Home / Romansa / TEROR BUNGA TASBIH HITAM / Part 5 Tentang Masa Lalu

Share

Part 5 Tentang Masa Lalu

last update Last Updated: 2022-11-05 10:35:39

"Begadang kami itu penting, Ayah, untuk menjaga keharmonisan pasangan suami-istri," gumamnya cukup dalam hati.

Ya, walaupun memang akhir-akhir ini Inno sangat sibuk dengan banyak kegiatan di kantornya.

Dia harus menyelesaikan semua pekerjaan, memeriksa semua hasil laporan yang masuk sebelum meninggalkan Indonesia beberapa hari ke depan.

Rutinitas itu sudah dia jalani semenjak dia menjadi CEO Il Giorno Group Indonesia, sejak lima tahun yang lalu.

Bos muda Café and Restaurant Italia itu memang punya pekerjaan yang cukup ruwet juga unik. Setiap dua tahun sekali dia harus bisa membagi waktunya untuk bisnisnya di Italia dan juga di Indonesia.

Walaupun Inno mempunyai orang-orang kepercayaan yang handal untuk memegang usahanya, namun sekali lagi inilah pilihan hidup yang dipilihkan sang kakek. Dia cukup menjalani dan mengembangkan usaha almarhum ayahnya tercinta.

Inno tidak takut kehilangan uang, dia hanya takut kehilangan keluarganya jika tidak mengikuti saran kakeknya. Bahkan itu mulai berlaku sejak Inno berusia 11 tahun, ketika sang ibu memutuskan membawa Inno kecil pulang ke Indonesia.

Pihak keluarga almarhum Agosto Morelli mengizinkan Bu Rini Astuti, ibunda Inno membawanya pulang ke Indonesia dengan syarat. Inno harus tetap menjadi warga negara Italia dan Inno harus mengurus sendiri usaha almarhum sang ayah ketika waktunya telah tiba.

Satu yang disesali oleh pria 25 tahun itu, sang ayah pergi menghadap sang Maha Pencipta meninggalkan dirinya sebagai anak tunggal.

Inno juga tidak kurang akal, di Italia sana dia mendaulat Matteo Morelli sepupunya, untuk menjadi orang kepercayaan mengurus Il Giorno Group yang berbasis di Milan. Tetapi sama halnya dengan dirinya, Matteo juga tidak bisa dibebaskan begitu saja dari perusahaan Morelli Group.

Karena pasangan Marcio dan Domenica Morelli hanya mempunyai dua orang anak, yakni Agosto Morelli dan Claudia Morelli yang berprofesi sebagai dokter. Jadi wajar saja, jika pria asli Campalto Venice, Italia itu begitu berharap pada Inno, Matteo dan Cecilia Morelli, cucu-cucu kesayangan mereka.

Tanpa sadar, Inno mendesah kasar. "Kami hanya berharap dan tidak berhenti berdo'a buat kalian berdua, jaga kesehatan dan diri kalian di sana. Kamu jangan kasar sama istri kamu, Nak." Nasehat Bu Rini pada sang putera.

"Iya, Bu," jawab Inno singkat.

Suara handphone miliknya menginterupsi pembicaraan orang tua dan anak tersebut.

Inno bangkit dan menerima panggilan telepon yang ternyata dari Evan, sahabatnya. Evan mengundang Inno, Amelia dan adik Inno (Aisyah) untuk makan malam.

Inno meletakkan handphonenya kembali ke atas meja begitu panggilan berakhir.

"Aku boleh ikutan nggak Kaaak?" tanya Aisyah dengan nada manjanya sambil menuruni anak tangga. Gadis manis berhijab itu menatap kakak dan kakak iparnya bergantian.

"Nguping saja," sahut Inno yang ditanggapi tawa oleh sang adik.

"Ya sudah nanti sore kamu siap-siap saja barengan Kak Amelia. Ayah, Ibu, Evan mengundang kita nanti malam jadi kami bertiga nggak makan di rumah."

"Iya, hati-hati di jalan."

"Iya, oiya Sayang, nanti sehabis dari rumah temanmu, kamu siap-siap ya. Aku mandi dulu," ucap Inno lalu bergegas meninggalkan ruang makan, dengan langkah panjangnya.

