"Yang punya pacar suruh putusin aja Ca," ucap Fey seenaknya.
Caca menggeleng tidak terima, "gak bakal gue kenalin ke kalian."
"Ganteng mana sama si kembar anak Darmajaya sekaligus ketua geng UKS Ca?" Tanya Fey menyebutkan dua pemuda populer yang kuliah di salah satu kampus terkenal di kota mereka.
"Nah iya tuh, setau gue sampai saat ini cowok yang gantengnya gak manusiawi itu ya cuma mereka," kata Naya menimpali.
"Setara kok," jawab Caca tersenyum, tidak mungkin ia mengaku bahwa si kembar dari Darmajaya sekaligus ketua UKS itu adalah abang yang dia maksud.
***
Caca pulang dari Situ Cisanti jam 7 malam. Saat ini dia sedang duduk di depan meja rias, mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Caca melirik ponselnya yang berbunyi, ternyata Dafa menelfon.
"Halo."
"Lagi apa Ca?" Tanya Dafa dengan riang, sepertinya dia sudah melupakan kejadian kemarin padahal Caca masih sedikit malu.
"Habis mandi nih," jawab Caca sekenanya.
"Wah, pantes wanginya sampe sini," kata Dafa cekikikan membuat Caca memutar bola mata malas.
"Gak usah gembel deh."
"Gombal, astaga ...."
Caca terkekeh, "ya ... itulah maksudku."
"Nginep dimana Daf?" Tanya Caca kemudian.
"Di rumah Arya nih."
"Udah makan?"
"Udah dong emangnya kamu, suka telat makan."
"Hemm."
"Kangen Ca," rengek Dafa di seberang sana.
"Pulang dong," jawab Caca santai sambil memakai krim malam di wajahnya.
"Kayaknya besok aja deh aku pulangnya."
"Kamu lagi sendirian ya?" Tanya Caca curiga akan sikap manja sahabatnya, tidak mungkin lelaki itu akan bersikap manja apabila ada orang lain di dekatnya.
"Iya," jawab Dafa.
"Besok mau aku bawain apa?" Tanya Dafa.
"Apa aja asal bisa dimakan, udah dulu ya Daf aku mau makan," kata Caca saat perutnya tiba- tiba berbunyi.
"Oke! Yaudah peluk jauh Caca, jangan lupa mimpiin aku ya," ucap Dafa cekikikan.
"Dih, najis!" balas Caca yang geli dengan ucapan sahabatnya.
***
Caca mengerjapkan mata ketika ada yang menepuk-nepuk pipinya.
"Ayo joging jangan tidur aja," ucap Gara ketika melihat sang adik membuka mata.
Caca mengerang dan memiringkan badannya membelakangi kedua kakaknya, "Males," ucapnya dengan suara serak khas orang bangun tidur.
"Ayo dong Ca, kalo gak mau olahraga nanti gendut lo," kata Gara mencoba merayu adiknya lagi.
"Gak mau, pokoknya gak mau."
Caca kekeh tidak mau bangun, bahkan kini gadis itu menutup wajahnya dengan selimut.
Arga menghela napas pelan mencoba sabar, membangunkan adik perempuannya untuk olahraga memang sangat susah dan butuh tenaga ekstra.
Tidak mau tinggal diam, Arga memberi kode pada kakaknya agar dia saja yang mencoba membangunkan Caca. Setelah Gara mengangguk dia bergegas menggelitik kaki Caca yang tidak tertutup selimut.
Gara dan Arga mencoba menahan tawa saat kaki Caca mencoba menendang tangan Arga, juga gadis itu yang terus mengomel di dalam selimut.
"Jangan gelitikin kakiku, geli."
"Makanya bangun," ucap Arga.
"Gak mau, capek. Gak mau olahraga pokoknya," kata Caca mengingat saat dirinya harus lari keliling komplek yang luasnya subhanallah sangat membuat Caca lelah dan kehausan. Dia hampir pingsan saat itu.
"Yaudah main basket aja deh," kata Arga karena tidak berhasil membangunkan Caca.
"Lima menit, kalo lebih dari itu belum keluar juga, inisiap-siap abang seret kamu keliling komplek."
Bibir Caca mencebik kesal mendengarnya, mereka yang suka olahraga kenapa dia harus terkena imbasnya juga.
