Semua orang berhamburan turun dari kapal, bergegas pergi melakoni rencana mereka masing-masing. Namun, walaupun tujuan mereka berbeda-beda, mereka tetap harus melewati jalur yang sama untuk sampai ke area trans-penghubung, He Shan Lu. Karena tidak tahu jalan di Shui, Ming Shi mengikuti saja arus perjalanan orang-orang yang satu kapal dengannya. Termasuk pula ibu dan anak yang telah menolongnya itu.
Kira-kira setengah jam kemudian, rombongan pun tiba di He Shan Lu. Tempat yang dituju merupakan sebuah area yang sangat besar, dan ramai. Ialah pusat kesibukan Xin kai, dan juga salah satu area terpenting di Shui. Jadi kira-kira bisa dibayangkan kesibukan dan keramaian situasi di sana. Orang-orang berjalan hilir mudik melintasi kota, dan seringkali harus berlari menyingkir ketika kereta-kereta kuda menderu memecah jalan.
Mendadak si anak perempuan berseru, “Itu Tante Su!” dan tanpa menghiraukan apa-apa lagi ia seg
Betapa terkejutnya ia mendapati wanita itu sudah menghilang. Orang-orang yang mengerumuni Ming Shi akhirnya pergi juga. Kesempatan itu ia pergunakan untuk mencari wanita itu. Seseorang menepuk pundaknya. “Kau jangan cemas. Dia ada di tempat yang aman.” Ming Shi memandangi pemanggilnya, yang merupakan seorang gadis kecil yang umurnya tidak tersangkut jauh darinya. Ia tidak bisa mengatakan gadis itu cantik dengan wajah bundarnya yang kemerahan dan rambut pendeknya yang tidak begitu rapi, namun gadis itu juga tidak jelek. Mungkin boleh dibilang manis karena wajahnya nampak polos dan ramah, terlebih kelihatannya ia amat suka tersenyum. Ia melambaikan tangannya, “Ayo, kuantar kau menemuinya.” “Kau tadi berani sekali! Memprotes bangsawan tinggi itu, apa kau tidak takut mati?” Dalam perjalanan, si gadis bertanya penasaran. “Karena d
Pekerjaan mereka sehari-hari pun tidak cukup berat. A Hua seorang yang cukup ahli dalam pengobatan, betapapun karena letak rumahnya yang tidak strategis dan ia sendiri tidak tertarik untuk mengiklankan diri, jadilah pasien yang perlu ditanganinya tidak seberapa banyak. Hanya di pagi hari mereka sibuk meencari bahan obat-obatan (yang sebagian besar telah tersedia di hutan sekeliling rumah) serta meraciknya, untuk kemudian dipergunakan oleh para pasien yang selanjutnya berdatangan. Dengan cepat, dua minggu pun berlalu. Ming Shi menikmati pekerjaan sehari-harinya yang walaupun lebih berat daripada kehidupan mewah istananya, namun memberikannya sebuah sensasi membahagiakan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya, yang bernama “penerimaan”. Alasan utamanya adalah Zhang Li Sha. Ia merupakan seorang gadis yang menyenangkan, hangat dan bersahabat. Pula, gadis itu kelihatan begitu memuja dirinya, semua kata-kata dan ajakan p
Keadaan rumah Lian Shi sangat memprihatinkan. Seperti sebuah rumah yang dibangun begitu saja dengan asal dan terburu-buru, sehingga mengesankan bisa rubuh kapan saja. Hanya ada satu ruangan dalam rumah itu, karena itulah dari luar mereka bisa langsung melihat Lian Shi, duduk di samping tempat tidur di mana ibunya tengah terbaring. Mereka juga bisa melihat ibu Lian Shi, dan hati mereka berdua terenyuh. Sang ibu tampak sangat tua, pucat; seperti ciri-ciri orang yang nyaris mendekati ajal. Samar-samar, mereka mendengar suara Lian Shi, “Nona A Hua tadi kembali memaksaku mengambil obatnya...” Berganti menjadi suara sang ibu. Terdengar parau dan sangat letih. “Kau sudah menolaknya, kan?” “Ibu... ibu tak bisa terus-terusan begini! Kalau ibu mempertahankan harga diri semata, ibu bisa...” Lian Shi tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. “Ibu memang tidak i
