Semalaman, Qiao Zhi Jing tidak bisa tidur karena hatinya yang gelisah dan tidak terima. Amarahnya belum terlampiaskan sebelum dia memberi pelajaran terhadap kedua pria yang mempermainkannya. “Nona, Anda mau pergi ke mana tengah malam begini?” tanya Ban Xia dengan raut wajah menahan kantuk kala menyadari Qiao Zhi Jing yang telah beranjak dari ranjang tidurnya. “Apa Anda ingin kabur lagi?” tuduhnya. Sepontan Qiao Zhi Jing menghentikan langkahnya di depan pintu kamarnya tatkala aksinya terpergok oleh Ban Xia. Netranya membola karena terkejut, lalu dia berbalik. “Aisshh … tenang saja. Aku sudah lama melupakan rencana konyol itu. Sebentar saja. Aku hanya ingin bertemu Pangeran,” ungkapnya apa adanya. “Nona, bukannya tadi Anda sudah menemuinya? Apa Anda begitu tidak inginnya berpisah dengan Pangeran, sampai-sampai … .”“Shuttt! Terserah kau berpikir apa. Aisshh … .” Qiao Zhi Jing tak ingin meladeni Ban Xia yang selalu salah memahami niatnya. Ia pun akhirnya keluar dari kamarnya.
Rekasi kepekaan tubuh Bai Wuxin yang sensitif terhadap sentuhan, reflek membangkitkan kesadarannya. Dengan sigap, Bai Wuxin bangkit seraya melancarkan serangan terhadap Qiao Zhi Jing yang tengah menyentuhnya. Bai Wuxin mencekik leher Qiao Zhi Jing, lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Posisi Qiao Zhi Jing berada di bawah dengan leher dicengkram erat, sedangkan Bai Wuxin berada di atas meninding tubuhnya guna mengunci pergerakan Qiao Zhi Jing yang dianggap sebagai musuhnya. “Okh! Okh!” Terbatuk-batuk akibat rongga pernapasannya terasa sesak ketika Bai Wuxin melancarkan serangan tiba-tiba terhadapnya. Kedua alis Bai Wuxin mengernyit kala menatap lawan yang dianggapnya musuh, ternyata tak lain seorang Qiao Zhi Jing. “Qiao Zhi Jing?” Perlahan Bai Wuxin melonggarkan cengkramannya, lalu bangkit dari ranjang tempat tidurnya. “Kau … tengah malam begini, apa yang kau lakukan di dalam kamarku? Jangan-jangan, kau … kau ingin bermacam-macam terhadap tubuhku?” tebaknya ragu-ragu. “Ek
“Hei, tutup mulut busukmu itu!”PLAK!Tamparan mendarat di wajah Qiao Zhi Jing secara tiba-tiba. Seketika semua murid yang menyaksikan adegan itu menghentikan aktivitasnya, sebab tertarik dengan situasi yang tengah terjadi. Bai Qian Qian yang berhasil menampar wajah Qiao Zhi Jing, tampak puas dengan tawanya yang menggelegar. “Bagaimana rasanya ditampar? Qiao Zhi Jing, sekali saja kau harus merasakannya. Ah, rasanya belum lengkap jika semua orang yang pernah kau siksa tidak datang menyaksikannya. Mereka pasti tertawa gembira melihatmu seperti ini,” cetusnya. “Tu … .” Hampir saja Hua Rong salah ucap. Karena dia saat ini tengah meminjam identitas Shangguan Qiwu, maka aturannya dia harus menganggap Qiao Zhi Jing sebagai kakaknya. “Kakak, apa kau baik-baik saja?” tanya Hua Rong seraya menyentuh lengan Qiao Zhi Jing yang digunakan untuk menutupi wajahnya yang baru saja ditampar oleh Bai Qian Qian. Sepontan Qiao Zhi Jing menepis telapak tangan Hua Rong, lalu dia menegakkan pandanga