Kini mereka tengah berada di lapangan yang ada di samping rumah, Gara dan Arga sibuk main berdua, sedangkan Caca mencoba memasukkan bola dengan membelakangi ring.
Sekitar satu jam mereka berlatih basket tiga saudara itu akhirnya kelelahan, mereka masuk kamar masing-masing untuk mandi setelah itu mengisi perut.
Caca membuka ponselnya kemudian membuka aplikasi I*******m dan mengunggah salah satu fotonya di Situ Cisanti kemarin.
Di tempat lain, Dafa yang baru akan pulang mengambil ponselnya dan membuka aplikasi yang sama. Dia melihat foto sahabatnya duduk menghadap danau, gadis itu mengenakan sweater ungu dan jeans sobek, rambutnya diurai tidak lupa dengan riasan tipis diwajahnya yang membuatnya kelihatan semakin cantik.Dia mengirim pesan pada Caca.
"Mainnya gak ngajak-ngajak nih," tulisnya.
Tak lama muncul balasan dari sahabatnya itu, "Kamu gak di rumah sih."
"Kalo udah pulang, main yuk."
"Kemana?"
"Kamu maunya kemana?"
"Bagusnya kemana ya?"
"Lah ditanya kok malah nanya."
"Kamu juga gitu." Dafa terkekeh membaca pesan gadis itu yang tidak mau kalah. Erki dan Gio yang duduk di sampingnya mengernyitkan dahi dan saling bertatapan.
"Gila lo Daf?" Tanya Erki.
"Mana ada gila, lagi chatan sama pacarnya pasti," balas Gio.
Dafa melihat keduanya dan tersenyum. "Temen," jawabnya.
"Temen tapi mesra," timpal Dion.
Dafa hanya tersenyum dan melanjutkan berkirim pesan dengan Caca. Mereka memutuskan akan pergi ke Rumah Stroberi.
Beberapa menit kemudian, Dafa dan teman-temannya bergegas pulang.
Dafa baru sampai rumah pada malam hari, tadi dia dan teman-temannya harus mampir ke suatu tempat terlebih dahulu.Setelah memasukkan motornya ke garasi, Dafa segera masuk dan mencari bundanya."Assalamualaikum bunda ... anak ganteng pulang!"
Fenti yang mendengar teriakan anaknya pun buru-buru ke ruang tamu.
"Kamu kok udah pulang, katanya mau dua hari disana?" Tanya Fenti heran, tapi tak urung memeluk putra semata wayangnya.
Dafa membalas pelukan bundanya. "Mana bisa jauh dari bundaku tersayang ini, sehari aja udah kangen," candanya mencoba menggoda sang bunda. Fenti melepas pelukannya dan menatap tajam anaknya, " Kamu pasti ngebut ya naik motornya?" Dafa meringsut takut, mau menyangkal takut dosa, membenarkan takut telinga jadi korban. "Kenapa diem aja?" Tanya Fenti lagi. "Duh bun, gimana ya? Sebenernya gak mau ngebut, tapi kalo pelan pasti ditinggal sama yang lain," balas Dafa yang tentu saja bohong. "Kamu itu..." Fenti memelintir telinga anaknya membuat sang empu mengaduh kesakitan. "Aduh duh bun, ampun bun. Lain kali gak bakal ngebut kok." "Tiap hari kamu juga bilang gitukan? Tetep aja kalo naik motor masih suka ngebut." "Janji deh bun, janji gak bakal ngebut lagi." "Kalo gak kepepet, iyakan? Bunda udah hapal apa yang mau kamu bilang kalo lagi kayak gini." Muka Dafa sudah merah hampir menangis.