Li Sha-lah yang pertama kali mendengar suara tak lazim itu. Mereka bertiga tengah masuk jauh ke dalam hutan, mencari sebatang tanaman amat langka yang hanya ada di dalam sebuah hutan yang karena rimbunnya, hanya sedikit sinar matahari yang merekah lantaran terhalang oleh daun-daun pepohonan raksasa. Hutan itu sunyi senyap, hanya keresekan angin yang sesekali terdengar melewati. Dan Li Sha cukup yakin kalau suara yang tadi ia dengar sama sekali bukan gemerisik angin, walau sepintas terdengar mirip. “Dari situ aku mendengarnya,” Li Sha menunjuk ke arah semak belukar lebat di samping kanannya. Mereka bertiga dengan hati-hati melangkah, menyibakkan semak rimbun yang menghalangi. Tiba-tiba sesuatu melesat cepat, seperti sedang berlari menghindarinya. Bergegas mereka mengejar sesuatu itu, yang ternyata - sangatlah mengejutkan - seorang gadis cilik. Gadis itu tampak sangat ketakutan, ia berlari dengan terburu
Sang Putri sangat senang terhadap mereka berdua, terutama Ming Shi, karena itulah Kaisar Shui memperlakukan mereka dengan sangat baik. Ia memberikan mereka banyak hadiah-hadiah mahal, dalam hal ini Lian Shi merasa senang sekali. Ia bisa menggunakan itu semua untuk membelikan obat bagi ibunya. Tidak begitu halnya dengan Ming Shi. Sang putri tampak amat sangat tertarik dengannya, dan ia tahu kenapa. Sekarang ia menyesal telah memujinya “anak yang sangat manis” dan membuai perasaan sang puteri. Masalahnya, puteri itu tiba-tiba menjadi amat suka mengikutinya. Mula-mula ia menginginkan Ming Shi menjadi pengawal pribadinya, sayang baginya Ming Shi mengatakan ia telah memiliki pekerjaan. Dan tentunya tak mungkin bagi sang putri untuk mendesaknya karena bisa-bisa memancing kecurigaan ayahnya. Jadi sang putri memakai cara lain. Dia sering sekali tiba-tiba muncul di rumah A Hua, kadang diiringi rombongan prajurit, kadang disertai abdinya,
Li Sha sangat tercegang dan sedikit ketakutan saat melihat Ming Shi, dengan raut muka yang begitu marah sehingga tampak amat menyeramkan, menjejalkan dengan kasar pakaiannya ke dalam tas kecil. Takut-takut gadis itu bertanya, “Ming Shi... apa yang terjadi?...” “Ayahku yang tak berperasaan itu telah menjodohkanku dengan puteri Shui itu!” “Hah?! Bagaimana mungkin?!” “Puteri itu tadi datang ke sini untuk mengatakan hal itu! Dia menyuruhku mengikutinya ke istana, takut diapa-apakan oleh “pangeran tak dikenal” itu! Hah, seharusnya aku yang ketakutan! Keterlaluan sekali ayahku! Bisa-bisanya dia melakukan ini semua tanpa menanyaiku terlebih dahulu! Bagaimanapun aku harus ke Istana Shui untuk membereskan ini semua!” Li Sha menghela nafas. Kasihan sekali Ming Shi, memang mengerikan dipaksa bertunangan dengan puteri perengek itu. “Bagaimanapun kau harus memecahkan segala