“Tumben sekali. Ada perlu apa mencariku di tempat ini?” tanya Bai Ruyu seraya berjalan menghampiri Bai Qian Qian yang tengah fokus menyaksikan Zhiqi (harimau peliharaan Bai Ruyu) yang lahap menyantap daging mentah yang dilemparkan Bai Qian Qian dari atas.Kedatangan Bai Ruyu sepontan menyadarkan Bai Qian Qian dari cermatannya yang fokus. “Kakak pertama, kau sudah datang,” sapa Bai Qian Qian. Bai Ruyu menghentikan langkahnya di jarak sekitar 2 meter dari tempat Bai Qian Qian berpijak. Sengaja tidak membalas sapaan Bai Qian Qian dan lebih berfokus mengedarkan pandangannya kepada sosok harimau jantan peliharaannya yang rakus menyantap makanan. “Apa kau memberi nama hewan peliharaanmu ini? siapa namanya?” tanya Bai Qian Qian berbasa-basi. “Zhiqi,” Jawabnya singkat, “kenapa tiba-tiba tertarik?” selidiknya. “Tidak, aku hanya penasaran … apa dia juga menyukai daging manusia?” tanyanya. “Omong kosong apa yang kau bicarakan? Aku tahu kau juga mendengarnya. Beberapa hari lalu, Zhiq
“Cambuk dia!” titahnya. “T-tuan, putri. Maaf, saya bersalah, Tuan putri. Saya tidak sengaja, Tuan putri,” lirih seorang pelayan yang tengah berlutut di hadapan seorang Tuan Putri yang dikenal kekejamannya. Berkali-kali pelayan wanita itu bersujud membenturkan keningnya ke lantai hinggga berdasarah demi meminta pengampunan dari sang Tuan putri. Akan tetapi, gadis yang dipanggil sebagai Tuan Putri itu sengaja mengacuhkannya. Justru amarah semakin memuncak kala dia merasa pelayan itu semakin mengesalkan. “Tunggu apa lagi? apa kalian tidak mendengarku?! Cepat bawa dia dan cambuk dia. Jangan lupa juga panaskan besi untuknya!” sentak Tuan putri kepada para bawahannya yang berada di sana. “B-baik, Tuan putri,” jawab para bawahan. “Tuan, Putri. Saya mohon ampuni saya. Tuan putri, tolong jangan hukum saya!” Pelayan itu terus berteriak meminta pengampunan dari sang Tuan putri sepanjang dia diseret keluar. “AAAARRGGGHHHH! AAAARRRGHHH!” Terdengar jeritan lantang tatkala algojo mulai menghuku
"Di mana Qiao Zhi Jing? kenapa beberapa hari ini aku tidak melihatnya? Dia juga sengaja bolos sekolah. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanya Bai Wuxin tanpa berbasa-basi kala mengunjungi Taman Aprikot yang tampak sepi dari biasanya. Seolah kediaman itu terasa telah mati, hanya menyisakan beberapa pengurus rumah yang senantiasa membersihkan halaman dan bagian dalam kediaman.Seorang paman tukang kebun yang mengurus halaman Taman Aprikot pun menjawab pertanyaan dari Bai Wuxin, "Maaf, Pangeran. Beberapa hari ini, Tuan Putri memang tidak pernah tinggal di kamarnya," jawabnya berterus terang."Tidak ada? lalu ke mana dia? apa pulang ke rumah keluarganya?" cecar Bai Wuxin, menebak-nebak."Tidak, Pangeran. Tuan Putri sengaja merahasiakan kepergiannya karena tidak ingin Anda mengkhawatirkannya. Sebelum pergi, Tuan Putri sempat berpesan agar saya menyampaikan pesan ini kepada Anda, 'karena kita bukan suami istri, aku tidak ingin membebanimu dengan menumpang tempat tinggal di kediamanmu.
