Semua kompak menetapkan satu titik pandangan pada wajah Salika. Mereka menunggu apa yang akan dikatakan putri sulung dari keluarga Miller ini kemudian.
"Cepat katakan dik, apa rencanamu!" Desak Felicia yang sudah tidak sabar mendengar.Salika tersenyum licik, kemudian berkata, "kita harus gunakan kak Jilly untuk menjadi tokoh utama dalam permainan ini."Tentu saja mereka semua bingung. "Bagaimana maksudnya?" Tanya Rosita."Kak Jilly harus mau mendekati Joe dan meluluhkan hati Joe lagi," sahutnya.Baru saja sampai di sini, Jilly sudah menolak keras. "Tidak! Aku tidak mau! Apa maksudmu menyuruhku untuk mendekati Joe lagi. Melihatnya saja aku sudah jijik. Lagian aku sama Vino sebentar lagi akan menikah. Aku tidak mau hubunganku dengan Vino jadi berantakan hanya karena laki laki benalu itu!""Tapi ini tidak serius, kak. Kakak hanya berpura pura saja," sahut Salika."Pura pura bagaimana maksudnya Salika?" Rosita sangatJoe baru saja selesai memimpin rapat penting yang dipercayakan padanya. Hampir semua peserta rapat yang dihadirkan kolege kolega terbaik memberi respon baik dan kagum terhadap Joe. "Terima kasih tuan Joe, kami sangat puas dengan penjelasan anda," ucap Fabian. Dia begitu terkagum kagum dengan kecerdasan Joe. "Jangan terlalu berlebihan menilaiku. Aku bukan siapa siapa." Joe menyikapinya dengan rendah hati. "Benar. Aku sependapat dengan tuan Fabian kalau anda memang cerdas. Sepertinya tuan Jeriko tidak salah memilih anda untuk memimpin rapat ini. Dan aku minta maaf karena sudah menilai anda kurang kompeten pada awal tadi. Dan ternyata ... wow! Semua orang tau bagaimana capabilitas anda," ungkap Voigen menimpali. Dia mengakui kalau Joe memang sangat cerdas dan memang layak menjadi pemimpin. Sementara Joe yang merasa sudah dibuat terbang melayang, dia hanya menanggapinya dengan senyum ringan saja. Sama sekali Joe tidak membutuhkan pujian ini. Lagip
"Maaf, aku tidak bisa. Sebaiknya kamu pergi dari sini." Pada saat mengatakan ini, Joe sudah berdiri di depan pintu dan juga sudah membukanya. Nampak sekali kekesalan sekaligus kekecewaan tersirat di wajah Jilly. Sial! Berani benar dia mengusirku! Kalau bukan karena papa, sudah aku ludahi wajahnya yang sombong itu! Awas kau Joe! Kau akan menyesal sudah memperlakukan aku seperti ini, batin Jilly murka. "Joe ... plis ... jangan perlakukan aku seperti ini. Aku sudah mengorbankan semuanya untuk bisa bertemu kamu. Bah-." "Berkorban? Sepertinya telingaku ada yang salah. Tidak. Kamu tidak berkorban. Tapi kamu justru sudah mengorbankan semuanya demi ambisimu. Lebih baik kamu pergi karena aku sudah tidak mau lagi melihatmu!" Wajah Jilly semakin memerah. Darahnya semakin mendidih mendapatkan perlakuan Joe yang semena mena terhadapnya. Hanya saja dia masih menahan demi misi dari keluarganya yang harus dia selesaikan. Padahal, tangannya sudah san
Mungkinkah malam ini? Kalimat itu hanya sebatas dugaan saja di benak Pevita yang lagi menatap Joe dengan penuh harap. Ya dia sangat berharap Joe akan menyentuhnya dan membiarkan segel atas keperawanan itu hilang malam ini. Akankah itu terjadi? Rupanya sorot mata Pevita yang mengandung permintaan yang mendalam belum ditangkap Joe baik baik. Atau memang Joe nya saja yang masih menahan diri. Karena itu, Joe lebih memilih untuk menghindari dengan menopang tubuhnya bangkit dari atas tubuh Pevita. Padahal, sekali saja Joe menyentuhkan bibirnya di atas bibir Pevita, mungkin kelanjutannya akan semakin menarik. Dan lagi, Pevita hanya bisa menghela napas kekecewaan atas sikap Joe yang sangat dingin terhadapnya. Kalau saja ini laki laki lain, tentu semua helain kain yang menempel di tubuh Pevita sudah habis ditanggalkan. Mungkin juga, ini sudah rounde ke tiga mereka bercinta. Aku rasa Joe memang sudah tidak normal! Dia tidak tertarik pada wanita! Gerutu
