"Ke-kenapa mantel ini ada di sini? Enggak mungkin!" tegas Sherley.
Namun, dia semakin penasaran. Sherley terus membongkar isi lemari. Sampai akhirnya dia menemukan topi.
"Ini, kok topi yang sama seperti yang dipakai oleh penembak si Darriel?" Sherley masih saja berusaha untuk tak berpikiran buruk. Namun dia sangat tahu, bahwa kedua benda itu, adalah sebagai bukti, yang bisa saja memberatkan.
"Apa memang benar kalau William otak dari penembakan itu? Seperti yang dia lakukan pada Aston?" bisik Sherley. Sembari dia terus mengingat percakapannya dengan Abel Griffin. "Hemmm ... pantas saja, dia sangat mencurigai William."
Tiba-tiba ....
"Kenapa kamu buka lemari pakaian aku?"
Sontak Sherley terperanjat. Dia tak menyangka kalau William akan terbangun dan kini tengah berdiri di belakangnya.
"A-aku tadi seperti melihat binatang masuk sini. Makanya aku cari, kok tak ada. Apa tikus?"
"Tikus?"
Sherley mengangguk.
"Kamu jangan
Dug dug dug!Barulah dia mendengar derap langkah dari dalam. Tak lama pintu berderit pelan. Di hadapannya Jill Anne dengan mata yang masih mengantuk, menatap heran padanya."Ada apa Sherley?""Jill ... Jill!"Bergegas Sherley menerobos masuk dan segera menutup pintu kamar."A-ada apa Sherley?"Sherley langsung menarik pergelangan tangan Jill Anne dan duduk bersamanya di atas kasur."Kamu seperti orang yang lagi ketakutan.""Emang aku ini lagi takut. Ini, tak seperti perkiraan banyak orang, Jill.""Iya, kamu ini bilang aja."Tampak Sherley menata tarikan napasnya yang memburu."Dengerin aku baik-baik, Jill.""Iya, aku dengerin," tegas Jill, dengan manik mata yang menyorot tajam ke arah Sherley."Sepertinya apa yang dulu pernah kamu bilang. Tentang Dokter Aston, benar adanya.""Pembunuhan Aston?""Iya. Mengenai siapa dalang pembunuhan itu sebenarnya.""Ohhh!"
"Apa urusan kamu, Jill?""Banyak sekali urusan aku, Lau."Laurice hanya tersungging sinis."Termasuk perihal William yang akan memboyong seorang wanita lagi?""Dari mana kamu tahu, Jill? Bukannya tak mau tahu urusan William? Ehhh, malah kamu tahu semua. Aneh!""Memang kenapa Laurice? Sepertinya perasaan kamu sedang labil. Pasti kamu cemburu gara-gara wanita itu. Kerabat Beck Barnes. Iya 'kan?""Hemmm ... memang kamu tahu semuanya ya. Baguslah!""Kamu ... selarut ini baru pulang, kenapa?""Bukan urusan kamu Jill!"Laurice melangkah pergi meninggalkan Jill dan Sherley yang terus memperhatikannya."Kamu, tak jadi ke kamar?""Sekali lagi Jill. Ini bukan urusan kamu.""Oh, ya? Kalau kamu mau ke kamar William. Pastikan jika memang ingin bersama kamu, Lauruice." Kalimat Jill membuat langkahnya terhenti, dan dia berpaling ke arah mereka."Apa maksud kamu?""Yah, karena Sherley akan menema
"Ada apa kamu bikin onar, Lau?""Aku ingin bicara sama kamu penting!"Tanpa menunggu jawaban dari William. Laurice langsung menerobos masuk. Namun, betapa sangat terkejut dirinya, saat melihat sosok Heidi Asher sudah berada di balik selimut tebal."Kamuuu!!!" teriak Laurice geram bercampur marah. "Bagaimana bisa kamu sangat cepat ada di sini?""Kenapa Nyonya Laurice yang terhormat? Ada yang salahkah?""Ini gila! Bagaimana bisa kamu membawanya ke sini William?""Jangan kamu tanya aku, Lau. Dia sendiri yang datang.""Sejak kapan dia ada di sini?"Sembari berjalan ke arah ranjang dengan sorot mata penuh intimidasi. Kali ini, Laurice benar-benar marah. Dia tak menyangka kalau wanita ini dengan seenaknya datang ke kastil dan sekarang berada di atas ranjang William."Aku baru saja datang. Memangnya kenapa Nyonya Laurice? Apakah aku mesti laporan sama kamu?"Tak menjawab pertanyaan Heidi. Laurice dengan cepat menyibak se
"Awas, kamu!" ancam Laurice tak bisa terima diperlakukan seperti ini.Masih dengan napas yang tersengal-sengal. Wanita cantik itu menaiki anak tangga menuju lantai dua. Sesaat dia menghentikan langkahnya, dan mengurungkan niat menuju kamar dirinya."Sepertinya aku harus memberitahukan hal ini pada Jill. Dia harus tahu, kelakuan buruk William!" desis Laurice.Dug dug dug!"Jilll ... buka!"Tiba-tiba Aster sudah berdiri di sampingnya."Ada apa Nyonya Lau? Kurasa Nyonya Jill sudah tidur.""Tidak mungkin. Baru saja aku bertemu dengannya tadi." Protes Laurice dengan angkuh.Tak indahkan peringatan Ester. Laurice terus mengetuk pintu kamar Jill Anne. Tak lama, dia bisa mendengar derap langkah kaki kian mendekat. Benar saja, pintu kamar pun terbuka sedikit.Seraut wajah Jill yang terlihat mengantuk, tampak enggan begitu melihat Laurice di hadapannya."Ada apa kamu ke sini?""Aku ingin bicara sama kamu. Penti
