Mila kira sikap Arjuna kemarin adalah awal yang baik untuk hubungan mereka, Mila kira Arjuna sudah menerima kehadirannya. Namun nyatanya Arjuna masih sama, sebenarnya yang salah di sini bukan Arjuna Mila sendiri yang terlalu berharap.
Mata Mila kembali menangkap kemesraan antara Arjuna dan kekasihnya Saras. Mereka sedang bercanda tawa bersama, Arjuna tertawa lepas, bahkan Mila tidak pernah melihat Arjuna tertawa sebelumnya. Mila sadar apa yang ia harapkan tidak mungkin dapat terwujud, sebenarnya apa yang bisa di harapkan dari pernikahan karena kesalahan? seharusnya sedari dulu Mila sadar pernikahan itu jelas-jelas hanya sementara, tapi kenapa Mila terimaji akan selamanya bersama laki-laki itu, kenapa hati Mila lancang mencintainya. Laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya, masa depanya, bahkan keluarganya pun menjauhinya karena Laki-laki itu. Kenapa Mila tidak bisa membencinya, kenapa jantung Mila selalu berdetak saat mengingatnya, kenapa semua itu bisa
“Kak Kevin, kakak mau ke mana? Boleh aku pulang bareng kamu? “ tanya Mona saat Kevin baru saja menstater motor Ninja miliknya. Kevin mengangguk dan memberikan helm kepada Mona. Mona meraihnya dengan senang hati, mimpi apa dia semalam sampai bisa pulang bareng dengan Kevin. Sebuah ide brilian terlintas di benak Mona, ia sengaja berpura-pura kesusahan memasang helm. “Kak, maaf ya ngerepotin. Aku ngga bisa masang helmnya,” ujar Mona tersenyum kikuk. Sungguh akting yang sempurna, Kevin langsung memasangkan kaitan helm Mona yang katanya tidak bisa gadis itu masukkan. Setelah Mona duduk di jok belakang, Kevin langsung menyalakan motornya. Saat ini ia tengah kalang kabut memikirkan Mila, makan tidak semangat, sekolah tidak semangat bahkan beberapa hari ini Kevin merasa harus mengundurkan diri dari tim basket. Berhari-hari Kevin menunggu kabar Mila, namun wanita itu tak kunjung ber
Hari ini Bima mengajak Mila bermain ke timezon, mereka memainkan banyak permainan mulai dari lempar basket, memukul tikus, balap mobil, dan terakhir mereka bermain tebak-tebakan. Sesekali mereka tertawa lepas tanpa menghiraukan orang-orang yang menatap mereka aneh. Bima menarik tangan Mila, membawa wanita itu mengikuti langkah kakinya. Bima mengajak Mila ke tempat karaoke, mereka berdua sama-sama duduk di atas sofa menunggu lagu yang sebentar lagi akan di putar. Mila bangkit dari duduknya memegangi mikrofon ia menarik napas dalam-dalam, lalu mulai bernyanyi," aku tlah tau kita memang tak mungkin, tapi mengapa kita slalu bertemu. Aku tlah tau hati ini harus menghindar Namun kenyataanya ku tidak bisa...maafkan aku, terlanjur mencinta." Bima diam ia tahu untuk siapa lagu itu, lagu itu untuk Arjuna. Bima sadar selama ini Mila sudah memendam rasa pada Arjuna seniornya, selama ini Bima hanya berpura-pura tidak tahu sambil meyakinkan dirinya bahwa Mila tak perna
Mila memegang ganggang pintu, entah siapa yang berkunjung pagi-pagi begini. Mila menatap jam di pergelangan tangannya baru jam 06.15, sedari tadi Mila sibuk memasukkan buku-buku pelajaran dalam tasnya. Pintu terbuka menampikan sepasang orang dewasa, dia Gilbran dan istrinya Rosa orang tua dari Mila. Mila terdiam di depan pintu Apartemen, masih memegang ganggang pintu, ia terkejut apakah ini hanya ilusi? "Sayang Mama kangen" Rosa memeluk Mila tiba-tiba, ia mendekap kuat putrinya yang sudah tiga bulan ini tidak pernah matanya lihat. Ia rindu sungguh rindu, egonya selalu mengalahkan perasaannya. Namun kali ini Rosa melawan egonya karna rasa cinta yang ia miliki untuk putri satu-satunya Mila. Mila masih diam mematung, tidak bersuara atau membalas pelukan dari orang tuanya. Gilbran berdehem pelan. "Ekhem, Papa sama Mama gak di suruh Masuk Mil?" Mila tersadar kala mendengar suara Gilbran pria yang sangat Mila cintai. "Ah iya Pah-Mah sila