Sreettt … Samar-samar Qiao Zhi Jing mendengar suara benda yang ditarik. Teringat dia pernah melihat Bai Wuxin berlatih panah. Ya, suara tarikan tali busur menghentikan langkahnya seketika.‘Dari manakah asalnya? Di mana musuh sedang bersembunyi?’ batin Qiao Zhi Jing. Was-was dengan kondisi sekitarnya yang tampak tenang, namun sangat mencurigakan. Seperti kata pepatah, tempat yang tenang adalah tempat yang paling berbahaya. “Ada masalah apa, Nona? Kenapa berhenti?” tanya Ban Xia. Heran karena Qiao Zhi Jing tiba-tiba menghentikan langkahnya. “Tidak, aku hanya merasa … .”“Nona, awasss!!!” Ban Xia tanpa ragu menghadang panah demi melindungi Qiao Zhi Jing. Seketika netra Qiao Zhi Jing terbelalak kala menyaksikan Ban Xia yang terluka parah menggantikannya. Belum sempat Qiao Zhi Jing menuntaskan perkataannya, namun takdir mendahului perkiraannya.Tidak disangka, ternyata anggota pembunuh lainnya telah siaga berjaga di halaman belakang kuil. Qiao Zhi Jing merasa bersalah karena keputu
Setiap ruangan telah dijelajahi dan diperiksa dengan teliti. Namun, Bai Wuxin dan Hua Rong tak juga menemukan sesosok pun manusia di sana. Tatkala Bai Wuxin tiba di ruangan tempat biasa Qiao Zhi Jing berdoa, pada saat itulah ia menyadari tanda-tanda keanehan.Abu sisa dupa yang bertempat di depan papan leluhur terasa masih hangat kala Bai Wuxin menyentuhnya. Pada saat itulah Bai Wuxin menduga bahwa sisa abu dupa itu berasal dari dupa yang baru saja habis dinyalakan."Bagaimana, Pangeran? apa Anda menemukan sesuatu?" Hua Rong selesai menggeledah seluruh tempat, lalu bertemu Bai Wuxin di ruangan yang sama.Reflek Bai Wuxin menoleh ke arah Hua Rong yang tengah melangkah ke arahnya. "Apa kau menemukan sesuatu?" tanya Bai Wuxin.Jawaban Hua Rong tertera jelas ketika dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Kuil itu benar-benar sepi. Rasanya semakin mencurigakan."Coba pegang ini," titah Bai Wuxin sembari menyodorkan wadah dupa kepada Hua Rong. Tak banyak bertanya, Hua Rong langsung saja menuru
Para tetua Negara Tang membawa kavalerinya untuk memerangi tentara Negara Qing yang menjaga di perbatasan. Sebelum berangkat ke Ibu Kota, Bai Wuxin sempat menitipkan perbatasan kepada Ling Yi untuk berjaga-jaga. Sesuai dengan prediksi, ternyata masih ada sisa-sia prajurit Negara Tang yang tidak terima dengan perjanjian perdamaian. Namun, melihat Kaisar Wan yang tampak baik-baik saja, seketika para tetua menghentikan para prajuritnya. Setelah itu, Kaisar Wan sendiri yang mencetuskan dekret bahwa Negara Qing dan Negara Tang telah menjanjikan perdamaian. Jika ada yang berani melawan dekret tersebut, maka dialah yang akan dicap sebagai pemberontak.Seketika para tetua dan segenap prajurit Negara Tang menerima dekret tersebut tanpa melawan. Sejak saat itu, Negara Qing dan Negara Tang akhirnya damai setelah berperang selama puluhan tahun. Rakyat menjadi lebih makmur, aman, dan tentram, sementara kursi singgasana Negara Qing masih dibiarkan kosong karena Bai Wuxin menolak posisi tersebut."P
"Jadi, namamu Qiao Zhi Jing?" Entah sejak kapan dia berdiri di sana, lalu tiba-tiba mencekal lengan Qiao Zhi Jing, lalu memojokkannya ke dinding.Hua Rongzhou sudah lama menunggu Qiao Zhi Jing keluar dari toilet. Mana kala pada saat itu, kelas tengah berlangsung dan Qiao Zhi Jing meminta izin untuk pergi ke toilet. Selang setalah 5 menit berlalu, giliran Hua Rongzhou yang turut meminta izin pergi ke toilet. Tak disangka, ternyata izin Hua Rongzhou hanyalah alasan agar dia dapat berbicara dengan Qiao Zhi Jing.Qiao Zhi Jing reflek mengernyitkan kedua alisnya seraya berontak dari cekalan Hua Rongzhou yang begitu kuat mencengkram lengannya. Tak hanya satu lengannya saja, kini Hua Rongzhou bahkan dengan beraninya mencengkram kedua lengan Qiao Zhi Jing dan mengangkatnya ke atas."Hei, apa yang kaulakukan?" protes Qiao Zhi Jing karena tak dapat menahan emosinya, apalagi melawan tenaga Hua Rongzhou yang jauh lebih besar dibandingkan tenaganya."Jawab aku! apa namamu Qiao Zhi Jing?" Nada suar
