"Allea, apa kau sudah membeli tiketnya untuk besok?" tanya Adeline.
"Ya, tunggu sebentar." Aku membuka ranselku dan mengeluarkan empat tiket bioskop, yang telah ku beli lewat calo.
Aku menunjukkan empat tiket itu, "Ini dia tiketnya!"
"Aku yang simpan atau mau dibagikan saja, agar masing-masing menyimpan tiket?" tanyaku sambil lirik satu persatu wajah temanku.
Serempak ketiga temanku, Adeline, Serra dan Liliana menjawabnya, "Kau saja yang simpan."
Besok libur sekolah, aku dan temanku akan menonton bioskop pada hari sabtu sore. Aku sudah membeli tiketnya lewat calo. Kami akan menonton film horor.
"Besok jangan ada yang telat. Aku tidak mau menunggu!" ucapku sambil memegang pinggang.
"Liliana?" Aku memanggil Liliana yang sedang sibuk bercermin merapikan poni, dan dia tidak merespon panggilan ku.
"Kalau ada yang telat kita tinggalin, kan?" ucap adeline sambil menyenggol lenganku lalu, mengedipkan mata.
"Lihat! Lihatlah dia, dia malah sibuk dengan poninya dan bercermin!" tambah Serra dengan menunjuk ke arah Liliana.
Liliana tidak menghiraukan ucapan kami, dia tetap fokus merapikan poninya.
Adeline dengan kesal berkata, "Abaikan saja dia, jika nanti kakinya tersandung, aku akan menertawakan nya dengan keras hahah."
Liliana langsung melirik Adeline dengan memasang wajah masam, lalu membuang wajahnya.
Setelah lama membenarkan poninya, Liliana pun berbicara dengan nada lemah dan lembut, "Kalian tidak akan tega meninggalkan Putri cantik, sepertiku."
Aku, Adeline dan Serra hanya tertawa mendengar ucapannya.
"Ya, ya. Putri cantik, dimohon untuk besok tidak telat datang," jawabku dengan menirukan seorang pengawal kerajaan.
"Baiklah, aku berjanji tidak akan telat datang," ujar nya dengan memasang wajah yang tidak bisa dipercaya.
"Kita akan bertemu di depan bioskop tepat pukul empat sore, ok?" seru Adeline.
"Kalau nanti kau melanggar janjimu, aku akan mencongkel kedua bola matamu dengan jariku sendiri!" tambah Adeline dengan melotot ke arah Liliana.
Liliana tersenyum manis, "Percayalah! Aku tidak akan berbohong padamu."
Serra pun menyahut nya, "Kau selalu saja berkata 'aku tidak akan berbohong padamu', tapi apa kenyataanya?"
Aku, Serra dan Adeline kompak menjawab, "Berbohong!"
Liliana memasang wajah tanda tanya, "Kapan aku berbohong pada kalian? Kapan, dimana, dan bagaimana aku berbohongnya?"
"Tanyakan saja pada dirimu sendiri," jawab Serra.
Kami berempat akan keluar dari area sekolah dan melewati gerbang.
Di depan gerbang, ada satpam yang berjaga. Kami pun menyapa satpam sekolah dengan tersenyum ramah, "Selamat sore, Pak. "
"Selamat sore, juga. Hati-hati dijalan."
Setelah itu, Liliana mendekatiku dan memegang lengan ku, lalu menggoyangkannya sambil berkata, "Allea, jawab pertanyaanku!"
"Pertanyaan apa?"
"Pertanyaan yang tadi."
"Oh, pertanyaan yang itu?"
"Iya." Liliana menganggukkan kepalanya dengan memasang wajah bersedih.
"Coba kau tanyakan pada Serra."
"Ah, malas!" jawab Liliana sambil melepaskan tangannya dari lenganku.
Beberapa menit kemudian, kami berjalan menuju halte bus sambil berbicara mengenai sekolah hari ini.