BANTUIN MINTA PUTUS.“Serius banget bacanya, Kus.”“Psss, jangan berisik. Noh baca tulisannya. Di larang berisik! “ tegur Mila, lalu kembali membuka halaman buku yang ia baca.“Kus, bantuin gue ya? ““Bantuin apa? “ Masih menatap bukunya. Mila tidak menghiraukan Bima yang tengah menatapnya sambil menopang dagu.“Bantuin gue mutusin pacar gue, mau ya? ““Lo gila?! “ teriak Mila, cepat-cepat ia membekap mulutnya, saat menyadari tatapan kesal dari penghuni perpustakaan lain.“Lo mau jadiin gue pelakor gitu? Walau cuman boongan, “ bisik Mila.“Yaaa bukan pelakor juga kali, udah... dia baik kok. Pasti gak akan ngejelek-jelekin elo.”Mila memiringkan kepala. Kalau pacar Bima baik, untuk apa ia ingin putus? Memang ya lelaki. Sudah dikasih hati malah minta j
Kembali lagiMila bangun dari tidurnya ia melangkah keluar kamar, pagi-pagi sekali ia mulai menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, mencuci dan menata makanan di atas meja. Hari ini Mila benar-benar berhenti sekolah. Mila sedih, tapi ia harus tetap optimis, lagi pula cepat atau lambat ini memang akan terjadi.Arjuna keluar dari kamar dengan seragam yang sudah rapi, ia menyisir pelan rambutnya ke samping. Arjuna mendudukkan tubuhnya di atas kursi, mengamati Mila yang masih sibuk mencuci gelas-gelas kotor. Kemarin Nakula, Sadewa dan Yudistira mampir ke Apartemen Arjuna. Mereka datang untuk berkenalan dengan Mila. Mila begitu senang, ternyata teman-teman Arjuna menyambutnya ramah tidak memberikan provokasi dan olok-olokan terhadapnya. Arjuna bangkit dari duduknya mengambil alih gelas kotor yang ada di tangan Mila."Biar Aku, kamu duduk aja," ujar Arjuna. Mila mengangguk patuh, saat ini ia malas berdebat.Semua peralatan kotor telah Arjuna c
“Haduh... Kenapa sih, si Tikus pake acara berhenti sekolah segala. gue kan jadi nggak semangat belajar.... “ Bima menjambak rambutnya frustrasi, rasanya begitu sepi hari ini. Biasanya, setiap saat Bima akan menjahili wanita itu. Membuat wajah wanita terkasih nya merah karena marah, atau kadang mencuri makanan miliknya, sehingga Bima mendapat omelan sepanjang waktu. Sekarang rasanya begitu hampa, bagai ditinggi satu catur wulan, padahal ini baru setengah hari. Di depan sana, Pak Bambang --guru Biologi tengah menerangkan materi pelajaran. Tapi otak Bima malah berkelana memikirkan sedang apa Mila? Apa dia sudah makan? Dengan siapa? Ternyata, dimabuk cinta itu sangat meresahkan, baru sekarang Bima merasakan begitu rindu, padahal ini baru setengah hari. Lalu bagaimana dengan hari-hari berikutnya, apa Bima akan kuat?“Bima Setiawan, tumben sekali kamu
