BAB KE : 87 MAKHLUK KERDIL YANG USIL 16+Sementara itu, di ruang tamu Ronal baru saja selesai meregangkan tubuhnya. Menggeliat untuk mengusir rasa penat yang sedang bercokol.Matanya memang mengantuk, tapi susah untuk terpejam. Ronal memaksakan diri agar terlelap dengan memicingkan mata, tapi selalu sia-sia. Malah rasa pegal yang datang menghampiri. Entah sudah berapa kali lelaki itu menggeliat dan menguap sejak ditinggalkan Seruni dan Membah tadi, tapi rasa pegal itu belum juga sirna. Mungkin itu pertanda dia memang sudah lelah. Ronal menggabungkan dua kursi, dan duduk bersilonjor di atasnya dengan punggung rebah pada sandaran, begitulah cara dia tidur. Mungkin cara tidur seperti ini, juga ikut andil mempengaruhi otaknya untuk malas beristirahat ... tempat tidur yang tak nyaman. Ronal kembali memejamkan mata, dengan harapan semoga bisa tertidur dengan segera, walaupun cuma sesaat sudah cukup baginya untuk menyegarkan badan. "Sreeeet sreeeert sreeeert!"Tiba-tiba ada suara sep
BAB KE : 88 CENGIRAN MAKHLUK KERDIL 16+"Astagfirullah!" Ronal menarik kepalanya dengan cepat, dadanya berdebar kencang. Hampir saja Ronal terjengkang karena kaget ketika melihat sosok makhluk yang berada di bawah jendela.Walaupun Ronal telah memperkirakan ada sesuatu di sana dan dia juga telah mempersiapkan mental dengan kekuatan penuh.Tetap saja keberadaan makhluk di bawah jendela tersebut membuat wajah Ronal pucat pasi, dengan degup di dada bergetar seperti ditabuh. Bagaimana tidak pucat pasi? Disaat mata Ronal menatap ke bawah, pandanganya langsung bertabrakan dengan sosok wajah tua keriput yang tersenyum padanya, senyuman itu lebih mirip seringai.Mata mereka beradu dengan jarak yang sangat dekat, mungkin hanya berkisar sekitar satu jengkal saja. Dengan bentuk mata yang dimiliki makhluk tersebut, tentu akan membuat ngeri siapa saja yang melihatnya, begitu pula dengan Ronal. Serasa nyawanya menghiba mohon pamit untuk meninggalkan raga, tentu saja Ronal tidak mengijinkan
BAB KE : 89JIN PENJAJAH 16+Owh, iya ... Ronal baru ingat, tadi sekilas dia sempat melihat makhluk itu di atas tangga, itupun kepalanya belum bisa sejajar dengan dasar jendela. Mungkin tangganya yang kurang tinggi. "Ya, udah! Saya yang akan melongok kamu keluar, tapi jangan ngagetin ya!" pinta Ronal. "Ya, Om! Tenang aja! Saya nggak suka ngagetin orang kok. Beda ama Om, sewaktu Om kecil suka usil seperti jin ...." jawab makhluk itu yang membuat Ronal bekernyit. "Kok dia bisa tahu?" batin Ronal bertanya. "Benar ... usil itu sifatnya jin, tapi dia dulu juga suka usil, bisa-bisa saya dijadikan temanya di neraka kelak, teman jin usil," lanjut batin Ronal. "Hyyiiiii ...!" Ronal bergidik mengingat tingkah lakunya waktu kecil dan terbayang dahsyatnya siksaan neraka, sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustad Jama'ah yang pernah dia dengar di tivi. "Jama'aaaahhh oooo jama'ah! Alhamdu ... lillahhhh ...!"Kalimat seperti itu sering dia dengar dari tivi, karena hampir saban hari mert
BAB KE : 90 SEJARAH KAMPUNG BUNIAN 16+"Pop poo poo pooopppp ...!?""Pop poo poo pooopppp ...!?"Makhluk itu berteriak dengan keras ketika memasuki ruang tengah, tentu saja hal tersebut membuat Ronal kaget dan hatinya diliputi rasa cemas, dengan cepat dia menutup pintu, lalu berlari menyusul makhluk kerdil. "Pop poo poo pooopppp ...!?""Pop poo poo pooopppp ...!?"Makhluk itu kembali berteriak, dengan meletakan kedua telapak tangan yang dilipat menyerupai cerobong di depan mulutnya. Suaranya melengking, seperti akan memecahkan ruangan tersebut. Dia mengarahkan mulutnya ke pintu kamar Membah dan melakukan hal yang sama di pintu kamar Seruni. Walau untuk melakukan itu dia harus bolak-balik berlari dari pintu kamar Membah ke pintu kamar Seruni. Wajahnya cengar-cengir seolah meledek Ronal."Hoyiiiii, jangan berisik!" bentak Ronal dengan menekan intonasi suaranya, sambil menangkap dan mencekal tangan makhluk tersebut. Mata Ronal dengan cemas memandang pintu kamar Membah yang tertut
