Bab 28*Sambil menunggu Arjuna siuman. Jelita membereskan apa saja yang berantakan di kamar itu. Perjalanan jauh sebenarnya membuat tubuh itu lelah dan ingin terbaring sebentar saja. Namun, ia tak ingin jika saat ia bangun nanti Arjuna pergi lagi darinya. Ia tak ingin lelaki itu menghindarinya lagi. Jelita harus menuntaskan semua kesalahannya sekarang.Jam telah menunjukkan pukul lima sore. Jelita melangkahkan kakinya menuju sisi jendela. Ia menyibak gorden jendela kaca besar itu agar bisa menikmati keindahan dan seni alam yang dipuja setiap orang. Gadis itu duduk di sofa kecil di dekat jendela itu. Ia tersenyum perih melihat warna merah jingga yang menyilaukan matanya. Indah. Namun, keindahan apa pun tak menghibur hatinya jika ia belum mendapatkan maaf dari Arjuna.Jelita tersenyum sinis seorang diri, mengingat kenangan yang pernah ia lalu bersama Arjuna dan Aldi di pantai itu. Terlalu banyak kenangan manis yang memaksanya untuk mengingat hal itu. Namun, apa pun itu, ia tetap tak bi
Bab 29*Jam di ponsel telah menunjukkan pukul sembilan malam. Arjuna menatap bubur yang telah dingin itu terletak di atas nakas. Bubur yang sama sekali tak ingin disentuhnya. Setelah Jelita pergi, Arjuna hanya duduk di pinggir ranjang, tepatnya setelah menunaikan shalat isya. Lelaki itu bangkit, mengitari seluruh ruangan, lalu duduk lagi di sisi ranjang. Ia merasa sedang tak baik-baik saja.Pikirannya terlalu kalut saat ini. Entah, ia pun tak menyangka melakukan itu pada Jelita. Dan, setelah gadis itu tak lagi di hadapannya, bukan kelegaan yang ia dapatkan, melainkan resah dan perasaan galau memenuhi hatinya.Arjuna mengusap wajahnya dengan kasar. Di luar hujan turun begitu lebatnya. Semesta yang tadi baik-baik saja dengan cerahnya senja, tiba-tiba menurunkan hujan yang membasahi bumi, mendung secara tiba-tiba menggelayut di atas langit.Arjuna menyerah pada egonya, pada kemarahannya. Ia tak bisa memperkirakan ke mana Jelita akan pergi setelah diusirnya. Lelaki itu coba menghubungi
Bab 30*“Mama?” Arjuna dan Jelita saling menatap saat melihat ibunya duduk di sofa menghadap jendela. Duduk seolah memang telah menunggu keduanya sejak tadi.“Mama kenapa di sini?” tanya Arjuna pada sang ibu yang masih duduk dengan wajah dinginnya.“Mama yang harusnya tanya, Juna. Kalian pulang nggak bilang-bilang? Terus ngapain hujan-hujanan kayak gini.”Melisa bangkit dari duduknya, meninggalkan pemandangan gerimis yang masih terlihat di luar sana. Perempuan itu berdiri menghadap anak dan menantunya. Perempuan paruh baya yang terlihat masih cantik itu menunjuk keadaan dua anaknya itu. Keadaan yang menyadarkan mereka bahwa saat ini mereka tak bisa berbohong. Tak bisa mengelak atas apa yang selama ini telah terjadi.Semua pekerja di hotel, Melisa tak bisa menjamin kepercayaannya. Namun, selama mereka bekerja, mereka tak pernah curang dana selalu mengikuti perintah dari perempuan itu.“Bu, saya mendengar dari resepsionis kalau Arjuna sedang di hotel. Mereka bilang, istrinya juga di s
