Cup!
Caca membelalakkan mata saat sebuah benda kenyal dan beraroma mint menempel di bibirnya.
"M--Maaf Ca, gak sengaja," ucap Dafa terbata-bata. Kakinya tadi tersandung dan tidak sengaja menubruk gadis yang ada di depannya, hingga mereka berakhir berpelukan di sofa dengan bibir saling menempel.
Caca memandang tajam Dafa. Kurang ajar sekali sahabatnya ini, meski tidak sengaja tapi ini adalah ciuman pertamanya, bibir yang selalu ia jaga kini telah hilang keperawanan.
Plakk ...
"Bangun! Ngapain masih meluk gini."
Dafa buru-buru melepas pelukannya dan berdiri.
"Beneran gak sengaja, tadi kesandung," ucapnya menunjuk kaki meja.
Bisa bahaya kalau dia tidak segera menjelaskan, sahabatnya ini kalau mengamuk sudah seperti mau makan orang.
"Brengsek! Gara-gara kamu bibirku udah gak suci lagi kan." Caca memukul-mukul punggung lelaki itu dengan sekuat tenaga.
"Kan enggak sengaja Ca, harus gimana lagi?"
"Kamu cari tempat lain kek buat jatuh, gak usah nabrak-nabrak segala!" Kata Caca memandang sebal lelaki di depannya.
"Ya udah iya, nih aku cari tempat lain."
Dug
Brukk ...
Cup!
"DAFA!"
Dafa yang semula hanya ingin mencontohkan pendaratan berbeda malah kembali tersandung, menubruk dan mencium bibir Caca, membuat gadis itu sangat murka.
"Sialan! Kurang ajar, brengsek ..."
Caca terus menjambak rambut Dafa dengan kuat.
"Ampun Ca, ampun! Gak sengaja lagi, akhh ...aduh ...!" Pinta Dafa dengan wajah memelas.
"Hua abang ...." Caca hampir menangis, dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Dafa terlihat mengenaskan, penampilannya sudah acak-acakan tidak karuan.
"Jangan nangis dong Ca, aku harus gimana biar kamu maafin, ini coba di lap biar hilang bekas ciumannya," kata Dafa menyodorkan sekotak tisu.
Caca semakin tidak berani menurunkan tangannya. Wajahnya memerah malu bercampur marah.
"Please Ca berhenti nangis, nanti aku dibunuh bunda loh."
"Nanti aku beliin siomay atau temenin nonton drakor deh," kata Dafa lagi, dia sungguh takut jika sang bunda tau dan marah padanya.
"Ca ...." Dafa menyentuh tangan Caca.
"Huaa!" Tangisan gadis itu justru semakin keras, Dafa kelimpungan dibuatnya.
"Ca, duh. Udah dong Ca," rayu Dafa akhirnya memeluk sahabatnya karena bingung.
"Aku malu," ucap Caca disela tangisannya.
"Malu kenapa?"
Caca melepas pelukannya, dia menatap nyalang sahabat laki-lakinya itu.
"Kamu pura-pura polos apa emang beneran bodoh sih?" Tanya Caca kesal.
Gadis itu segera berdiri dan keluar dengan membanting pintu kamar Dafa.
"Bodoh-bodoh-bodoh," rutuk Caca dalam hati. Bagaimana bisa sahabatnya itu tidak merasa malu setelah menciumnya?
Ah, sial. Kepala Caca rasanya mau meledak memikirkan kejadian barusan.
"Mama ... Bibirku udah gak suci lagi," rengek Caca menelungkupkan badannya di kasur.
Andai orang tuanya masih tinggal di Bandung, dia pasti akan mengadukan perbuatan Dafa.Caca tiba-tiba berdiri dan menelfon pembantu di lantai bawah.
"Tolong bawain aqua gelas sekardus ke kamar saya," ucap Caca lalu meletakkan kembali gagang telepon.
Tak butuh waktu lama, sekardus aqua kini telah berada di samping ranjangnya.
"Daripada pusing gini mending aku mabuk-mabukan aja deh, gak masalah kalo nanti kembung toh bisa sembuh sendiri," ucap Caca. Ya, mabuk yang dia maksud adalah mabuk aqua, bukan minuman beralkohol seperti orang lain.
