Oke seketika aku kenyang dan atmosfir aneh diruangan ini membuatku tertekan. Bisa saja Pak Manager ini mabuk atau salah minum obat jadi beliau bicara seperti itu. Aku menyeruput teh hangat itu, menatap Manager itu kilat dan kembali ku tarik tanganku yang ada dalam pegangannya.
“Boleh saya antar kamu pulang...?”
“nggak...”
Baik, aku terdengar lebih dingin dari beliau. Beliau mengangguk ringan seraya berdiri dari hadapanku, aku merasa buruk seketika.
“pak... emm saya tidak bisa karena harus bawa pulang motor saya...”
“baik, tidak masalah... selesaikan makanmu dan segera pulang...”
Tangan kiri Pak Manager terasa mengusap puncak kepalaku, dan pergi dari ruangan meninggalkan aku sendiri. deg! Baik, ini mulai terasa aneh. Aku meminum sisa teh yang ada dalam cangkir itu. Nafasku memburu, aku menengok dan masih kulihat punggung lebar itu menjauh. It so weird. Siang marah seperti singa, sore lembut seperti seekor kelinci.
****
Jam menunjukan pukul 7:05 malam, aku bersiap diteras rumah karena Bagas sudah dijalan untuk menjemputku. Sesekali kurapikan kuncir ekor kuda pada rambutku yang tak begitu lebat ini. aku memakai kaos putih dengan jaket crop jeans, celana hitam dan sneakers serta tas selempang kecil sebagai pemanis. I’m ready... tak berapa lama aku mendengar suara motor berhenti dari luar pagar.
“hey...” sapaku pada Bagas
“hallo kak, sorry agak telat, tadi nganter kakak dulu ke tempat temennya”
“gapapa, aku juga baru kelar kok... berangkat sekarang?”
“yups, nih aku bawain helm...”
“makasih ya...”
“btw kita samaan pakai kaos putih, padahal gak janjian...”
“oh iya heheh....”
Bagas terlihat rapi dengan kaos putih, jaket ripped jeans, celana warna coklat selutut dan sepatu convers hitam putih. Wangi parfumnya begitu maskulin tapi tidak terlalu strong. Mungkin jika aku ketemu Bagas waktu masih kuliah pasti langsung gue jadiin pacar. Di jalan lumayan ramai kami asik ngobrol gimana Bagas menceritakan hobinya main sepeda jauh sebelum trend bergowes hipe diseluruh kota seperti sekarang.
“kak, tas nya juga taruh tengah lho ya...”
Aku melingkarkan tanganku kepinggang Bagas dengan tas yang aku letakkan diantara kami. Bagas benar-benar terlihat seperti Luky keponakan laki-lakiku yang kuliah di luar kota. Mengenalnya tak lama tapi terasa seperti kami telah saling kenal bertahun-tahun. Iya, kadang kita bisa menemukan orang seperti ini dalam hidup kita satu sampai dua kali. Tanpa antrian panjang kami sampai diloket bioskop, film zombie yang dipilih Bagas untuk nonton. Sebenarnya aku sama sekali tidak menyukai film bertema Zombie karena akan membuatku mual. Dan yup, baru 30 menit aku sudah keluar dari gedung bioskop karena mual sekali, berbeda dengan Bagas yang sangat menikamati, Gilakk.
“kenapa sih kak?” menertawakanku
“gimana kamu bisa ketawa-tawa lihat mereka makan isi perut manusia kayak gitu... huekk...”
“ahahah kan cuma film”
“...ck!” mendecak kesal
“hahah ok, ok sorry, kita cari makan yuk”
“gak, gilak loe. gue gak nafsu makan, huek....”
Bagas terus menertawakanku dan mengejekku dengan sesekali menirukan cara berjalan zombie dengan satu kaki yang diseret, tidak terlihat seperti zombie dia benar-benar lebih mirip Mr. Bean, ia membuatku geli menahan tawa. Aku meneguk sisa minumanku, memperhatikan orang yang wira-wiri disana, Bagas yang duduk didepanku yang gelesotan di lantai sama sekali tidak menghiraukan siapapun dengan terus mengunyah sisa popcorn caramel dipangkuannya. Bisa jelas terlihat ada beberapa gadis yang memperhatikannya dan kemudian berbisik satu sama lain. Aku menahan senyum melihatnya.
