Mohon Reviewnya ya bestie :) Terimakasih
"Kamu gak ada kelas hari ini, Kay?" Arkasa mengusap sudut bibirnya setelah menyeruput tetes terakhir kopi buatannya. Mata elang dibalik kaca mata itu menatap was-was namun tegas seolah meminta konfirmasi.Kayla yang baru saja menyelesaikan sesi pertama wawancara bersama Alana mengangguk kecil. Dibelakangnya terlihat Alana menyusul berjalan masuk dengan cuek seakan tak tertarik akan perbincangan keduanya. Wanita itu dengan sigap merapikan barang- barang dan bersiap untuk berangkat.Arkasa yang tengah merapikan beberapa file dan memasukkannya kedalam tas kerja tak luput ikut menatap mengekori istrinya. Menyadari hal itu, Mikayla mengulas satu senyum misterius."Kenapa? Takut kangen aku kalau gak ketemu di kampus?""Tck!" Arkasa berdecak kasar memandang tak suka kearah Kayla yang memandangnya penuh kemenangan. Alana yang masih sibuk sendiri berlalu menjauhi keduanya. Tak lupa memasang senyum kecil, "aku berangkat duluan!" ucapnya tanpa basa-basi.Ada sesuatu yang terasa hampa. Tak ada
"Kamu pulang lebih awal?!" Arkasa tidak bisa tidak memekik ketika menemukan istrinya telah tiduran santai di kamar di hari yang hendak menjelang petang. Sangat jarang menemukan Alana bersantai di waktu- waktu seperti ini. Ia hampir saja berhambur membelai dan memeluk tubuh Alana kalau saja dia tidak ingat bahwa keduanya sama- sama sedang berada dalam misi. Melihat pakaian santai dan wajah tanpa makeup Alana, jelas wanita itu telah selesai mandi. Arkasa mulai meletakkan tas dan melepaskan kancing teratas kemejanya. Setelah itu duduk di tepi ranjang, menyisakan sedikit jarak diantara keduanya. Mata cantik itu menyipit menatapnya, ada sedikit raut berbeda yang Arkasa tangkap. Kulit mulus tanpa cela namun bibirnya terlihat sedikit pucat. "Sudah makan malam?" tanyanya. Alana menggeleng lemah, cukup untuk menjawab pertanyaan suaminya yang sebenarnya sudah mulai khawatir. "Kamu menginginkan sesuatu?" tanya Arkasa lagi. Dia sungguh menahan diri untuk tidak membelai surai panjang Al
Dering telpon tengah malam mau tak mau membuat Alana membuka matanya secara paksa. Kepalanya masih terasa berat, namun suara ponsel yang mengganggu sama sekali tak bisa dia acuhkan.Dia mengusap layar ponsel, penglihatannya masih cukup buram untuk membaca nomor siapa yang memanggilnya malam-malam begini. Dengan suara sedikit serak Alana menjawab panggilan. "Halo?" Tak ada jawaban. Alana mengernyit heran lalu menilik kembali nomor yang memanggilnya. Jelas nomor itu bukan nomor yang dia kenal. "Halo, ini siapa?" tanyanya lagi. Masih belum ada jawaban yang membuat Alana berdecak malas. Siapa sih orang usil yang mengganggunya malam-malam begini? Tak ada jawaban, namun panggilan langsung dimatikan sepihak. Alana mendengus kesal, apa-apaan maksudnya? Wanita itu hendak kembali tidur saat satu pesan misterius masuk membuatnya kembali mengeryit heran. 'Hati-hati dengan sesuatu yang dekat. Semakin dekat, semakin dalam dia mampu menusukmu. Kata kuncinya adalah kepercayaan. Dua sisi mengi