Caca menghabiskan 10 aqua gelas lalu berhenti, karena perutnya sudah tidak mampu menampung lagi. Dia bahkan sudah bersendawa beberapa kali.
***
Caca sedang berada di supermarket. Tadi pagi, dia pergi ke toko buku, saat pulang sekalian mampir ke sini, membeli beberapa snack untuk persiapan beberapa hari ke depan. Selain suka makanan berat Caca juga suka ngemil.
"Sekalian beli buah deh," gumam Caca ketika mengingat beberapa buah yang sudah habis ada di rumahnya.
Gadis dengan balutan kaos putih dilapisi jaket jeans itu menoleh kesamping saat mendengar beberapa perempuan berbisik sambil menyebut namanya.
"Permisi, Kak Caca bukan ya?" Tanya salah satu gadis yang tadi berbisik-bisik.
"Iya, siapa ya?" Caca membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya.
Mereka bersorak pelan, tidak menyangka akan bertemu selebgram di supermarket.
"Kita penggemar kakak, boleh minta foto gak?" Tanya gadis tadi tersenyum senang dan disusul anggukan teman-temannya.
"Boleh," jawab Caca sambil tersenyum.
Mereka pun bergantian foto dengan Caca. Caca yang telah selesai memilih buah segera pamit untuk membayar belanjaannya.
Sesampainya di rumah, Caca memakan buah sambil memainkan ponselnya. Dia melihat postingan yang menandai dirinya, ternyata gadis-gadis di supermarket tadi menggunggah foto saat bersamanya.
"Gak nyangka bakal ketemu seleb di supermarket."
"Kak Caca cantik banget."
"Ternyata di dunia asli gak sedingin kayak di video."
"Ternyata aslinya ramah."
"Gak salah gue ngefans berat."
Gadis itu tersenyum ketika membaca caption juga komentar mereka yang menurutnya terlalu berlebihan.
Menurutnya didepan kamera dia bersikap dingin ya karena memang itu adanya, Caca ingin menunjukkan bahwa itulah sikap aslinya jadi saat penggemarnya bertemu mereka tidak akan kecewa. Tapi untuk kasus ini, justru Caca lah yang kecewa.
"Masuk!" Kata Caca saat ada yang mengetuk pintu kamarnya.
Arga dan Gara masuk dan duduk bersila di karpet bulu, ditemani puluhan makanan ringan juga beberapa jenis buah yang diletakkan dalam dua keranjang. "Ini kamar atau pasar?" Gara menggeleng heran melihat kamar adiknya yang memang diisi freezer juga beberapa rak untuk menaruh snack. "Pasar gratis," jawab Caca yang duduk di depannya. "Lumayan, tiap hari bisa makan enak," kata Arga membuat kembarannya tertawa, sedangkan Caca menatap tajam. "Enak aja, beli dong masa minta terus." "Kalau ada yang gratis kenapa harus beli," balas Arga lagi. Gara hanya diam menikmati makanan di depannya dan menjadi pengamat pertengkaran kedua saudaranya. "Ini gak aku bagi-bagiin." Caca mengambil snack-snack nya kemudian menyembunyikan di belakang punggung. "Orang pelit kuburannya sempit loh Ca," Gara mencoba membantu kembarannya. "Kan aku belum mau mati, kalo udah deket kematian nanti aku sedekah makanan yang banyak deh." "Manusia mana a
Dafa melingkarkan kedua tangannya di punggung Caca membuat gadis itu seketika melotot. "Udah diem, pokonya aku gak mau pulang sebelum abang-abangmu pulang." Caca mencoba melepaskan diri tapi sia-sia, Dafa justru mengeratkan pelukannya sambil terus makan snack. "Ya udah lepas, gak usah peluk-peluk juga, nanti aku bilang ke Gara tau rasa kamu," ancam Caca agar Dafa segera melepaskannya. "Dulu juga sering pelukan kan, malah kamu dulu yang mulai." "Itukan dulu pas masih kecil, sekarang beda lagi." "Apa bedanya?" Tanya Dafa menaik-turunkan alisnya mencoba menggoda Caca. "Pokoknya beda, udah lepas." "Gak, nanti aku kamu suruh pulang lagi." "Ya iyalah inikan udah malem, nanti diomongin tetangga tau." "Tetanggamu kan, aku." "Emang di sini cuma ada rumahku sama rumahmu?" Sungut Caca. "Bisa jadi." "Dafa...,pokoknya pulang. Nanti dicariin bunda loh." "Enggak, tadi bunda nyuruh
"Bun!" Fenti yang sedang memetik anggur di belakang rumah menatap heran pada anak semata wayangnya yang kini berjalan kearahnya dengan wajah tertekuk dan kedua tangan diangkat. "Kenapa, nak?" Buru-buru ia menghampiri anaknya karena takut terluka. "Kotor bun, jijik banget, tadi habis megang muka Caca yang belum dicuci," adu nya dengan wajah hampir menangis. Beginilah Dafa, kalau diluar garang tapi kalau di rumah cengeng dan manja. Apalagi kalau sama Caca, bisa lebih manja ketimbang dengan sang bunda. "Yaampun... bunda kira kenapa, yaudah dicuci sana, kok malah kesini." "Bunda kok biasa aja sih," kata Dafa nanar. "Terus gimana? lagian salah kamu sendiri Caca baru bangun udah dipegang-pegang mukanya." "Bun tapi jijik loh, niatnya kan mau ngerjain." "Yaudah tinggal dicuci, bunda mau lanjut metik anggur." "Bunda gak mau marahin Caca gitu?" Tanya Dafa ketika sang bunda sudah membalikkan badan.
