BAB 22Rania menghela nafas, lalu bersandar pada mobil disamping Rangga. Ia tak mengira kisah hidup sang suami sangat berliku. “Bagimana mungkin orang hidup tak mengenal Tuhannya.” Rania bergumam, lalu berjalan kearah lapangan dimana anak-anak kampung sedang bermain bola.“Tapi begitulah kenyataannya.” Rangga mengekor dibelakang Rania.Rania lalu berbalik dan berjalan mundur dan tetap di ikuti oleh suaminya. “Apa kau tidak pernah merayakan hari besar keagamaan?”“Tidak pernah, karena aku dulu seorang pelayan.” Rangga terus mengikuti sang istri yang masih berjalan mundur.“Kau punya ktp?”“Punya?”“Apa yang tertera disana? Dan kau juga punya istri, dengan cara apa kau mengikat janji suci?”“Cara yang sama seperti saat aku menikahimu.”“Itu artinya, Tuan punya agama dan juga Tuhan. Hanya saja tidak menjalankan perintahNYA.”“Iya, kau benar. Tolong, ajarkan aku untuk lebih mengenalNYA.”Rania tersandung batu dan hampir terjatuh. Disaat yang tepat, rangga berhasil menyangga punggungnya hi
BAB 23Ada rasa khawatir terselip dalam dada. Walau masih ada amarah dalam dada, tetap saja seorang ayah akan mengkhawatirkan keadaan putranya yang tanpa kabar. Dia juga sudah menghubungi anak buahnya untuk mencari keberaan putranya, tapi tetap saja nihil. Putranya bak hilang ditelan bumi.Terakhir keberaannya terlacak di area sekolah. Pemuda itu mematikan ponsel atau bahkan membuangnya. Entahlah, mungkin saja dia takut untuk pulang dan berhadapan dengan sang papah, ataukah karena kebencian kepada pria yang merawatnya dengan penuh kasih sayang. Rangga sangat menyayangi Marchel. Dia menganggap seperti putra kandungnya sendiri. Sejauh ini sang putra belum tahu rahasia besar ini. Rangga menyembunyikan rapat darinya.“Tuan, ayo katanya mau belajar sholat.” Rania memakai mukena yang menutupi kepalanya.“Kamu duluan saja ya. Aku sedang menunggu Marchel.”“Saya udah selesai. Ayo, kalo gak mulai sekarang, mau kapan lagi?”“Entahlah. Aku lagi pusing, kenapa masalah tidak pernah selesai?”“Masa
“Kamu kenapa?”Rangga menyentuh pipi Rania lembut. Namun gadis itu menepisnya pelan. Ada perih dalam dada, saat tahu pelabuhan hati tak menginginkan sentuhannya lagi.“Kamu masih marah dengan pertanyaanku tadi? Wajar aku bertanya padamu, karena kau istriku.”Rania tetap mematung dan semakin menundukkan kepala lebih dalam. Matanya mulai berkabut. Isak tangispun perlahan mulai terdengar. “Tuan telah beristri. Aku tak ingin menjadi duri dalam hubungan Tuan dan Nyonya Diana.”“Kau tahu’kan, aku tak bahagia bersamanya. Bersamamu, aku ingin menjemput impianku untuk bahagia.”“Tidak tuan, istri Tuan tidak akan tinggal diam dengan semua ini. Dia pasti akan membuat hidupku seperti dalam neraka.”“Aku berjanji akan selalu menjagamu.”“Maaf Tuan, aku masih belum bisa melupakan Marchel.”Rangga menggenggam jemari lembut sang istri lalu membawa ke dadanya. “Aku tidak akan memaksamu. Aku ingin bertanya kepadamu, apa kau melihat masa depanmu ada bersama Marchel? Apa kau yakin bisa bahagia bersamanya?
Rangga menangkup wajahnya. Menghela nafas panjang, lalu membuangnya kasar. Dadanya terasa berat bagai di timpa ratusan kilo barang. Tak ada lagi senyum menghias wajahnya. Pias dan tak bernyawa. Relung hatinya kosong tak bermuara.Rangga menatap ke arah Rania. “Baiklah, aku mengerti. Mulai sekarang, aku akan berhenti mengejarmu. Hingga aku merasa tak membutuhkanmu lagi. Dan ingat, saat kau mengalami kesulitan, pria pertama yang kau ingat kecuali keluargamu, itulah laki-laki yang kau cintai. Suatu saat kau menemukan itu, katakanlah padaku. Dan aku pastikan, akan membantumu bersatu dengannya.” Rangga bangkit dan berjalan menuju arah balkon, tempat favorit saat menghadapi masalah.Namun Rania memegang lengan suaminya dan menghentikan langkahnya. “Bagaimana kalau suatu saat rasa untukmu hadir?” Dengan suara yang bergetar, Rania bertanya tanpa menatap kearah suaminya.“Mungkin saat itu rasaku telah mati.” Rangga melepas lengannya perlahan dan mencoba tak peduli dengan pertanyaan sang istri
Rangga tak merespon. Dia sangat mengenal lengan mungil yang mulai di gilainya. Hembusan nafas hangat yang terasa hingga menusuk punggungnya. Bukan hangat yang dirasa, tapi sakit yang tak berujung. Hanya dengan memejamkan mata ingin meresapi kehangatan dalam pedihnya luka.Sesaat, kehangatan itu merasuk ke dalam tubuh yang menggigil karena patah hati. Patahan itu menimbulkan luka dan meradang hingga membuat hati membeku. Tak ingin larut dalam asa yang kosong. Rangga melepas lengan sang istri. “Jangan memberi harapan, kalau kau tak dapat mewujudkan impian.” Rangga mencoba tak peduli dengan lengan sang istri yang masih menggantung.Rania bergeming, tak menyangka akan mendapat penolakan. Bahkan dia tak menyadari tangannya masih menggantung. Belum ada lima menit, kalimat indah tentang cinta terucap dari bibirnya. Terasa masih membekas indah semua perlakuan manisnya. Janji indahpun masih terngiang di telinga. Kenapa dalam sekejap semua berubah. Kenapa rasanya sesakit ini. Salahkah rasa yang