"Kamu yakin mau tetap berangkat kerja hari ini?" Arkasa tidak bisa tidak khawatir ketika melihat Alana yang sudah siap dengan pakaian kerjanya duduk di meja makan. Pagi tadi dia dengan jelas menangkap seberapa pucatnya wajah sang istri meskipun kini sudah ditutupi sempurna oleh makeup. Namun tetap saja, sorot layu di matanya masih cukup kentara. Alana memaksakan seutas tarikan di bibir, melirik suaminya yang kini membawa gelas kearahnya. "Aku sudah membaik," balasnya singkat. Arkasa menyodorkan segelas air hangat, mendorong Alana untuk meminumnya hingga tuntas. Baru setelah itu dia menyodorkan bubur yang masih mengepul. "Terimakasih," senyuman Alana mengembang meskipun masih samar. Dia menghargai bentuk perhatian, terutama bagaimana suaminya itu berusaha bangun pagi membuatkannya sarapan dan sekarang dengan cekatan memotong beberapa macam buah untuknya. Lengan kemejanya digulung sebatas siku, menampakkan urat di lengan kekarnya yang lincah mengupas dan memotong buah. Di
Alana mengulas senyum puas ketika Rosaline untuk kesekian kalinya berhasil menyelesaikan misinya. Laporan Rosaline pagi ini memang sesuai dengan dugaannya. Wanita serbabisa itu telah berhasil menemukan pemilik nomor asing yang kemarin malam 'iseng' mengganggunya.Ini hanyalah masalah kecil. Dalam sekejap Rosaline berhasil menemukan pemilik nomornya. Siapa mereka yang berusaha main- main dengannya?"Itu dikirim dari ponsel yang sama dengan milik nona Mikayla. Aku rasa dia benar- benar teledor soal ini," ujar Rosaline.Alana mengangguk paham. Gadis muda itu pasti punya tujuan terselubung dengan berusaha main- main dengannya. Tapi mengapa dia begitu tidak hati- hati? Apa menurutnya, Alana sebodoh itu?Dia merubah rautnya menjadi lebih dingin, temperamennya yang mulia menguar secara alami. Alana bangkit dari kursi kebesarannya lalu menjentikkan jarinya untuk mengirim pesan pada Mikayla. Wanita dua puluh delapan tahun ini tak suka basa- basi, jadi dia akan langsung saja menuju pada intinya
"Aku punya penawarnya disini. Terlambat lima menit dan kamu akan pergi dari dunia ini," Alana berjalan santai. Pandangannya bengis terpaku pada wanita muda yang fitur wajahnya manis namun meringis dengan mata merah itu."Apa yang berusaha kamu lakukan? Arkasa dan keluarganya pasti membencimu jika tahu tindakanmu ini!" Mikayla merongrong. Nampaknya dia benar- benar tak bisa lagi menahan kekesalannya terhadap kejutan dari Alana.Alana nampak tak terpengaruh, sebaliknya dia justru berjongkok dengan jarak aman, "aku tidak peduli dengan hal itu," ucapnya acuh. Jemari rampingnya memainkan plastik yang berisi satu kapsul itu dengan seringaian menyeramkan terpampang di wajahnya. Mikayla merasakan dadanya sesak dan menggeliat panik, kini dia memohon dibawah kaki Alana. "Aku akan lakukan apapun asal mbak bersedia memberi penawar itu padaku," mohonnya. Biar bagaimanapun, sekarang ini nyawanya adalah yang terpenting. Mikayla tidak bisa mati seperti ini.Alana berdecih meskipun dia sebenarnya se
Alana telah mengacuhkan belasan panggilan Arkasa. Dia sengaja mengaktifkan mode senyap dan bersiul mengerjakan hal- hal yang memang seharusnya dia prioritaskan. Alana sangat tahu apa yang sedang terjadi dan menikmati setiap detiknya. Rosaline masuk kedalam ruangan membawa selembar kertas bertuliskan alamat rumah sakit ternama. Begitu dia menyerahkannya pada Alana, wanita dengan temperamen dingin nan memukau itu tersenyum miring. "Sebenarnya aku tak mengharapkan ini, namun ternyata terkaanku benar, ya?" Alana merapikan tas kecilnya, sudah saatnya dia kembali dan masuk lagi melengkapi drama yang Mikayla telah ciptakan sendiri. "Bu Alana perlu saya antarkan saja?" tanya Rosaline. Alana menggeleng, "tidak perlu. Aku sudah cukup sehat sekarang. Apalagi aku tengah bersemangat," ujarnya. Rosaline mengangguk hormat lalu mengantarkan Alana keluar dari ruangannya. Alana mantap melajukan mobilnya menuju rumahnya sendiri. Semua skenario yang dia rancang hari ini terasa sempurna dan sebe
