"Tidak juga! Hanya saja, apakah kamu bisa aku percaya?"
"Setelah permainan panas tadi? Kamu masih meragukan aku, William?"
Lelaki tampan itu menggeleng.
"Apa benar-benar ini keinginan kamu? Tanpa ada seseorang di belakangnya?"
Sherley menggeleng.
"Memangnya seseorang itu siapa?" tanya Sherley sengaja memancing.
"Jill!" tegas William.
Sontak Sherley tergelak. Memang sengaja dia lakukan agar mengelabui William.
"Kamu salah. Jill tak pernah menyuruh aku melakukan apa pun. Awalnya dia ingin membantu aku untuk mendapatkan pekerjaan di kota, lalu dia menyarankan untuk bisa bekerja sama kamu."
"Hemmm ...!" William terus menatapnya. "Baiklah! Sepertinya apa yang disarankan Jill, itu tepat. Aku akan percayakan semua urusan perhitungan keuangan seluruh usaha dan pengeluaran dengan kamu. Mulai besok kamu sudah aku berikan penyerahan semuanya. "
Rasa hati Sherley ingin berteriak kencang. Akhirnya dia bisa mendapatkan semua ke
"Sudah malam! Kalian tidurlah, Sherley akan menemani aku malam ini!" Tak biasanya William bersikap seperti ini. Biasanya dia tak peduli dengan apa yang terjadi."William, ke mana Laurice?" tanya Jill."Entahlah, mungkin di rumah bibinya.""Bagaimana bisa kamu tak mengetahuinya?" lanjut Jill. "Bukankah kalian pergi bersama tadi?" cecar Jill Anne. "Atau ... mungkin kamu meninggalkan Laurice demi wanita lain, William?"William tak menjawab. Dia berlalu dengan langkah yang cepat meninggalkan mereka. Tak luput tangannya bergerak menggandeng Sherley untuk ikut bersamanya."Will ... William! Aku mash ingin ngobrol sama mereka dulu.""Tak perlu!""Tapi, William?""Aku ingin kamu temani aku di kamar malam ini!"Brakkkk!Dengan kasar William menutup pintu serta menguncinya."Aku ingin kita mandi bersama!""Kita?""Iya. MUlai besok kamu pun setiap malam akan tidur bersamaku Sherley."Sejenak Sherl
"Ke-kenapa mantel ini ada di sini? Enggak mungkin!" tegas Sherley.Namun, dia semakin penasaran. Sherley terus membongkar isi lemari. Sampai akhirnya dia menemukan topi."Ini, kok topi yang sama seperti yang dipakai oleh penembak si Darriel?" Sherley masih saja berusaha untuk tak berpikiran buruk. Namun dia sangat tahu, bahwa kedua benda itu, adalah sebagai bukti, yang bisa saja memberatkan."Apa memang benar kalau William otak dari penembakan itu? Seperti yang dia lakukan pada Aston?" bisik Sherley. Sembari dia terus mengingat percakapannya dengan Abel Griffin. "Hemmm ... pantas saja, dia sangat mencurigai William."Tiba-tiba ...."Kenapa kamu buka lemari pakaian aku?"Sontak Sherley terperanjat. Dia tak menyangka kalau William akan terbangun dan kini tengah berdiri di belakangnya."A-aku tadi seperti melihat binatang masuk sini. Makanya aku cari, kok tak ada. Apa tikus?""Tikus?"Sherley mengangguk."Kamu jangan
Dug dug dug!Barulah dia mendengar derap langkah dari dalam. Tak lama pintu berderit pelan. Di hadapannya Jill Anne dengan mata yang masih mengantuk, menatap heran padanya."Ada apa Sherley?""Jill ... Jill!"Bergegas Sherley menerobos masuk dan segera menutup pintu kamar."A-ada apa Sherley?"Sherley langsung menarik pergelangan tangan Jill Anne dan duduk bersamanya di atas kasur."Kamu seperti orang yang lagi ketakutan.""Emang aku ini lagi takut. Ini, tak seperti perkiraan banyak orang, Jill.""Iya, kamu ini bilang aja."Tampak Sherley menata tarikan napasnya yang memburu."Dengerin aku baik-baik, Jill.""Iya, aku dengerin," tegas Jill, dengan manik mata yang menyorot tajam ke arah Sherley."Sepertinya apa yang dulu pernah kamu bilang. Tentang Dokter Aston, benar adanya.""Pembunuhan Aston?""Iya. Mengenai siapa dalang pembunuhan itu sebenarnya.""Ohhh!"