Sambil menikmati minumal kaleng, Joe sembari mengkroscek isi pesan dan juga email yang begitu banyak menumpuk. Seharian tadi dia belum sempat membukanya lantaran sibuk dengan urusan pekerjaan dan juga Jilly yang tiba tiba datang menemuinya.Belum lagi harus merayu Pevita yang cemburu buta tanpa alasan. Sungguh hari ini hidup Joe sangat penuh warna. Untung saja semua dapat diselesaikan sebelum jam dua belas malam. Apa hubungannya? Tentu saja tidak ada. Hanya saja Joe malas untuk memendam masalah berlarut larut. Baginya masalah itu seperti bakteri yang harus segera dimusnahkan sebelum menjadi penyakit. Dari sekian banyak yang dia lihat, Joe hanya tertarik pada pesan dari Ceasar. Dua puluh menit yang lalu Ceasar baru saja mengabari kalau dia memiliki berita terbaru tentang keberadaan Kiara. Mengetahui itu, langsung saja Joe menghubungi Ceasar. Tapi sebelumnya dia beranjak dari tempatnya menuju balkon. Tentu saja Joe tidak mau pembicaraannya didengar oleh Pevita.
Joe memutuskan untuk berpindah haluan. Kebetulan sekali bertemu laki laki yang dilihatnya di poto lagi merangkul Nadira di sini. Sebelumnya Joe pernah mengunjungi kantor Hades hanya saja dia belum beruntung untuk bertemu denganya. Hades salah satu orang yang memiliki hubungan dengan Nadira sebelum Nadira tewas. Tentu dia memiliki banyak informasi untuk mengungkap siapa pembunuh Nadira. Atau bahkan mungkin saja bisa dirinya sendiri, pikir Joe. Kesempatan bagus, tidak boleh aku sia siakan, gumam Joe dalam hati. Joe pun langsung memikirkan cara untuk bisa bersentuhan langsung dengan Hades tanpa dia merasa curiga. Seketika terlintas ide di benak Joe. Langsung saja dia mainkan rencananya itu. "Kau lihat laki laki yang menata rambutnya seperti boy band?" Pada saat mengatakan ini Joe mengarahkan kamera hpnya ke posisi Hades. Joe menghubungi Ceasar dengan video call. Hanya saja suaranya dia koneksikan dengan ear phone bluetooth. "Ya aku meli
"Kejadiannya seperti ini." Hades mulai membuka mulutnya untuk mengkisahkan apa yang dia ingat dan ketahui saat itu. Tidak lama setelah selesai makan malam dari acara kemenangan bagi diri Hades dan perusahaannya yang berhasil menjalin kerja sama dengan perusahaan PT Prima Multiguna yang kebetulan Nadira bekerja di sana. Malam itu kondisinya sangat ramai. Bahkan Rayzen pun hadir di sana. Nadira menjadi satu satunya gadis cantik yang menjadi pusat perhatian bagi pria pria berdasi yang menghadiri undangan Hades. Termasuk Rayzen dan juga beberapa pria yang berada di meja seberang. "Sayangnya, aku tidak bisa lagi menikahi wanita karena istriku sudah tiga. Kalau tidak, tentu aku akan menikahi dia. Sungguh cantik sekali gadis itu," kata Roy. Dia berbicara kepada dua koleganya yang kebetulan lagi duduk bersama sambil menikmati secangkir kopi sambil menghisap tembakau. "Berarti aku tidak ada saingan. Aku bahkan satu perempuan pun belum berhasil aku nikahi," sahut Edo. Dia