"Baiklah. Hua Rongzhou, silakan duduk di kuris kosong sebelah Qiao Zhi Jing," himbau Guru Fang."Apa?!" Reflek Qiao Zhi Jing bangkit dari posisinya dan mengejutkan seisi kelas. Mata memandang tertuju kepadanya. Untuk pertama kalinya, Qiao Zhi Jing dijadikan sorotan oleh seluruh teman kelasnya."Ada masalah apa, Qiao Zhi Jing?" tanya Guru Fang."Ah ... itu ... maaf, maaf, saya hanya terkejut." Qiao Zhi Jing dengan sungkan dan canggung kembali duduk di kurisinya.Selang kemudian, murid pindahan bernama Hua Rongzhou melangkah menuju kursi kosong yang terletak di samping kanan Qiao Zhi Jing. Sedangkan Qiao Zhi Jing sengaja memalingkan wajahnya ke arah lain sembari menutupinya dengan buku. Ia terlalu enggan menatap siswa pindahan bernama Hua Rongzhou yang sempat beradu konflik dengannya pada pagi tadi."Aissshh ... sial! kenapa dia malah muncul di sini?" gerutunya kesal. "Tidak! untuk apa juga aku bersembunyi seperti ini? jelas-jelas dia yang salah karena menabrakku lebih dulu, bahkan perg
"Aisshh ... dasar bocah arogan! kuharap kau jatuh terpeleset," decak Qiao Zhi Jing karena kesal mendengar respon dari siswa tampan.SLERET ... "Och ... sialan! siapa orang yang masih membuang kulit pisang di trotoar," umpatnya selepas terlepet dan jatuh karena menginjak kulit pisang.Netra Qiao Zhi Jing membola tatkala menyaksikan pemandangan di hadapannya. Tercengang karena tak menyangka harapannya langsung dikabulkan hanya dengan menunggu satu detik saja. Bingung bercampur puas menjadi satu rasa berkecamuk dalam hatinya. Namun, perasaan puas yang memenangkan peraduan. Seulas senyum terukir jelas di garis bibir Qiao Zhi Jing. Kemudian, dia pun tertawa lepas."Hahaha. Dia memang pantas mendapatkannya," ucap Qiao Zhi Jing. "Ouch ... sakit sekali," rintihnya kesakitan tatkala menggerakkan kakinya guna beranjak dari tempatnya. "Bocah tengik! sudah membuatku seperti ini, malah langsung pergi. Awas saja jika kita bertemu lagi. Aku pasti akan langsung menendang lututmu!" cetusnya.***"Hei
Sama seperti biasanya, Qiao Zhi Jing kembali menjalani hari-hari normal sebagai siswa yang datang ke sekolah setiap pagi. Pagi hari, sekitar pukul 06.00 pagi, dia sudah berangkat menuju sekolah. Namun, entah mengapa tanpa sadar langkahnya menuntun dirinya menuju perpustakaan Kota."Ada apa denganku? Kenapa aku malah pergi ke sini?" Ketika terbangun dari alam bawah sadarnya, Qiao Zhi Jing akhirnya tersadar bahwa dirinya saat ini tengah berada di depan perpustakaan Kota yang masih belum beroperasi. Ia menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal. BRUK! Namun, tiba-tiba saja seseorang menabaraknya hingga dia kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur."Ouch. Sakit sekali," pekiknya kesakitan sembari memegangi lututnya yang memar, namun tidak berdarah."Maaf, maaf sekali. Aku tidak sengaja. Biar kubantu." Sosok yang baru saja menabrak Qiao Zhi Jing tak pergi begitu saja sebelum bertanggung jawab karena tidak sengaja menabrak Qiao Zhi Jing. Dia bergegas mengulurkan tangannya guna
