Di dalam kamar, tepatnya di atas kapal.Lia terbangun. Dia mulai merasakan guncangan demi guncangan saat ini. Gadis itu berpikir jika kapal yang mereka tempati sekarang sedang diterpa oleh ombak yang besar dan kencang.“Kenapa kapalnya terguncang-guncang begini?” gumamnya dalam hati.Lalu tiba-tiba Mira juga terbangun dan melihat jika sang sahabat, Lia telah lebih dulu bangun. Dia melihat sahabatnya itu sedang duduk sambil berpegangan di salah satu tiang besi di dalam kamar itu.Mira pun ikut duduk dan mulai mencari pegangan agar dirinya tidak terjatuh karena guncangan ombak yang sangat besar. Dia pun menatap ke arah Lia yang menunjukkan wajah penuh kecemasan saat ini. Sembari berkata,“Lia, kenapa kapal ini berguncang lagi? Apakah kita telah kembali berlayar di tengah lautan?” tanya Mira sedikit merasa takut jika mereka kembali merasakan amukan badai laut yang sangat besar saat ini.“Aku juga kurang tahu, Lia. Semoga saja tidak.” Gadis itu pun melirik arloji di pergelangan tangan kir
Hari mulai merekah, menampakkan cahaya fajar yang berangsur-angsur menerangi Pulau Asu. Ombak yang tadinya berkecamuk dengan keganasan, menciptakan dinding air laut setinggi tujuh meter, kini mulai mereda. Suara gemuruhnya yang tadinya menggema seperti guntur, sekarang telah berubah menjadi desiran lembut yang membelai pantai.Lia, Sera, Mira, Edu, Ronald, dan Rahez, mereka berenam, yang sebelumnya berada dalam cengkeraman ketakutan, kini mulai merasa tenang. Wajah mereka yang tadinya pucat pasi, sekarang telah kembali berwarna. Mata mereka yang sebelumnya penuh dengan kecemasan, kini berbinar dengan harapan.“Syukur banget ombak besar telah hilang!” celutuk Sera senang.“Ya, Sera. Pulau ini ternyata memiliki ombak yang sangat tinggi,” tukas Ronald, menjawab perkataan gadis itu.“Lain kali, kita harus hati-hati. Ombak besar bisa saja kembali akan menerjang!” tutur Hezki, yang dibalas anggukan oleh teman-temannya yang lain.Mereka berenam lalu duduk di tepi pantai, menatap ombak yang k
Keenamnya tetap berdiri di tepi pantai, dan masih terpesona oleh keindahan matahari terbit. Semua merasakan keajaiban alam yang begitu besar, dan bersyukur karena mereka bisa menyaksikan momen ini. Setiap orang merasa seperti sedang berada di tempat yang istimewa, di mana keindahan alam semesta terungkap dengan begitu jelas.Matahari terbit di Pulau Asu adalah pengalaman yang tak terlupakan bagi Lia, Sera, Mira, Edu, Ronald, dan Hezki. Mereka merasa seperti sedang menyaksikan keajaiban yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mereka merasa terhubung dengan alam semesta, dan merasa hidup dengan penuh makna.“Semoga kita dapat mengawali hari ini dengan baik, Guys!” timpal Hezki.“Amin,” sahut semua orang serentak.Matahari terus naik ke atas langit, menerangi Pulau Asu dengan sinarnya yang hangat. Lia, Sera, Mira, Edu, Ronald, dan Hezki, mereka berenam, tetap berdiri di tepi pantai, menikmati momen yang indah ini. Semuanya merasa terinspirasi dan penuh semangat untuk menjalani har
Sementara menunggu sarapan matang, yang sedang dimasak oleh Lia dan Edu. Hezki pun mengajak teman-temannya yang lain untuk membersihkan area pantai.Pagi itu, pantai tampak sedikit porak poranda. Ombak yang besar dan tinggi tadi malam, telah meninggalkan jejaknya berupa ranting-ranting kayu dan sampah yang tersebar di sepanjang pantai. Namun, suasana pagi itu tidak sepi. Mira, Hezki, Sera, dan Ronald sedang berada di pantai. Mereka sedang sibuk membersihkan pantai dari ranting-ranting kayu dan sampah yang tersebar.Mira dan Hezki membentuk satu tim, sedangkan Sera dan Ronald menjadi tim yang lain. Mereka berempat bergerak cepat dan efisien. Mira dan Hezki fokus pada bagian timur pantai, sedangkan Sera dan Ronald mengambil bagian barat.Pengaturan tim sengaja dibuat oleh kedua pria tersebut, agar mereka berdua dapat lebih mengenal para gadis favoritnya.“Kerja bagus, Bro!” bisik Ronald di telinga Hezki, sahabatnya.“Iya, dong! Kita harus bisa selalu menggunakan kesempatan yang ada!” He