Alana masih mengulum tawanya sendiri. Setelah mengunci pintu, ia melihat sekeliling dengan cermat. Mematikan lampunya sebentar dan mendeteksi apakah ada alat mencurigakan lain yang dipasang. Tak menemukan apapun, Alana menyalakan kembali lampunya dan tertawa kecil. Sungguh, melihat wajah konyol yang Mikayla suguhkan tadi membuatnya terhibur. Wanita muda itu sepertinya memang terlalu banyak mengkonsumsi drama sehingga berpikir semuanya bisa semudah itu. Sebenarnya Alana masih bisa mentolerir jika Mikayla hanya sebatas membencinya karena memiliki Arkasa. Siapapun jelas tahu tatapan macam apa yang wanita muda itu tampilkan ketika bertemu Arkasa. Itu bukan hal yang aneh menurutnya.Sayang sekali, Mikayla mulai melewati batas dan Alana bukan orang sabar yang bisa berbaik hati melewatkan hal itu. Semua harus dibayar sepadan. Meskipun masih terlalu dini, bukankah mengungkap secepat mungkin adalah jalan terbaik untuk mencegah kemungkinan lebih buruk di masa depan?Alana tak tahu apa yang A
Semua orang yang berada dalam perhelatan sederhana namun meriah malam ini jelas melihat binar kebahagiaan di wajah pasangan luar biasa itu, Arkasa Dean Pradipta dan istrinya Alana Diandra Yasmin. Ketika mereka menikah empat tahun lalu, seluruh kota membicarakan kombinasi luar biasa tersebut. Bagaimana tidak? Arkasa Dean Pradipta memang sudah digadang- gadang menjadi pewaris utama dan punya latar belakang yang bersih luar biasa. Tidak pernah ada media yang mengendus kedekatannya dengan gadis manapun. Padahal ada banyak sekali keluarga kaya dari kalangan pengusaha atau bahkan politisi yang berusaha menjadikannya sebagai menantu mereka. Nyatanya, keluarga Pradipta tak pernah terjebak ataupun berusaha menjodohkan Arkasa dengan siapapun. Sebab lelaki itu tinggal diluar negeri selama bertahun- tahun, orang- orang berpikir dia mungkin memiliki seorang kekasih disana. Sampai akhirnya dia kembali ke Indonesia dan langsung dikabarkan meminang Alana Diandra Yasmin, putri tunggal salah seorang a
"Sudahlah, pengantin baru tidak perlu diajak! Mereka pasti belum bangun," Tuan Pradipta menarik lengan istrinya yang hendak melangkah keluar pendopo. Seolah menjadi tradisi mereka, jikalau sedang berkumpul begini keluarga itu akan makan bersama. Namun menyadari situasi saat ini, besar kemungkinan Adara dan Bayu bahkan belum bangkit dari ranjang. Nyonya Pradipta terkikik saat aru menyadari bahwa telah ada beragam perubahan dalam tubuh keluarga itu. Kini sudah melingkar Tuan dan Nyonya utama Pradipta, Alana, Arkasa,dan tak lupa bayi mungil yang sibuk di meja bayi. Kehadirannya tentu bak sihir yang membuat suasana disini menjadi semakin ceria. Terbukti dari tawa gemas yang sangat jarang muncul dari Tuan Tua Pradipta. "Sandi semalam rewel tidak, nak?" Tanya Mama Tiana.Alana sibuk membersihkan sisa susu di sudut bibir putranya, ia tersenyum kecil pada mertuanya yang baru saja bertanya."Aman kok, ma. Dia sempat bangun sekali namun setelah diberi susu langsung tidur lagi," jawab Alana s