"Apa urusan kamu, Jill?""Banyak sekali urusan aku, Lau."Laurice hanya tersungging sinis."Termasuk perihal William yang akan memboyong seorang wanita lagi?""Dari mana kamu tahu, Jill? Bukannya tak mau tahu urusan William? Ehhh, malah kamu tahu semua. Aneh!""Memang kenapa Laurice? Sepertinya perasaan kamu sedang labil. Pasti kamu cemburu gara-gara wanita itu. Kerabat Beck Barnes. Iya 'kan?""Hemmm ... memang kamu tahu semuanya ya. Baguslah!""Kamu ... selarut ini baru pulang, kenapa?""Bukan urusan kamu Jill!"Laurice melangkah pergi meninggalkan Jill dan Sherley yang terus memperhatikannya."Kamu, tak jadi ke kamar?""Sekali lagi Jill. Ini bukan urusan kamu.""Oh, ya? Kalau kamu mau ke kamar William. Pastikan jika memang ingin bersama kamu, Lauruice." Kalimat Jill membuat langkahnya terhenti, dan dia berpaling ke arah mereka."Apa maksud kamu?""Yah, karena Sherley akan menema
"Ada apa kamu bikin onar, Lau?""Aku ingin bicara sama kamu penting!"Tanpa menunggu jawaban dari William. Laurice langsung menerobos masuk. Namun, betapa sangat terkejut dirinya, saat melihat sosok Heidi Asher sudah berada di balik selimut tebal."Kamuuu!!!" teriak Laurice geram bercampur marah. "Bagaimana bisa kamu sangat cepat ada di sini?""Kenapa Nyonya Laurice yang terhormat? Ada yang salahkah?""Ini gila! Bagaimana bisa kamu membawanya ke sini William?""Jangan kamu tanya aku, Lau. Dia sendiri yang datang.""Sejak kapan dia ada di sini?"Sembari berjalan ke arah ranjang dengan sorot mata penuh intimidasi. Kali ini, Laurice benar-benar marah. Dia tak menyangka kalau wanita ini dengan seenaknya datang ke kastil dan sekarang berada di atas ranjang William."Aku baru saja datang. Memangnya kenapa Nyonya Laurice? Apakah aku mesti laporan sama kamu?"Tak menjawab pertanyaan Heidi. Laurice dengan cepat menyibak se
"Awas, kamu!" ancam Laurice tak bisa terima diperlakukan seperti ini.Masih dengan napas yang tersengal-sengal. Wanita cantik itu menaiki anak tangga menuju lantai dua. Sesaat dia menghentikan langkahnya, dan mengurungkan niat menuju kamar dirinya."Sepertinya aku harus memberitahukan hal ini pada Jill. Dia harus tahu, kelakuan buruk William!" desis Laurice.Dug dug dug!"Jilll ... buka!"Tiba-tiba Aster sudah berdiri di sampingnya."Ada apa Nyonya Lau? Kurasa Nyonya Jill sudah tidur.""Tidak mungkin. Baru saja aku bertemu dengannya tadi." Protes Laurice dengan angkuh.Tak indahkan peringatan Ester. Laurice terus mengetuk pintu kamar Jill Anne. Tak lama, dia bisa mendengar derap langkah kaki kian mendekat. Benar saja, pintu kamar pun terbuka sedikit.Seraut wajah Jill yang terlihat mengantuk, tampak enggan begitu melihat Laurice di hadapannya."Ada apa kamu ke sini?""Aku ingin bicara sama kamu. Penti