Lia, Sera, Mira, Edu, Ronald, dan Hezki masih terlihat sedang berenang dengan riang di perairan Pulau Asu. Mereka tampak menikmati kesegaran air laut yang masih terasa hangat oleh sinar matahari pagi. Cahaya matahari yang masih lembut menerpa permukaan air, menciptakan kilauan berlian yang bergerak-gerak di permukaan laut. Langit biru yang cerah dan bebas awan menjadi latar belakang sempurna untuk pemandangan yang begitu memesona.“Guys, udara pagi ini begitu sejuk!” ujar Sera senang.“Benar banget, Sera. Air lautnya juga membuat kita sangat nyaman untuk berenang!” sergah Mira.“Tempat ini benar-benar pulau impian, Guys!” tutur Lia.“Setuju!” celutuk kedua temannya.Lia, dengan rambut panjangnya yang tergerai, tampak berenang dengan lembut dan anggun. Dia terlihat menikmati setiap tetesan air laut yang membasahi kulitnya. Sera, yang lebih energik, tampak berenang cepat dan lincah, sesekali membuat percikan air yang indah.Mira, dengan gaya renangnya yang tenang dan terkontrol, tampak
Setelah menikmati sarapan, Hezki, Edu, dan Ronald pun berdiri. Mereka menatap teman-temannya yang lain dengan wajah serius. Lalu kemudian Hezki mengumumkan bahwa mereka perlu melakukan rapat penting.“Guys, karena kita telah selesai sarapan. Maka saatnya kita akan rapat penting pagi ini,” ujar Hezki mengawali pembicaraan. Hezki, Edu, dan Ronald telah merencanakan hal ini. Para pria tahu bahwa mereka perlu membuat pemukiman bagi semua orang yang terdampar di Pulau Asu.“Wah, rapat apa nih? Kok aku jadi penasaran, ya?” tanya Sera kepada para pria. Namun sorot matanya menatap ke arah Ronald.Seolah-olah menyadari rasa ingin tahu dari Sera. Ronald pun berkata,“Bisa dikatakan rapat ini sangat penting untuk keberlanjutan hidup kita di pulau ini,” serunya menjelaskan.“Ternyata tentang sesuatu yang sangat penting, rupanya?” tanya Mira.“Ya begitulah, kira-kira.” Edu menyahut dengan tersenyum ke arah Lia.“Sepertinya rapat ini sangat penting, kami akan berpartisipasi dengan baik. Mari, kita
Edu, Hezki, dan Ronald berdiri tegak di tepi kapal, wajah mereka tegang, mata ketiganya penuh dengan tekad. Di depan mereka, segerombolan kera liar bergerak cepat dari dalam kegelapan hutan, niat mereka jelas menjarah sumber logistik. Ketiga pria itu menggenggam kayu panjang sebagai senjata pamungkas mereka, siap untuk melawan. "Kita harus tetap bertahan tahan, Guys. Mereka tidak boleh mengambil apapun dari kita!" teriak Hezki, sambil sibuk mengusir kera-kera tersebut dari atas kapal.Edu mengangguk, mencoba menenangkan dirinya sendiri, "Kita harus berjuang demi untuk melindungi sumber logistik kita. Kita harus menunjukkan kepada para kera tersebut jika kita tidak akan menyerah begitu saja!"Ronald, dengan tatapan tajamnya, menambahkan, "Kita adalah satu, kita adalah kekuatan yang tak akan terkalahkan!"Segerombolan kera liar semakin bergerak cepat, lengkingan mereka memecah keheningan pagi itu. Hewan-hewan liar itu berusaha untuk memasuki bagian dalam kapal. Untung saja, saat Edu
Setelah hampir lima menit dokter Mira memeriksa suhu tubuh Hezki. Ternyata suhu tubuh pria itu saat ini mencapai tiga puluh sembilan derajat celcius. Sang dokter pun berkata,“Bro Hezki, ternyata suhu tubuhmu sangat tinggi. Sepertinya kamu perlu perawatan khusus untuk meredakan demam mu,” ucap sang dokter.“Tapi saya tidak merasakan apapun,” bohongnya. Pria itu takut, jika saja sang dokter ingin menyuntiknya. Entah kenapa dari dulu Hezki sangat takut jika di suntik oleh dokter.Edu kembali memegang kening Hezki untuk memastikan kondisi sang sahabat.“Ya ampun, Bro. Lo emang demam, woi! Bagaimana, sih? Masa Lo nggak merasakan apa-apa?” heran Edu.“Serius, Bro. Gue tidak merasakan apapun!” ujar Hezki santai padahal raut wajahnya semakin memerah.Ronald yang mengetahui rahasia Hezki yang takut dengan jarum suntik. Mulai jahil dan ingin menakut-nakuti sang sahabat. Pria itu pun mulai mendekati sahabatnya dan ikut memeriksa panas tubuhnya. Setelah itu Ronald berkata,“Yaelah, Bro! Lo sedan