“Pengawal Puteri Kekaisaran Shui... bukan. Aku seharusnya memanggilmu Yang Mulia Pangeran Kedua Han Ming Shi dari Kekaisaran Han.” Ming Shi terhenyak. Pucat pasi, ia memandang Puteri Hua Shi yang kini berdiri di hadapannya. Ia mencoba menguasai diri, memberi hormat dan tersenyum, “Tuan Puteri, hamba tidak mengerti...” “Tidak lucu, Ming Shi. Hentikan kepura-puraanmu. Aku tahu betul itu kau. Kita bersaudara kandung, aku tentu bisa langsung mengenalimu dengan segera. Benar-benar mengherankan Ayahanda tidak memperhatikanmu...” “Jangan! Kumohon, Kak Hua Shi, jangan beritahu Ayah!...” “Baik, baik, jangan sepanik itu. Ayah juga tidak akan memperhatikanmu. Dia kelihatannya tengah sibuk dengan suatu urusan,” Hua Shi menyibakkan rambutnya. “Jadi Ming Shi, kenapa kau keluar dari Pu Tuo San dan malah menyamar jadi pengawal Puteri Shui?” &nb
Puteri Rin mengerutkan alisnya, “Kau mau meminta tolong padaku?” Ming Shi membungkuk rendah, “Maafkan atas ketidaktahuan diri hamba ini, Tuan Puteri. Hamba terpaksa melakukan ini...” Ia memandang Rin, melemparkan tatapan amat memelas yang seketika pula meluluhkan hati sang Puteri. “Tuan jangan khawatir! Demi Tuan , Rin akan melakukan apapun yang Rin bisa!” katanya sambil cepat-cepat membantu Ming Shi berdiri. Pemuda itu melengkungkan senyum penuh terima kasih yang sangat menawan, yang membuat Rin bertekad untuk membantunya sebaik mungkin. “Ada orang yang membenci hamba...” Belum selesai Ming Shi berujar, Rin sudah berteriak marah, “Apa?! Kurang ajar, siapa orang yang begitu beraninya membencimu!” “... dia adalah Puteri Perdana Menteri...” “Baik, aku akan menegurnya!” &nbs
“Run... Xiang...” Ming Shi bergumam lemah. “Juga... Yan Xu... kurasa aku tak akan bisa bertahan di dunia ini lebih lama...” “Kakanda! Jangan berkata seperti itu! Tabib akan dapat menyembuhkan luka Anda!...” Yan Xu menjerit histeris, sementara He Xian dan Sekretaris Li memandang Ming Shi dengan lesu. Luka di tubuhnya sudah terlalu parah untuk dapat disembuhkan. Nyawanya tak mungkin diselamatkan. “Percuma saja Yan Xu...”M ing Shi menatap Yan Xu lekat-lekat. “Aku hanya menyesalkan satu hal, mengapa aku tidak diperbolehkan berada di dunia ini lebih lama. Aku masih belum sempat membahagiakan permaisuri yang aku cintai...” Yan Xu tergugu. Selama ini tidak pernah ia mendengar Ming Shi mengatakan bahwa pria itu mencintainya. Jangankan itu, pria itu bahkan tidak pernah memujinya cantik seperti yang lumrah dilakukan seorang pria terhadap kekasihnya. Mendadak, ia merasa limbung luar bi
Putri Chang menyentak sinar setar, begitu keras dan mengejutkan hingga membangkitkan suatu sengatan yang secepat kilat menstimulasi otak He Xian. Senyum sang putri mengembang. Ia telah berhasil memengaruhi He Xian sepenuhnya, dan pemuda itu akan mengangkat pedangnya untuk selanjutnya menyerang Ming Shi. “Kalian salah. Hatiku tidak lagi menyimpan kebencian dan dendam terhadap Kaisar Han. Dan itu jauh lebih baik. Dendam bagaikan kumpulan api yang panas membakar, belum tentu kalian berhasil meluapkannya, namun kobaran api tersebut sudah pasti melukai diri kalian sendiri. Dengan membuang kobaran api tersebut, aku menghentikan melukai diriku sendiri.” He Xian berkata bijaksana. “Aku tahu Tuhan menciptakan aku ke dunia ini bukan untuk mewujudkan misi negatif. Melainkan untuk mewujudkan sebuah misi positif dengan mengalahkan rintangan berupa hasrat negatif. Begitu juga dengan kalian. Singkirkanlah semua kebencian kalian, dan