"Ayolah, Lau! Lupakan William! Dia bukan satu-satunya lelaki yang ada di dunia ini. Yang benar adalah dia lelaki paling brengsek yang pernah aku temui. Kamu paham?"Merasa hatinya hancur. Laurice pun menangis tergugu. Dia tidak bisa terima dengan semua ini."Apakah aset yang aku titipkan padanya, bisa aku ambil lagi?""Itu yang tengah aku lakukan. Aku ingin mengambil semuanya," bisik Jill Anne. Membuat Laurice semakin terperanjat. Laurice memandang dnegan sorot mata yang tajam, tanpa jeda."Bagaimana caranya?"Jill Anne hanya menyeringai."Hanya aku yang tahu. Takutnya kamu mmebocorkan hal ini pada William. Mengingat rasa cintamu yang besar padanya, Lau.""Walau aku cinta, tidak mungkin aku akan mengatakan hal ini padanya.""Ivy pun bilang yang sama. Kenyataannya di hadapan William dia tidak berkutik. Membuka semua hal yang aku bicarakan padanya.""Hemmm ...."Jill Anne berjalan menuju pintu kamar.&nbs
Brianna pun melangkah masuk. Dibalik selambu yang menutupi ranjang William. Dia melihat samar, bayangan dua orang yang tengah memadu kasih, dengan desah dan erangan penuh kenikmatan."William!" sentak Brianna dengan mata yang melotot.Sontak dua insan itu, terhenyak saat mendengar suara Brianna yang setengahnya berteriak."Kamu, memanggil aku ke sini hanya untuk melihat kalian bercumbu? Sudah gila kamu William!"Seketika Brianna berbalik dan berjalan cepat ingin pergi dari kamar William. Dengan gerak cepat, William melompat dan menarik pinggang Brianna. Hingga wanita dengan luka di pipi, menghadap ke arahnya."Kamu jangan pergi dulu! Periksa luka Heidi dulu, Brianna.""Memeriksa dia tanpa pakaian seperti ini?" tanya Brianna dengan wajah kesal."Memangnya kenapa kalau aku tanpa pakaian?" Seketika Heidi menyambar outer untuk pakaian tidur. Walau pun begitu masih saja terlihat lekuk tubuhnya yang menawan."Siapa kamu?"
"Memangnya apa yang bisa aku lakukan?""Kamu ikuti prosedur mereka. Kami ingin tahu sampai sejauh mana William terjerat. Kasus ini saksinya hanya kamu, Sherley!""Tapi, aku tak melihat penembaknya. Bahkan sosok posturnya aku mulai sedikit lupa."Sampai Sherley teringat pada seseorang, si pemberi surat dari Angle White."Aku baru ingat!""Apa?" Jill meanatap tajam."Aku jadi ingat sama sosok si pengantar surat. Menurut aku perawakannya mirip penembak itu, cuman aku masih ragu.""Kamu jangan asal menebak, Sherley. Akan sangat berbahaya buat kamu. Sebaiknya kita fokus pada William."Sherley tertegun sejenak.'Kenapa Jill mengalihkan pembicaraan ini? Apa dia sudah punya rencana lain?"Buru-buru Sherley mendekati dan menarik lengannya sedikit menjauh dari Laurice dan Beatrix."Ada apa Jill?""Maksud kamu?""Apa yang kamu sembunyikan dari aku? Aku sangat tahu kamu, pasti kamu sedang mere
Tiba-tiba .... "Tidak salah sama sekali!" sahut Beatrix yang sudah berdiri di ambang pintu. Mmebuat mereka bertiga tersentak. "Kamu ... menguping?" sentak Jill geram. Dengan tenang dan santai, Beatrix menutup pintu kamar. "Tenanglah, Jill. Kalau dalam hal ini, aku sepakat denganmu. Kapan niat itu akan kamu lakukan?" Jill masih terlihat tegang dengan kedatangan Beatrix, hal yang tidak dia duga sebelumnya. "Percayalah sama aku. Tidak mungkin aku akan bocorkan perihal ini. Karena semenjak kejadian menyakitkan itu, aku membencinya." Sepertinya Jill bisa mempercayai Beatrix. "Baiklah kalau begitu. Kita akan menunggu apa yang akan dilakukan Lady Rose. Apa benar dia mampu membuat William benar-benar mengusir kita dari sini." "Dan pastinya menceraikan kamu, Jill," sahut Laurice. "Kalau itu sampai terjadi, kita akan keluar tanpa apa pun. Ingat juga, keluarga Lady rose suaranya masih didengar pihak kerajaan,