Di belakangnya, Amelia mengekor, untuk bersiap-siap dan menyiapkan pakaian suaminya. Pagi ini rencananya Inno akan kembali ke kedutaan Italia, setelah itu dia ke kantor untuk mengadakan meeting bersama staff Il Giorno Group.

Amelia memoles wajah cantiknya dengan make up tipis serasi dengan warna outfit yang dikenakannya.

Dari pantulan cermin, dia melihat Inno keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Sungguh, suaminya tipikal pria yang seksi.

Tanpa sadar, Amelia tersenyum menatap penampilan sang suami yang bertubuh atletis seperti pemain sepakbola Eropa.

Pipi Amelia memanas dan merona, membayangkan tak terhitung berapa kali tubuh atletis itu memberinya kenyamanan dan membuatnya tak berdaya. Juga pelukan hangat yang melindungi.

"Ekhem ... Ada yang senyum-senyum, tapi kenapa wajahnya jadi merah maroon begitu? Padahal, dulu awal kenal siapa yang mengingatkan, ya? Maaf Mas, sebaiknya dipakai kaosnya, di sini banyak santriwati. Perut termasuk aurat laki-laki, biarkan istri Mas yang melihatnya," ucap Inno menirukan teguran Amelia beberapa tahun yang lalu ketika dirinya selesai bermain sepakbola dan menyampirkan kaos di pundaknya dengan bertelanjang dada.

"Ya kan sekarang bolehlah aku lihatin," jawab Amelia sambil memakai hijab pashmina.

"Mau test sebentar nggak, Sayang?" tanya Inno sambil mengusap-usap rambut basahnya dengan telapak tangan.

"Test apa?" tanya balik Amelia sambil membalikkan badan menghadap sang suami.

"Main cepat, hm?"

"Maass, ini sudah jam berapa? Nanti telat, semalam sudah gitu kok. Cepatnya Mas Inno tuh setengah jam."

"Hahaha, ya sudah. Kalau begitu aku pakai baju ya?" godanya lagi dengan kedipan mata jahil.

Dengan gemas, Amelia membantu suami mesumnya itu mengenakan kaos dalam, kemeja, serta dasi.

Inno hanya senyum-senyum sambil melingkarkan tangannya di pinggang ramping wanita cantik di depannya.

"Grazie mille, carissimaku," bisiknya lalu mendaratkan ciuman di kening sang istri dengan sayang.

Tak berapa lama, mereka berdua keluar dari kamar dengan jemari tangan saling bertaut dalam genggaman. Sungguh, sebuah gambaran keluarga kecil yang harmonis.

*******

Mobil SUV mewah bergerak meninggalkan rumah megah bertype modern classic dua lantai tersebut. Tak lama, Inno menghentikan mobilnya di depan rumah Windi, teman sang istri. Dia menoleh lalu menarik pelan wajah istrinya itu dan mencium keningnya.

"Hati-hati ya, Sayang!" ucap Inno lembut.

Amelia mengangguk lalu meraih tangan suaminya dan mencium punggung tangan laki-laki itu. "Iya, Mas juga hati-hati, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam Sayang, bye."

Setelah memastikan sang istri memasuki pekarangan rumah Windi, barulah laki-laki berpakaian formal itupun melajukan kembali mobilnya. Melanjutkan rutinitas pagi di kota Jakarta yang ramai, beberapa ruas jalan yang macet dengan udara panasnya.

Sementara itu, Amelia langsung disapa oleh pemilik ramah dengan riang, "Haai, Nyonya Marvinno, sudah lama menunggu?"

"Baru saja sampai, Win. Langsung berangkat?"

"Mau minum dulu, nggak? Lho, mana Mas Inno?" tanyanya sambil celingukan.

"Nggak usah Win, terima kasih. Mas Inno cuma antar aku sampai depan, sibuk dia. Oh iya, ini buat kamu dari Mas Inno," kata Amelia sambil mengulurkan paper bag yang berisi blouse batik.

Windi terpekik, dilihat dari bahannya jelas itu batik tulis dengan kualitas terbaik yang tidak murah harganya.