Dafa dan Caca sudah sampai di area parkir Rumah Stroberi. Lelaki itu melirik jam di pergelangan tangannya, pukul 11.23."Ayo turun."Setelah membayar tiket, mereka langsung ke kebun stroberi. Ekspresi bahagia tercetak jelas di wajah Caca, sedari tadi gadis itu terus tersenyum."Seneng banget Ca?"Caca menatap Dafa dan mengangguk."Lihat ini, besar dan merah banget, jadi pengen cepet-cepet makan." Caca menunjukkan buah stroberi yang baru ia petik ke hadapan Dafa.Selesai memetik dan menimbang stroberi, mereka bergegas ke restoran yang ada di Rumah Stroberi dan memilih tempat duduk dengan nuansa oriental."Berasa lagi kencan," kata Dafa yang kemudian disusul tawa Caca."Perasaan dari dulu pergi berdua juga biasa aja," balas Caca sambil menyuap nasi kedalam mulutnya."Yah ... gak asik kamu Ca, kan cuma becanda."Caca terkekeh."Nanti pulangnya beli martabak dulu ya," kata Dafa menatap mata s
"Emang ada yang mau kenal sama kamu?" Caca mengambil tisu dan mengelap bibirnya, hidungnya bahkan terasa sakit setelah tersedak. "Makanya pelan-pelan kalau minum, ada dong," balas Dafa dengan ekspresi khawatir bercampur bangga. Caca menyindir, "Sial banget itu cewek, mau-maunya kenalan sama kamu." "Kok sial sih, anugerah dong Ca. Beruntung banget loh dia bisa kenalan sama cowok ganteng kayak aku." Caca bertingkah seolah akan muntah, jijik saat mendengar tingkat percaya diri sahabatnya yang terlalu tinggi. "Antara jijik dan najis dengernya." Mata Dafa mendelik tak suka. "Gaya banget sok-sokan jijik sama muntah gitu, coba tanya bunda! Aku ganteng atau gak." "Oke, nanti aku tanya bunda." "Kamu gak penasaran gitu, gimana muka cewek yang aku omongin tadi?" Tanya Dafa dengan alis terangkat sebelah. "Emang kayak mana? Paling juga menor kayak biasanya," balas Caca ketika mengingat beberapa perempua
Dafa mengangguk dan kembali tiduran, sedangkan Caca melanjutkan nonton drama Korea yang sempat tertunda. Dafa melihat wajah sahabatnya yang begitu cantik, sejujurnya dia sedikit menyukai gadis disampingnya ini tapi tidak berani mengatakannya karena takut persahabatan mereka akan rusak, juga sikapnya yang tidak setia membuat dia takut melukai hati Caca.Tatapan Dafa beralih ke bibir Caca, meskipun tanpa lipstik bibir gadis itu sudah berwarna merah menggoda.Kini, tatapannya turun ke dada Caca yang tertutup kaos putih oversize.Dafa meneguk ludah kasar. Otaknya traveling memutar kejadian beberapa hari yang lalu saat ia tidak sengaja menyentuhnya. Dafa segera mengalihkan pandangan dan memejamkan matanya.Caca menoleh saat mendengar Dafa menghela nafas dan beristighfar beberapa kali."Kenapa?" Tanya Caca heran.Dafa membuka mata dan melihat Caca dengan pandangan berbeda dari biasanya, membuat gadis itu sedikit tidak nyaman."Ca
Naya menghela napas pelan, dia merasa kesepian. Orang tuanya hanya sibuk bekerja dan pulang saat larut malam. Dia sering berfikir, untuk apa ibunya melahirkan anak kalau ujung-ujungnya tidak terlalu dipedulikan.Menjadi orang kaya dan anak seorang pengusaha tidaklah menyenangkan bagi Naya, apalagi jika menjadi anak tunggal sepertinya. Dalam sebulan, Naya hanya bisa ngobrol dengan kedua orang tuanya satu kali, itu pun hanya sekitar dua jam, setelahnya mereka memilih menyelesaikan pekerjaan lagi.Naya mencari kontak salah satu pacarnya, lalu menekan ikon panggil."Ren, kita putus ya," kata Naya setelah panggilan tersambung."Loh, kenapa Nay, aku punya salah sama kamu atau gimana?" Tanya Rendi kebingungan."Gak ada.""Terus kenapa minta putus?""Aku cuma gabut," Naya menghela nafas."Masa cuma karna gabut kamu minta putus, kamu udah bosen sama aku atau udah ada yang baru?" Tanya Rendi tidak terima. Jelas, siapa juga yang ak