Ada kejadian lucu waktu di kelas, Liliana menggoda teman pria sekelas kami, sehingga pria itu mentraktirnya makanan.
Aku penasaran padanya, jurus apa yang telah dikeluarkan Liliana, sehingga pria itu takluk padanya. Namun, aku malas bertanya mengenai hal tersebut.
"Hei, hari ini kau pergi les?" tanya Adeline pada Serra.
Serra menganggukkan kepala, "Rasanya, kepalaku ingin meledak."
"Memangnya, kau tidak boleh bolos sehari saja, ya?"tanya Liliana.
Serra hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala.
"Kasihan sekali," ledek Liliana sambil menggelengkan kepala.
"Semangat!" ucapku.
Serra hanya tersenyum padaku.
"Semangat, besok kau akan libur les!"tutur Adeline sambil menepuk pundak Serra.
Langit sore yang tadinya begitu cerah, sekejap berubah menjadi berawan.
"Sepertinya hujan akan turun," ucap Adeline
Aku sedikit mendongakkan kepala keatas, "Sepertinya juga, kita akan kebasahan saat turun dari bus."
Angin pun berhembus kencang dari arah kiri, membuat rokku sedikit menyikap ke atas.
Selain itu, angin membuat poni Liliana berantakan. Dengan cepat, Liliana menutupi poninya dengan tangan lalu, dia mengambil cermin.
Ketika melihat ke cermin, dia melihat kondisi poninya yang sudah berantakan. Liliana pun berteriak dengan kesal, "Ya ampun!"
Teriakannya itu membuat orang lain menatap heran padanya.
Aku, dan Serra hanya tertawa melihatnya. Berbeda dengan Adeline, dia tertawa puas melihat poni kesayangan Liliana berantakan, "Mampus kau!"
Pada saat yang bersamaan, aku mendengar suara seperti ringtone. Suara ringtone itu terdengar samar-samar di telingaku. Aku tidak tahu berasal dari mana. Namun, suara ringtone itu terdengar tidak asing bagiku.
"Hei, diamlah!" ucapku sambil meletakkan jari telunjuk di bibirku.
"Ada apa?" tanya Serra padaku.
"Apa kalian mendengar suara ringtone?" tanyaku pada ketiga sahabatku.
Adeline memasang wajah tanda tanya, "Suara ringtone?"
"Aku tidak mendengar apapun," jawab Liliana.
"Hei, dengarkan baik-baik!" pintaku.
Aku juga meminta ketiga sahabatku untuk diam, supaya kami bisa mendengarkan bersama suara ringtone tersebut.
"Aku tidak mendengar apa-apa. Kau salah dengar kali!"ujar Adeline.
"Sama, aku juga tidak mendengarnya," kata Liliana.
Belum sempat, aku mengatakan apapun pada sahabatku, kepalaku mendadak sakit dan pusing, seperti dijedotin berkali-kali ke dinding.
Aku mencoba memejamkan mata, menahan rasa sakit dan pusing di kepala, serta kedua tanganku memegang kepala.
Ketika aku memejamkan mata, suara itu semakin jelas dan semakin nyaring. Telingaku pun berdengung keras.
"Aku tidak bisa menahan nya lagi."
Perlahan dan pasti, aku mencoba untuk membuka mata.
Ketika mataku sedikit terbuka, aku melirik ke sekitar. Aku melihat lemari, meja rias yang tampak tidak asing dimataku.
Ketika mataku sudah sepenuhnya terbuka, aku menyadari kalau ini adalah kamarku. Aku berada di kamar, tepat di kasur.
Aku pun terdiam sejenak, lalu aku mengatur napas panjang untuk waktu yang cukup lama dan memperhatikan lemari kecil tepat berada di samping kasur.
"Mimpi itu lagi," gumamku.
Aku terbangun dengan posisi tengkurap, rasa sakit di kepala ku perlahan mulai menghilang.