Jika memang sudah garis yang ditentukan tuhan, maka terjadilah. Mungkin itu juga yang terjadi pada kisah Adara. Setelah penghianatan dan kesalah pahaman di masa lalu, ada banyak sekali jalan yang pada akhirnya kembali mempertemukannya dengan Bayu. Sekalipun Adara telah berusaha menolak berulang kali, kegigihan Bayu pada akhirnya berbuah manis. Bayu bahkan berhasil mendapatkan kembali kepercayaan Tuan Pradipta setelah sebelumnya sempat bersitegang. Semua itu tidak terjadi secara instan, ada proses panjang yang melatarbelakangi semuanya. Alana tak banyak ikut campur dengan kisah cinta bersemi kembali antara Adara dengan Bayu. Dia ingat tiga bulan lalu saat Adara ke rumahnya untuk seperti biasa bermain bersama Sandi. Bedanya, hari itu Adara membawa serta Bayu ke hadapannya dan Arkasa. Seolah berusaha mendapatkan restu dari Alana dan Arkasa lebih dahulu sebelum akhirnya kembali mengais restu dari orang tua. Alana dan Arkasa sepakat untuk tidak banyak mengambil andil. Mereka membiarkan
"Astaga Mas Arka!"Alana menggeleng- gelengkan kepalanya tak habis pikir. Dia baru saja selesai menyiapkan setelan pakaian untuk keluarga kecilnya ketika menyadari bahwa dua jagoannya belum juga keluar dari kamar mandi setelah hampir tiga puluh menit. "Mas! Sudah selesai belum?""Sepuluh menit lagi, Al!"Ibu satu anak itu berdecak sembari berkacak pinggang. Sebelumnya juga Arkasa sudah memberikan jawaban yang sama, namun sampai sekarang mereka berdua tidak kunjung keluar kamar mandi. Dari luar saja Alana sudah bisa mendengar riuh tawa dua jagoannya itu berpadu dengan suara air, putranya bahkan sampai cekikikan senang. Alana memang memberikan mandat pada sang suami untuk memandikan Sandi selagi dia menyiapkan pakaian dan beberapa keperluan untuk dibawa. Namun sepertinya dia lupa bahwa setiap kali Arkasa dan putranya itu bersatu pasti akan ada keriuhan dari kekompakan nakalnya mereka."Lho, belum selesai mandinya?"Alana setengah melotot saat membuka pintu kamar mandi. Menemukan bahwa
"Baju yang biru aja deh, Al! Lebih lucu! Eh tapi yang kuning kelihatan lebih mencolok! Duh, yang mana ya?"Adara saat ini turut membantu atau lebih tepatnya merecoki Alana di rumahnya. Dia sedari tadi bingung sendiri menentukan baju mana yang akan digunakan Arsena hari ini. Padahal seluruh baju yang dipilih merupakan hadiah dari Adara. Saking banyaknya, Adara sendiri jadi bingung mau memilih yang mana untuk dipakai ponakannya itu hari ini.Alana hanya bisa menggeleng- gelengkan kepala karena tingkah adik ipar sekaligus sahabatnya itu. Dia sudah selesai mengoleskan telon dan lain- lain di tubuh putranya, namun Adara yang sedari tadi kekeuh ingin memilihkan baju justru masih bingung sampai mengeluarkan semua pakaian di atas tempat tidur."Yang mana aja, Dar! Kita kan lagi gak mau kemana- mana juga. Kenapa kamu jadi rumit begitu??"Alana melangkah melewati kebingungan Adara sembari mengambil satu stel pakaian berwarna biru cerah disebelah sahabatnya. Melihat Alana menentukan pilihan memb
Alana Point of View "Makan dulu yuk, Al!" Mas Arka muncul dari balik pintu sembari tersenyum teduh kearahku. Aku yang baru saja meletakkan Arsena di ranjang bayi hanya membalasnya dengan sebuah senyuman simpul. Dia merangkul bahuku hangat sembari menggiring menuju ruang makan. Ini sudah pukul sebelas malam. Keluarga kami baru saja pamit kembali ke rumah masing- masing setelah hampir seharian bermain bersama disini. Tadinya mama, bunda, dan Adara mau tinggal, namun kompak aku dan Mas Arkasa larang. Kami tahu, kalau mereka semalaman disini pasti akan ikut begadang dan lelah. Mama dan Bunda sudah terus berada di rumah sakit selama aku dirawat disana, sementara Adara benar- benar baru saja sampai setelah sekian belas jam penerbangan. Akan lebih baik jika mereka istirahat dengan nyaman malam ini. Banyak sekali ilmu yang kudapat dari mereka yang tentu sudah lebih berpengalaman. Mama dan bunda terutama banyak memberikan wejangan dan tips tentang dasar- dasar merawat bayi. Sebelumnya a