Bab 31*Hari yang cerah setelah semalaman diguyur hujan. Makassar terlihat elegan dengan segala bangunan mewah. Perpaduan pantai, sunrise dan udara segar menjadi hal yang paling menyegarkan mata.Malam itu Arjuna dan Jelita beristirahat dengan tenang. Meskipun Arjuna sendiri tak tahu apa yang akan dibicarakan ibunya dan orangtua Jelita esok. Ia hanya merasa hubungan keduanya mulai membaik, tapi tetap saja ia tak sanggup membayangkan wajah terluka kedua orangtuanya.“Mama pasti kecewa banget ya.” Jelita berucap lirih. Wajahnya tertunduk tak sanggup menatap Arjuna saat ia mengatakan hari ini akan ke rumah ibunya.“Kita jelaskan semua, Lita. Kita hadapi sama-sama.” Arjuna menggenggam tangan sang istri, membelainya lembut lalu sejenak mengecupnya. Lelaki itu tersenyum saat melihat Jelita tak menolak seperti biasanya. Tak juga memperlihatkan raut wajah tak suka saat ia melakukan itu.Ah, Arjuna bahkan mendengar kemarin ia mengucapkan tentang cinta di telinganya. Arjuna sudah bangun dari l
Bab 32*Matahari pagi di kota Makassar terlihat begitu cerah. Jelita memicingkan mata saat ia terjaga karena sinar mentari yang menembus melalui kaca jendela. Ia berpikir, pasti Arjuna yang menyibak gordennya. Namun, saat Jelita membalikkan badan, gadis itu tak menemukan sang suami di sampingnya Setelah disidang oleh kedua orangtuanya, mereka tidur di rumah Jelita. “Kami diam, bukan berarti nggak tau apa yang terjadi dalam pernikahan kalian. Dingin bahkan mungkin beku dalam hatimu, Jelita. Papa harap, esok lusa jika badai itu datang lagi, tak ada yang diam, Arjuna. Juga tak ada yang berlari dari masalah. Papa harap kalian bisa saling menyelesaikan, bukan saling menghindar.” Raihan menatap Jelita dan Arjuna bergantian. Bukan hanya setelah menikah dengan Jelita, tapi sebelumnya Arjuna bahkan sudah menganggap Raihan seperti ayah kandungnya. Tepatnya setelah lelaki itu kehilangan seorang figur ayah dalam hidupnya. Keduanya hanya mengangguk. Lalu, mereka sama-sama mengusap air mata di
Tetanggaku SuamikuPart 1 * Seorang gadis membuka mata, demi melihat bayangan diri sendiri dari cermin besar yang memantul wajahnya. Wajah tirus yang semakin jelita seperti namanya, saat ditambah beberapa polesan make up khas pengantin. “Kau tampak seperti ratu hari ini, Lita.” Seorang make up artist memuji gadis yang masih duduk di bangku meja rias. Jelita memandang wajah itu dengan senyum yang merekah. Ia melihat seluruh sudut wajah yang terlihat berbeda dari biasanya. “Kerja bagus, Nana.” Jelita memuji keahlian make up artist yang ia sewa untuk hari pernikahannya. Keahliannya dalam memoles bukan hanya angin semata, tapi benar-benar nyata. Pernikahan. Momen yang begitu diimpikan oleh setiap gadis, di mana akan ada seorang lelaki yang akan mengambil alih tanggung jawab dari pundak sang ayah, dibawa ke pundaknya. Salah. Bukan ke pundak, karena itu menunjukkan keberatan, tapi ke pelukannya, karena di situ tempat paling nyaman untuk memadu kasih sayang. Momen paling sakral saat le
Tetanggaku Suamiku Part 2 * [Putus!] Pesan singkat, tapi begitu menyayat hati Jelita. Gadis itu kehilangan tumpuannya hingga terjatuh ke lantai yang ia pijak, tapi masih berusaha sadar atas apa yang baru saja terjadi. Ponsel di tangan itu ikut terjatuh, sejenak gadis itu seolah kehilangan kewarasan atas pesan tiba-tiba dari Kevin. Jelita menatap nanar pada lantai yang sedikit basah karena beberapa tetes air mata jatuh di sana. Gadis itu kembali memungut ponselnya, ia mencoba mengurut dada yang terasa begitu sesak. Jelita mencoba meyakinkan diri bahwa tadi hanyalah mimpi buruk karena kecemasan yang mendera. Pesan itu hanya hayalan atas ketakutan yang menggelayut tiba-tiba. [Putus!] Kembali Jelita membaca pesan itu. Pesan yang tak berubah meski berkali-kali ia baca dan pahami. Gadis itu menyeka sudut mata yang mengabur karena air mara berserakan di sana. Pesan itu tetap sama. Jelita berteriak frustasi. Ia melempar ponsel itu ke dinding, lalu mengacak beberapa dekorasi kamar penga