"Mungkin, ada baiknya kamu ikuti saran dari surat itu. Siapa tahu Abel benar-benar mencintai kamu?"Sherley hanya tersenyum masam."Entahlah? Aku pun tidak bernapsu untuk mendapat cinta dari siapa pun.""Termasuk William? Tampaknya kamu telah tergoda padanya.""Dia terlalu banyak memiliki wanita. Sulit untuk bisa setia. Aku tak mau dan tak ingin hidup seperti kamu, Jill. Menderita!"Jill Anne hanya menyeringai dengan mengangkat sudut bibirnya."Itu William sudah menemui mereka. Aku hanya ingin kamu segera bebas dari permasalahan ini."Dari arah atas, terdengar suara Laurice memanggil mereka."Jill!"Kedua wanita menghentikan langkah, dan melihat pada Laurice yang berlari kecil mendekat."Ada apa ini?""William ada tamu dari para penyidik mengenai kasus penembakan Darriel.""Apa?! Ta-tapi tidak mungkin 'kan William melakukannya?""Semoga speerti itu, Lau. Kenapa? Kamu speertinya sangat ke
"Masih menduga?""Iya, karena belum terbukti apa pun. Mereka sama sekali tidak memiliki bukti tentang keterlibatan kamu.""Aku memang tidak melakukannya, Sherley!" tegas William.Jill Anne yang mendengar percakapan mereka menghampiri."Kalau aku boleh saran padamu. Sebaiknya kamu kasih ijin pada mereka, karena memang kamu bukan pelakunya. Jika kamu mempersulit, pasti mereka merasa benar atas dugaan selama ini."Sejenak William memikirkan perkataan Jill, tanpa berpikir panjang lagi. Sherley melirik padanya. Seolah mempertanyakan, saran Jill Anne yang bisa semakin menjebak William."Baiklah kalau begitu saran kamu, Jill. Aku yakin kamu masih peduli padaku.""William, tunggu!" Lady Rose mendekat. "Saran Jill itu gila! Buat apa kamu mengikuti mereka. Kamu 'kan punya kuasa.""Ahhh ... para bangsawan itu, mana ada yang peduli denganku, Rose. Mereka hanya memandang Jill Anne, yang pintar dan berduit, dari pada diriku!"
Sepertinya William sudah tidak sabar menghadapi Sherley, yang menurutnya terus mengelak. Tangan kanan bergerak mencengkram lengan kiri Sherley kuat-kuat. Sampai membuatnya tersentak, karena sakit. "William!" sentak Jill Anne. "Tidak perlu kamu kasar begitu padanya!" "Wowww, kalian juga saling membela seperti ini? Ini hal yang sangat menarik, Jill," celetuk Lady Rose dengan senyum yang masam. Dalam waktu bersamaan, Jill Anne mendekati wanita itu. Dia mendorong kuat tubuhnya sampai hampir terjungkal. "Sekali lagi kamu ikut campur urusan kami, aku bungkam sendiri mulut kamu!" bentak Jill. Namun, ancaman itu semakin membuat Lady Rose tertawa. "Silakan kalau berani kau Jill Anne!" Sudut bibirnya menyungging, seakan mengajak Jill Anne untuk terus melanjutkan pertengkaran di antara mereka. Kesal dengan sikap Lady Rose, yang semakin mengejek. Tak segan Jill Anne menerjang tubuhnya, hingga kedua wanita bangsawan itu terhempas ke lantai.