Beberapa manusia dengan pakaian serba hitam mulai berjalan menjauhi pusara. Aneka karangan bunga turut menghiasi disana. Suasana haru juga terasa karena sedari tadi terdengar isakan tangis di beberapa sudut. Dibawah langit cerah yang tak begitu terik, seorang laki- laki bertubuh atletis meletakkan karangan bunganya. Duduk bersimpuh menatap pusara yang benar- benar baru ini. Dia menundukkan kepalanya, memberikan doa dan sebuah penghormatan terakhir untuk yang berada dibawah batu nisan. "Aku harap, kamu dapat beristirahat dengan tenang." Ia meletakkan buket bunga putih menemani karangan yang lainnya juga. Tubuh jangkungnya sempat tersentak kaget saat merasakan sepasang tangan dengan jemari lentik menekan bahunya. Arkasa menengadah menatap kaget sosok yang kini tersenyum kecil kearahnya. "Aku juga ingin mengucapkan salam perpisahan kepadanya." Meskipun ada banyak yang berkecamuk di kepala, Arkasa membiarkan wanita disebelahnya untuk mulai bersimpuh. Menyentuh nisan dan tersenyum
Masih percaya kekuatan takdir?Katanya, tidak semua yang kita inginkan bisa didapatkan dalam hidup ini. Bahkan ketika manusia mengklaim telah melakukan beragam usaha hingga titik darah penghabisan. Jika memang bukan itu jalan yang digariskan, maka tak akan tercapai jua.Di satu sisi, kalimat tak ada hasil yang menghianati proses juga masih relevan. Banyak orang yang harus melewati beragam kesulitan dan rintangan untuk mencapai tujuannya. Waktu yang diperlukan pun tidak main- main. Namun pada akhirnya dia juga mencapai hasil akhir yang indah. Meskipun mungkin tidak sesuai dengan rencana awalnya.Namun yang menjadi benang merahnya sekarang adalah seberapa realistis tujuan yang ingin manusia capai? Sekalipun telah berusaha dengan keras, apakah cara yang digunakan memang cara yang benar dan sudah seharusnya?Hidup itu mudah dan juga sekaligus sulit. Manusia dituntut untuk tidak mudah menyerah, namun juga diminta untuk tetap realistis. Sejatinya, tak ada usaha yang sia- sia. Kadangkala ki
Derap langkah flatshoes mahal itu menyerbu lorong dengan tergesa. Ditengah keramaian yang cukup padat, wanita parubaya itu membelah lorong buru- buru. Bau khas rumah sakit menemaninya sepanjang perjalanan hingga akhirnya sampai dalam sebuah lorong yang lebih sepi. Diatasnya tertulis ruangan utama khusus VVIP.Nyonya Pradipta masuk kedalam ruangan tanpa bisa membendung kekhawatiran yang nampak jelas di wajahnya. Segera setelah ia menerima kabar mengenai kejadian naas tersebut, dia langsung mengambil penerbangan tercepat untuk kembali ke kota asalnya. Dia berhambur memeluk suaminya yang sudah lebih dulu berdiri cemas di depan pintu bersama dengan besannya. Ayah dan bunda Alana jelas nampak terpukul akibat kejadian yang begitu tiba- tiba ini. Nampak juga Arta yang Rosaline mondar- mandir panik sembari sesekali menerima telepon entah dari siapa."Bagaimana keadaan mereka?" Sebagai satu- satunya yang masih bisa menampakkan sedikit ketenangan, Tuan Pradipta membelai punggung istrinya yang