"Wow bagus banget! Thanks ya, Mel! Bilang ke Mas Inno, ya. Btw, Mas Inno habis pergi dari mana?" tanya gadis berkaca mata itu sambil meletakkan paper bag ke atas meja.

"Hm, sama-sama. Iya, dia ke Jogja. Tempo hari, pamitan sama Umi dan Paman Usman. Katanya, mau bawa istrinya ini mudik ke kampung halaman."

"Kamu nggak ikut ke Jogja?"

Mendengar pertanyaan itu, Amelia menggeleng pelan sambil berjalan ke luar rumah diikuti oleh Windi.

"Nggak, cuma sehari saja dia di sana. Dia mau sekalian ke Giorno Cafe Jogja."

Kedua sahabat baik itu pun memasuki mobil hatchback Honda City warna merah menyala milik Windi. Teman Amelia itu sudah fokus mengemudi.

"Kapan berangkat ke Milan, Mel?" tanya Windi, tetapi dijawab gelengan kepala dari wanita berhijab yang duduk di sebelahnya.

"Semoga visaku cepat turun Win, visa ke Eropa itu susah Win. Enak Mas Inno." Windi tertawa lirih mendengar gerutuan dari sahabatnya semenjak kuliah itu.

"Ya, diakan orang Italia, Mel. Coba kalau nggak ada Mas Inno, mungkin kamu juga susah masuk kuliah di elite university kayak gitu. Kurang apa coba? Punya suami tampan rupawan, bodynya seksi menggoda, tajir melintir lulusan ES DUA Universitas Negeri yang mahasiswa dan alumninya orang top markotop."

"Es krim kali," timpal Amelia sambil tertawa.

"Yee, itu sih es krim milik keluarga tajir Grandpa Marcio Morelli. Apa namanya? Morelli's Gelato?"

"Grandpa tuh Ngenggres deh Win. Kalau Italia, sih Nonno. Iya Gelato Morelli's. Eh Win, tapi kamu nggak tergoda kan sama suami aku?" goda Amelia yang dihadiahi tepukan keras di lengan kurusnya.

"Tergoda sih nggak ya, aku nggak bakat jadi pagar makan tanaman atau pelakor. Rizalku sudah cukup, tapi kalau Rico dulu aku sempat naksir Mel."

Uhuk. Uhuk.

Amelia terbatuk, mendengar pengakuan dan kalimat terakhir dari sahabatnya itu. Wajah Amelia mendadak berubah setelah mendengar nama Rico.

Related chapters

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 6 Lagi?

    Bukan kejujuran Windi yang membuatnya terbatuk, melainkan nama Rico, si pujaan mahasiswi di kampus. Kakak tingkatnya yang pernah menyatakan perasaan pada Amelia. "Amelia, aku sangat mencintaimu, sangat. Tapi aku tahu kamu nggak mau pacaran. Aku bangga sama kamu, aku menghargai pendirianmu. Kamu fokus kuliah dulu ya dan akupun begitu. Kita sama-sama mantapkan hati, nanti jika libur kuliah aku pulang dan membawa keluargaku menemui Abah dan Umi.""Jodoh, maut dan rejeki, rahasia Allah kalau mas Rico jodohku, maka Mas Rico pasti akan sampai pada Abah dan Umi."Mata Amelia memanas. Ingatan empat tahun silam kembali berputar di kepala. Tepatnya, beberapa bulan sebelum Inno datang melamarnya. Pria berwajah bule itu datang secara tak terduga dan menikahinya tanpa rencana pula. Amelia paham itu termasuk bagian dari rahasia jodoh di tangan Allah.Menyadari raut wajah sendu Amelia, Windi berdehem lirih. "So-sorry Mel, maaf ya. Seharusnya, aku nggak ngomongin soal itu." Windi penuh sesal lalu

    Last Updated : 2022-11-16
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 7 Foto Bukti