Dafa mengacak rambutnya kesal, jujur dia malu, takut jika gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil itu akan marah, tapi tidak dapat dipungkiri kalau dia juga senang. Kucing mana yang tidak akan senang bila dikasih ikan, meskipun secara tidak sengaja, namun ia bisa menyentuh benda empuk milik sahabatnya itu. Tak jauh berbeda dengan di lapangan tadi, Caca yang telah pulang kini menelungkupkan badannya di ranjangnya dan membenamkan kepalanya di bantal."Huaa... aku malu," ucapnya dengan tangan kanan memukul-mukul kepala menggunakan bantal, sedangkan tangan kirinya ia tindih untuk melindungi bagian tubuhnya yang tadi disentuh sahabatnya."Aku harus gimana ini, nanti gak berani ketemu dong," ucapnya lagi, wajahnya masih merah dengan air mata hampir keluar."Kenapa aku gampang nangis kalau sama dia sih, kenapa tadi disentuh juga, hiks..." Air mata yang sedari tadi ditahan akhirnya luruh juga, padahal jika bersama orang lain dia tidak s
"Astaga ini gimana bisa? Duh, tombol hapus mana lagi, astaga udah dibaca!" Ucap Dafa kelimpungan ketika melihat pesan yang tidak sengaja ia kirim ke Caca sudah menampilkan centang dua berwarna biru."Mampus," ujarnya sembari mengacak rambutnya kasar, dia menatap nanar layar ponselnya.Tak lama kemudian Caca membalas pesannya, gadis itu menanyakan ia akan pergi kemana sampai tiga hari.Karena merasa sudah terlanjur, dia pun menjelaskan akan menjenguk Rian di Depok. Dia juga menjelaskan kalau teman satu jurusannya di kampus itu sedang koma karena mengalami kecelakaan hebat.[Kok lama banget?] Dafa membaca pesan sahabatnya yang diakhiri dengan emoticon menangis. Dia terkekeh pelan.[Sekalian nyari pacar, biar gak jomblo kayak kamu.] Bunyi pesan yang ia tulis pada layar ponsel kemudian menyentuh tombol send.Dafa mendelik kesal melihat balasan sahabatnya. [Dasar buaya!]"Enak aja, baru pacaran lima belas kali kok udah dibilang
"Kirain cuma main ke Cafe atau gramedia," ucap Gara tak habis pikir dengan tempat yang dituju adiknya. Memang sih mereka ada di Bandung, tetapi jarak antara rumah mereka dengan Situ Cisanti cukup jauh, bahkan perjalanannya bisa menempuh waktu sekitar 4 jam. Kalau tau begini, dia pasti akan menyuruh pengawal untuk memantau Caca. "Samperin gak?" Tanya Arga setelah cukup lama. "Kayaknya gak usah deh, kalo ada apa-apa Caca juga bisa langsung pencet gelangnya," jawab Gara saat teringat gelang tanda bahaya yang dipakai Caca. Saat merasa terancam adiknya bisa langsung memencet tombol kecil yang ada di gelangnya setelah itu akan ada pengawal yang jumlahnya puluhan bahkan terkadang ratusan datang membantunya, mereka sudah disiapkan oleh kakak pertamanya. Gelang itu sebenarnya memiliki bentuk seperti gelang pada umumnya sehingga musuh tidak akan tau fungsinya. "Hmm ... Yaudah," balas Arga mengambil ponselnya kemudian kembali ketempat semula. ***