Suara itu terus berbunyi, kupejamkan mata sebelum tanganku mencari ke sumber suara.
Aku memasukan kedua tanganku ke dalam selimut, meraba kasur ke kanan dan kiri. Aku juga menarik bantal-bantal yang menghalangi jalan tanganku. Ketemu!
Suara ringtone itu berasal dari ponselku, yang tertindih oleh bantal guling disampingku.
"Kau ini hanya bisa mengganggu orang tidur saja!" ucapku dengan kesal sembari mengklik bacaan "Matikan Alarm".
Perlahan, aku membalikkan badan ke posisi telentang. Mataku langsung tertuju pada atap kamar.
Aku melamun memandangi langit-langit kamar yang warnanya sudah pudar, "Nanti aku akan panggil tukang untuk mengecat dinding dan atap."
Aku ingin mengganti warna yang semula putih menjadi serba biru, kamarku, kamar mandi, dan ruang tamu.
Oh iya mimpi itu! Lamunanku buyar ketika aku mengingat kembali mimpi tadi.
Aku sangat heran ini sudah yang ketiga kalinya aku bermimpi tentang hal yang sama. Anehnya, sebelum aku terbangun dari mimpi, kepalaku mendadak sakit di mimpi, hingga tersadar. Ini sangat aneh!
Aku sudah menceritakan mimpiku ini pada sahabatku, mereka menyuruhku untuk pergi ke dokter. Namun, aku tidak bisa. Lebih tepatnya, aku tidak ingin mendengarkan hal, yang seharusnya tidak aku dengar.
Aku takut, jika nanti dokter mengatakan, bahwa aku harus dirawat inap ataupun aku memiliki riwayat penyakit langka. Aku tidak ingin kedua orang tuaku khawatir dan terus kepikiran padaku. Lagipula, aku sangat sibuk dengan pekerjaanku. Tidak ada waktu untuk pergi ke dokter!
Saat itu juga, ponselku bergetar. Aku melihat ada notifikasi pesan dari grup AsLa. Grup ini beranggotakan empat wanita cantik, Aku, Liliana, Adeline dan Serra. Mereka bertiga adalah sahabatku.
Novel dalam masa revisi😁
Serra: *Mengirim Foto [Aku menemukan celana yang aku inginkan! Senangnya..] Serra mengirimkan foto celana yang dia beli, celananya celana panjang, berwarna maroon pensil, dan terdapat rombe-rombe di bagian bawah celana. [Untung saja aku tidak kehabisan seperti bulan kemarin.] Dia juga mengirim emoticon berpelukan. Liliana: dia mengirimkan emoticon
Ketika aku ingin mengirimkan Emoticon bergambar wajah tersenyum, tiba - tiba ponsel ku beralih ke panggilan masuk. Ada telepon dari pacarku. Aku terkejut dan hampir membuat ponselku jatuh ke wajahku. Aku terdiam sejenak selama tiga detik memandangi layar ponsel, terlihat nama yang sedang menelponku "Bernardo", terdapat juga Emoticon Love berwarna hitam di samping nama nya. "Kamu seperti permen kapas yang mencair sepanjang hari dihatiku." Nada dering ponselku berbunyi. Nada dering ini hanya terdengar saat Bernardo menelepon, aku juga memasang nada dering untuk orang tuaku, ketiga sahabatku dan juga bos dan teman - teman kerjaku. aku sengaja memasang nada dering yang berbeda pada mereka, agar aku dapat mengenali orang yang menelponku. Aku bukan tipe orang yang suka mengangkat telepon dari orang lain kecuali situasinya darurat. Aku mengangkat telepon darinya, terdengar suara di seberang sana "S