    "Ke-napa, kamu di sini?" tanya Amelia lagi yang masih tidak mendapatkan respon. Sampai akhirnya, ada suara pria dari belakangnya. "Ya, ampun, Sayang. Kamu ternyata di sini! Ayah sama Bunda sibuk cari kamu, Aurel." Tak lama, Amelia dapat melihat pria asing itu mengangkat tubuh kecil anaknya. "Maaf, dia pu ... Pu-tri, Anda?" tanya Amelia gugup. Laki-laki itu mengangguk sekilas. "Terima kasih sudah menemani putri kami, permisi," ujarnya kemudian tanpa menatap pada Amelia. Amelia hanya bisa berdiri mematung. "Mel, woi, aku cari-cari ternyata kamu di sini!" seru Windi sambil memberikan sebotol air mineral padanya. Sedangkan Amelia, masih terdiam dengan tatapan kosong ke arah perginya pria yang membawa bocah kecil tadi. "Hallo Mel, kamu kenapa sih? Woi ini buat kamu!" seru Windi sambil menepuk punggung Amelia yang membuat wanita itu berjingkat kaget. "Ish, ngagetin saja!" protesnya sambil menerima air yang disodorkan oleh sahabatnya. "Kamu yang melamun, nih makan aku beli kerak telo

    Last Updated : 2022-11-16
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 8 Keanehan

    Windi mengigit bibirnya, dia menatap Amelia dengan perasaan takut dan khawatir. Sedangkan Amelia masih menatap ke suatu arah dengan tatapan mata tak berkedip.Dengan hati-hati gadis berhijab simple itu bertanya, "Dia, siapa maksud kamu, Mel? Kamu ngomong sama siapa? Jangan ngerjain aku ya Mel. Kamu nggak sedang latihan main sinetron kan?""Kamu pikir aku se-enggak punya kerjaan itu ngerjain kamu, Win? Kamu pikir aku sedang acting?"sahut Amelia tersulut emosi sambil melirik ke arahnya. Wanita berhijab pashmina lebar yang menutupi dadanya itu menarik nafas kasar dan kembali menatap ke suatu arah. Windi yang merasakan hal tidak biasa, mengusap tengkuknya yang meremang."Kamu tahu? Karena kamu terus ganggu aku, suami aku sendiri bahkan mengatakan aku orang stres dan sahabat aku menganggap aku acting. Puas kamu!" Amelia kembali menggeleng kuat, semua itu tak lepas dari perhatian Windi yang mulai merasa takut. "Nggak, aku nggak mau, cari orang lain yang bisa menolongmu, aku nggak bisa!" uca

    Last Updated : 2022-11-18
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 9 Dia Datang Lagi

    Inno berharap istrinya itu menceritakan kejadian seperti yang diceritakan oleh Windi.Dan benar saja, setelah cukup lama bercerita, akhirnya sampailah apa yang diinginkan olehnya. Amelia sedikit memutar badan untuk menunjukkan sebuah foto pada sang suami. Inno meraih handphone istrinya dan mengamati foto hasil jepretan kamera ponsel wanita itu. Dia tidak menemukan hal aneh dalam foto tersebut."Bagus kok, Sayang. Ternyata kamu bakat juga jadi fotografer," komentar Inno menanggapi. "Jangan bilang Mas juga nggak lihat foto anak kecil yang jongkok di dekat bunga tasbih itu!" sahut Amelia dengan kesal. Bukan pujian yang diinginkan Amelia keluar dari mulut Inno, tetapi tanggapan laki-laki itu tentang anak kecil misterius yang ada di dalam foto. Inno memilih diam tak menanggapi, dia tidak mood berdebat apalagi bertengkar. Inno tak punya tenaga untuk hal tersebut. "Alhamdulillah, akhirnya kita sudah sampai, pasti Evan sudah menunggu," ucapnya mengalihkan pembicaraan. Mobil bergerak pelan

    Last Updated : 2022-11-19
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 10 Accident