"Yang punya pacar suruh putusin aja Ca," ucap Fey seenaknya.Caca menggeleng tidak terima, "gak bakal gue kenalin ke kalian.""Ganteng mana sama si kembar anak Darmajaya sekaligus ketua geng UKS Ca?" Tanya Fey menyebutkan dua pemuda populer yang kuliah di salah satu kampus terkenal di kota mereka."Nah iya tuh, setau gue sampai saat ini cowok yang gantengnya gak manusiawi itu ya cuma mereka," kata Naya menimpali."Setara kok," jawab Caca tersenyum, tidak mungkin ia mengaku bahwa si kembar dari Darmajaya sekaligus ketua UKS itu adalah abang yang dia maksud.*** Caca pulang dari Situ Cisanti jam 7 malam. Saat ini dia sedang duduk di depan meja rias, mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Caca melirik ponselnya yang berbunyi, ternyata Dafa menelfon."Halo.""Lagi apa Ca?" Tanya Dafa dengan riang, sepertinya dia sudah melupakan kejadian kemarin padahal Caca masih sedikit malu."Habis mandi nih," jawab Caca sekenanya
Dafa membalas pelukan bundanya. "Mana bisa jauh dari bundaku tersayang ini, sehari aja udah kangen," candanya mencoba menggoda sang bunda. Fenti melepas pelukannya dan menatap tajam anaknya, " Kamu pasti ngebut ya naik motornya?" Dafa meringsut takut, mau menyangkal takut dosa, membenarkan takut telinga jadi korban. "Kenapa diem aja?" Tanya Fenti lagi. "Duh bun, gimana ya? Sebenernya gak mau ngebut, tapi kalo pelan pasti ditinggal sama yang lain," balas Dafa yang tentu saja bohong. "Kamu itu..." Fenti memelintir telinga anaknya membuat sang empu mengaduh kesakitan. "Aduh duh bun, ampun bun. Lain kali gak bakal ngebut kok." "Tiap hari kamu juga bilang gitukan? Tetep aja kalo naik motor masih suka ngebut." "Janji deh bun, janji gak bakal ngebut lagi." "Kalo gak kepepet, iyakan? Bunda udah hapal apa yang mau kamu bilang kalo lagi kayak gini." Muka Dafa sudah merah hampir menangis.
Dio berjalan tergesa bersama mantan calon besannya, yaitu Hansa dan Hesti.Setelah bertanya pada resepsionis, mereka langsung menuju ruangan dimana Dafa dan yang lain berada.Kriet ....Orang yang didalam seketika menoleh.Dio langsung mendekati anaknya. Pergelangan tangan Dafa yang tadi sempat tergores pisau kini sudah diperban, juga beberapa luka goresan lain sudah diobati. Disebelahnya ada Caca yang dahi dan tangannya yang sempat terluka tadi telah diobati."Maafin Ayah," ucap Dio dengan nada penyesalan.Dafa diam, rasanya dia masih kesal dengan laki-laki yang selama ini menjadi penutannya."Ayah lagi ngomong tuh lho, kok nggak dijawab sih," omel Caca membuat Dafa menjawab dengan malas-malasan."Iya.""Perjodohannya batal sesuai keinginan kamu," kata Dio lagi.Gara yang duduk disebelah Kiara menyimak semua omongan Dio dengan perasaan tak menentu. Senang karena akhirnya gadis pujaannya batal dijodohkan, bi
Tin ... tin ....Perempuan dengan kaos putih dipadukan rok span dan flat shoes yang hendak berlari menyeberang jalan segera menghindar, namun sayangnya terlambat. Meski tidak tertabrak, namun tubuhnya tetap terserempet mobil a*anza yang hendak melintas."Aww ...!" Pekik Caca."Woy! Hati-hati dong kalau nyeberang, gue nggak siap masuk penjara tau," ketus supir mobil yang ternyata seorang perempuan muda.Walau tubuhnya lecet-lecet dan sakit, perlahan Caca berdiri dan meminta maaf hingga pengendara tersebut kembali melajukan mobilnya menjauh.Sebenarnya jarak antara kafe dan rumahnya tidak terlalu jauh, namun entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Caca berlari sudah cukup lama tapi tidak sampai juga.Dia terus berlari dengan tertatih-tatih, tanpa memperdulikan jidat dan tangan yang sempat tergores batu dan mengeluarkan darah.Sekitar 10 menit barulah perempuan itu sampai, dia segera menuju kamar Dafa."Daf!" Serunya sa
