"Mell! Mellani! Bangun sayang, di bawah ada polisi nyariin kamu!" Terlihat seorang perempuan dengan tergesa membangunkan Mellani yang sedang terpejam di kamarnya.
"Polisi?!" Mellani yang mendengar kata polisi langsung membuka paksa matanya yang terpejam yang akhirnya menimbulkan rasa perih dan pusing di kepala. Akan tetapi, gadis itu tidak peduli dengan apa yang dirinya rasakan karena kata ‘polisi’ telah terlebih dahulu membuatnya panik.
"Iya sayang, ada polisi nyariin kamu, Mamah bingung kamu bikin ulah apa lagi sekarang? Semalam kamu party lagi? Mabuk? Duh, anak Mamah yang satu ini!"
"Ssst, diam, Mah! Sebentar, Mella pusing!" Mellani yang meihat sang ibu panik jadi semakin panik.
Mellani membuka paksa matanya, Kepalanya terasa berat, sementara ibunya sibuk mengambil handuk dan baju untuk anak gadisnya yang masih tergeletak di atas ranjang.
"Oh God, pusing banget kepala gue!" Mellani memukul pelan kepalanya dengan genggaman tangannya.
"Sudah, cepet cuci muka terus ganti baju yang rapi,kamu itu!" Ibu Mellani membantu anaknya untuk bangun sambil memijit pelipisnya pelan.
Setelah dirasa sudah membaik, Mellani bergegas menuruti perkataan ibunya. Tubuhnya berjalan gontai menuju kamar mandi, kesadarannya belum sepenuhnya pulih.
"Polisi? Apaan lagi sekarang?" Mellani mencuci wajah sambil menggerutu.
Suara pintu digedor terdengar saat wajah Mellani masih dipenuhi busa.
"Mell, ayo cepat sedikit, anak Mamah lama sekali cuci mukanya." Terlihat sekali jika ibu Mellani tidak sabar menunggu anak gadisnya menyelesaikan semuanya.
"Iya, Mah! Sebentar! Sepuluh menit, nggak perlu gedor-gedor pintu segala!" Mella berteriak.
Akan tetapi, tiba-tiba di telinga gadis itu mendengar suara asing yang terus memanggil namanya. Suara asing yang benar-benar membuat gadis itu tidak nyaman dan cenderung menimbulkan rasa takut di dalam hati gadis tersebut.
"Mellaaa!"
"Mellaaa-nii!""Me-llaaa-ni!""Sialan ...!" Mellani mengumpat.
Entah kenapa suara itu kini menggema di gendang telinganya, itu jelas bukan suara ibunya.Itu suara...."Aaa! Sial! Sial!"
Mellani bergegas membereskan dirinya, secepatnya dia ingin keluar dari kamar mandi. Entah kenapa tiba-tiba suasana menjadi dingin, bulu kuduknya berdiri.
Mellani membersihkan diri dengan tergesa. Setelah selesai dia pun segera keluar dari kamarnya dan turun ke lantai satu rumahnya.
Disana ayah, ibu, dan dua orang dengan seragam polisinya terlihat duduk, mereka tengah membicarakan sesuatu yang serius."Mellani sayang, sini duduk."
Ibunya menepuk sofa pertanda agar dia segera duduk di sampingnya.
Suasana tampak tegang.Mellani menampakkan senyum dengan terpaksa."Ini Mellani anak saya, Pak Polisi. Semalam dia memang pergi dengan temannya, tapi dia tidak pergi dengan pacarnya si Bagas. Benarkan Mell, kamu tidak pergi sama Bagas?" Ayah Mellani mulai berbincang kembali dengan para petugas kepolisian.
Mellani hanya mengangguk. Entah kenapa tenggorokannya terasa sangat kering dan susah untuk berkata-kata.
"Begini, Pak. Di dalam ponsel korban, kami menemukan percakapan terakhir antara korban dengan saudari Mellani via WA, Pak. Kami hanya menjalankan tugas untuk menjemput saudari Mellani untuk ditindak lanjuti sebagai saksi. Karena tanggal percakapan itu empat hari yang lalu. Jadi bapak tidak perlu khawatir, kami hanya ingin meminta keterangan dari saudari Mellani. Jadi mohon kerjasamanya, dan ini surat pemanggilan resmi dari kantor polisi pak." Pak polisi menyerahkan sebuah kertas ke ayah Mellani.
"Apa kami boleh mendampingi anak kami, Pak Polisi?" Ibu Mellani menerima surat yang disodorkan oleh polisi dengan tangan gemetar.
"Boleh, Bu. Silahkan jika ingin mendampingi saudari Mellani, tapi kami mohon kerja samanya agar pekerjaan kami lebih mudah dan cepat selesai."
"Sebenarnya ada apa, Pak Polisi? Siapa korban yang Bapak sebut? Lalu, kenapa saya dipanggil sebagai saksi?" Mellani akhirnya tak tahan untuk tidak bertanya.
"Begini kronologinya kenapa saudari Mellani kami panggil. Kami mendapat laporan ditemukan seorang pria di sebuah rumah kosong. Lebih tepatnya di sebuah villa di Bogor. Keadaannya sangat tragis, tapi nyawanya masih dapat diselamatkan. Keluarganya meminta untuk memproses kasus ini, dan kebetulan seperti yang saya sebutkan di awal, dalam ponsel korban terdapat percakapan terakhir dengan anda. Jadi kami mohon kerjasamanya." Pak Polisi menjelaskan dengan singkat.