"Silakan duduk. Anggap saja rumah sendiri," seru pria paruh baya yang berpakaian parlente yang lagi duduk santai sambil menghisap cerutu, memandang wajah Nadira dengan lembut. "Silakan," sahut Rayzen pun ikut menawarkan. Nadira membalasnya dengan senyum ramah. Lalu kemudian, dia pun duduk, persis di hadapan pria itu. Satu halauan tangan yang menandakan kalau Rayzen sebaiknya meninggalkan ruangan. Dengan begitu Rayzen pun mengerti kalau laki laki ini tidak mau diganggu. Begitupun dengan dua orang pengawal pribadinya yang ikut keluar bersama Rayzen. "Apa kamu keberatan?" Pria itu meminta pendapat Nadira yang wajahnya nampak kebingungan saat semua orang keluar dari hotel ini. Hanya tinggal dia saja berdua dengan pria itu. "Oh tidak, hanya sepertinya ini sangat intim sekali," sahut Nadira. Pria itu pun tipis menyeringai. "Kamu benar. Tapi tidak juga. Aku hanya tidak suka ada orang lain saat aku menjamu tamuku khusus seperti ini
Joe semakin geram. Hades membuat kesabarannya habis. "Rupanya kau ingin memilih mati!" kecam Joe. "Aku tidak main main dengan kata kataku. Atau kau lebih suka mati!" Tak ada suara dari Hades selain senyum tipis, sinis tanpa arti. Dia memandangi wajah Joe begitu dalam. Apa dia lupa kalau dirinya lagi terancam? Tentu saja Hades tau itu. "Keparat! Kau ingin mengetesku, hah!" bentak Joe, sambil mendorong tubuh Hades semakin mendekati aspal. Saat yang bersamaan, ponsel Hades berdering. Langsung saja Joe mengambilnya. Tertulis nama Rayzen di layar. Joe pun menekan tombol hijau lalu mendengarkan apa yang dikatakan Rayzen. "Sebaiknya kau segera tinggalkan negara ini. Ternyata perempuan itu memiliki sodara laki laki. Dan dia sedang mencarimu," kata Rayzen berbicara dari seberang telpon. Joe sengaja mengaktifkan mode suara keras pada ponsel Hades agar Hades pun dapat mendengar. Dan setelah mengatakan itu, Rayzen mengakhiri pembicaraanya. Sungguh marah Joe me
“Tidak ada yang serius, pa,” sahut Joe sambil mengurai senyum. Kemudian, dia meletakan ponselnya di atas meja. Namun tidak lama setelah itu, pesan kedua dari pengirim tidak dikenal mengisi halaman notifikasi.Joe penasaran ingin membukanya. Tapi prof Ferguso langsung menegur,”sebaiknya kau kesampingkan dulu urusan kerjaanmu. Kita di sini untuk happy.”Dan Joe pun tersenyum. Dia sependapat dengan saran ayah angkatnya.Mereka semua bersulang minum untuk merayakan hari kebahagian ini. Nampak sekali wajah-wajah ceria penuh kesenangan terpancarkan dari semua orang yang ada di sini. Tidak terkecuali keluarga Miller yang sudah berangsur-angsur berkurang rasa bersalahnya terhadap Joe. Apalagi Joe sudah melupakannya.Tidak lama acara makan dan minum selesai, Joe meminta ijin untuk meninggalkan meja makan sejenak. Dia ingin bersantai di balkon dengan puterinya. Prof Ferguso mengijinkan.Pergilah Joe menuju tempat santai yang dari situ bisa melihat seluruh lampu yang menerangi kota ini. Sangat i
Setengah jam yang lalu pesta berakhir. Namun prof Ferguso masih belum ingin mengakhiri kerinduannya dengan Joe begitu saja. Dia mengundang Jeriko dan keluarga Miller untuk bergabung dengan pesta kecil miliknya. Ya anggap saja untuk merayakan kembalinya puteri semata wayang Joe yang hilang. Dan sekarang mereka semua sudah berada di ruangan khusus milik prof Ferguso. Mereka duduk di meja panjang dengan hidangan yang tidak kalah istimewa dengan yang di bawah tadi. Suasana sekarang tentu saja berbeda dari sebelumnya. Mereka sudah tidak bisa lagi memandang Joe sebelah mata walaupun dengan penampilannya yang buruk. Bahkan sekarang membuat wanita-wanita cantik dari keluarga Miller tidak berani menengadahkan wajahnya untuk menatap Joe secara langsung. Semua tertunduk malu atas sikap mereka selama ini terhadap Joe. Pun juga Jeriko yang mendadak bingung harus bersikap seperti apa di depan pemuda yang penah dia hina dan remehkan. Di sini dia baru sadar, kalau pantas saja Joe memiliki ilmu bel