BAB KE : 91 JIN SUMBING MERAMPAS WILAYAH JIN BUNIAN 16+Setelah sempat bersu'uzon ria, jiwa mulia Ronal pun muncul dengan akhlakul karimahnya. Tidak baik berburuk sangka, barang sesuatu harus ditela'ah lebih dulu, bila perlu kudu tabayun. Begitulah kira-kira bisikan hati Ronal. Siapa tahu makhluk kerdil tersebut paling pakar dalam bidang ini, kalau diurutkan berdasarkan statistik, memang dialah yang paling pakar dan ahli dalam kasus yang sedang dihadapi Ronal saat ini. Sebab, tidak ada lagi makhluk lain yang bisa diajak curhat dan diskusi untuk mencari solusi. Cuma dia satu-satunya, berarti dialah yang terbaik. Siapa tahu dari makhluk kerdil ini, dia bisa mengetahui lebih rinci dan akan mempermudahnya untuk kabur. Syukur-syukur makhluk kerdil mau membantunya hengkang dari rumah Membah dan Seruni. Itu kesimpulan Ronal. Akhirnya atas permintaan Ronal, makhluk kerdil tersebut bersedia untuk menceritakan semua yang ia tahu. Dia begitu bersemangat dalam bercerita. Namun, dia malah
BAB KE : 92 RONAL YANG KERAS KEPALA 16+"Om, berprasangka buruk pada saya ya?" tanya si kerdil kemudian, dengan pelan. "Tidak, saya tidak berprasangka buruk. Cuma heran saja, kenapa kamu tahu akan masa kecil saya?" jawab Ronal dengan diikuti sebuah pertanyaan. "Itu gampang, Om ...! Tinggal ditanya saja pada jin lain yang ada di kampung Om saat Om masih kecil," jawabnya santai. "Emang bisa begitu?""Ya, bisa. Namanya kita satu ras, suku dan bahasa. Kudu tolong menolong," jawab si kerdil dengan gaya semakin santai, rada dibuat-buat. "Siapa nama jin yang kamu tanya itu? Siapa tahu saya kenal dengan dia," tanya Ronal lagi. "Tidak mungkin Om kenal dia! Om tidak pernah melihat dia. Alam kita berbeda, tapi kita bisa hidup berdampingan dengan damai, tanpa saling mengganggu, bila perlu tanpa saling mengenal," jawab si kerdil bijak, kali ini tidak ada lagak sok bijak dalam gaya bicaranya. Terlihat datar, malah sedikit sendu. "Tapi bagaimana caranya kalian berkomunikasi? Jaraknya tida
BAB KE : 93 POHON BERINGIN 16+Ronal jadi sewot mendengar jawaban si kerdil tadi, karena menganggap si kerdil sengaja bertele-tele dan mempermainkannya. "Ayo, kita jalan ...!" ajak makhluk itu sambil berdiri dan berjalan ke arah pintu tanpa menoleh ke arah Ronal. "Ayo ... siapa takut!" Ronal kegirangan, dia segera bangkit dan menyusul si kerdil dengan langkah bergegas. Karena langkahnya lebih panjang, maka Ronal lah yang lebih dulu sampai di depan pintu. Setelah pintu dibuka, Ronal mempersilahkan si kerdil turun duluan. Dengan sekejap mereka melewati anak tangga yang hanya empat biji itu, lalu menapakan kaki di atas tanah."Silakan Om melangkah dari sini, dan hitung sampai tujuh langkah!" titah si kerdil. "Kenapa harus dihitung?" tanya Ronal heran. Menurut Ronal, si kerdil ini sangat aneh dan terlalu mengada-ada. Belum pernah dia melakukan hal yang seperti itu. Pergi meninggalkan rumah dengan menghitung langkah. "Lakukan saja, nanti Om akan tahu sendiri. Mudah-mudahan setel
BAB KE : 94 RUMAH MEMBAH HANYA HALUSINASI16+Apa yang dikatakan si kerdil tidak sekedar isapan jempol, hampir seratus persen mengandung kebenaran, itu bisa dinilai dari bentuk dan keadaan hutan di sekeliling mereka. Aura seram begitu jelas terasa di bawah terpaan rembulan yang cahayanya terhalang oleh rimbunnya beberapa pohon besar. Perpaduan pohon dan semak yang lebat, merupakan tempat yang menyenangkan bagi binatang buas, apalagi dengan suhu lembab begini, tempat yang sangat nyaman bagi ular sanca dan meong hutan. "Lalu bagaimana dong?" Pertanyaan Ronal berbaur dengan rasa putus asa. "Saya usulkan, sebaiknya Om kembali ke rumah Membah. Tetap pura-pura baik dengan keluarga itu, besok disaat matahari telah terbit, Om mencari kesempatan untuk kabur!" Si kerdil memberi usul."Kembali ke sana?" Mata Ronal mengarah ke pohon beringin dengan lirikan penuh curiga. Sekilas seperti ada makhluk aneh yang bergelayut di pohon tersebut. Warnanya putih-putih kelabu, tapi entah apa. Namun,