“Bagas, aku kelihatan kayak kakak bawa adeknya nonton film ya...”
“... nggak, kata siapa?”
“ya kayaknya sih gitu. Ehh, ciwi-ciwi banyak yang liatin kamu lhoo”
Menahan senyum “udah tiap hari kak, kadang ada yang minta foto juga ke store...” tanpa melihatku
“hah?! Serius?”
“hmmm, mereka nggak beli apa-apa ke store, cuma minta foto aja”
“masa’ sih? Minta fotoke kamu? aku kira kamu nggak ganteng-ganteng banget kok” menahan senyum
Seketika ia berhenti dengan popcorn-nya dan melirikku, membuatku melepaskan tawa melihat ekspresinya itu. Aku menarik kuncirku yang kendur membuat rambut sepunggung-ku terurai, saat bersiap mengucirnya kembali, Bagas menahan tanganku.
“kak rambutnya gak usah diikat lagi...”
“kenapa?”
“lebih cantik kayak gitu, rambut kakak bagus bgt. Serius...”
Aku tersenyum geli “ woyy! kita naik motor, effort banget kalau harus naik motor bergerai-gerai kayak gini. Kamu tuh ya anak kecil bisa aja ngerayu, huuu!!”
“aku bukan anak kecil lah. Inget, age just a number”
****
Aku duduk disisi kasur sambil memakai lotion bersiap beranjak tidur, aku melihat notif masuk dari Pak Manager. Aku menghembuskan nafas panjang, menerka-nerka pasti beliau akan mengatakan kalau ada revisi lagi, ini jam 10 malam lho. Tak berapa lama Hpku berdering dan dari Pak Manager lagi.
“ Hallo, selamat malam pak...”
hening
“Hallo Pak Manager?”
“H-Hallo Fii, apa kamu sudah tidur?”
“iya, sebentar lagi saya mau tidur. Apa ada laporan yang harus saya revisi sekarang Pak?”
“nggak kok”
“lalu ada apa Pak?”
“saya cuma mau mengucapkan selamat malam, itu saja...”
“... ohh?”
“ baik, saya tutup telponnya ya, have a good rest”
Tutt tutt tutt
“Random sekali Pak Manager ini..” ku lihat chat yang masuk dari belaiu, rupanya ia mengirimkan gambar balkon dari dalam ruangan dengan kaca besar yang membuat pantulan cahaya bulan masuk ke dalam ruangan itu. Mungkin itu kamar beliau, tapi untuk apa beliau mengirim itu padaku?
Rumi Akbar, laki-laki berusia 32 tahun, Founder sekaligus menjabat sebagai Mananger dari sebuah perusahaan properti Good Rumi Corporation, baliau berdarah campuran Swedish-Timur Tengah dan sudah lama tinggal disini. Berkulit putih kecoklatan khas pria Timur Tengah bersih dengan brewok tipis diwajahnya, tinggi beliau sekitar 187 cm, body-nya jangan ditanya sudah pasti proporsional, setiap hari selalu memakai kemeja warna putih dengan celana setelan hitam, coklat dan navy. Matanya lebar abu-abu kebiruan, hidunganya mancung (bisa buat belah semangka, hehe), lengannya besar dengan bulu yang lebat. Wait! Aku tau bulunya lebat karena belau sering menyingsing lengan bajunya ya, jangan mikir yang lain.