"Ayolah, Lau! Lupakan William! Dia bukan satu-satunya lelaki yang ada di dunia ini. Yang benar adalah dia lelaki paling brengsek yang pernah aku temui. Kamu paham?"Merasa hatinya hancur. Laurice pun menangis tergugu. Dia tidak bisa terima dengan semua ini."Apakah aset yang aku titipkan padanya, bisa aku ambil lagi?""Itu yang tengah aku lakukan. Aku ingin mengambil semuanya," bisik Jill Anne. Membuat Laurice semakin terperanjat. Laurice memandang dnegan sorot mata yang tajam, tanpa jeda."Bagaimana caranya?"Jill Anne hanya menyeringai."Hanya aku yang tahu. Takutnya kamu mmebocorkan hal ini pada William. Mengingat rasa cintamu yang besar padanya, Lau.""Walau aku cinta, tidak mungkin aku akan mengatakan hal ini padanya.""Ivy pun bilang yang sama. Kenyataannya di hadapan William dia tidak berkutik. Membuka semua hal yang aku bicarakan padanya.""Hemmm ...."Jill Anne berjalan menuju pintu kamar.&nbs
Brianna pun melangkah masuk. Dibalik selambu yang menutupi ranjang William. Dia melihat samar, bayangan dua orang yang tengah memadu kasih, dengan desah dan erangan penuh kenikmatan."William!" sentak Brianna dengan mata yang melotot.Sontak dua insan itu, terhenyak saat mendengar suara Brianna yang setengahnya berteriak."Kamu, memanggil aku ke sini hanya untuk melihat kalian bercumbu? Sudah gila kamu William!"Seketika Brianna berbalik dan berjalan cepat ingin pergi dari kamar William. Dengan gerak cepat, William melompat dan menarik pinggang Brianna. Hingga wanita dengan luka di pipi, menghadap ke arahnya."Kamu jangan pergi dulu! Periksa luka Heidi dulu, Brianna.""Memeriksa dia tanpa pakaian seperti ini?" tanya Brianna dengan wajah kesal."Memangnya kenapa kalau aku tanpa pakaian?" Seketika Heidi menyambar outer untuk pakaian tidur. Walau pun begitu masih saja terlihat lekuk tubuhnya yang menawan."Siapa kamu?"
"Aku butuh investasi untuk membeli sebuah lahan pertanian, ladang anggur dan gandum, di kota Northy Wenter." "Bukan kah itu berdekatan dengan kastil ini?" "Karenanya aku ingin membeli ladang itu, untuk semakin membuat kastil ini punya nama. Kamu bisa mengerti maksudku, Heidi?" Heidi hanya bisa tercengang, saat mendengar permintaan William yang begitu mahal baginya. "Kenapa kamu seperti terkejut begitu?" "I-iya, aku memang terkejut. Ini mahal sekali William." "Bagimu ini hanya seujung kuku, Heidi. Bagimana bisa bilang mahal. Pikirkanlah lagi investasi berharga ini. Pastinya ini kan milik kamu, belum lagi keuntungan yang dibagi." "Entahlah William, menurutku itu akan menghabiskan banyak hartaku. Aku akan pikirkan dulu." "Baiklah, kurasa kamu harus mengambilnya." _Tiga hari berlalu_ Entah mengapa perasaan Sherley gelisah. Ada keinginan untuk mengatakan perihal mantel dan topi merah itu pada Abel Griff
"Hai!" sapa Sherley dengan senyum yang dipaksa."Ohhh, Sherley. Bisa kita bicara dengan berkeliling kastil ini?""Bisa. Kamu lebih menyukai taman atau pantai?""Mana yang buat kamu nyaman saja.""Baiklah, kita jalan di taman tulip saja ya?""Iya, Sherley."Mereka berdua pun meninggalkan kastil menuju taman. Sherley mengajak Abel menuju sebuah kursi taman. Tanpa sepengetahuan keduanya, William terus memperhatikan dari lantai atas. Hingga sebuah tepukan mengejutkan William."Lagi mengintip atau sedang mematai seseorang?"Suara Jill terdengar dekat di telinga. William hanya menyeringai tipis, dengan sikap acuh dan dingin."Kamu sepertinya takut William.""Atas alasan apa?""Aku tidak tahu. Hanya kamu yang bisa menjawab." Seraya Jill meninggalkan William sendiri. "Oh, ya William. Apa kamu sudah mendapatkan investasi baru?"Kedua mata mereka saling beradu. Jill Anne tersenyum sinis, dan akhirnya pergi men