"Hei, Bai Wuxin sialan! Keluarkan aku dari sini! Hei!!!" umpat Bai Ruyu seraya memberontak dengan cara menghantam-hantamkan tinjunya ke sel penjara. Alhasil, Bai Wuxin menyisakan nyawa Bai Ruyu dan memutuskan untuk mengurungnya di penjara. "Berisik sekali!!! Yo, lihatlah siapa ini? Bukankah ini Pangeran Pertama, Bai Ruyu? Apa kau masih mengingat siapa aku?" salah seorang narapidana berperawakan kekar, perlahan berjalan menghampiri Bai Ruyu seraya melemparkan senyum tersungging penuh makna tersirat.Reflek Bai Ruyu menoleh ke arah sumber suara. Sepontan, tubuhnya menegang kala menatap sang narapidana berotot yang berjalan menghampirinya."S-siapa kau?" tanya Bai Ruyu dengan nada bicara gagap. Kini, Bai Ruyu tak dapat menyembunyikan rasa takutnya lagi."Ternyata kau sungguh telah melupakanku. Auhh ... Jujur saja, aku merasa sakit hati. Kalau begitu, apa kau mengingat siapa Ketua Chen?" tanyanya guna menguji."Ada banyak orang bermarga Chen. Bagaimana aku tahu? Apa nama itu sepenting i
"Hahaha. Bai Wuxin, kau masih saja menyalahkanku atas segalanya. Sampai saat ini, ternyata kau masih saja belum mengerti. Semua ini terjadi karenamu!" tunjuk Bai Ruyu dengan wajah murka ke arah Bai Wuxin."Bai Ruyu, aku rasa kau yang tidak pernah mengerti. Sampai kapan kau akan bersikap egois hingga menghalalkan segala cara hanya untuk menyaingiku? Menyerahlah. Semua ini sudah berakhir. Sampai kapan pun, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku," cetus Bai Wuxin.SREEKK!CRING!Dengan sigap, Bai Ruyu bangkit dari singgasanya seraya menyerang Bai Wuxin dengan pedangnya. Sedangkan Bai Wuxin yang lebih cekatan langsung menangkis serangan dari Bai Ruyu. Pedang mereka saling beradu dengan gesitnya, bersamaan dengan sorot mata tajam bak ujung bilah pedang yang siap terhunuskan. Namun, di tengah pertarungan, penyakit Bai Ruyu tiba-tiba kambuh. Pada detik itu, Bai Wuxin tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjatuhkan lawan dengan sekali serang. Pada akhirnya, Bai Wuxinlah yang berhasil memena
"Siswa? Siswa?" Seorang petugas perpustakaan berusaha menggugah Qiao Zhi Jing dari lelapnya."Hah?!!" Sepontan Qiao Zhi Jing terhenyak tatkala bangun dari lelapnya. Qiao Zhi Jing mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan netra terbelalak saking antusiasnya. "Apa yang terjadi? Di mana aku?" Qiao Zhi Jing bergumam dengan wajah ling lung."Siswa, apa kau baik-baik saja?" tanya sang petugas perpistakaan."Eh? Ah?" Tanggapan Qiao Zhi Jing gelagapan, tersadar kala mendapati di hadapannya berdiri seorang petugas perpustakaan yang sejak tadi berusaha keras membangunkan Qiao Zhi Jing dari lelapnya."Maaf, sudah larut malam. Sudah waktunya kami tutup," kata sang petugas perpustakaan."Tutup? apa maksudnya?" Qiao Zhi Jing bertanya-tanya keheranan. Entah mengapa, Qiao Zhi Jing merasa amat kesulitan memahami dirinya sendiri, layaknya baru terbangun dari tidur yang cukup panjang. Entah apa yang telah terjadi kepadanya, yang jelas isi pikirannya sangat berantakan saat ini."Sudah larut malam. Pe
"TIDAAAAKKK!!!" teriak Bai Wuxin dengan lantang kala menyaksikan wanita yang dicintainya terluka. Tanpa banyak berpikir, Bai Wuxin bergegas berlari tergopoh-gopoh menuju istana demi menghampiri Qiao Zhi Jing.Setelah Ming Tian berhasil menargetkan Qiao Zhi Jing, Hua Rong yang berdiri di dekatnya takkan tinggal diam. Hua Rong turut memungut satu pedang yang tersisa dari lantai, lalu menebas leher Ming Tian. Tak puas hanya dengan satu kali tebasan, Hua Rong yang dikuasai dendam dan kemurkaan, ia menusuk-nusuk tubuh Ming Tian, lalu memutilasinya hingga tubuh Ming Tian terpisah menjadi beberapa bagian."Aaaarrrggghhh!!! kenapa kau membunuhnya? kenapa? kenapa? kenapa!!! aku harus membunuhmu! matilah! matilah!!!" Hua Rong telah kehilangan kendali atas dirinya."H-Hua Rong ... jangan. Be ... berhentilah," lirih Qiao Zhi Jing. Dia berusaha menghentikan Hua Rong. Pandangannya berkunang-kunang, tubuh Qiao Zhi Jing melemah dan meluruh. Setelah itu ...HAP!"Qiao Zhi Jing, bertahanlah ... ." Hua