Hanya dalam waktu 1 malam semua video menjadi sangat viral. Orang-orang langsung mengecam perilaku Jenny. Bahkan perusahaan keluarganya nyaris bangkrut karena berita ini.
Selain video yang diposting Caca, ada juga video yang diunggah akun lain. Dalam video itu menjelaskan bagaimana perilaku Jenny semasa sekolah. Lagi-lagi publik menghujat gadis itu karena menjadi tukang bully.
Kebetulan hari ini weekend, jadi Caca tidak perlu repot-repot keluar rumah. Gadis dengan setelan kaos dan celana pendek berwarna hitam itu duduk di balkon dengan senyum mengembang di wajahnya. Satu masalah hampir selesai.
"Gue udah diam, tapi lo malah milih jalan lain," gumamnya sembari memandang lekat laptop di pangkuannya.
Sebenarnya dia tidak sendiri di apartemen ini. Ada ketiga temannya yang dari tadi entah melakukan apa di dalam.
"Buset ... gue nggak tau dia sekejam ini. Itu cewek yang pernah ngelabrak Kiara kan?" Fey duduk di kursi samping Caca, sedangkan Naya dan
"Enak, Kak Arkan bener nggak mau nyobain?" Caca menyodorkan lobster depan Arkan.Mereka duduk di ujung dan tidak terlalu banyak pengunjung sehingga Caca tidak malu-malu menjahili Arkan."Kamu mau bikin Kakak masuk rumah sakit, ya?" Tanya Arkan dengan pasrah. Dia kan alergi seafood, tapi Caca tetap saja suka menjahilinya.Benar-benar susah menghadapi satu-satunya anak perempuan di keluarga Kingstone tersebut. Ada saja kelakuan yang berhasil menarik perhatian dan bikin geram.Caca terkekeh pelan. Baginya, menggoda Arkan sama saja menggoda Arga karena keduanya mempunyai sifat yang mirip."Kan enak, Kak kalau di rumah sakit. Bisa ketemu suster-suster cantik.""Nggak lah, bau obat.""Namanya juga rumah sakit, kalau rumah sehat lah baru bau makanan," cetus Caca dengan senyum lebarnya.Arkan bersiap menyentil kening Caca sebelum sebuah suara menghentikan gerakannya."Caca?""Bunda." Caca langsung berdiri dan menyal
"Iya-iya, maaf. Aku juga akan berusaha buat berubah." Caca menatap geli sahabat laki-lakinya ini. Kebiasaan banget. Setiap habis minta maaf maka langsung cemberut dan sedikit manja seperti anak kecil lagi. "Oke, permintaan maaf masih ditinjau dulu sebelum diterima. Jadi, apa yang akan kamu lakuin supaya proses peninjauan bisa dipercepat?" Tanya Caca sembari mengangkat dagunya angkuh. Tingkah mereka sudah seperti seorang ratu yang memarahi pelayannya. Dafa menekuk kakinya, tangan kiri berada di belakang punggung dan tangan kanan terulur ke depan sang sahabat. "Apakah Anda bersedia makan malam dengan saya?" Caca terkekeh. Dia menerima uluran tangan itu. "Asal gratis, maka saya pasti mau," jawabnya. Keduanya tertawa bersama. Dafa menyuruh Caca bersiap-siap, dia juga akan pulang untuk melakukan hal yang sama. Sekitar 15 menit kemudian keduanya telah berada di dalam lamborghini milik Dafa. Kali ini Caca tidak m
Namanya juga Caca, walau jadi pusat perhatian dia tetap tidak akan peduli, asal tidak ada yang mengganggunya."Padahal gue mau ngajak hang out," ujar Naya dengan sedih.Dia sudah merencanakan jalan-jalan dan belanja dengan teman-temannya sejak satu bulan yang lalu, namun belum memberitahu mereka. Dia kira semuanya akan memiliki waktu luang, ternyata Caca malah ada acara lain."Yah, maaf. Kak Nay ngajak mereka berdua aja deh, kan hari ini cuma ada satu mata kuliah jadi pulangnya cepet.""Enggak masalah, Nay. Sekali-kali kita harus biarin dia pergi sama laki-laki, siapa tau habis ini langsung pacaran." Fey merangkul pundak Naya.Ingin sekali perempuan itu melihat Caca berpacaran. Sejak pertama kenal dia selalu melihat reaksi temannya yang cenderung tidak nyaman saat berdekatan dengan laki-laki, apalagi yang tidak dikenal."Bener juga, biar lo bisa ngelupain si sahabat brengs*k," kata Naya."Tapi tadi malam gue sama dia udah baikan
Malam ini, Caca pergi keluar bersama Arga. Entah kenapa abang yang biasanya selalu betah di rumah itu sekarang berkata bosan dan suntuk makanya mengajak ke kafe. Berbeda dengan Gara yang justru kali ini memilih tidak keluar, bisa Caca tebak kalau laki-laki itu pasti akan berseluncur di sosial media dan menggoda gadis-gadis cantik nan sexy.Kakak-beradik itu kini sudah duduk berhadapan di kafe rooftop. Semua orang yang melihat pasti akan mengira kalau mereka sebagai pasangan kekasih. Apalagi keduanya memakai pakaian yang hampir sama, kaos dilapisi jaket jeans, celana jeans sobek dan juga topi berwarna hitam menambah keserasian mereka. Bedanya Caca memakai kaos berwarna putih dengan tulisan huruf hangeul di bagian dada, sedangkan Arga memakai kaos hitam dengan tulisan 'no comment.'"Menurut Abang, temenku ada yang menarik nggak?""Ada, kenapa?""Serius?" Bukannya langsung menjawab, perempuan itu malah balik bertanya dengan mata berbinar-binar.