Pasar Malam Seperti janjinya kemarin Arjuna membawa Mila ke kafe Blackdemon miliknya, ini pertama kalinya Mila melihat kafe yang belakangan ini sedang hits di kalangan remaja saat ini. Mila mengedarkan seluruh pandangannya, ia melihat desain interior kafe yang memang sangat khas dengan gaya anak muda. Di depan kafe terdapat panggung kecil dengan peralatan musik lengkap, mata Mila menatap lekat gitar yang tersimpan dengan raih di atas panggung sudah lama ia tidak memetik senar gitar. "Ayo duduk," ucapan Arjuna mengalihkan atensi Mila yang tadinya menatap panggung kini duduk di kursi yang Arjuna tunjuk. Aina datang dengan seragam kafe hitam bertuliskan Blackdemon dengan ukiran tinta gold dan mahkota di atasnya. Menambah kesan mewah dan elegan pada kafe itu. Arjuna pamit sebentar ketoilet meninggalkan Aina dan Mila. "Wah mimpi apa aku semalam ya, kok bisa Pak Bos datang sama Ibu Bos?" ujar Aina menyenggol pelan bahu Mila, Aina
Bahagia, mungkin definisi ini terlalu singkat menggambarkan betapa gembiranya hati Mila saat ini. Ia benar-benar tidak menyangka hubungannya dengan Arjuna akan lebih membaik dan bahkan lelaki itu sudah mulai bersikap manis kepadanya. Mila tidak peduli, apakah sikap manis ini untuk dirinya atau hanya untuk si jabang bayi, yang jelas Mila sanga bersyukur.Berjalan menuju mobil, Mila tidak melepas pandangannya dari wajah Arjuna. Sekian kalinya ia terjatuh dalam pesona wajah tenang bermata tajam itu. Ia mengelus perutnya, berharap setiap kebaikan yang ada dalam diri Arjuna tertular kepada anaknya.Arjuna yang menyadari tatapan Mila hanya tersenyum tipis, masih dengan pandangan ke depan ia mengelus puncak kepala Mila dengan tangan kanannya. Dia tidak berkata apa-apa selain mengeratkan tautan kedua tangan. Arjuna merasa tenang di sisi Mila, ia merasa seolah beban yang ia rasakan seolah sirna.Arjuna memutari mobil membukakan pintu u
1 Bulan kemudian.... Mila terdiam cemas di atas brangkar rumah sakit, ia sangat takut hari ini adalah hari persalinan yang telah dinanti. Arjuna sedari tadi terus menenangkannya. "Kak, Mila takut salah satu dari kami gak selamat," ujar Mila dengan raut wajah murung. Sejujurnya Arjuna juga khawatir. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa menyemangati istrinya itu. andai Arjuna dan Mila bisa bertukar peran, Arjuna akan dengan senang hati mengambil alih tanggung jawab Mila. Ia tak ingin melihat Mila kesakitan. "Tenang, Mbul, kamu pasti bisa jangan pikirin yang aneh-aneh," balas Arjuna menciumi ubun-ubun Mia, mencoba menenangkan wanita itu. "Bunda mana, Kak?" "Bunda lagi beli perlengkapan." "Kak, Mila bener-bener takut," Mila kembali mengulang perkataannya, sungguh ia sangat takut saat ini. Apalagi setelah ia membaca artikel tentang kematian ibu muda saat bersalin, hal itu membuat ia merasa sangat takut untuk melah
Jasad Saras masih berada di ruangan UGD setelah di bersihkan. Arjuna tidak kuasa lagi melihat wajah pucat pasi gadis itu, ia memilih duduk di luar ruangan saat keluarganya datang menemui Saras.Arjuna merasa begitu bersalah. Saras dengan berani mengorbankan hidupnya demi menyelamatkan nyawanya, pikiran Arjuna kembali ke masa lalu saat ia dan Saras masih berusia delapan tahun.Sore itu di taman bermain sekolah SD. Saras dan Arjuna masih bermain ayunan, mereka menunggu Wulan yang katanya akan menjemput. Tapi Mama dari Arjuna itu tidak kunjung datang. Saras dan Arjuna kecil tampak bahagia, ditemani ibu guru cantik berkerudung crem senada dengan pakaian dinasnya."Juna, nanti kalo kamu besar kamu mau jadi apa?"Arjuna yang ditanya hanya diam, dia belum memiliki cita-cita."Polisi," balasnya asal."Wah, kalo gitu Saras mau jadi polwan deh. Biar bisa sama-sama terus sama Arjuna!"Arjuna tersenyum mengejek. "Polwan itu harus tinggi, kamu kan