    Amelia mengalihkan pandangannya pada Inno dan Evan bergantian. "Please, jangan diminum Mas. Gelas itu sudah pecah," kata Amelia lirih. Evan mengamati gelas kaca di depannya dengan kebingungan. "Gelas ini utuh Mel, apanya yang pecah?" tanyanya heran."Percaya sama aku, Mas!""Sayang, jangan ngaco ah. Kalau pecah airnya ya tumpah lah!" sahut Inno, lantas menyambar gelas di depan Evan. Dan tiba-tiba, krak! Gelas kaca itu pecah di tangan laki-laki tampan itu, bersamaan dengan darah segar merembes dari telapak tangan kanannya yang tergores. Amelia memekik kaget. Evan, Inno, dan Aisyah hanya terpaku. Butuh waktu beberapa detik untuk mencerna apa yang tengah terjadi. Tanpa pikir panjang, Amelia mengambil sapu tangan dari saku celana suaminya lalu membebat telapak tangan lelaki itu. Aisyah berlari ke arah parkir mengambil kotak P3K di dalam mobil. Inno menatap telapak tangannya dengan tatapan penuh tanya. Tiga menit berselang, Aisyah berjalan tergesa sambil membawa kotak obat. Dengan telat

    Last Updated : 2022-11-20
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 11 Awal Permainan

    Inno memijit kedua pelipisnya yang berdenyut pusing kemudian menarik napas kasar. "Cukup, Amelia! Jangan sok tahu!" bentaknya pada sang istri dengan amarah yang telah meledak. Wajah laki-laki tampan itu mengeras, sekali lagi dia menarik napas panjang dengan lelah. "Aku capek, aku lelah dengan semua ini. Tolong jangan buat semua semakin kacau, kamu mengerti?!" pungkasnya frustasi.Aisyah sontak melirik ke arah center mirror. Gadis itu sangat terkejut dengan suara keras kakaknya. Selama hampir 14 tahun hidup satu atap bersama laki-laki itu, senakal atau sejudes apa pun Inno padanya, dia tidak pernah mendengar Inno membentak orang. Tidak pernah melihat kakaknya itu marah sampai seperti ini. Sedangkan Amelia hanya acuh tak acuh mendengar bentakan dari Inno. Seolah menganggap hanya angin lalu saja. Bahkan sudut bibirnya kembali terangkat sebelah, hanya sekilas. Jika biasanya wanita itu sangat sensitif dengan sikap suaminya maka kali ini dia sama sekali tidak peduli. Jangankan dibentak, Inn

    Last Updated : 2022-11-21
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 12 Mulai Lagi

    Bu Rudi segera mendekat ke arah sang dokter dan menanyakan keadaan anaknya. Dokter itu tersenyum tipis. "Masa kritis saudara Evanio sudah lewat, Anda semua tidak perlu khawatir," jelasnya ramah."Alhamdulillah," ucap mereka bersamaan sambil menarik napas lega."Syukur alhamdulillah. Kami boleh melihatnya, Dok?" tanya Pak Rudi."Tentu, tapi dua orang dulu ya karena saudara Evan butuh istirahat." Mereka mengangguk mengerti. Dan bersyukur, Evan tidak mengalami luka yang terlalu serius. Memang kecepatan mobil di atas rata-rata saat kecelakaan, yang membuat supercar tersebut ringsek parah. Tetapi, sistem keamanan di dalam mobil mewah itu memang sangat canggih. Di ruang perawatan, Evan belum sadarkan diri. Pak Rudi meminta Inno, Amelia, dan Aisyah untuk pulang. Akhirnya, ketiganya memilih untuk meninggalkan rumah sakit. Karena rasa yang teramat lelah, membuat Inno tertidur pulas di dalam mobil. Jalanan malam kota Jakarta tidak seramai tadi, bahkan sudah berangsur lengang.Sehingga hanya b

    Last Updated : 2022-11-22
  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 13 Kerasukan?