Empat puluh lima menit kemudian, aku sedang berjalan menuju tempat kerja. "Aku harus membeli makanan untuk sarapan di kantor, tapi apa yang harus ku beli ya?" pikirku. Melewati satu - persatu toko, "Sepertinya itu enak," melihat ke arah Toko Roti yang berada di seberang. Aku berjalan cepat menuju ke arah Zebra Cross, lampu rambu lintas sedang berwarna merah. Banyak orang yang sudah bersiap untuk menyebrang. Ponselku yang sedang ku genggam di tangan kanan tiba - tiba bergetar, sambil berjalan aku melihat ke arah ponselku, ada pesan singkat dari teman kantorku Hana, "Tolong belikan aku dua Roti isi selai kacang." Aku langsung menaruh ponsel ke dalam tas, baru saja ku tutup resleting tas, ponselku bergetar dan berdering. "Aku terbangun di pagi hari" "Melewati malam yang penuh dengan bintang bersinar" Suara nada dering terdengar kecil karena posisi ponsel berada di dalam tas. "Bagaimana
Aku sudah sampai di tempat kerjaku, hanya butuh waktu kurang dari enam menit saja dari toko roti itu untuk sampai di tempat kerjaku.Aku bekerja di Perusahaan DEB yang merupakan anak Perusahaan dari Perusahaan KGB. Perusahaan DEB memiliki tiga cabang di tiga kota besar Filipina, perusahan ini baru berdiri tahun 2015 bergerak di bidang industri makanan dan aku mulai bekerja tahun 2019 di bagian SDM sebagai pegawai biasa.Gedung kantor ini hanya terdiri lima lantai, ruangan ku berada di lantai tiga.Aku melihat ke arah jam tanganku menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh menit, aku sedang menunggu Lift dan terus - menerus menekan tombol Lift. "Lama sekali," gumamku."Allea!""Allea!" seseorang memanggil namaku.Aku memutar badan 30°, terlihat seorang pria berkemeja rapi berdasi oranye sedang duduk di sofa dekat meja resepsionis sambil melambaikan tangan ke arah ku."Hey, ya?" aku membalas lambai
Jam menunjukkan pukul dua belas siang, waktunya untuk beristirahat dan makan siang.Aku mengeluarkan ponselku yang ku letakkan di laci meja, membuka pesan - pesan yang masuk dari siapapun tanpa kubaca dan balas. Kecuali, pesan dari Bernardo.Dia mengirimiku beberapa pesan di jam tujuh lewat empat puluh lima menit pagi, walaupun pesan yang dikirim nya hal biasa tapi, sukses membuatku tidak mampu menahan senyum di bibirku. [Aku sudah sampai di tempat kerja.][Kau, sudah berangkat kerja?][Jangan lupa sarapan.][Jika tidak ingin memakan makanan yang berat di pagi hari, beli saja roti untuk mengganjal perut.]Aku sudah mengetik, [Maaf, aku baru melihat pesanmu, tadi aku membeli roti isi coklat] dan ingin mengklik Send tapi, dia sudah mengirimiku pesan lagi.[Ini sudah jam istirahat, jangan lupa untuk makan siang.]Aku langsung mengklik Send ketikan yang belum sempat ku kirim.Hanya berki
Tidak mungkin ada toko makanan yang memajang sebuah manekin, jarang terjadi! Kemungkinan hanya 0.01% saja. Yang kutahu toko makanan selalu memajang panel atau banner diluar tokonya.Wanita itu hanya berdiam diri dan matanya melihat ke arah Cafe ini. Dia sedang melihat apa?Wanita itu memakai baju lengan panjang berwarna biru, juga memakai rok selutut berwarna merah. Dia membawa kantong hitam di tangan kiri dan payung di tangan kanan.Mataku tidak berhenti memperhatikan wanita itu bahkan tanpa berkedip. kepalaku juga mulai penuh dengan pertanyaan - pertanyaan. Kenapa dia berdiam diri disana? Apakah dia sedang menunggu seseorang? Kenapa dia hanya melihat ke arah Cafe ini?Aku merasakan hal janggal, banyak orang yang melewatinya tetapi, tidak seorang pun yang melihat ke arah nya, seolah - olah wanita itu tidak ada disana. Apakah dia hantu?"Aku sudah melihat hantu pagi ini, masa harus melihatnya lagi?" pikirku.