Dikehidupan pribadinya beredar rumor jika 3 tahun lalu beliau mempunyai seorang tunangan tapi mereka putus karena tunangannya lebih memilih menikah dengan pengusaha real estate asal Dubai, setelah itu kejadian itu beliau tidak terdengar memiliki kekasih lagi. Diatas langit masih ada langit, aku kira Pak Manager udah tajir masih ditinggalin untuk yang lebih tajir. Pesona beliau sulit ditawar, figur Pak Manager benar-benar Hot Boss didunia nyata. Namun dikantor alih-alih memperkerjakan sekertaris cantik yang muda yang sexy, beliau lebih memilih menghire Mbak Nik, wanita beranak satu yang bawelnya setengah mati. Jika banyak bos-bos lain yang naik mobil mewah, beliau hanya naik Honda HRV untuk ke kantor walau dipostingan IG-nya beliau punya Mercedez. Beliau pelit atau gimana sih?
****
“Fii kamu hari ini ikut Pak Bos meeting keluar ya...” Mbak Nik dari sebelah kanan, aku yang sibuk dengan komputer mendongak.
“lho kok aku Mbak, biasanya kan Mbak Nik yang ikut Pak Manager meeting keluar”
“Duhh Fii, please ya gue gak bisa, soalnya anak gue sakit. Hari ini gue izin setengah hari”
“ yahh, si boy sakit yaa... hmm, yaudah kalo gitu, kasih aja bahannya”
“... aakh! Makasih ya cantik!! Eh wait, tumben kamu gerai rambut ke kantor, lu kek cewek ..” Memainkan rambutku
“lhah? Biasanya gue laki ya?”
Aku mengingat kata-kata Bagas semlam membuatku ingin mencoba menggerai rambutku, walaupun sebenarnya aku tidak yakin akan nyaman. Benar saja gerah sekali, ternyata jadi cantik itu susah.
“Fii, sudah jam 10 langsung berangkat sekarang” keluar dari kantornya
“baik Pak...”
Pak Manager memandangku sesaat dan kemudian pergi yang langkahnya aku ikuti. Aku merogoh karet rambut dari kantongku, ku gigit dan tanganku sibuk memegang tas dan beberapa map. Inilah Fiani, gak pernah gak rempong. Aku melangkah cepat dan sedikit berlari dengan karet kuncir masih aku gigit. Masuk ke mobil Pak Manager aku duduk di kursi belakang, beliau menoleh heran. Aku mengangkat kedua alisku.
“kenapa kamu duduk disitu? Saya bukan supir”
Aku mengerti apa yang Pak Manager maksud, aku turun dan duduk disebelahnya. Aku mulai mengikat rambutku, walau sepertinya bukan timing yang tepat untuk kunciran. Pak Manager melihatku dan kami saling bertatapan, kedua tanganku masih berposisi terangkat memegang rambut. Pak Manager mendekat padaku, sangat dekat deg! nafasku tertahan. Pak plz jangan... teriakku dalam hati, ternyata beliau hanya menarik beltset disebelahku dan dipakaikannya padaku. Baik gue bego’...
“tidak usah diikat nanti rambut kamu kusut” menarik karet dari tanganku. Lima belas menit perjalanan sangat hening tidak ada kata yang keluar dari mulut kami masing-masing. Sampai dilampu merah menyala dan mobil berhenti beliau mulai membuka percakapan. “tadi malam kamu kemana?”
“saya pergi nonton sama teman”
“ohya, kamu pergi sama siapa?”
“sama Bagas teman saya tempo hari”
Pak Manager menatapku sesaat dan mendecak. Aneh, apa ada yang salah dengan ucapanku barusan? Mengapa beliau seperti tidak suka. Lampu hijau menyala Pak Manager mulai kembali konsentrasi menyetir dan suasana hening kembali. Apa ada yang salah dengan ucapanku? Aku kembali bergumam dalam hati
“bisa kamu jauhi dia demi kebaikan kamu?” Tanpa menoleh kepadaku, aku menatapnya
“Pak, Bagas bukan orang jahat.Dia baik, dia antar dan jemput saya, dia sopan pada saya”
“dan kamu menyukai laki-laki itu?”