Mangkuk tersebut kini berada dekat sekali dengan tangan Ming Shi. Si wanita menyentak halus, dan Ming Shi mulai mengangkat mangkuk itu, siap meminumnya. TSRATTT! Lontaran panah secepat kilat menjatuhkan mangkuk beracun tersebut. Si wanita berbalik, siap membuat perhitungan pada orang yang berani mengacaukan pekerjaannya yang nyaris rampung itu. “Siapa kau?!” Ia berseru marah. Di saat bersamaan Ming Shi juga tersadar sepenuhnya dari hipnotis si wanita. “Sun He Xian dan Run Xiang?!” serunya. “Juga... Yan Xu! Bagaimana kalian bisa ada di sini?!” He Xian dan Sekretaris Li menghaturkan hormat, “Berkat Yang Mulia Permaisuri, Yang Mulia, beliaulah yang mendapatkan firasat Anda tengah mengalami bahaya. Dan syukurlah, rupanya kami datang tepat pada waktunya. Anda nyaris saja membunuh diri Anda sendiri!” &
Mereka telah merencanakan akan mengadakan di bawah pohon willow raksasa ini. Dua orang telah berdiri di sana, menunggu dengan tak sabar orang ketiga yang tak kunjung datang. “Mengapa ia lama sekali datang?” si wanita berseru tak sabar. “Apa dia lupa kalau hari ini kita akan mengadakan pertemuan di sini?” Si pria menenangkan. “Tidak mungkin, Putri. Dia pastilah sedang sibuk, bagaimanapun dia adalah kepala kasim di istana ini.” “Huh, dia baru seorang kasim, sedangkan kau Menantu Raja!” “Aku bukanlah Menantu Raja dengan gelar resmi, Putri... Pernikahan kita hanya beratapkan sinar rembulan di dalam hutan...” “Bagaimanapun juga kau menikah denganku yang merupakan seorang putri!” ujar si wanita berapi-api. “Kau tidak seharusnya merendahkan diri seperti itu, ap
Mulanya Yan Xu bingung melihat jumlah pengawal Istana Barat bertambah dua kali lipat, pula mendapati He Xian dan San Jin kini ganti mengiringinya ke mana-mana. Ming Shi sendiri pun selalu datang menemaninya tepat setelah pria itu menyelesaikan tugasnya di istana. “Apa kalian mau mengatakan si pembunuh kini ganti mengincarku?” tanyanya pada He Xian, yang menjawab, “Kami tidak tahu, Yang Mulia. Tetapi para selir telah mendapatkan pengawalan yang aman, sementara Anda tidak sama sekali, padahal Anda adalah permaisuri.” Yan Xu melengos. “Aku tidak apa-apa, kalian sama sekali tidak perlu mengkhawatirkanku. Apa kau tak tahu Tuan Sun, aku kan pernah membunuh Khan Khanate! Jadi si pelaku tentunya bukan tandinganku!” Ia berseloroh. “Ohya, tentu saja kau tak tahu. Kau kan tengah menuju negeri Qi saat itu.” Walaupun Yan Xu mencoba bergu
Secara tak terduga Min-Hwa melintas di hadapan mereka. He Xian terpana. Min-Hwa kini nampak sangat feminim dan gemulai, dan jauh lebih cantik, dengan sorot matanya yang sendu dan sayu. Gadis itu sendiri juga melihat He Xian. Mulutnya pun membuka, “He Xian!...” Min-Hwa tak sempat melanjutkan kata-katanya; Ming Shi telah menotok jalur energi pada gadis itu. Ia segera terkulai lemas sementara pria itu segera merengkuhnya, sangat mesra. “Kaulihat, Sun He Xian. Aku sangat mencintai selirku, termasuk dia yang dulu pernah melawanku,” Ia berujar, jari-jari tangannya kini sibuk membelai-belai wajah Min-Hwa. “Bukankah dia merupakan rekan sejawatmu yang terbaik? Dia selalu membantumu dan menyertaimu, benar kan? Sekarang, ia bersedia menyerahkan dirinya menjadi milikku. Tidakkah kau membencinya? Tidakkah kau membenciku, yang telah merenggut orang yang kausayangi darimu?” Ming Shi menata