Hari ini Dafa kembali mengurung diri di dalam kamar. Berkali-kali Fenti memanggilnya namun tidak ada sahutan, wanita itu jelas khawatir dan berpikiran yang tidak-tidak. Bagaimana kalau anaknya nekat melakukan hal buruk?"Udahlah, Bun, biarin aja. Nanti juga keluar sendiri," ucap Dio yang jengah dengan sikap anaknya yang menurutnya sangat pembangkang dan gampang marah."Ini udah sore dan Dafa belum keluar juga, tapi kamu tenang-tenang aja!" Bentak Fenti yang tersulut emosi.Suaminya ini kenapa tidak khawatir sama sekali, padahal Dafa adalah anak tunggal mereka.Dio berdecak, bukannya tidak khawatir. Dia hanya tidak ingin memanjakan Dafa, apa salah kalau dia ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya itu?"Coba kamu diemin, nanti juga juga bakal keluar sendiri kalau udah lapar.""Kalau segampang itu aku nggak akan sekhawatir ini, tapi coba kamu ingat, kemarin-kemarin bahkan Dafa betah nggak keluar selama seminggu.""Daf, ayo buka
Berkali-kali Dafa melirik ayahnya yang duduk di depannya."Ayah tadi udah bicara sama Caca supaya menjauh dari kamu," celetuk Dio membuat anaknya seketika mengangkat wajah dengan netra melebar."Maksud Ayah?""Ayah minta kamu juga menjauh, jaga perasaan calon istrimu."Calon istri? Ketemu saja belum. Dafa benar-benar tak habis pikir kenapa ayahnya sekarang jadi suka mengatur seperti ini."Ayah bisa nggak sih kalau mau bikin keputusan tuh ngomong dulu? Apa yang Ayah putuskan belum tentu aku mau," balas Dafa dengan kesal.Dio melepas kaca mata bacanya lalu menatap sang anak."Pendapat kamu itu nggak penting. Kalau kamu nggak setuju maka siap-siap Ayah kirim ke Singapura untuk melanjutkan pendidikan."Dafa menggenggam sendok dengan erat."Aku bukan anak kecil lagi, aku bisa menentukan pilihanku sendiri. Yang akan menjalani rumah tangga itu aku, kalau kayak gini kenapa nggak Ayah aja yang nikahin dia!""Dafa!" S
[Ini terakhir, Ca. Aku bakalan dijodohin nggak tau sama siapa, mungkin setelah ini kita nggak bisa ketemu lagi]Caca kembali membaca pesan itu dengan tangan gemetar. Apa ini? Apa Dafa sudah lelah membujuknya hingga menerima saat dijodohkan dengan perempuan yang bahkan belum dikenal?Bergegas perempuan itu keluar dari kamar dan berlari menuju rumah pohon. Untung saja dia sudah berganti pakaian dan sempat mencepol asal rambutnya."Daf!" Serunya ketika baru masuk ke rumah pohon.Lelaki di pojok sana menoleh dengan pandangan sendu. Rambut gondrongnya acak-acakan, Caca menggeleng pelan, penampilan Dafa kali ini benar-benar tak terurus.Perempuan itu mendekat lalu duduk di samping Dafa yang sedari tadi menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Merasa tak tega, Caca langsung memeluknya."Ca ... aku nggak mau dijodohin, bertahun-tahun aku nunggu kamu. Aku cuma mau kamu ...," kata Dafa sambil terisak.Caca dapat merasakan kalau pundaknya pun
3 tahun telah berlalu.Banyak hal yang sudah terjadi, termasuk Devan yang menikah dengan Lily satu tahun setelah kedatangan Caca ke Korea.Kini, Caca kembali ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan Arga. Apa kalian tau lelaki itu akan menikah dengan siapa?Yap, dengan Fey! Salah satu teman dekatnya.Tidak kaget sih, sejak dulu juga Caca sudah menebak hal ini akan terjadi. Naya sendiri sudah menikah paling awal, tepatnya 1 tahun yang lalu. Yang tidak disangka-sangka ternyata dia menikah dengan Rendi, laki-laki yang dulu perempuan itu anggap sebagai mantan paling menyebalkan."Duh, calon adik ipar cantik banget. Sayangnya masih jomblo," goda Fey yang duduk di depan meja rias.Perempuan itu tampak sangat menawan dalam balutan kebaya putih, sedangkan Caca pun terlihat tak kalah cantik dengan pakaian bridesmaid berwarna dusty blue.Daripada hadir bersama keluarganya, dia justru memilih menemani Fey."Yaelah, Kak. Masih