“tentu” aku mantap dengan jawabanku
“gak tau ya, saya merasa dia tidak baik buat kamu”
Suasana hening kembali beberapa saat, aku terus bertanya dalam hati tentang sikap Pak Manager yang selalu berubah-ubah padaku, seperti melarangku untuk berteman dengan Bagas. Tak lama sampailah kami di tempat meeting. Semua berjalan lancar. Sepulang dari meeting tidak ada kata yang keluar dari kami selain membahas tentang kerjaan. Entah aku merasa tidak nyaman saat kami saling mendiamkan.
****
“Mbak Nik, si boy udah baikan?” aku mengunyah rotiku dan minum dari botol ditangan kiriku
“alhamdulilah Fii, mendingan dari kemarin, makasih ya udah gantiin aku”
Aku mengangguk sambil mengacungkan ibu jariku. Jam menunjukan pukul 10 pagi, ku lirik ruang kantor Manager itu, sepi. Aku melihat sekeliling tidak ada tanda-tanda dari beliau, sampai jam makan siang selesai Mbak Nik memberiku beberapa map kembali ku kerjakan. Lagi, aku menoleh kearah kantor beliau. Apakah beliau sedang sakit dan tidak berangkat kantor?
****
Ini jam 10 pagi, hari kedua aku tidak melihat sosok dingin itu dikantor, semua terasa beda dan ada yang kurang. Kantor terasa tidak hidup, walaupun beliau hanya marah-marah pada karyawan-karyawannya yang berkerja tidak seperti apa yang beliau mau.
“Mbak Nik, Pak Manager sakit ya? kok udah dua hari nggak berangkat ke kantor”
“kamu kangen ya sama Pak Bos? Hehehe” Mbak Nik menggoda dengan mencolek pipiku
“ihhh apaan kan aku nanya”
“Pak Bos terbang ke Singapore Fii kemarin pagi , kamu nggak tahu?”
“hah?! ke singapore?”
Ini sudah 5 hari setelah Pak Manager pergi ke Singapore, aku bediri didepan pintu kaca besar yang terkunci itu, aku seperti melihat refleksi diriku yang duduk disebrang meja Pak Manager saat beliau marah padaku. Sesekali aku seperti mendengar suaranya saat zoom meeting dengan client, aku memandangi tangan kiriku dengan luka disana yang sudah mulai mengering, ku hembuskan nafas panjang dan melangkah keluar gedung yang sepi menyisakan Pak Danu security kantor yang berjaga dekat parkiran. Aku duduk dibangku panjang disebelah pos security, jam menunjukan pukul 6:05 sore, badanku capek tapi aku merasa enggan untuk pulang. Kembali ku buka chat terakhir dari beliau, masih dengan foto balkon tempo hari. Terlintas dipikiranku untuk menelpon sekedar menanyakan kabar. Ahh tidak, buat apa? Aku menutup dan membuka kembali layar ponselku. Tapi aku ingin mendengar suaranya walaupun sedikit. Berakhir dengan
Sejak saat itu aku mulai menajaga jarak dengan Bagas, walaupun ia setiap hari akan selalalu menelponku dan berusaha bertemu aku setiap pulang kantor tapi aku menolak. Sore ini masih sama, aku melihat sepeda Bagas didekat pos security dan ia ada disana. Aku keluar kantor dan berjalan kearahnya. “ada apa kamu disini?” “kak please bicara sama aku” “sekarang ini kita sedang bicara, katakan saja ada apa?” “kak maafin aku, please” Aku tidak tega jika harus membiarkan dia selalu merengek padaku. “udahlah lupain ajah, kamu juga harus kerja kan sekarang lebih baik kamu balik ke store, jangan nunggu aku disini, aku lembur” “besok mampir store ya” Aku mengangguk memaksa, aku melambaikan tangan dan kembali ke kantor. Sebenarnya aku tidak lembur, hanya cari alasan untuk menghindari Bagas, walaupun aku cukup kesepian tanpanya. Aku duduk dikursiku dengan kantor y