Setelah mendengar cerita Mila, hari ini Arjuna mulai mengatur rencana, ia meminta bantuan kepada sahabatnya Nakula, untuk melacak keberadaan Kevin. Setelah kejadian kemarin Arjuna tidak pergi ke mana pun, Mila terus memeluknya erat tidak membiarkan Arjuna beranjak sedikit pun darinya. Dering telepon baru saja masuk, jakpot tampaknya rencana Arjuna akan berjalan lancar, si pelaku mengantarkan nyawanya sendiri. Panggilan itu dari Kevin.Arjuna menekan tombol hijau, ia diam membiarkan psikopat gila itu bicara."Halo Mila sayang masih ingat suara aku? Tentu kamu masih ingat akukan pacar kamu. Kamu bisa lari kemarin tapi saat kamu kembali kudapatkan. kamu tidak akan bisa lolos dengan mudah," suara tawa terdengar di seberang sana. Arjuna mengepalkan tangan ia sungguh kesal saat ini, api amarah menggebu-gebu dalam hatinya.Panggilan di matikan sepihak oleh Arjuna. Arjuna hanya butuh panggilan Kevin agar dia lebih mudah melacak posisi pemuda itu. Arjuna membangunk
Kevin membuka kamar kurungan Mila dengan perasaan senang, dia sudah bersusah payah memasak semua makanan kesukaan wanita itu. Dia ingin kembali mengenang masa lalu saat mereka saling peduli lewat masakan. Namun wanita yang tadinya berada di atas kasur kini telah hilang entah ke mana. Kevin menarik seprei kasar, membanting semua barang-barang yang ada di sana. Dia tidak mau wanitanya pergi meninggalkannya lagi."MILA LIHAT SAJA AKU GAK AKAN BIARKAN KAMU LOLOS KALI INI!" Kevin melangkah cepat menuju mobilnya, ia yakin Mila belum jauh dari sana. Tempat itu bukanlah tempat yang terekspos khalayak ramai jadi tempat ia bebas bergerak sesukanya.Mila berlari secepat yang ia bisa, ia memegangi perutnya yang sakit, Mila terus berlari di tambah hujan deras makin membuatnya kesulitan. Jalanan licin membuatnya memutuskan untuk berjalan tanpa alas kaki. Mila berdoa semoga saja ia bisa lolos dari psikopat gila itu."Aaakhh! Sa-sakit," Mila terus berlari ke
"Mila cuman cinta suami Mila! Lepasin Mila Kevin!" Teriak Mila lantang. Ia khawatir dengan bayinya air mata yang ia tahan kini berhasil lolos dari pelupuk matanya."Gak, kamu cuman cinta aku! Mila hanya cinta kevin!" Mila dan kevin tiba di sebuah rumah mewah yang jauh dari pusat kota, Kevin membuka pintu mobilnya dengan kasar, ia langsung mengendong Mila memasuki rumah megah itu.Rumah itu berada jauh dari rumah penduduk, di sekitar rumah itu hanya ditumbuhi pepohonan besar dan tinggi, rumah itu adalah rumah almarhumah Ibu Kevin. Ibu Kevin pernah mengalami gangguan mental hingga akhirnya diasingkan di rumah tua yang masih tampak cantik dan megah itu.Mila meronta, terus memukuli dada Kevin yang menggendongnya. "Kak Kevin lepas! Biarin aku pergi!""Gak, sayang, kamu dan aku akan hidup bahagia di sini." Kevin tersenyum manis. Ia membaringkan Mila di atas ranjang king size milik almarhumah Ibunya. Mila meronta ingin melepaskan diri dari Kevin,