Tiba-tiba,"Jill ... Jill!"Sontak Ester dan Jill berbalik dan memperhatikan sosok Sherley yang tersengal-sengal."Apa ... ada kejadian baru?""A-ada Nyonya. Sekarang juga Tuan William sedang menunggu Nyonya Sherley." Tampak Ester benar-benar khawatir."Kenapa dia mencari aku?" Sherley terlihat tegang."Hemmm ... kamu harus berhati-hati, Sherley. Aku takut kalau William mencurigai kamu soal ini.""Baik, Jill. Ester, di mana William menunggu aku?""Di lantai bawah, Nyonya.""Baik aku akan ke sana juga."Bergegas Sherley menuruni beberapa anak tangga. Dia tak ingin sampai William tahu ini adalah perbuatan dirinya. Melihat keaaan yang smekain runyam, Jill pun mengekori Sherley."Sherley, tunggu!"Wanita itu hanya menoleh dan meneruskan langkahnya."Ada apa, Jill?""Berhati-hatilah, William saat ini sedang didukung oleh Lady Rose. Dia sangat berbahaya, dan mampu membalikkan keadaan de
"Maksudnya?""Dia ingin memeriksa seluruh isi kamar. Dalam isi surat ini juga dijelaskan kalau aku menyimpan bukti untuk kasus pembunuhan.""Pembunuhan?" Kedua matanya melotot, seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi. "Kamu ... bicara serius?""Iya, Rose. Dalam surat ini sangat jelas mengetakannya.""Ta-tapi, William?" Rose manatap tajam pada lelaki tampan itu. "Bagaimana bisa mereka ingin mencari barang bukti di dalam kamar kamu? Pasti ada seseorang yang memang sengaja menjebak kamu, William.""Kita akan lihat nanti, Rose."William terlihat tenang."Ester!" teriak William kencang.Wanita berkulit hitam, berlari mendekat."Iya, Tuan. Ada apa?""Di mana Sherley?""Nyonya Sherley, sepertinya masih tidur di kamar.""Panggil dan suruh kemari, cepat!""Ba-baik, Tuan."Bergegas Ester keluar kamar, dan menuju lantai dua. Dia berjalan cepat menapaki beberapa anak tangga. Sampai
"Baiklah, apa kamu akan langsung pulang?""Iya, setelah ini Abel. Bolehkah?" Lelaki itu hanya manggut-manggut.Selesai menemani Abel makan, Sherley pun berpamitan hendak pulang."Terima kasih atas semua bantuan kamu. Kuharap kamu bisa membantu aku terbebas dari ini semua.""Iya, Cantik. Aku akan upayakan semuanya.""OKe, aku pulang ke kastil. Aku tidak mau ada dugaan dari William, kalau aku yang melakukan pelaporan semua ini." Abel hanya manggut-manggut.Sheerley pun segera naik kereta yang telah menjemput dirinya. Tangannya melambai pada Abel dengan senyum lebar mengarah padanya."Tolong kamu percepat keretanya!""Baik, Nyonya."Tapak kuda mulai berlari kencang. Sherley berharap bahwa kedatangannya tidak membuat curiga William dan juga yang lain._Kastil Lily Edward_Salah seorang pelayan menyampaikan pada Ester jika ada seorang tamu."Tamu dari mana?""Ini suratnya, Ester."
"Berarti semua aman 'kan?""I-iya, aman semuanya."Abel menghempaskan tubuhnya di sebelah Sherley."Mereka baru saja berangkat ke kastil. Kita lihat nanti hasilnya bagaimana.""Apa ... menurut kamu semua ini akan lancar? Jujur, aku takut Abel."Lelaki kharismatik itu, menyudutkan pandangannya hingga membuat matanya menyipit."Kamu takut apa?""Pastinya kamu tahu, siapa seorang William ini?""Hemmmm, karena itu saja?""Iya, karena hal ini saja sudah membuat kepalaku pusing. Aku tinggal satu atap dengannya, dia yang memberikan penghidupan buat aku. Andai dirimu menjadi aku bagaimana?""Aku mengerti yang kamu rasakan ini, Sherley. Kalau memang kamu bukan seperti yang dituduhkan, kurasa kamu tenang saja. Tidak perlu mengkhawatirkan tentang William.""Apa, menurut kamu tahu bahwa aku yang memberikan bukti-bukti itu?"Abel Griffin menghela napas panjang."Iya! Kurasa cepat atau lambat pasti akan men