Aku mencuci wajahku, menatap refleksi diriku dicermin dan entah mengapa sejenak hatiku berasa sedikit bersalah pada Bagas. Ku buka ponselku dan aku minta maaf pada Bagas dengan alasan yang tidak aku jelaskan. Aku keluar dari toilet dan disana aku melihat Pak Manager yang bersandar di bantalnya dengan tablet PC ditangannya. Beliau tersenyum saat melihatku kembali, tangan beliau melambai memintaku untuk mendekat, aku hanya menggeleng ringan dan duduk ditepi tempat tidur. Aku tidak bisa bohong ruang yang temaram itu membuatku sangat mengantuk dan tidak bisa menahan mataku untuk terpejam. Raut wajahku terbaca oleh Pak Manager dan beliau merapikan bantal disampingnya.“tidurlah Fii, saya tau kamu mengantuk, saya tidak akan melakukan apapun padamu” Beliau beranjak dari tempat tidur itu dan duduk di bench tanpa sandaran yang tidak jauh dari sisi tempat tidur, aku melihatnya mulai berbicara dengan h
“Semua terjadi diluar kendaliku. Aku ingin sekali kita seperti dulu, tidak perlu terbebani perasaan satu sama lain. Aku sayang sama kamu Bagas. Aku kira aku bisa seperti itu tapi aku sendiri tidak tahu apa yang aku rasakan. Aku memikirkan orang lain” “tapi ini yang dia lakukan padamu?” Aku terdiam sesaat. Aku teringat wajah Managerku dan sekelebatan bayang-bayang kejadian yang telah terjadi diantara kami hari ini. Aku tertunduk, Bagas beranjak dari hadapanku. Kali ini genggam tanganku tak lagi bisa menahan dia pergi. Bagas benar-benar pergi, aku tidak bisa lagi menahan air mataku. Aku yang selalu menghindarinya, tapi ketika ia benar-benar pergi mengapa rasnya sangat sakit? Kekalutan merundung kepalaku. *** Aku bangkit mata berat, aku bangun terlalu pagi bahkan belum satupun anggota keluargaku yang bangun. Aku merogoh ba
Beberapa hari berlalu dengan perasaan yang masih was-was namun suasana dikantor normal dan baik-baik saja, Pak Manager coba meyakinkanku jika tidak akan terjadi apapun. Dalam hatiku masih merasa jika sesuatu terasa tidak beres. Hari rabu yang mendung, gerimis membasahiku ketika aku sampai diparkiran kantor. Aku masuk lobi kantor dengan santai sambil mengusap lenganku yang terkena air hujan, tak biasanya bebarapa karyawan dari divisi yang lain seperti memperhatikanku dengan pandangan yang tidak biasa. Mereka kenapa melihatku seperti itu? Satu, dua, tiga, empat dan hampir setiap pasang mata seperti menatapku dengan pandangan yang aneh, mereka juga berbisik satu sama lain dan itu menggaguku. Aku bergegas mempercepat langkahku sampai keruang kerja divisiku. Disana aku disambut Pay dan Mbak Nik yang langsung menyeretku ke sisi ruangan, diikuti Cindy dan beberapa temanku yang lain satu divi
Jam menunjukan pukul 9:30 pagi, aku bangun dari tempat tidurku dengan mata yang masih berat, aku menatap layar HP yang cukup terang hingga membuatku memincingkan mata umtuk mengetik pesanan makan lewat aplikasi, semua orang rumah kebetulan pergi keluar kota untuk beberapa hari karena ada saudara jauh yang menikah. Aku tidak bercerita apapun pada orang tuaku tenatang maslah yang aku hadapi akan sangat tidak mungkin bagi mereka untuk tau, aku akan menyimpan masalah ini rapart-rapat. Aku duduk di depan jendela menunggu pengantar makanan datang, aku memeriksa Hpku yang terdapat beberapa peasan dari Mbak Nik, Cindy dan Pay. Aku mencoba menanyakan perkembangan masalah itu dikantor. Kabar baiknya Pay bilang jika seseorang yang menyebar video itu memang belum ditemukan tapi penyebaran video itu sudah berhenti. Namun kabar buruknya Mbak Nik bilang jika Pak Manager tidak melanjutkan beberapa kontrak kerja karena masalah ini. Mbak Nik bilang jika skandal ini cukup besar perhatiannya terpecah h
