"Lalu, bedanya apa?"
Sedikit membungkuk, "Bedanya, di lantai satu berarti kamu tidur dengan aku."
Bugggh!
Spontan Sherley memukul pangkal lengan Abel yang tertawa terbahak-bahak.
"Aku pilih lantai dua."
"Mari aku antar!"
Abel melangkah terlebih dahulu. Dia menyusuri lorong dan mulai menaiki anak tangga. Diikuti oleh Sherley di belakangnya.
Di lantai dua ini ornamen indah yang menghiasi hampir sama dengan lantai dua. Hanya saja lebih sederhana.
"Ini kamarnya! Dan jendela itu, kamu bisa melihat jalanan kota."
"Hemmm, konsep rumah yang sangat menarik."
"Sepertinya kamu menyukai dan tertarik."
"Ya, model rumahnya. Bukan si pemilik!" tegas Sherley mengulum senyum.
"Kita lihat saja, sampai seberapa lama kamu akan tetap mengucapkan kata seperti itu."
Saat keasyikan mereka berbincang. Tiba-tiba, terdengar bunyi bel rumah, di malam yang telah larut.
"Apa ... dari tempat kerjaan kamu?"
Lel
"Tuan Abel, terima kasih banyak atas kebaikan anda," ucap Sherley sekilas.Tapak kaki kuda mulai meninggalkan rumah Abel Griffin."Sikapmu terlalu dingin terhadap Tuan Abel.""Ohhh, kamu tertarik sama dia?""Bukan urusan kamu juga 'kan William?"Keduanya saling beradu pandang."Sepertinya kamu tak menghagai jerih payahku. Kalau begitu turunlah sekarang!" Tak seperti biasanya William berucap dalam intonasi yang datar tanpa penuh penekanan.Sherley terdiam dan melemparkan pandangannya ke arah luar."Kenapa kamu pulang sendirian? Seharusnya bersama Laurice 'kan?""Dia pulang lebih dulu."Jawaban William membuat Sherley menyeringai sinis."Karena kamu bermain wanita lain? Atau mungkin kamu sudah menidurinya?""Hapal sekali kamu dengan tigkahku, Sherley.""Terlalu hapal, sampai aku mengenalmu lebih dari yang kamu tahu, William.""Termasuk kamu mengira aku otak pembunuhan Darriel?"Kal
"Tidak juga! Hanya saja, apakah kamu bisa aku percaya?""Setelah permainan panas tadi? Kamu masih meragukan aku, William?"Lelaki tampan itu menggeleng."Apa benar-benar ini keinginan kamu? Tanpa ada seseorang di belakangnya?"Sherley menggeleng."Memangnya seseorang itu siapa?" tanya Sherley sengaja memancing."Jill!" tegas William.Sontak Sherley tergelak. Memang sengaja dia lakukan agar mengelabui William."Kamu salah. Jill tak pernah menyuruh aku melakukan apa pun. Awalnya dia ingin membantu aku untuk mendapatkan pekerjaan di kota, lalu dia menyarankan untuk bisa bekerja sama kamu.""Hemmm ...!" William terus menatapnya. "Baiklah! Sepertinya apa yang disarankan Jill, itu tepat. Aku akan percayakan semua urusan perhitungan keuangan seluruh usaha dan pengeluaran dengan kamu. Mulai besok kamu sudah aku berikan penyerahan semuanya. "Rasa hati Sherley ingin berteriak kencang. Akhirnya dia bisa mendapatkan semua ke
"Sudah malam! Kalian tidurlah, Sherley akan menemani aku malam ini!" Tak biasanya William bersikap seperti ini. Biasanya dia tak peduli dengan apa yang terjadi."William, ke mana Laurice?" tanya Jill."Entahlah, mungkin di rumah bibinya.""Bagaimana bisa kamu tak mengetahuinya?" lanjut Jill. "Bukankah kalian pergi bersama tadi?" cecar Jill Anne. "Atau ... mungkin kamu meninggalkan Laurice demi wanita lain, William?"William tak menjawab. Dia berlalu dengan langkah yang cepat meninggalkan mereka. Tak luput tangannya bergerak menggandeng Sherley untuk ikut bersamanya."Will ... William! Aku mash ingin ngobrol sama mereka dulu.""Tak perlu!""Tapi, William?""Aku ingin kamu temani aku di kamar malam ini!"Brakkkk!Dengan kasar William menutup pintu serta menguncinya."Aku ingin kita mandi bersama!""Kita?""Iya. MUlai besok kamu pun setiap malam akan tidur bersamaku Sherley."Sejenak Sherl