    Inno menatap nanar pada sang istri yang bersikap kasar padanya. Laki-laki itu kembali mendekat dan menatap dalam pada wanita yang berdiri tak nyaman di depannya itu. Dengan hati-hati, Inno meraih tangan Amelia dan menggenggamnya.Sejenak kemudian, laki-laki itu berkata dengan suara pelan, "Kamu kenapa, Sayang? Apa ada yang salah denganku sehingga kamu bersikap seperti ini? Kamu bilang saja, tapi jangan kasar ya, menolak suami." Laki-laki itu sedikit mengangkat telapak tangan hendak mengusap pipi Amelia. Amelia mendengus kasar sembari menyingkirkan tangan Inno. "Jangan banyak bicara, cepat keluar!" teriaknya dengan nada tinggi.Inno kembali tersentak dan memejamkan mata sesaat, kemudian menatap tajam pada Amelia. "Jangan becanda Amelia, nggak lucu! Kamu nggak sedang ada tamu bulanan, kan? Kenapa kamu seperti ini, hah? Aku itu suami kamu, yang berhak atas tubuh kamu!" ucapnya sambil berusaha menahan emosi.Amelia tersenyum miring sekilas. "Nggak ada!" jawabnya lagi dengan ketus. "Lalu

    Last Updated : 2022-11-23

Latest chapter

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 90 End

    3 bulan kemudian...Venezia, ItaliaMusim panas digunakan sebagian masyarakat Italia untuk menikmati hangatnya sinar matahari. Seperti biasa, pantai di timur kota Venezia itu sangat ramai. Di bawah payung-payung berjejer kursi untuk berjemur.Beberapa ratus meter dari mereka, seorang anak berusia dua tahun sibuk bermain pasir. Dia bertepuk tangan riang ketika istana pasir buatannya telah berdiri sempurna."Yeee, Papa, Mama, look at this!" serunya.Amelia yang duduk tidak jauh dari anak dan suaminya, tersenyum lebar. Dia sesekali mengabadikan momen itu dengan kamera handphone. Inno menatap istrinya beberapa detik kemudian mendekat."Masih pusing, Sayang?" tanyanya khawatir.Amelia menggeleng pelan. Dia mengusap pasir yang menempel di lengan suaminya. Inno menunduk dan mengusap perut sang istri."Baik-baik ya, Dek," ucap Inno lalu menatap istrinya. "Kalau kamu pusing, bilang ya, kita pulang," lanjutnya, lalu mencium kepala Amelia.Wanita berhijab itu mengangguk, lalu menunjuk ke arah Ga

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 89 Jodoh Terakhir

    "Masih berlaku tuh, syarat?" tanya Inno."Ya, berlaku. Juga beberapa hal yang aku ingin tahu," jawab Amelia.Inno menaikkan sebelah alis. Laki-laki itu terpaksa mengangguk. "Tapi aku nggak mau kalau syaratnya bakalan merusak mood kita hari ini!" tegasnya. "Aku ingin menikmati hari bahagia ini bersama kalian semua," imbuh Inno.Sebelum Amelia menyahut, tiba-tiba Irfan menyeruak di tengah-tengah Inno dan Amelia. Pemuda yang baru saja menjadi wali nikah kakaknya itu tersenyum jahil."Baru kali ini aku lihat Mbak Amelia benar-benar jungkir balik karena cintanya Mas Inno. Huhu!" ledek Irfan kemudian berlalu sambil menggendong Gabriele.Amelia tertunduk malu, apalagi Inno menatapnya begitu lekat. Ternyata Inno tidak hanya membuat acara di masjid. Laki-laki itu juga mengadakan resepsi di ballroom hotel berbintang. Acara di hotel dihadiri ratusan undangan. Amelia menoleh pada Inno, ketika Elena menghampirinya sambil memberikan serangkai bunga mawar. "Tante, apa Tante Ambar juga sayang sama

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 88 Simpul Halal

    Masjid Al Arif, dipilih Danu sebagai tempat akad nikah. Para santri dan pengurus pondok telah menunggu peristiwa sakral itu. Tenda juga telah dipasang dengan hiasan bunga-bunga.Amelia didampingi Umi dan Haznia berjalan sambil menunduk. Amelia benar-benar memasrahkan semua perjalanan hidupnya pada Allah. Meskipun ada keraguan, dia pantang mempermalukan orang lain. Danu adalah laki-laki yang sangat baik. Amelia berjanji dalam hati, akan menjadi istri yang baik untuk Danu dan ibu untuk Elena.Wanita itu tidak melihat keberadaan Gabriele. Amelia mengeryit ketika seorang santriwati mendekat sambil memberikan serangkai bunga mawar bercampur anyelir. Amelia tahu, bunga itu dari Inno.Haznia mengambil selembar kertas kecil yang terselip di antara bunga-bunga itu. Lalu menyodorkan pada Amelia.["Aku kembalikan Gabriele. Terima kasih sudah bersabar menghadapi sikapku. Bismillah ya, Sayang. Jangan menangis lagi, Amelia."]"Mas Inno," gumam Amelia tercekat. Dia memindai sekitar, namun tidak mene

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 87 Menikah?