Sudah hampir tengah malam namun aku masih merasa kantuk tak datang padaku, pikiranku melayang tak karuan. Aku memikirkan Pak Manager, diriku sendiri dan masalah yang sedang terjadi. Baru saja aku membaca sebuah artikel tenteng isu yang sama tentang masalah yang sedang aku hadapi. Buruk. Isu seperti ini akan sangat mengganggu citra dari sebuah perusahaan bahkan citra Pak Manager dikantor sekarang memang sudah jatuh. Akan lebih buruk jika masalah ini sampai keluar dari perusahaan maka akan sangat mudah jika nama GoodRumi Corp untuk jatuh dan bahkan hancur. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Mengingat sedikit kejadian itu pasti sangat membuat aku malu. Bila diingat saat itu mungkin aku tidak memikirkan akibat apapun yang akan terjadi. Tapi semuanya sudah terlanjur terjadi padaku. “itu adalah sesuatu yang tidak pantas” Aku lirih membaca salah astu kalimat yang ada disebuah artikel yang aku baca. Benar, ini sangat memalukan, ini adalah sebuah aib besar. Aku bis
Sore hari pukul lima sore aku mencoba menghubungi Pak Manager namun tidak ada jawaban darinya, mungkin masih dikantor pikirku. Aku memeriksa pesan WhatsApp-ku, mungkin aku bisa mengirim pesan untuk Pak Manager untuk memastikan ia baik-baik saja. Tak lama aku mendengar suara mobil berhenti didepan rumahku, aku mengintip dari balik tirai jendela. Sosok laki-laki memakai kemeja hitam dan memakai masker wajah turun, itu adalah Pak Manager. Aku langsung membuka pintu saat beliau tepat berada didepan teras, beliau kaget namun buru-buru masuk rumah.“Pak Manager ada apa kesini?”“bagaiman keadaan kamu?” duduk dan membuka masker“saya baik-baik saja Pak, tidak ada masalah”“syukurlah... aku kemari untuk memastikan keadaan kamu lagi. Sudah tidak sakit kan?” mengelus kepalaku“Saya baik-baik saja Pak, Bapak bisa telpon saya, tidak perlu kemari jika memang sibuk dikantor”“
Aku datang ke store Bagas saat pulang kerja dan membawa beberapa makanan yang dia suka. Teman Bagas bilang jika Bagas baru saja keluar dan ia memintaku untuk menunggu diruang istirahat mereka yang ada dibagian belakang store. Aku menunggu sambil meminum kopi yang aku beli, padahal aku tidak pernah menyukai kopi.Tak lama aku mendengar langkah kaki yang datang dan daun pintu yang ditutup. Aku menyambut Bagas dengan senyum lebar yang terkesan memaksa dan dibalas oleh Bagas dengan senyumnya yang berbinar khasnya.“Hai, apa kabar?” memintanya duduk“b-baik kak. Kakak ada perlu apa kesini?” wajahnya heran“...pengen mampir aja, ohya aku bawain makanan kesukaan kamu, kamu udah makan?”“belum sih, terima kasih ya kak. So good to see you again...” tersenyumMenatap Bagas yang kini kembali ada dalam pandangan jarak dekat denganku. Tanpa banyak bertanya ia membuka kotak makana
Aku benar-benar bergadang semalaman, tubuhku ada ditempat tidur tapi pikiranku melayang. Entah aku harus bagaimana, aku tidak mau sampai nama besar Pak Manager hancur begitu juga namaku apalagi nama perusahaan. Haruskah aku terpaksa berpacaran dengan Bagas untuk menyelamatkan Pak Manager dan diriku sendiri?Dan apakah aku juga harus mengorbankan hubungaku dengan Pak Manager? Ini semua seperti mimpi buruk yang tidak berakhir dan yang lebih buruk lagi ini adalah kenyataan. Aku harus apaa?!!! Aku benar-benar merasa stress dan tertekan dengan keadaan ini. Semua ini terlalu berat bagiku mungkin juga bisa membunuhku.****Seminggu berlalu dengan sangat berat akhirnya aku bisa kembali ke kantor. Pagi ini dimana aku kembali keaktivitasku yang dulu. Aku masih merasa takut untuk melangkahkan kaki ke kantor, pasti akan ada banyak sekali karyawan yang tidak ingin aku kembali setelah semua yang terjadi.