Tetanggaku Suamiku Part 3 . Pintu terbuka, saat Jelita sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Ia melihat Arjuna muncul setelah pintu kembali ditutup. Spontan gadis itu mengambil handuk wajah yang baru saja diletakkan di meja rias. Gadis itu menutup kepalanya, sementara sebagian rambutnya terlihat dari bagian belakang. Sejak memutuskan untuk berhijab, Jelita sudah tak biasa membuka auratnya di depan lelaki yang bukan mahram. Arjuna melihat gadis itu semakin cantik di matanya, meski kini rambutnya hanya tinggal sebahu. Berbeda dengan dulu, gadis itu memiliki rambut paling panjang di kelasnya. Arjuna yang melangkah mendekat ke arah Jelita tersenyum. “Aku bahkan tau berapa panjang rambutmu dulu.” “Itu dulu!” ketus Jelita. “Tapi, aku suamimu sekarang.” Ucapan Arjuna seolah menghempaskan Jelita ke dunia yang kini dihadapinya. Kehidupan pernikahan yang bahkan tak ada kemungkinan bahagia di dalamnya, menurut Jelita. Jelita seolah lupa pada status yang baru disandangnya. Ia lupa ba
Bab 32*Matahari pagi di kota Makassar terlihat begitu cerah. Jelita memicingkan mata saat ia terjaga karena sinar mentari yang menembus melalui kaca jendela. Ia berpikir, pasti Arjuna yang menyibak gordennya. Namun, saat Jelita membalikkan badan, gadis itu tak menemukan sang suami di sampingnya Setelah disidang oleh kedua orangtuanya, mereka tidur di rumah Jelita. “Kami diam, bukan berarti nggak tau apa yang terjadi dalam pernikahan kalian. Dingin bahkan mungkin beku dalam hatimu, Jelita. Papa harap, esok lusa jika badai itu datang lagi, tak ada yang diam, Arjuna. Juga tak ada yang berlari dari masalah. Papa harap kalian bisa saling menyelesaikan, bukan saling menghindar.” Raihan menatap Jelita dan Arjuna bergantian. Bukan hanya setelah menikah dengan Jelita, tapi sebelumnya Arjuna bahkan sudah menganggap Raihan seperti ayah kandungnya. Tepatnya setelah lelaki itu kehilangan seorang figur ayah dalam hidupnya. Keduanya hanya mengangguk. Lalu, mereka sama-sama mengusap air mata di
Bab 31*Hari yang cerah setelah semalaman diguyur hujan. Makassar terlihat elegan dengan segala bangunan mewah. Perpaduan pantai, sunrise dan udara segar menjadi hal yang paling menyegarkan mata.Malam itu Arjuna dan Jelita beristirahat dengan tenang. Meskipun Arjuna sendiri tak tahu apa yang akan dibicarakan ibunya dan orangtua Jelita esok. Ia hanya merasa hubungan keduanya mulai membaik, tapi tetap saja ia tak sanggup membayangkan wajah terluka kedua orangtuanya.“Mama pasti kecewa banget ya.” Jelita berucap lirih. Wajahnya tertunduk tak sanggup menatap Arjuna saat ia mengatakan hari ini akan ke rumah ibunya.“Kita jelaskan semua, Lita. Kita hadapi sama-sama.” Arjuna menggenggam tangan sang istri, membelainya lembut lalu sejenak mengecupnya. Lelaki itu tersenyum saat melihat Jelita tak menolak seperti biasanya. Tak juga memperlihatkan raut wajah tak suka saat ia melakukan itu.Ah, Arjuna bahkan mendengar kemarin ia mengucapkan tentang cinta di telinganya. Arjuna sudah bangun dari l