"Oma ikut nggak?" Kini giliran Arga yang bertanya."Enggak kayaknya, ini juga di Indonesia cuma sekitar dua minggu," jawab Gara tak yakin. Pasalnya, Bang Dev itu kalau bilang 2 minggu biasanya cuma jadi seminggu lalu kembali ke Korea lagi, katanya pekerjaan sudah menumpuk."Abang sadar nggak sih, mereka semua kayak nggak ada yang perduli sama kita." Mata Caca memanas saat mengucapkan kalimat barusan.Kadang dia merasa tidak memiliki orang tua, disaat terpuruk saja tidak ada yang datang dan menenangkan kecuali abang kembarnya ini."Enggak boleh ngomong gitu, Ca. Bang Dev kan emang sibuk, kalau Mama-Papa lebih nyaman tinggal di desa." Arga mengelus surai lembut sang adik."Kalau kamu kangen, libur kuliah nanti kita kesana aja gimana?" Gara ikut menimpali.Sebenarnya dia juga merindukan orang tuanya, pemuda itu juga ingin tinggal dengan mereka dan merasakan memiliki keluarga yang utuh dan harmonis. Tapi lagi-lagi dia ingat, masih ada adiknya ya
Dafa langsung pulang setelah selesai kuliah. Daripada ke rumah Dion yang sudah sering ia kunjungi lebih baik beli buku bareng Caca.Setiap pergi berdua mereka selalu memakai pakaian tertutup juga masker dan topi agar tidak ada yang tau. Sebenarnya Dafa tidak suka sembunyi-sembunyi begini, tapi mau bagaimana lagi, sahabatnya itu yang memaksa. Kalau Dafa tidak mau ya mereka tidak jadi keluar bareng.Setiap melihat buku Caca selalu kalap, dia selalu ingin membeli semua. Kalau bisa setokonya juga, tapi nanti pasti abangnya marah."Udah belum sih, Ca? Lama banget." Berkali-kali Dafa menghela napas kesal.2 jam mereka ada di sana dan Caca belum selesai memilih, padahal gadis itu sudah membawa setumpuk novel dan buku lainnya. Sedangkan Dafa sendiri hanya mengambil 5 buku."Sabar, ini juga lagi milih," ketus Caca. Dia tidak suka kalai sedang memilih sesuatu tapi diburu-buru.15 menit kemudian keduanya telah keluar dari toko buku. Dafa masih te
Pemuda yang masih rebahan itu terkekeh, "Bunda ternyata suka pamer juga ya," ujarnya yang langsung mendapat jitakan dari sang bunda."Bener lho, waktu Bunda ngomong tadi malah kayak lagi menyombongkan diri.""Bunda cuma ngingetin supaya kamu nggak nyesel nantinya.""Iya deh, iya ...." Dafa berdiri, hendak pergi ke kamarnya namun secara tidak sengaja kaki laki-laki itu tersandung kaki meja."Argh ...." Dia meringis sambil memegangi kaki yang terasa nyut-nyutan."Rasain, salah sendiri diajak ngomong Bundanya malah mau minggat," ketus Fenti.Bukannya khawatir, wanita paruh baya itu justru menyalakan televisi dan mengambil kacang bawang di meja.Karena merasa bundanya tidak akan perduli, Dafa lantas berjalan ke kamarnya dengan kaki terpincang-pincang. Mungkin dia memang kualat karena meninggalkan bundanya yang masih memberi nasihat.Sesampainya di kamar laki-laki itu langsung menggulung celananya, ternyata kaki yang terantuk
Badan laki-laki itu sontak merapat pada sang sahabat. Bulu kuduknya berdiri dan matanya memandang awas ke arah pintu kamar."Katanya nggak takut," sindir Caca."I--iya emang nggak takut, cuma kaget aja," elak Dafa. Kalau ngaku gengsi dong.Caca mencibir lalu menyuruh sahabatnya itu agar membukakan pintu. Jelas saja Dafa langsung menolak."Mager, kamu aja sana," katanya sok-sokan malas gerak padahal Caca yakin dia sedang ketakutan setengah mati.Tok tok tok ....Kembali terdengar ketukan dari arah pintu. Terpaksa dia harus membukanya sendiri, secara sengaja Caca mempercepat film hingga bagian paling seram dan mengeraskan volume suaranya.Mati-matian Dafa menahan air yang hendak keluar dari kandung kemihnya. Sahabatnya itu benar-benar berniat menyiksa. Dalam batin laki-laki itu sudah merapalkan segala macam doa yang ia bisa.Caca menyunggingkan satu senyum tipis. Dia menarik daun pintu dan muncullah 2 sosok laki-laki jangku