"Allea."Terdengar kembali suara yang terus memanggilku."Allea.""Allea."Mataku terasa gatal, aku mengusapi nya dengan secara pelan.Lalu, aku mengedipkan mata sebanyak tiga kali untuk menghilangkan rasa gatalnya, saat kedipan yang ketiga, aku sangat terkejut karena apa yang ku lihat sekarang itu berbeda. Kenapa bisa?"Allea, ini sudah jam sepuluh lewat sepuluh menit."Suara yang sedari tadi memanggil namaku itu suara Hana, dia juga menepuk pundakku."Kau dari tadi ku bangunkan tidak merespon sama sekali.""Alarm ponselmu terus berbunyi aku tidak tahu cara memakainya." ucap Hana sambil memberikan ponselku.Aku langsung membuka kunci dan mematikan alarm itu.Ternyata aku tidur di kursi kerjaku dan aku bermimpi pergi ke Cafe Monday bersama Hana dan Lauren juga melihat ada kecelakaan disana, "Ya ampun ternyata aku hanya mimpi."Tapi mimpi yang ku alami seperti nyata
Tanganku ditarik cepat oleh tangan pria yang tidak kukenal. Pria itu menarik tanganku, aku hampir saja terjatuh tapi, untungnya pria itu dengan sigap langsung menahan pinggangku dengan tangan yang satunya lagi. Saat itu juga, aku tersadar bahwa aku sudah berhadapan dengan wajah pria tersebut. Ketika aku melihat ke arah matanya, tanpa sadar aku langsung terpesona. Sepertinya aku sudah terkena mantra sihir! Pria itu memiliki bola mata yang bulat, bulu mata sedikit lentik, alis tebal dan juga poni terbelah dua menambah kesan menarik. Saat pria itu berkedip, mataku tidak pernah melewatkan nya. Tapi, tiba - tiba wajah Bernardo muncul di mataku, menghalangi pandangan dan membuat aku sadar jika aku sedang memandangi mata pria lain selain Bernardo. Dengan cepat aku langsung bangun dan menarik tanganku. Aku tidak ingin berlarut - larut dalam pesona pria lain! "Terimakasih," aku mengucapkan nya denga
Aku melihat ke arah jam dinding, sekarang pukul sepuluh malam."Ahhh" aku menghela nafas cukup panjang.Mataku sudah ngantuk, tapi pekerjaanku belum juga selesai."Ini semua karena dia, Manajer Hong!" aku melipat tanganku ke dada sambil menatap tajam ke arah nya yang sedang berdiri di depan pintu.Tadi siang ketika aku menyerahkan laporan kepada Manajer, aku ikut rapat selama enam jam, dari pukul dua siang sampai pukul delapan malam. Gila, kan?Untungnya saja saat rapat berlangsung, aku hanya duduk dan mendengarkan tidak ikut berbicara, dan juga tersedia banyak makanan.Aku mengatur nafas dengan baik, lalu terdiam melihat lembar kerja di layar komputer, pekerjaanku belum selesai tapi, pikiranku tidak berhenti memikirkan kecelakaan itu dan mimpiku, bahkan saat rapat. Ini sungguh mengganggu pikiranku!Mungkin, kalau aku tahu mimpiku akan jadi nyata, aku akan mencegah orang tua gadis kecil itu untuk tidak pe