Hari ini selesai simulasi, Arjuna mengantarkan Mila ke Mal, katanya dia ingin membeli beberapa perlengkapan mandi dan beberapa barang pribadi untuknya."Mbul, maaf ya, aku ngga bisa temenin kamu. Di kafe ada masalah sedikit, kamu ngga pa-pa 'kan aku tinggal? Jangan matiin HP kamu, kalo ada sesuatu langsung telepon aku!" Arjuna mengingatkan."Iya. Siap.""Tapi bener nih, ngga apa-apa kamu sendirian gini?" tanya Arjuna, kembali memastikan."Ihhh, Kak Juna. Kaya aku anak kecil aja yang harus dijaga terus, udah pergi aja Kak.""Hm, yaudah. Aku pamit." Arjuna mengecup puncak kepala Mila untuk berpamitan, segera saja Arjuna masuk ke dalam mobil setelah ia merasa yakin bahwa Mila bisa dia tinggal sendirian.Mila berkeliling, setelah satu minggu tidak keluar dari apartemen karena takut bertemu Kevin, akhirnya ia bisa kembali menghirup udara segar. Berbelanja adalah salah satu rutinitas yang disukai Mila, mungkin bukan cuman dia saja, sepertiny
"Mila, maaf ya soal tadi. Mbak benar-benar tidak berniat melukai hati kamu.""Nggak apa-apa kok, Mbak. Mila paham, makasih juga sudah ngajak aku jalan pagi Mbak."Mila melambai lalu segera masuk kedalam lif. Sekarang sudah pukul 10 pagi, berjalan pagi membuat dia berkeringat banyak, ada rasa lelah dan segar yang ia rasakan secara bersamaan. Tapi ia kembali teringat dengan Kevin, sekarang Mila harus mulai berhati-hati. Kevin sudah mulai datang ke tempat itu. Padahal jarak dari rumah Kevin sangat jauh, bahkan untuk sampai ke daerah ini memerlukan tiga jam perjalanan.***"Hari ini kita ke rumah mama yuk, Kak!" Mila berujar, sedari tadi siang, ia merasa tidak enak. Pikirannya tidak tenang, ia selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk kalau saja Kevin tiba-tiba menemukannya.Arjuna yang tengah mengerjakan tugasnya di meja belajar melirik ke arah kasur yang istrinya itu tiduri. "Tumben? Kenapa, kok kamu kaya gelisah gitu?"
"Hai, kenalin aku... Kevin. Kevin Dirgantara!"DegJantung Mila rasanya ingin keluar dari tempatnya, detak jantung wanita itu mulai menggila, keringat dingin mulai membasahi pelipis juga tangan yang semulanya terasa panas kini mulai mendingin karena basah oleh keringat. Mila bergerak dengan gelisah, dia sengaja membuang muka, tidak mau sampai Kevin mengetahui dirinya."Hei, aku Kevin. Nama kamu?" Kevin berujar, dia mengulurkan tangan sembari mengamati gerak-gerik Mila yang tampak aneh, seperti orang yang ingin melarikan diri.Mila ragu-ragu untuk membuka mulut, ia tidak bisa diam saja, kalau tidak Kevin akan curiga. Beruntung tadi pagi Arjuna memberikan maskernya yang hampir tertinggal "Eh, ha-hai, aku... Marisa," kata Mila terbata."Marisa? Omong-omong suara kamu mirip sama orang yang aku kenal." Kevin mengamati Mila sebentar, lalu kepalanya menengadah ke atas langit."O-oya." Mila merasa yakin orang yang Kevin maksud adalah dir
"Kak, aku pergi dulu ya!"Mila menyembulkan kepalanya di balik pintu, ia sudah bersiap dengan baju olahraga khusus ibu hamil miliknya, tidak lupa bando polkadot menahan rambutnya agar tidak terjatuh.Arjuna segera menuju pintu apartemen, ia berjalan sembari mengancingkan baju seragam sekolahnya, tidak lupa membawa masker sang istri yang tertinggal di atas meja."Jangan lupa maskernya, Mbul." Arjuna memasangkan masker hitam ke wajah sang istri."He he he, maaf, Kak. Aku terlalu bersemangat, soalnya mau joging bareng mbak rina. Kamu tahu kan, bumil yang baru pindah di lantai bawah?""Mbak rina? Kok aku ngga tau ada tetangga baru?" Arjuna kini sibuk mengikat tali sepatu Mila yang tadinya terikat dengan asal.Diposisi ini, Mila merasa ia seperti seorang anak kecil yang baru pertama kali akan pergi sekolah. Arjuna dengan telaten mengikat tali sepatunya dengan kuat. Mila sungguh tersentuh dengan apa yang Arjuna lakuka