“Da-dari mana lu tau Bagas?” “... Fii, kenalin gue Bayu kakaknya Bagas. Gue kerja satu kantor sama lu” Aku terduduk dilantai, aku merasakan tubuhku seperti jatuh dari ketinggian. Aku merasa benar-benar mual. Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Dia bilang kakaknya Bagas? “kakak? Lu siapa?!! Jangan bercanda sama bawa-bawa nama temen gue...!!!” “Yes, gue kakak kandung Bagas Putra” Bohong! Manusia busuk ini pasti sedang berbohong. Dia hanya ingin hancurin hidupku. Aku terus memegangi kepalaku, otakku mencoba merangkai kata-kata. Aku berharap semua ini omong kosong, tidak mungkin dia adalah kakak Bagas. Tapi jika iya? Untuk apa? “lu jangan bohong!!”
Sore hari pukul lima sore aku mencoba menghubungi Pak Manager namun tidak ada jawaban darinya, mungkin masih dikantor pikirku. Aku memeriksa pesan WhatsApp-ku, mungkin aku bisa mengirim pesan untuk Pak Manager untuk memastikan ia baik-baik saja. Tak lama aku mendengar suara mobil berhenti didepan rumahku, aku mengintip dari balik tirai jendela. Sosok laki-laki memakai kemeja hitam dan memakai masker wajah turun, itu adalah Pak Manager. Aku langsung membuka pintu saat beliau tepat berada didepan teras, beliau kaget namun buru-buru masuk rumah.“Pak Manager ada apa kesini?”“bagaiman keadaan kamu?” duduk dan membuka masker“saya baik-baik saja Pak, tidak ada masalah”“syukurlah... aku kemari untuk memastikan keadaan kamu lagi. Sudah tidak sakit kan?” mengelus kepalaku“Saya baik-baik saja Pak, Bapak bisa telpon saya, tidak perlu kemari jika memang sibuk dikantor”“
Sudah hampir tengah malam namun aku masih merasa kantuk tak datang padaku, pikiranku melayang tak karuan. Aku memikirkan Pak Manager, diriku sendiri dan masalah yang sedang terjadi. Baru saja aku membaca sebuah artikel tenteng isu yang sama tentang masalah yang sedang aku hadapi. Buruk. Isu seperti ini akan sangat mengganggu citra dari sebuah perusahaan bahkan citra Pak Manager dikantor sekarang memang sudah jatuh. Akan lebih buruk jika masalah ini sampai keluar dari perusahaan maka akan sangat mudah jika nama GoodRumi Corp untuk jatuh dan bahkan hancur. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Mengingat sedikit kejadian itu pasti sangat membuat aku malu. Bila diingat saat itu mungkin aku tidak memikirkan akibat apapun yang akan terjadi. Tapi semuanya sudah terlanjur terjadi padaku. “itu adalah sesuatu yang tidak pantas” Aku lirih membaca salah astu kalimat yang ada disebuah artikel yang aku baca. Benar, ini sangat memalukan, ini adalah sebuah aib besar. Aku bis
Jam menunjukan pukul 9:30 pagi, aku bangun dari tempat tidurku dengan mata yang masih berat, aku menatap layar HP yang cukup terang hingga membuatku memincingkan mata umtuk mengetik pesanan makan lewat aplikasi, semua orang rumah kebetulan pergi keluar kota untuk beberapa hari karena ada saudara jauh yang menikah. Aku tidak bercerita apapun pada orang tuaku tenatang maslah yang aku hadapi akan sangat tidak mungkin bagi mereka untuk tau, aku akan menyimpan masalah ini rapart-rapat. Aku duduk di depan jendela menunggu pengantar makanan datang, aku memeriksa Hpku yang terdapat beberapa peasan dari Mbak Nik, Cindy dan Pay. Aku mencoba menanyakan perkembangan masalah itu dikantor. Kabar baiknya Pay bilang jika seseorang yang menyebar video itu memang belum ditemukan tapi penyebaran video itu sudah berhenti. Namun kabar buruknya Mbak Nik bilang jika Pak Manager tidak melanjutkan beberapa kontrak kerja karena masalah ini. Mbak Nik bilang jika skandal ini cukup besar perhatiannya terpecah h