Tanganku ditarik cepat oleh tangan pria yang tidak kukenal. Pria itu menarik tanganku, aku hampir saja terjatuh tapi, untungnya pria itu dengan sigap langsung menahan pinggangku dengan tangan yang satunya lagi. Saat itu juga, aku tersadar bahwa aku sudah berhadapan dengan wajah pria tersebut. Ketika aku melihat ke arah matanya, tanpa sadar aku langsung terpesona. Sepertinya aku sudah terkena mantra sihir! Pria itu memiliki bola mata yang bulat, bulu mata sedikit lentik, alis tebal dan juga poni terbelah dua menambah kesan menarik. Saat pria itu berkedip, mataku tidak pernah melewatkan nya. Tapi, tiba - tiba wajah Bernardo muncul di mataku, menghalangi pandangan dan membuat aku sadar jika aku sedang memandangi mata pria lain selain Bernardo. Dengan cepat aku langsung bangun dan menarik tanganku. Aku tidak ingin berlarut - larut dalam pesona pria lain! "Terimakasih," aku mengucapkan nya denga
"Allea."Terdengar kembali suara yang terus memanggilku."Allea.""Allea."Mataku terasa gatal, aku mengusapi nya dengan secara pelan.Lalu, aku mengedipkan mata sebanyak tiga kali untuk menghilangkan rasa gatalnya, saat kedipan yang ketiga, aku sangat terkejut karena apa yang ku lihat sekarang itu berbeda. Kenapa bisa?"Allea, ini sudah jam sepuluh lewat sepuluh menit."Suara yang sedari tadi memanggil namaku itu suara Hana, dia juga menepuk pundakku."Kau dari tadi ku bangunkan tidak merespon sama sekali.""Alarm ponselmu terus berbunyi aku tidak tahu cara memakainya." ucap Hana sambil memberikan ponselku.Aku langsung membuka kunci dan mematikan alarm itu.Ternyata aku tidur di kursi kerjaku dan aku bermimpi pergi ke Cafe Monday bersama Hana dan Lauren juga melihat ada kecelakaan disana, "Ya ampun ternyata aku hanya mimpi."Tapi mimpi yang ku alami seperti nyata
Tidak mungkin ada toko makanan yang memajang sebuah manekin, jarang terjadi! Kemungkinan hanya 0.01% saja. Yang kutahu toko makanan selalu memajang panel atau banner diluar tokonya.Wanita itu hanya berdiam diri dan matanya melihat ke arah Cafe ini. Dia sedang melihat apa?Wanita itu memakai baju lengan panjang berwarna biru, juga memakai rok selutut berwarna merah. Dia membawa kantong hitam di tangan kiri dan payung di tangan kanan.Mataku tidak berhenti memperhatikan wanita itu bahkan tanpa berkedip. kepalaku juga mulai penuh dengan pertanyaan - pertanyaan. Kenapa dia berdiam diri disana? Apakah dia sedang menunggu seseorang? Kenapa dia hanya melihat ke arah Cafe ini?Aku merasakan hal janggal, banyak orang yang melewatinya tetapi, tidak seorang pun yang melihat ke arah nya, seolah - olah wanita itu tidak ada disana. Apakah dia hantu?"Aku sudah melihat hantu pagi ini, masa harus melihatnya lagi?" pikirku.