"Gak lucu tau," gadis itu berdiri dan siap keluar ketika tangannya ditarik Dafa, membuat dia kembali duduk, namun di pangkuan lelaki itu."Lepas! Aku udah bilang jangan aneh-aneh kan."Dafa seolah tuli, dia memeluk Caca erat membuat gadis itu tak bisa bergerak."Dafa!" Caca merasa geli saat kepala Dafa yang berada di ceruk lehernya mulai mendusel-dusel.Dafa diam, dia menatap Caca yang terlihat kesal."Aku cuma kangen kamu, kemarin kita gak ketemu kan?" Dafa tersenyum lalu kepalanya kembali ke ceruk leher gadis itu."Kangen sih kangen, tapi gak usah kayak gini juga dong. Geli tau."Dafa tersenyum, kelakuannya justru semakin menjadi-jadi. Dia meniup-niup belakang telinga dan tengkuk Caca."Dafa, aku marah lo," kata Caca. Wajahnya memerah menahan tangis."Tumben gak minta tolong bunda?" Tanya Dafa disertai kekehan."Bunda kan lagi gak di rumah," balas Caca dengan mata berembun.Fenti memang sedang
"Kamu habis darimana? Jauh-jauh kok cuma pakai sandal jepit sama kaos oblong, tumben banget?"Caca menatap wanita disampingnya, mengapa sifatnya sangat berbeda dengan si brengsek tadi, atau jangan-jangan Dafa bukan anaknya?Ah! Caca lupa, Dafa kan memang anak pungut dan dia anak bunda Fenti.Kalau lelaki itu ada disini, keningnya pasti mendapat jitakan. Dafa pasti juga akan mengomel karena bunda yang lebih memihak dirinya."Tadi Dafa ngajak beli mie ayam, katanya mau nraktir aku," Caca mulai mengadu, biar tau rasa si Dafa."Terus, sekarang mana Dafanya. Kok kamu sendiri, jalan lagi?" Tanya Fenti heran, matanya kadang menatap gadis di sampingnya kadang juga menatap jalan, takut menabrak.Caca merengut, saatnya bersandiwara."Aku ditinggal bun, dia tadi ketemu pacarnya," kata Caca dengan suara parau seperti akan menangis."Aku juga gak bawa uang, kan tadi dia bilang mie ayamnya mau dibeliin.""Kamu ditinggal di jalan?" Tan
"Gitu aja masih nanya, ya minta maaf lah!" Erki membentak gemas.Abizar hanya geleng-geleng dan menghela nafas lelah. Sungguh, ia tidak paham dengan jalan pikiran temannya yang satu ini, untuk meminta maaf saja harus diajari."Tapi gue gak boleh ke rumahnya," ucap Dafa."Lo punya handphone kan? Telfon. Gak punya pulsa? Beli. Jangan kayak orang susah deh," tegas Abizar. Temannya yang satu ini jarang berbicara, sekalinya bicara sangat tajam, setajam silet.Seperti apa yang temannya ucapkan, Dafa segera menghubungi Caca, tidak dijawab. Dia membuka aplikasi chat berwarna hijau lalu mengirim pesan pada gadis itu. Bukannya langsung centang biru malah nomor Caca sudah tidak aktif, mungkin gadis itu langsung mematikan data saat menerima pesan darinya.Dafa mengacak rambutnya frustasi."Gue pulang aja deh," ucapnya mengambil jaket yang tersampir di sofa."Daf, satu lagi pesan gue. Putusin cewek lo," kata Erki serius."Sebelum pers
Dio berjalan tergesa bersama mantan calon besannya, yaitu Hansa dan Hesti.Setelah bertanya pada resepsionis, mereka langsung menuju ruangan dimana Dafa dan yang lain berada.Kriet ....Orang yang didalam seketika menoleh.Dio langsung mendekati anaknya. Pergelangan tangan Dafa yang tadi sempat tergores pisau kini sudah diperban, juga beberapa luka goresan lain sudah diobati. Disebelahnya ada Caca yang dahi dan tangannya yang sempat terluka tadi telah diobati."Maafin Ayah," ucap Dio dengan nada penyesalan.Dafa diam, rasanya dia masih kesal dengan laki-laki yang selama ini menjadi penutannya."Ayah lagi ngomong tuh lho, kok nggak dijawab sih," omel Caca membuat Dafa menjawab dengan malas-malasan."Iya.""Perjodohannya batal sesuai keinginan kamu," kata Dio lagi.Gara yang duduk disebelah Kiara menyimak semua omongan Dio dengan perasaan tak menentu. Senang karena akhirnya gadis pujaannya batal dijodohkan, bi