Mau tak mau He Xian merasa heran juga. Sama sekali tidak melintas gejolak kemarahan dalam benaknya saat bertatap muka dengan Ming Shi tadi. Seakan semua dendam dan kemarahannya telah menguap habis tanpa sisa sedikitpun. Bagaimanapun, cerita Li Sha mengenai masa lalu Ming Shi memang telah mengubah total pandangannya akan sang kaisar, pula kehidupannya di Qi selama dua tahun ditambah pengalamannya membantu sesama semakin menguatkan tekadnya. Bahwa apa yang mampu membuatnya bahagia bukanlah menang atas musuhnya dan membalaskan dendamnya, atau mewujudkan keinginannya yang berdasar nafsu duniawi semata. Bahwa jika kita dapat melakukan panggilan terpendam hati kita, serta membuat orang di sekitar kita merasa bahagia, itu semualah yang akan memberikan kita kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena landasan pikiran itulah mungkin, maka He Xian sama sekali tidak merasa marah ataupun dendam saat berhadapan dengan Ming Shi. Malah, raut kegelisahan san
He Xian sangat terkejut saat mendapati para utusan Han mendatangi pemondokan tempat ia tengah berceramah. Walaupun ia telah menyiapkan batin dari jauh hari sebelumnya, ternyata tetap saja ia masih menyimpan trauma dan ketakutan saat menghadapi mereka. Bahkan kakinya nyaris berderap melarikan diri ketika batinnya mencelos, Bukankah misi utamaku adalah mengubah pola pikir Kaisar Han? Sekarang pihak istana mencariku, ini menandakan aku punya kesempatan untuk mewujudkan misiku. Maka iapun tetap berdiri di tempatnya, dengan tenang menyambut mereka semua. “Selamat datang Tuan-Tuan sekalian, ada yang bisa saya lakukan untuk Anda?” Di pihak lain, Sekretaris Li tidak kalah terkejut. Ternyata Sang Guru Besar adalah Sun He Xian. Sang sekretaris negara merutuk dalam hati. Kalau begini, keadaannya bisa menyulitkan. Dan ia apatis Ming Shi mau menerima si pemuda jangan-jangan malah sang kaisar aka
Diawali dengan kematian salah seorang selir di harem paling terkucil. Para pelayan menemukan mayat gadis itu mengapung di atas kolam teratai taman istana pada pagi hari. Menurut pemeriksaan, selir tersebut mati atas dasar kemauannya sendiri - ia menggores pembuluh nadi besar di pergelangan tangannya sebelum menjatuhkan dirinya ke dalam kolam. Pisau pembunuh ditemukan di tepi kolam. Dan segalanya terjadi begitu cepat. Dalam seminggu tiba-tiba saja telah ada tiga selir lain yang bunuh diri, dan jumlah kematian para selir itu meningkat di minggu berikutnya. Kini, telah ada lebih dari selusin selir yang mati bunuh diri sementara alasan di balik tindakan mereka masih belum tersingkap. “Yang mengherankan, jika mereka bunuh diri atas kehendak sendiri, seharusnya gelagat nereka telah terlihat pada hari-hari sebelumnya. Akan tetapi, tidak terlihat sama sekali kesedihan dalam raut wajah mereka. Bahkan menurut para