Bab 30*“Mama?” Arjuna dan Jelita saling menatap saat melihat ibunya duduk di sofa menghadap jendela. Duduk seolah memang telah menunggu keduanya sejak tadi.“Mama kenapa di sini?” tanya Arjuna pada sang ibu yang masih duduk dengan wajah dinginnya.“Mama yang harusnya tanya, Juna. Kalian pulang nggak bilang-bilang? Terus ngapain hujan-hujanan kayak gini.”Melisa bangkit dari duduknya, meninggalkan pemandangan gerimis yang masih terlihat di luar sana. Perempuan itu berdiri menghadap anak dan menantunya. Perempuan paruh baya yang terlihat masih cantik itu menunjuk keadaan dua anaknya itu. Keadaan yang menyadarkan mereka bahwa saat ini mereka tak bisa berbohong. Tak bisa mengelak atas apa yang selama ini telah terjadi.Semua pekerja di hotel, Melisa tak bisa menjamin kepercayaannya. Namun, selama mereka bekerja, mereka tak pernah curang dana selalu mengikuti perintah dari perempuan itu.“Bu, saya mendengar dari resepsionis kalau Arjuna sedang di hotel. Mereka bilang, istrinya juga di s
Bab 29*Jam di ponsel telah menunjukkan pukul sembilan malam. Arjuna menatap bubur yang telah dingin itu terletak di atas nakas. Bubur yang sama sekali tak ingin disentuhnya. Setelah Jelita pergi, Arjuna hanya duduk di pinggir ranjang, tepatnya setelah menunaikan shalat isya. Lelaki itu bangkit, mengitari seluruh ruangan, lalu duduk lagi di sisi ranjang. Ia merasa sedang tak baik-baik saja.Pikirannya terlalu kalut saat ini. Entah, ia pun tak menyangka melakukan itu pada Jelita. Dan, setelah gadis itu tak lagi di hadapannya, bukan kelegaan yang ia dapatkan, melainkan resah dan perasaan galau memenuhi hatinya.Arjuna mengusap wajahnya dengan kasar. Di luar hujan turun begitu lebatnya. Semesta yang tadi baik-baik saja dengan cerahnya senja, tiba-tiba menurunkan hujan yang membasahi bumi, mendung secara tiba-tiba menggelayut di atas langit.Arjuna menyerah pada egonya, pada kemarahannya. Ia tak bisa memperkirakan ke mana Jelita akan pergi setelah diusirnya. Lelaki itu coba menghubungi
Bab 28*Sambil menunggu Arjuna siuman. Jelita membereskan apa saja yang berantakan di kamar itu. Perjalanan jauh sebenarnya membuat tubuh itu lelah dan ingin terbaring sebentar saja. Namun, ia tak ingin jika saat ia bangun nanti Arjuna pergi lagi darinya. Ia tak ingin lelaki itu menghindarinya lagi. Jelita harus menuntaskan semua kesalahannya sekarang.Jam telah menunjukkan pukul lima sore. Jelita melangkahkan kakinya menuju sisi jendela. Ia menyibak gorden jendela kaca besar itu agar bisa menikmati keindahan dan seni alam yang dipuja setiap orang. Gadis itu duduk di sofa kecil di dekat jendela itu. Ia tersenyum perih melihat warna merah jingga yang menyilaukan matanya. Indah. Namun, keindahan apa pun tak menghibur hatinya jika ia belum mendapatkan maaf dari Arjuna.Jelita tersenyum sinis seorang diri, mengingat kenangan yang pernah ia lalu bersama Arjuna dan Aldi di pantai itu. Terlalu banyak kenangan manis yang memaksanya untuk mengingat hal itu. Namun, apa pun itu, ia tetap tak bi
Bab 27*Pukul delapan pagi, Jelita sudah tiba di Bandara Soekarno Hatta. Ia tak ingin ketinggalan pesawat yang akan mengudara ke Makassar. Sesuai dengan jadwal keberangkatan yang tertera, Jelita akan terbang pukul sembilan pagi. Satu jam sebelum itu, Jelita sudah ada di Bandara. Gadis itu benar-benar tak ingin ketinggalan. Andai saja semalam masih tersisa tiket yang akan berangkat ke sana, mungkin pagi ini Jelita sudah bertemu dengan Arjuna.Jelita memang tak tahu pasti di mana Arjuna sekarang. Namun, Jelita yakin Arjuna kemungkinan besar berada di Makassar. Tempat di mana ia selalu berlari jika pikirannya sedang kacau. Tempat lelaki itu menginap berhari-hari jika ia sedang tak suka pulang ke rumah karena ada ayahnya.Malam di mana Arjuna pergi dan tak menemani tidurnya, Jelita meringkuk sendirian dalam gelap. Meneguk rasa sakit dalam pekatnya malam tanpa cahaya, karena cahaya itu sendiri sebenarnya adalah Arjuna. Lelaki itu yang membuatnya nyaman dan tak merasa takut saat di samping