Cerita ini bermula ketika Aland Miller mengalami masalah dengan anak perusahaan prof Ferguso yang berada di negeri Asal. Prof Ferguso begitu marah ketika ada orang yang berkeinginan untuk menikungnya dari belakang. Dan setelah diusut, nama Aland Miller keluar sebagai target utama.Aland Miller ditangkap anak buah prof Ferguso dan hampir mati disiksa. Namun di sini prof Ferguso masih punya hati dan ingin memaafkannya. Tapi tentu saja dengan syarat."Perbuatanmu sudah tidak bisa dimaafkan. Tapi, aku masih bisa mengampunimu kalau kau mau bekerja-sama denganku," kata prof Ferguso pada Aland Miller yang wajahnya sudah penuh luka dan darah dengan kedua tangan terikat menggantung juga tanpa pakaian kecuali selembar celana dalam."Apa kau mau menerima tawaranku?" tanya prof Ferguso, yang mau tidak mau dijawab iya oleh Aland Miller atau dia akan mati."Bagus." Prof Ferguso menepuk pipi Aland Miller. "Saat ini, ada putraku yang sedang mengemban tugas di negeri ini. Mungkin statusnya akan diraha
"Papa! Apa-apaan ini! Jangan mempermalukan diri kamu di depan banyak orang! Kamu tidak pantas memberi hormat sama pemuda kampung seperti dia!" Jangankan Rosita atau semua orang yang ada di sini, bahkan Joe sendiri pun bingung kenapa Aland Miller bisa seperti itu terhadap dirinya?Apa prof Ferguso sudah memberi tahu siapa aku sebenarnya? Dan tiba-tiba saja ... Plak! Aland Miller menampar istrinya dengan keras di depan banyak orang. "Kau tidak pantas berbicara kasar pada tuan Joe Hans, putra semata wayang prof Ferguso yang juga merupakan pangeran negeri Menara!" bentaknya, yang langsung membuat semua orang tercengang, sementara Rosita menahan sakit dan juga malu yang luar biasa. "Apa! Tidak mungkin!" Sontak semua orang kaget. "Mustahil! Tidak mungkin!" Salika masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya. "Pa, jangan membodohi kami!" "Maafkan keluargaku prof Ferguso. Memang mereka tidak pernah tau siapa tuan Joe Hans. Karena sejak anda menugaskanku menjadi agent, aku tida
"Hei penjaga! Apa kerja kalian sampai membiarkan orang gila masuk ke acara besar seperti ini!" Seru salah seorang tamu undangan prof Ferguso, sebut saja dia Kenan. Dia baru saja berhasil meyakinkan prof Ferguso untuk menjadi donatur di perusahaannya. "Sudah gila! cepat usir dia!" ucap Matias, CEO perusahaan otomotif terbesar di negeri Menara. Dia juga baru mengajukan proposal kerja sama dengan prof Ferguso untuk mengekspand usahanya. Namun prof Ferguso masih mempertimbangkannya, kemungkinan setelah acara ini dia akan memutuskan untuk mengambil atau melepasnya. Gegas beberapa penjaga menghampiri kerumunan, mereka nanar mendapatkan pemuda dengan pakaian kusuh berada di tengah-tengah acara penting. Wajah mereka pun berubah kencang. Bahkan laki-laki ini tidak pantas untuk sekadar menjadi tukang bersih-bersih di Castile ini, pikir mereka. "Apa yang kau kerjakan sampai bisa meloloskan orang gila ini, hah!" Hardik William, kolega Ferguso, berbicara pada penjaga itu. Seketika orang jadi