    Amelia menepis tangan Haznia kemudian beranjak. Wanita itu bertemu pandang dengan Danu di depan pintu. Amelia langsung memalingkan pandangan. Dia berlari ke rumahnya, lalu memasuki kamar.Dia menumpahkan tangis di situ. Tidak peduli dengan panggilan Haznia, Danu, dan Evan. "Mel, buka pintunya sebentar. Aku ingin bicara, Sayang!" bujuk Danu pelan.Amelia mengusap kasar air matanya. "Mas Danu juga tahu hal ini, kan? Kenapa kalian semua jahat?" teriaknya dari dalam kamar."Makanya, buka pintu dulu." Danu terus membujuk, namun Amelia tidak peduli.Dia benar-benar kecewa pada semua orang. Semuanya! Jika Evan dan Haznia tahu alasan Inno selingkuh dengan Daniela, tentu Umi, dan Irfan juga tahu. Begitu juga orang tua Inno.Tubuh Amelia meluruh di tepi ranjang. Dia memeluk lutut dan membenamkan wajah di sela-sela lutut. "Kenapa kamu lakukan ini, Mas? Kenapa? Apa begini cara Mas Inno melindungi aku dan Gabriele? Bagaimana kalau seandainya Mas nggak kembali?" Di depan pintu, Evan menatap Danu

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 86 Menyalahi Kesepakatan

    Laki-laki itu masih belum mau beranjak dari tempatnya. Telapak tangannya mengusap-usap kepala seekor kucing. Dia mengambil kucing itu dan memangkunya."Lho, Nak Danu, kok nggak masuk? Malah duduk di sini?" tanya Bu Rini.Danu tersenyum, kemudian menoleh ke arah Inno yang masih bercengkerama dengan Gabriele. Rupanya Inno belum menyadari kedatangan Danu. Dia masih asyik menjelaskan beberapa hal pada puteranya itu."Inno, ada Nak Danu, malah di situ!" panggil Bu Rini.Sontak Inno menoleh. Laki-laki itu menatap Danu dan tersenyum canggung. Gabriele berdiri di samping Inno sambil berpegangan bahu papanya."Zio Danu!" "Hai, Ganteng. Kamu lagi main apa sih, asyik banget?"Gabriele nyengir kecil. Dia menoleh pada papanya. Inno langsung bangkit dan menuntun Gabriele mendekati Danu."Silakan masuk, Mas. Maaf nggak denger," ucap Inno datar.Danu mengangguk mengerti. Laki-laki itu menunduk dan mengusap kepala Gabriele. Kemudian pandangan kedua orang yang sama-sama berjuang mendapatkan Amelia itu

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 85 POV Inno

    "Inno, bertahanlah Inno. Ingat, Gabriele menunggumu di Indonesia. Jemput kembali anak dan istrimu, Inno! Devi sopravvivere. Hai sentito Nonno? Non lasciare che cio che facciamo invano!" ( Kamu harus bertahan. Apa kamu dengar Kakek? Jangan sampai apa yang kita lakukan sia-sia!)Suara samar-samar itu perlahan semakin jelas. Ketika aku membuka mata, senyum Kakek dan Nenek langsung menyambutku. Hampir tiga bulan aku tidur di atas brankar rumah sakit. Bahkan aku sendiri tidak tahu jika sampai berada di fase itu.Yang aku ingat, dua kali tembakan menembus bahu dan lengan atasku. Dokter mengatakan, salah satu peluru mengenai pembuluh darah yang terhubung ke paru-paru. Aku juga sempat koma. Hal itu pula yang membuat pihak rumah sakit dan keluargaku menutup semua akses informasi.Aku juga tidak tahu bagaimana nasib anak dan mantan istriku. Apa mereka aman? Tunggu, mantan istri? Menyebut kata itu, hatiku sakit. Aku tidak pernah mengira, apa yang kami lakukan akan membuat istriku menggugat cerai