Benar apa yang dikatakan Kiara tadi bahwa Dafa akan menyusulnya. Sejak tadi laki-laki itu berdiri di depan gerbang karena tidak diperbolehkan masuk oleh Devan. Ada rasa kasihan yan tiba-tiba menyelusup ke relung hati Caca, jauh-jauh datang kemari taunya tidak mendapat izin bertemu, namun setelahnya perempuan itu kembali sadar. Perbuatan Dafa yang katanya hanya bermain-main terlanjur membuat dia muak. Jadi, mungkin memang begini lebih baik. Setelah berdiam diri cukup lama akhirnya Dafa pergi, mungkin akan mencari penginapan karena sepertinya sebentar lagi akan hujan. "Apa dia udah berubah?" Tanya Caca pada dirinya sendiri dengan pelan. Setelah berucap demikian gadis tersebut kembali masuk ke kamarnya, sedaritadi dia hanya melihat Dafa dari balkon. Berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Kenapa Fenti bisa mengininkan Dafa untuk menyusulnya? Apakah ini yang disebut kasih ibu sepanjang masa, jadi meski anaknya salah akan tetap dibela? Ah, p
Benar. Memangnya kalau ketemu terus Caca masih mau sama dia? Dafa termenung, perasaannya jadi was-was tatkala memikirkan kejadian-kejadian buruk yang mungkin akan terjadi.Ucapan Abizar tadi terus menghantuinya. Tanpa sadar tangan Dafa menarik gas lebih dalam, dan dalam waktu singkat dia telah sampai di rumah.Baru membuka pintu dia langsung melihat bundanya yang sedang serius mengetik di laptop."Bun ...." Dengan lesu dia mendekati Fenti dan duduk di sebelahnya.Wanita itu melirik sekilas lalu kembali menatap laptop."Apa?" Tanyanya."Gimana kalau besok Caca nggak mau ketemu aku, nggak mau pulang juga?""Ya dirayu.""Kalau nggak mempan?""Usaha dong, Dafa ... masa semuanya kamu tanya, semua hal yang terjadi antara kamu dan Caca ujung-ujungnya Bunda yang mikir jalan keluarnya. Kamu itu udah cukup dewasa lho, kalau masih ragu mending nggak usah nyusul Caca!" Tegas Fenti.Dafa meringis."Iya, iya ... ng
Berkali-kali Dafa menelfon Caca, namun tak pernah dijawab. Kini, setelah 3 bulan laki-laki itu baru mengetahui kalau sang sahabat berada di Negeri Ginseng.2 bulan pertama benar-benar tidak ada kabar mengenai Caca, bahkan semua akun sosial medianya pun tidak aktif. Namun 1 bulan terakhir ini, akun gadis itu mulai aktif kembali, beberapa kali Caca memposting foto dengan beberapa teman barunya, dan diantara semua orang di foto itu ada satu yang membuat Dafa terbakar api cemburu.Lelaki memakai kaos hitam dan celana hitam yang dipadu dengan jas bermotif kotak-kotak hitam dan putih di foto tersebut tampak merangkul pundak Caca dengan akrab. Kalau dilihat dari wajahnya sepertinya laki-laki tersebut bukan asli orang Korea."Apa gue minta buat dijodohin lagi ya? Ah, tapi keluarga Caca pasti nggak setuju," monolognya sembari mengacak rambut dengan frustasi.Dulu, 2 hari setelah Caca pindah sekaligus hari dimana dia dimarahi Fenti habis-habisan, Dafa langsun