BAB 27Rangga meletakkan ponsel di atas nakas, lalu melangkah ke arah sang istri. Pria angkuh itu berbicara persis di depan wajah sang istri yang terlihat begitu ketakutan.“Aku ingin kau membayarnya dengan berpura-pura menjadi istriku yang sesungguhnya.”“Maksud Tuan?”“Ikuti semua perintahku, dan jangan menolak saat aku melakukan apapun terhadapmu, termasuk menyentuhmu.”‘T-tapi ....”“Gak usah baper! Aku hanya ingin membalas perbuatan istriku! Setelah rencanaku berjalan dengan baik, lakukanlah apapun yang kau suka, termasuk kembali bersama Marchel. Saat itu aku tak membutuhkanmu lagi.”Rangga balik badan dan berjalan menuju ranjang, menarik selimut lalu tidur.Rania terus menatap sang pujaan hati. Walau kalimatnya begitu menusuk dan menorehkan lara di hati. Namun Rania berjanji akan membantu semampunya. Pria itu sangat baik dan berhak untuk bahagia. Rania tersenyum, lalu keluar dari kamar.Rangga membuka mata. Dia melepas selimut lalu duduk di tepI ranjang dengan kedua kaki menjuta
BAB 28“Tapi Tuan, kami belum menemukannya hingga saat ini. Mereka benar-benar tak meninggalkan jejak. Tuan tahu’kan Alex selalu melakukan sesuatu dengan sempurna, tanpa meninggalkan jejak.”“Jangan mengajariku! Kalian memang lebih bodoh dari Alex! Terus cari keberadaannya, dan bawa istri Alex kesini dalam keadaan tidak sadar! Aku akan membalas Alex dengan caraku! Ingat, jangan sakiti dia dan jangan sentuh anak-anaknya! Mereka tidak bersalah! Cepat kerjakan tugas kalian dan aku tidak mau mendengar kegagalan!”Klik, Rangga menutup sambungan telponnya, lalu membuang ponsel ke atas ranjang. Tiba-tiba, pria itu meringis kesakitan sembari memegangi dadanya. Terasa begitu sakit dan susah untuk bernafas. Rangga meremas dadanya. Tubuhnya terasa lemas dan mengeluarkan keringat dingin. Emosi yang memuncak di barengi dengan hantaman minuman beralkohol dan juga kepulan asap rokok membuat dadanya sakit seperti di tindih benda berat. “Aaarghh ....” Rangga berteriak dengan keras. Hingga mengagetkan
BAB 29“Saya hanya menyarankan saja. Nanti saya beri resep. Kalau sudah minum obat dan masih belum membaik, tetap saya sarankan untuk di bawa ke rumah sakit. Ingat kontrol emosi dan jangan banyak pikiran.” Dokter memberikan resep kepada Rania dan segera berpamitan.Rania lega melihat keadaan sang suami sudah membaik. Obat yang tadi di berikan oleh dokter bekerja dengan baik. Rangga tak lagi memegangi dadanya. Hanya kepalanya yang masih sedikit pusing.“Mau saya pijit, Tuan?”“Pergilah! Aku tidak apa-apa! Aku sehat! Pergi kalian semua!” Rangga berteriak. Pria angkuh itu paling tidak suka dikasihani. Semua asistennya beranjak keluar, kecuali Rania. Gadis itu tak peduli dengan perintah sang tuan. Rania ingin fokus menjaga sang suami. Kesehatannya masih belum pulih, hingga Rania harus lebih ketat menjaganya.Rangga menatap kearah sang istri yang masih bergeming. “Kamu tidak dengar perintahku? Aku ulangi, pergi dari hadapanku sekarang juga atau ....!”“Aku tidak akan pergi dari sini! Aku t
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap
Setelah selesai Diana segera menyuruh joni untuk pergi. Lalu berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.Membuka pintu dan menghempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit dengan senyum merekah. Hati Diana sedang berbunga-bunga. Sampai dia tak menyadari putra semata wayangnya tak berada dalam kamar. Dia sedang asik dengan dunia hayalnya. Sungguh sangat miris. Di tengah malam seperti ini, tak sedikitpun memikirkan kenapa anaknya tak ada di tempat tidur. Itulah Diana. Dia memang tak pernah perhatian kepada putranya. Hanya uang dan uang yang selalu dijejalkan hingga anak itu tumbuh menjadi sosok yang selalu memandang uang adalah segalanya.Tak pernah tercurah sedikitpun kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Rangga lah yang mendidik Marchel semenjak kecil hingga sebesar ini. Sayangnya, mulut sang wanita yang melahirkannya lebih tajam dari pisau. Hingga semua ucapan buruk tentang Rangga terserap dengan baik di kepala sang anak. Hingga hubungan keduanya seperti musuh bebuyutan. Tak
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.