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 84 Rencana Licik

    Antara kesal dan gemas karena sikap seenaknya Inno, itulah yang dirasakan Amelia. Sepertinya, Inno sengaja mencari keributan. Amelia tidak habis mengerti, semakin tua, Inno malah semakin menyebalkan.Amelia meminjam handphone Umi untuk menghubungi Inno. Danu memperhatikan tingkah panik Amelia, hanya menggaruk pelipis sembari tersenyum penuh arti."Hallo, assalamualaikum, Umi!" sapa Inno di seberang sana."Waalaikumsalam salam. Mas bawa Gabriele ke mana? Mas sengaja culik Gabriele, ya?" tuduh Amelia seenaknya.Terdengar decakan lirih dari sana. "Ngapain nyulik anak sendiri? Lagian emaknya enak-enakan pacaran, nggak mikirin anak di rumah. Salah gitu, aku bawa jalan-jalan anakku?" balas Inno sembari terkekeh. Amelia langsung mendengus kasar. Tak jauh darinya, Danu menggelengkan kepala samar mendengar perdebatan kedua orang itu."Ya sudah, cepat bawa pulang!" titah Amelia tegas.Di seberang sana, Inno justru tertawa. "Suka-suka aku dong, mau cepat pulang atau nggak. Sudah, nggak usah gang

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 83 Calon Istriku

    Amelia memberontak. Dia mendorong kasar tubuh Inno sehingga pelukan laki-laki itu terlepas. Amelia menatap tajam pada Inno yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah.Kurang ajar sekali mantan suaminya ini. Namun anehnya, tanpa disadari, Amelia juga membalas ciuman itu. Merasa menang, Inno menyunggingkan senyum satu sudut. Hanya sekilas.Amelia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Dia mengutuk dirinya sendiri yang tanpa sadar mengikuti kemauan Inno. Dan dia mengutuk kekurangajaran laki-laki tampan itu."Pergi Mas, pergi!" usir Amelia sambil menangis.Inno tidak menggubris. Laki-laki itu menangkupkan telapak tangan di depan dada. Dia tidak ingin mengulangi kesalahan lagi jika tidak mau Amelia semakin muak padanya."Maafkan aku, Sayang. Habisnya kamu nggak mau diam, sih. Makanya, kalau suami ngomong itu dengerin dulu!" ucap Inno santai."Mantan, ingat itu!" sentak Amelia marah. "Dan buang jauh-jauh panggilan itu. Mas nggak berhak lagi memanggilku begitu!" lanjutnya dengan suara

  • TEROR BUNGA TASBIH HITAM    Part 82 Ingin Seperti Dulu

    "Mas Inno..." Amelia memanggil lirih nama mantan suaminya itu.Danu mengikuti arah pandangan Amelia. Kedua laki-laki itu saling pandang dalam diam. Danu bisa melihat luka di mata Inno. Selanjutnya, Inno menatap Amelia dengan dada terasa sesak. Wanita tercintanya, dilamar laki-laki lain di depan mata. Begini rasanya? Teramat sangat sakit. Itulah yang dirasakan Amelia ketika melihat sang suami tidur dan berciuman dengan Daniela.Inno melangkah maju dan berdiri tepat di depan Amelia. Wanita itu langsung memalingkan pandangan. Luka di hati wanita itu kembali basah."Gabriele di rumah, Mas!" ucap Amelia lirih tanpa mau menatap wajah mantan suaminya.Inno tidak menjawab. Laki-laki itu masih menatap Amelia penuh arti, kemudian menatap Danu. Dia tersenyum kaku pada Danu."Selamat, Mas. Bahagiakan Amelia," ucap Inno parau.Danu masih bergeming. Inno kembali menatap Amelia, hanya beberapa detik, kemudian membalikkan badan. Tenggorokan Amelia tercekat melihat langkah Inno yang menjauh. Rasa sak

DMCA.com Protection Status