"Ke-kenapa mantel ini ada di sini? Enggak mungkin!" tegas Sherley.Namun, dia semakin penasaran. Sherley terus membongkar isi lemari. Sampai akhirnya dia menemukan topi."Ini, kok topi yang sama seperti yang dipakai oleh penembak si Darriel?" Sherley masih saja berusaha untuk tak berpikiran buruk. Namun dia sangat tahu, bahwa kedua benda itu, adalah sebagai bukti, yang bisa saja memberatkan."Apa memang benar kalau William otak dari penembakan itu? Seperti yang dia lakukan pada Aston?" bisik Sherley. Sembari dia terus mengingat percakapannya dengan Abel Griffin. "Hemmm ... pantas saja, dia sangat mencurigai William."Tiba-tiba ...."Kenapa kamu buka lemari pakaian aku?"Sontak Sherley terperanjat. Dia tak menyangka kalau William akan terbangun dan kini tengah berdiri di belakangnya."A-aku tadi seperti melihat binatang masuk sini. Makanya aku cari, kok tak ada. Apa tikus?""Tikus?"Sherley mengangguk."Kamu jangan
Dug dug dug!Barulah dia mendengar derap langkah dari dalam. Tak lama pintu berderit pelan. Di hadapannya Jill Anne dengan mata yang masih mengantuk, menatap heran padanya."Ada apa Sherley?""Jill ... Jill!"Bergegas Sherley menerobos masuk dan segera menutup pintu kamar."A-ada apa Sherley?"Sherley langsung menarik pergelangan tangan Jill Anne dan duduk bersamanya di atas kasur."Kamu seperti orang yang lagi ketakutan.""Emang aku ini lagi takut. Ini, tak seperti perkiraan banyak orang, Jill.""Iya, kamu ini bilang aja."Tampak Sherley menata tarikan napasnya yang memburu."Dengerin aku baik-baik, Jill.""Iya, aku dengerin," tegas Jill, dengan manik mata yang menyorot tajam ke arah Sherley."Sepertinya apa yang dulu pernah kamu bilang. Tentang Dokter Aston, benar adanya.""Pembunuhan Aston?""Iya. Mengenai siapa dalang pembunuhan itu sebenarnya.""Ohhh!"
"Apa urusan kamu, Jill?""Banyak sekali urusan aku, Lau."Laurice hanya tersungging sinis."Termasuk perihal William yang akan memboyong seorang wanita lagi?""Dari mana kamu tahu, Jill? Bukannya tak mau tahu urusan William? Ehhh, malah kamu tahu semua. Aneh!""Memang kenapa Laurice? Sepertinya perasaan kamu sedang labil. Pasti kamu cemburu gara-gara wanita itu. Kerabat Beck Barnes. Iya 'kan?""Hemmm ... memang kamu tahu semuanya ya. Baguslah!""Kamu ... selarut ini baru pulang, kenapa?""Bukan urusan kamu Jill!"Laurice melangkah pergi meninggalkan Jill dan Sherley yang terus memperhatikannya."Kamu, tak jadi ke kamar?""Sekali lagi Jill. Ini bukan urusan kamu.""Oh, ya? Kalau kamu mau ke kamar William. Pastikan jika memang ingin bersama kamu, Lauruice." Kalimat Jill membuat langkahnya terhenti, dan dia berpaling ke arah mereka."Apa maksud kamu?""Yah, karena Sherley akan menema
"Ada apa kamu bikin onar, Lau?""Aku ingin bicara sama kamu penting!"Tanpa menunggu jawaban dari William. Laurice langsung menerobos masuk. Namun, betapa sangat terkejut dirinya, saat melihat sosok Heidi Asher sudah berada di balik selimut tebal."Kamuuu!!!" teriak Laurice geram bercampur marah. "Bagaimana bisa kamu sangat cepat ada di sini?""Kenapa Nyonya Laurice yang terhormat? Ada yang salahkah?""Ini gila! Bagaimana bisa kamu membawanya ke sini William?""Jangan kamu tanya aku, Lau. Dia sendiri yang datang.""Sejak kapan dia ada di sini?"Sembari berjalan ke arah ranjang dengan sorot mata penuh intimidasi. Kali ini, Laurice benar-benar marah. Dia tak menyangka kalau wanita ini dengan seenaknya datang ke kastil dan sekarang berada di atas ranjang William."Aku baru saja datang. Memangnya kenapa Nyonya Laurice? Apakah aku mesti laporan sama kamu?"Tak menjawab pertanyaan Heidi. Laurice dengan cepat menyibak se
"Awas, kamu!" ancam Laurice tak bisa terima diperlakukan seperti ini.Masih dengan napas yang tersengal-sengal. Wanita cantik itu menaiki anak tangga menuju lantai dua. Sesaat dia menghentikan langkahnya, dan mengurungkan niat menuju kamar dirinya."Sepertinya aku harus memberitahukan hal ini pada Jill. Dia harus tahu, kelakuan buruk William!" desis Laurice.Dug dug dug!"Jilll ... buka!"Tiba-tiba Aster sudah berdiri di sampingnya."Ada apa Nyonya Lau? Kurasa Nyonya Jill sudah tidur.""Tidak mungkin. Baru saja aku bertemu dengannya tadi." Protes Laurice dengan angkuh.Tak indahkan peringatan Ester. Laurice terus mengetuk pintu kamar Jill Anne. Tak lama, dia bisa mendengar derap langkah kaki kian mendekat. Benar saja, pintu kamar pun terbuka sedikit.Seraut wajah Jill yang terlihat mengantuk, tampak enggan begitu melihat Laurice di hadapannya."Ada apa kamu ke sini?""Aku ingin bicara sama kamu. Penti