"Sudah seharusnya anda mengenakan pakaian kebesaran, master Joe."Ceasar memberikan satu setel jubah terbaik yang dimiliki seorang kstria hebat di negeri Menara. Tidak sembarang orang yang bisa mengenakannya. Itu bagaikan pakaian raja yang tidak mungkin dikenakan rakyat biasa. Joe sudah menerima, namun dia belum mengenakannya. "Apa tidak berlebihan sampai aku mengenakan jubah kebesaran ini?""Justru ayah ingin mengenalkan pada semua orang yang ada di bawah sana siapa putra terbaik ayah yang pantas menggantikan posisi ayah nanti. Dan orang itu adalah kamu. Kamu lah pewaris yang tepat untuk menggantikan posisi ayah kemudian," ujar prof Ferguso. Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk Joe menolaknya. Kemudian, dia mengganti baju yang kusam dengan jubah yang mewah. Sejurus kemudian, Joe sudah siap dengan penampilan barunya. Sementara itu dibawah sana Rosita dan dua putrinya sedang sibuk membantu kapten Frans untuk mencari Joe yang dianggap penyusup. Mereka sudah mencari sampai kesel
Rasanya tidak ada salahnya untuk mengikuti saran dari wanita-wanita cantik ini. Kapten Frans pun mengajak Rosita dan kedua putrinya masuk ke dalam ruangan monitoring CCTV yang dijaga langsung oleh anak buahnya. Di dalam ruangan itu ada empat petugas berseragam yang sedang serius bekerja, memperhatikan satu persatu layar monitor dari tembakan CCTV dari segala penjuru. "Silakan duduk," titah kapten Frans kepada Rosita, Salika dan Felicia. Dan kemudian dia berbicara pada salah seorang petugas pengendali monitor. "Bisa kau putarkan rekaman yang ada di lorong xx pada empat puluh lima menit yang lalu," pinta kapten Frans. Dengan sigap, petugas itu langsung mengikuti perintahnya. Dan sejurus kemudian, tayangan yang diminta Rosita sudah nampak di depan mata. Semua orang tertitik pada seorang pemuda yang sedang berjalan cepat menyusuri lorong xx sebelum bertemu dengan Salika dan Felicia. Penampilan yang hanya mengenakan kaos yang kusam menjadi perhatian kapten Frans dan yang lainnya. Saya
Kedua putri Miller secara kebetulan bertemu dengan induknya. Mereka saling pandang heran karena mendapatkan diri masing-masing sedang berada di tempat yang sama, pos utama penjaga. "Mama, sedang apa di sini?" Yang bertanya dengan wajah bingung ini adalah Salika. Tanpa sadar, dia masih memegang sebatang rokok yang nyaris habis. Begitu bola mata Rosita berputar pada benda yang dipegang putrinya, barulah Salika membuang puntung rokok itu. "Hanya sebatang. Tidak perlu diperpanjang," katanya. Beruntung ada hal lain yang mendominasi perasaan marah Rosita dibanding melihat putrinya merokok. Dan Rosita pun mengabaikannya. "Sedang apa kalian di sini?" Dia berbalik tanya pada kedua putrinya. "Baru saja kami melihat si gembel Joe dengan penampilan compang-camping masuk ke sini, ma. Aku rasa dia sudah menyusup. Aku khawatir dia akan membuat kericuhan di sini," ujar Felicia. Berkerutlah dahi Rosita saking kagetnya karena alasan dia ke tempat penjagaan utama serupa dengan kedua putrinya. "Kal
"Dasar gembel! Kau tau, negeri ini tidak pantas untuk laki-laki sampah sepertimu!" hardik Felicia. Joe yang berpisah dengan Ceasar nampaknya salah mengambil jalan. Tadinya, Joe ingin menemui prof Ferguso di tempat khusus untuk menghindari keramaian. Dan Joe mengambil arah selatan dari Castile ini untuk segera sampai ke ruangan itu. Sialnya, dia bertemu dengan dua kakak beradik yang menjadi musuhnya. Habislah Joe menjadi bulan-bulanan mereka. "Kau itu seperti hantu gentayangan, apa kau tau! Kau sengaja ingin terus mengikuti kami, hah!"Joe yang sudah malas meladeni dua wanita judes ini hanya menyeringai saja. "Aku tidak ada urusan dengan kalian," ujar Joe dingin. Dia ingin beranjak namun kerah bajunya ditarik Salika hingga robek. Sungguh, kejadian ini membuat Joe emosi. Namun justru itu menjadikan kakak beradik itu tergelak puas. "Haha! Dasar gembel! Bajumu sudah terlalu usang. Kenapa tidak kau jadikan lap lantai saja!"Dari kejauhan Joe melihat Ceasar sudah memberi arahan agar dia