotin, cuma bawa gini aja minta jemput," omelnya pada perempuan yang lebih tua 6 tahun darinya. Perempuan itu langsung berdiri dan menatap nyalang sang adik yang lebih tinggi darinya. Buk