Tin ... tin ....Perempuan dengan kaos putih dipadukan rok span dan flat shoes yang hendak berlari menyeberang jalan segera menghindar, namun sayangnya terlambat. Meski tidak tertabrak, namun tubuhnya tetap terserempet mobil a*anza yang hendak melintas."Aww ...!" Pekik Caca."Woy! Hati-hati dong kalau nyeberang, gue nggak siap masuk penjara tau," ketus supir mobil yang ternyata seorang perempuan muda.Walau tubuhnya lecet-lecet dan sakit, perlahan Caca berdiri dan meminta maaf hingga pengendara tersebut kembali melajukan mobilnya menjauh.Sebenarnya jarak antara kafe dan rumahnya tidak terlalu jauh, namun entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Caca berlari sudah cukup lama tapi tidak sampai juga.Dia terus berlari dengan tertatih-tatih, tanpa memperdulikan jidat dan tangan yang sempat tergores batu dan mengeluarkan darah.Sekitar 10 menit barulah perempuan itu sampai, dia segera menuju kamar Dafa."Daf!" Serunya sa
Hari ini Dafa kembali mengurung diri di dalam kamar. Berkali-kali Fenti memanggilnya namun tidak ada sahutan, wanita itu jelas khawatir dan berpikiran yang tidak-tidak. Bagaimana kalau anaknya nekat melakukan hal buruk?"Udahlah, Bun, biarin aja. Nanti juga keluar sendiri," ucap Dio yang jengah dengan sikap anaknya yang menurutnya sangat pembangkang dan gampang marah."Ini udah sore dan Dafa belum keluar juga, tapi kamu tenang-tenang aja!" Bentak Fenti yang tersulut emosi.Suaminya ini kenapa tidak khawatir sama sekali, padahal Dafa adalah anak tunggal mereka.Dio berdecak, bukannya tidak khawatir. Dia hanya tidak ingin memanjakan Dafa, apa salah kalau dia ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya itu?"Coba kamu diemin, nanti juga juga bakal keluar sendiri kalau udah lapar.""Kalau segampang itu aku nggak akan sekhawatir ini, tapi coba kamu ingat, kemarin-kemarin bahkan Dafa betah nggak keluar selama seminggu.""Daf, ayo buka
Berkali-kali Dafa melirik ayahnya yang duduk di depannya."Ayah tadi udah bicara sama Caca supaya menjauh dari kamu," celetuk Dio membuat anaknya seketika mengangkat wajah dengan netra melebar."Maksud Ayah?""Ayah minta kamu juga menjauh, jaga perasaan calon istrimu."Calon istri? Ketemu saja belum. Dafa benar-benar tak habis pikir kenapa ayahnya sekarang jadi suka mengatur seperti ini."Ayah bisa nggak sih kalau mau bikin keputusan tuh ngomong dulu? Apa yang Ayah putuskan belum tentu aku mau," balas Dafa dengan kesal.Dio melepas kaca mata bacanya lalu menatap sang anak."Pendapat kamu itu nggak penting. Kalau kamu nggak setuju maka siap-siap Ayah kirim ke Singapura untuk melanjutkan pendidikan."Dafa menggenggam sendok dengan erat."Aku bukan anak kecil lagi, aku bisa menentukan pilihanku sendiri. Yang akan menjalani rumah tangga itu aku, kalau kayak gini kenapa nggak Ayah aja yang nikahin dia!""Dafa!" S
[Ini terakhir, Ca. Aku bakalan dijodohin nggak tau sama siapa, mungkin setelah ini kita nggak bisa ketemu lagi]Caca kembali membaca pesan itu dengan tangan gemetar. Apa ini? Apa Dafa sudah lelah membujuknya hingga menerima saat dijodohkan dengan perempuan yang bahkan belum dikenal?Bergegas perempuan itu keluar dari kamar dan berlari menuju rumah pohon. Untung saja dia sudah berganti pakaian dan sempat mencepol asal rambutnya."Daf!" Serunya ketika baru masuk ke rumah pohon.Lelaki di pojok sana menoleh dengan pandangan sendu. Rambut gondrongnya acak-acakan, Caca menggeleng pelan, penampilan Dafa kali ini benar-benar tak terurus.Perempuan itu mendekat lalu duduk di samping Dafa yang sedari tadi menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Merasa tak tega, Caca langsung memeluknya."Ca ... aku nggak mau dijodohin, bertahun-tahun aku nunggu kamu. Aku cuma mau kamu ...," kata Dafa sambil terisak.Caca dapat merasakan kalau pundaknya pun