Bab 26*Jelita meninggalkan Kevin untuk memilih Arjuna. Berulang kali gadis itu mendengar Kevin memanggil namanya, tapi tak ia hiraukan. Jelita tak ingin membuat hatinya kembali ragu untuk pilihan yang salah. Jelita tak ingin salah untuk kedua kali.Jelita tak bisa membayangkan wajah kecewa orangtuanya jika ia memilih pergi bersama Kevin. Ia tak bisa lupa pada dosa atas perlakuannya pada Arjuna. Jelita tak bisa membayangkan akan menjadi perempuan seburuk apa jika ia berpaling dari itu semua.Kevin masih berdiri di depan cafe. Jelita bisa melihat tubuh itu dari balik spionnya. Gadis itu terus melaju hingga bayangan Kevin mengecil dan hilang saat ia berbelok menuju jalan raya.*Beberapa menit mengemudi, Jelita tiba di rumah. Ia membuka pintu dan tak melihat Arjuna berada di rumah. Padahal hari ini Minggu, dan saat Jelita keluar tadi, Arjuna masih di kamarnya. Jelita ingin berbicara dengan suaminya. Ia ingin mengatakan semua kesalahannya dan meminta maaf atas semua yang terjadi di bel
Bab 25*“Jelita, masih adakah kesempatan untuk kita?” Kevin kembali bertanya di setiap pertemuannya dengan Jelita.“Jika kau tak bahagia, apa yang bisa dipertahankan dari ikatan itu?”Jelita masih diam. Ia sungguh tak bisa memastikan keadaan hatinya. Ia tak mau Kevin pergi lagi dari hidupnya. Namun, di sisi lain, gadis itu merasa telah begitu jauh mengkhianati Arjuna, dan itu membuatnya sesak atas rasa bersalah. Jelita merasa telah menjadi gadis paling buruk untuk Arjuna, sementara hatinya ingin tetap bersama Kevin.“Jelita, kamu belum menjawab pertanyaanku.” Kevin berkata setelah beberapa saat menjeda.“Yang mana?” tanya Jelita tak mengerti. Ia tak mengerti karena begitu banyak pertanyaan yang diutarakan oleh Kevin dalam beberapa waktu ini.“Nyaman sama siapa? Aku atau suamimu?”Jelita menatap wajah Kevin yang penuh harapan itu. Benar, seperti yang lelaki itu katakan. Bahwa ia dan Arjuna tak mungkin bisa hidup layaknya pasangan lain. Bukan karena Arjuna tak mampu memberikan cinta ya
Bab 24*Pagi hari setelah sarapan bersama, Arjuna dan Jelita pergi ke tempat kerja masing-masing. Keduanya sibuk dengan pekerjaan yang begitu padat. Keduanya terlihat baik-baik saja, lebih tepatnya Jelita merasa bahwa Arjuna baik-baik saja, dan ia tak ambil pusing atas hubungannya dengan Kevin, karena Jelita pandai menyembunyikannya, dan Arjuna tak pernah menaruh curiga.Seringnya setelah pulang kerja, Jelita dan Kevin akan jalan bersama. Kadang hanya makan, atau duduk di bangku taman menikmati sore yang indah.Sejak pertemuan itu, keduanya semakin intens. Jelita sering menerima video call dari Kevin saat di rumah dan jauh dari pengawasan Arjuna. Bahkan senyum itu terkembang saat membalas chat demi chat Kevin sebelum gadis itu tertidur di kamar Arjuna. Seperti sore itu, keduanya kembali jalan bersama. Kevin seolah mengulang kembali kenangan pada tempat-tempat yang pernah didatanginya bersama Jelita dulu. Mereka memang tak punya banyak waktu, karena Kevin mengerti kapan Jelita harus