Jam menunjukkan pukul dua belas siang, waktunya untuk beristirahat dan makan siang.Aku mengeluarkan ponselku yang ku letakkan di laci meja, membuka pesan - pesan yang masuk dari siapapun tanpa kubaca dan balas. Kecuali, pesan dari Bernardo.Dia mengirimiku beberapa pesan di jam tujuh lewat empat puluh lima menit pagi, walaupun pesan yang dikirim nya hal biasa tapi, sukses membuatku tidak mampu menahan senyum di bibirku. [Aku sudah sampai di tempat kerja.][Kau, sudah berangkat kerja?][Jangan lupa sarapan.][Jika tidak ingin memakan makanan yang berat di pagi hari, beli saja roti untuk mengganjal perut.]Aku sudah mengetik, [Maaf, aku baru melihat pesanmu, tadi aku membeli roti isi coklat] dan ingin mengklik Send tapi, dia sudah mengirimiku pesan lagi.[Ini sudah jam istirahat, jangan lupa untuk makan siang.]Aku langsung mengklik Send ketikan yang belum sempat ku kirim.Hanya berki
Aku sudah sampai di tempat kerjaku, hanya butuh waktu kurang dari enam menit saja dari toko roti itu untuk sampai di tempat kerjaku.Aku bekerja di Perusahaan DEB yang merupakan anak Perusahaan dari Perusahaan KGB. Perusahaan DEB memiliki tiga cabang di tiga kota besar Filipina, perusahan ini baru berdiri tahun 2015 bergerak di bidang industri makanan dan aku mulai bekerja tahun 2019 di bagian SDM sebagai pegawai biasa.Gedung kantor ini hanya terdiri lima lantai, ruangan ku berada di lantai tiga.Aku melihat ke arah jam tanganku menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh menit, aku sedang menunggu Lift dan terus - menerus menekan tombol Lift. "Lama sekali," gumamku."Allea!""Allea!" seseorang memanggil namaku.Aku memutar badan 30°, terlihat seorang pria berkemeja rapi berdasi oranye sedang duduk di sofa dekat meja resepsionis sambil melambaikan tangan ke arah ku."Hey, ya?" aku membalas lambai
Empat puluh lima menit kemudian, aku sedang berjalan menuju tempat kerja. "Aku harus membeli makanan untuk sarapan di kantor, tapi apa yang harus ku beli ya?" pikirku. Melewati satu - persatu toko, "Sepertinya itu enak," melihat ke arah Toko Roti yang berada di seberang. Aku berjalan cepat menuju ke arah Zebra Cross, lampu rambu lintas sedang berwarna merah. Banyak orang yang sudah bersiap untuk menyebrang. Ponselku yang sedang ku genggam di tangan kanan tiba - tiba bergetar, sambil berjalan aku melihat ke arah ponselku, ada pesan singkat dari teman kantorku Hana, "Tolong belikan aku dua Roti isi selai kacang." Aku langsung menaruh ponsel ke dalam tas, baru saja ku tutup resleting tas, ponselku bergetar dan berdering. "Aku terbangun di pagi hari" "Melewati malam yang penuh dengan bintang bersinar" Suara nada dering terdengar kecil karena posisi ponsel berada di dalam tas. "Bagaimana
Ketika aku ingin mengirimkan Emoticon bergambar wajah tersenyum, tiba - tiba ponsel ku beralih ke panggilan masuk. Ada telepon dari pacarku. Aku terkejut dan hampir membuat ponselku jatuh ke wajahku. Aku terdiam sejenak selama tiga detik memandangi layar ponsel, terlihat nama yang sedang menelponku "Bernardo", terdapat juga Emoticon Love berwarna hitam di samping nama nya. "Kamu seperti permen kapas yang mencair sepanjang hari dihatiku." Nada dering ponselku berbunyi. Nada dering ini hanya terdengar saat Bernardo menelepon, aku juga memasang nada dering untuk orang tuaku, ketiga sahabatku dan juga bos dan teman - teman kerjaku. aku sengaja memasang nada dering yang berbeda pada mereka, agar aku dapat mengenali orang yang menelponku. Aku bukan tipe orang yang suka mengangkat telepon dari orang lain kecuali situasinya darurat. Aku mengangkat telepon darinya, terdengar suara di seberang sana "S
Serra: *Mengirim Foto [Aku menemukan celana yang aku inginkan! Senangnya..] Serra mengirimkan foto celana yang dia beli, celananya celana panjang, berwarna maroon pensil, dan terdapat rombe-rombe di bagian bawah celana. [Untung saja aku tidak kehabisan seperti bulan kemarin.] Dia juga mengirim emoticon berpelukan. Liliana: dia mengirimkan emoticon