3 tahun telah berlalu.Banyak hal yang sudah terjadi, termasuk Devan yang menikah dengan Lily satu tahun setelah kedatangan Caca ke Korea.Kini, Caca kembali ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan Arga. Apa kalian tau lelaki itu akan menikah dengan siapa?Yap, dengan Fey! Salah satu teman dekatnya.Tidak kaget sih, sejak dulu juga Caca sudah menebak hal ini akan terjadi. Naya sendiri sudah menikah paling awal, tepatnya 1 tahun yang lalu. Yang tidak disangka-sangka ternyata dia menikah dengan Rendi, laki-laki yang dulu perempuan itu anggap sebagai mantan paling menyebalkan."Duh, calon adik ipar cantik banget. Sayangnya masih jomblo," goda Fey yang duduk di depan meja rias.Perempuan itu tampak sangat menawan dalam balutan kebaya putih, sedangkan Caca pun terlihat tak kalah cantik dengan pakaian bridesmaid berwarna dusty blue.Daripada hadir bersama keluarganya, dia justru memilih menemani Fey."Yaelah, Kak. Masih
Benar apa yang dikatakan Kiara tadi bahwa Dafa akan menyusulnya. Sejak tadi laki-laki itu berdiri di depan gerbang karena tidak diperbolehkan masuk oleh Devan. Ada rasa kasihan yan tiba-tiba menyelusup ke relung hati Caca, jauh-jauh datang kemari taunya tidak mendapat izin bertemu, namun setelahnya perempuan itu kembali sadar. Perbuatan Dafa yang katanya hanya bermain-main terlanjur membuat dia muak. Jadi, mungkin memang begini lebih baik. Setelah berdiam diri cukup lama akhirnya Dafa pergi, mungkin akan mencari penginapan karena sepertinya sebentar lagi akan hujan. "Apa dia udah berubah?" Tanya Caca pada dirinya sendiri dengan pelan. Setelah berucap demikian gadis tersebut kembali masuk ke kamarnya, sedaritadi dia hanya melihat Dafa dari balkon. Berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Kenapa Fenti bisa mengininkan Dafa untuk menyusulnya? Apakah ini yang disebut kasih ibu sepanjang masa, jadi meski anaknya salah akan tetap dibela? Ah, p
Benar. Memangnya kalau ketemu terus Caca masih mau sama dia? Dafa termenung, perasaannya jadi was-was tatkala memikirkan kejadian-kejadian buruk yang mungkin akan terjadi.Ucapan Abizar tadi terus menghantuinya. Tanpa sadar tangan Dafa menarik gas lebih dalam, dan dalam waktu singkat dia telah sampai di rumah.Baru membuka pintu dia langsung melihat bundanya yang sedang serius mengetik di laptop."Bun ...." Dengan lesu dia mendekati Fenti dan duduk di sebelahnya.Wanita itu melirik sekilas lalu kembali menatap laptop."Apa?" Tanyanya."Gimana kalau besok Caca nggak mau ketemu aku, nggak mau pulang juga?""Ya dirayu.""Kalau nggak mempan?""Usaha dong, Dafa ... masa semuanya kamu tanya, semua hal yang terjadi antara kamu dan Caca ujung-ujungnya Bunda yang mikir jalan keluarnya. Kamu itu udah cukup dewasa lho, kalau masih ragu mending nggak usah nyusul Caca!" Tegas Fenti.Dafa meringis."Iya, iya ... ng
Berkali-kali Dafa menelfon Caca, namun tak pernah dijawab. Kini, setelah 3 bulan laki-laki itu baru mengetahui kalau sang sahabat berada di Negeri Ginseng.2 bulan pertama benar-benar tidak ada kabar mengenai Caca, bahkan semua akun sosial medianya pun tidak aktif. Namun 1 bulan terakhir ini, akun gadis itu mulai aktif kembali, beberapa kali Caca memposting foto dengan beberapa teman barunya, dan diantara semua orang di foto itu ada satu yang membuat Dafa terbakar api cemburu.Lelaki memakai kaos hitam dan celana hitam yang dipadu dengan jas bermotif kotak-kotak hitam dan putih di foto tersebut tampak merangkul pundak Caca dengan akrab. Kalau dilihat dari wajahnya sepertinya laki-laki tersebut bukan asli orang Korea."Apa gue minta buat dijodohin lagi ya? Ah, tapi keluarga Caca pasti nggak setuju," monolognya sembari mengacak rambut dengan frustasi.Dulu, 2 hari setelah Caca pindah sekaligus hari dimana dia dimarahi Fenti habis-habisan, Dafa langsun