Beberapa hari berlalu dengan perasaan yang masih was-was namun suasana dikantor normal dan baik-baik saja, Pak Manager coba meyakinkanku jika tidak akan terjadi apapun. Dalam hatiku masih merasa jika sesuatu terasa tidak beres. Hari rabu yang mendung, gerimis membasahiku ketika aku sampai diparkiran kantor. Aku masuk lobi kantor dengan santai sambil mengusap lenganku yang terkena air hujan, tak biasanya bebarapa karyawan dari divisi yang lain seperti memperhatikanku dengan pandangan yang tidak biasa. Mereka kenapa melihatku seperti itu? Satu, dua, tiga, empat dan hampir setiap pasang mata seperti menatapku dengan pandangan yang aneh, mereka juga berbisik satu sama lain dan itu menggaguku. Aku bergegas mempercepat langkahku sampai keruang kerja divisiku. Disana aku disambut Pay dan Mbak Nik yang langsung menyeretku ke sisi ruangan, diikuti Cindy dan beberapa temanku yang lain satu divi
“Semua terjadi diluar kendaliku. Aku ingin sekali kita seperti dulu, tidak perlu terbebani perasaan satu sama lain. Aku sayang sama kamu Bagas. Aku kira aku bisa seperti itu tapi aku sendiri tidak tahu apa yang aku rasakan. Aku memikirkan orang lain” “tapi ini yang dia lakukan padamu?” Aku terdiam sesaat. Aku teringat wajah Managerku dan sekelebatan bayang-bayang kejadian yang telah terjadi diantara kami hari ini. Aku tertunduk, Bagas beranjak dari hadapanku. Kali ini genggam tanganku tak lagi bisa menahan dia pergi. Bagas benar-benar pergi, aku tidak bisa lagi menahan air mataku. Aku yang selalu menghindarinya, tapi ketika ia benar-benar pergi mengapa rasnya sangat sakit? Kekalutan merundung kepalaku. *** Aku bangkit mata berat, aku bangun terlalu pagi bahkan belum satupun anggota keluargaku yang bangun. Aku merogoh ba
Aku mencuci wajahku, menatap refleksi diriku dicermin dan entah mengapa sejenak hatiku berasa sedikit bersalah pada Bagas. Ku buka ponselku dan aku minta maaf pada Bagas dengan alasan yang tidak aku jelaskan. Aku keluar dari toilet dan disana aku melihat Pak Manager yang bersandar di bantalnya dengan tablet PC ditangannya. Beliau tersenyum saat melihatku kembali, tangan beliau melambai memintaku untuk mendekat, aku hanya menggeleng ringan dan duduk ditepi tempat tidur. Aku tidak bisa bohong ruang yang temaram itu membuatku sangat mengantuk dan tidak bisa menahan mataku untuk terpejam. Raut wajahku terbaca oleh Pak Manager dan beliau merapikan bantal disampingnya.“tidurlah Fii, saya tau kamu mengantuk, saya tidak akan melakukan apapun padamu” Beliau beranjak dari tempat tidur itu dan duduk di bench tanpa sandaran yang tidak jauh dari sisi tempat tidur, aku melihatnya mulai berbicara dengan h