Tubuh Mellani bergetar hebat, dia tidak menyangka keadaan kekasihnya sungguh tragis, entah harus sedih atau marah. Kini banyak pertanyaan di pikirannya. Empat hari menghilang, ternyata dia di Bogor, dan ditemukan dalam keadaan sekarat.
"Baik, Pak. Saya akan mematuhi semua prosedur pemeriksaan, Pak." Mellani pun akhirnya menurut dan tak menimbulkan gaduh.
"Mamah sama papah ikut kamu Mell, kamu jangan khawatir, Sayang!" Ibu Mellani memeluk anaknya erat, mencoba memberikan semangat kepada anak semata wayangnya.
Mellani tersenyum, setidaknya keluarganya tidak menghilang saat mereka butuhkan.
Selesai pemeriksaan Mellani beserta kedua orang tuanya pergi ke Rumah Sakit Mahardika tempat di mana Bagas dirawat.
Nampak ibunya Bagas menangis pilu, kakak kandung Bagas juga ada di sana.
Tiba-tiba ibunya Bagas menampar pipi mulus Mellani dan berteriak histeris. Anak lelakinya sibuk memegangi tangan sang ibu, mencoba menenangkannya agar tak lagi melukai Mellani.
"Apa yang kamu lakukan sama anak saya! Sekarang dia cacat seumur hidup! Bagas anak saya tidak bisa menjalani kehidupannya sebagai lelaki normal. Kamu puas sekarang!" Ibu Bagas meraung-raung.
"Bu, sudah. Tenang, Bu! Istighfar, Bu! malu diliatin banyak orang, Bu." Anak lelaki yang memegangi ibunya bagas berusaha keras agar ibunya itu menjadi tenang dan tidak menimbulkan masalah di rumah sakit.
Mellani sendiri hanya mampu menangis sambil memegangi pipinya yang terasa panas dan merah.
"Apa-apaan kamu, Jeng Rina! Kenapa kamu tampar anak saya, kamu akan saya laporkan ke polisi atas tuduhan tindak kekerasan!" Tentu saja ibu Mellani tidak terima anak gadis kesayangannya itu di tampar.
"Sudah, Mah. Tenang, Mella tidak apa-apa." Mella memegang tangan sang ibu.
Nafas Bu Rosa terengah-engah, dia tidak menyangka calon besannya menampar anak gadisnya, sebenarnya salah Mellani apa hingga jeng Rina begitu murka.
"Bu, bisa tolong dibicarakan secara baik-baik? Maafkan ibu saya, saya memohon kerendahan hati agar tidak mempermasalahkan hal ini ke polisi, kasihan Bagas adik kami. Ibu saya sangat syok melihat keadaannya." Kakak Bagas menunjukkan wajah penuh permohonan.
"Tapi bukan berarti Jeng Rina bisa...." Ibu Mellani masih belum bisa menerima calon besannya itu bertindak semaunya. Namun, lai-lagi Mellani mencegah ibunya yang sedang marah itu.
"Sudahlah, Mah! Tenanglah. Kita dengarkan dulu penjelasan dari keluarga Bagas. Ada apa sebenarnya yang telah terjadi. Kenapa Bagas bisa seperti ini.” Akhirnya Pak Rudi-ayah Mellani angkat suara, dia paham betul kalau istrinya sudah bicara, tidak mau kalah dan tidak akan ada titik penyelesaiannya.
"Sudah sekarang jelaskan! Mau ngomong apa kamu!"
Akhirnya bu Rosa sedikit melunak. Dia melirik lalu mengusap pundak Mellani yang nampak kesakitan memegangi wajahnya, seumur-umur dia tidak pernah memukul anaknya, apalagi wajahnya. Pantang baginya melukai anak perempuan di bagian wajahnya.
Mas Agung-kakak tertua di keluarga Bagas akhirnya berbicara. Mas Agung adalah pengganti kepala keluarga Bagas, sang ayah telah lama meninggal. Ibunya telah pergi ke kamar Bagas untuk menenangkan diri.
"Maaf, Pak, Bu. Bagas adik saya kini keadaannya sangat menyedihkan. Memang nyawanya tertolong. Dia berhasil melewati masa kritis dan sudah sadar. Tapi kini jiwanya sebagai lelaki telah menghilang, dia kehilangan bagian kejantanannya. Saat ditemukan keadaannya remuk dan tak tak mungkin untuk kembali menjadi normal. Ibaratkan kaki ia telah lumpuh dan tak mampu lagi berjalan seumur hidupnya. Kini adik saya hanya melamun, tak mau makan dan tak mau berbicara. Menangis pun tidak. Dia hanya termenung, seakan kini raganya kosong dan hidup tanpa jiwa. Jadi mohon maafkan sikap ibu kami tadi, dia sangat terpukul." Dari setiap kata yang terucap jelas sekali jika lelaki yang bernama Agung itu begitu sedih dan terpukul dengan apa yang menimpa adiknya itu.
"Kenapa yang disalahkan anak saya? Mellani tidak tahu apa-apa?" Ibu Rosa tetap meminta penjelasan, kenapa Mellani, anak gadisnya yang dituduh.
"Sebenarnya, Bu ...."
Mas Agung nampak ragu ketika hendak melanjutkan perkataannya.
"Sudah, lanjutkan, Nak! Kami harus benar-benar paham kondisi saat ini, karena hal ini menyangkut anak kami, Mellani." Pak Rudi berbicara pelan tapi tegas.
"Sebenarnya sebelum menghilang, Bagas berpamitan ingin pergi ke Bogor dengan Mellani, Pak."
"Sebenarnya sebelum menghilang Bagas pamit ingin pergi ke Bogor dengan Mellani, Pak. Itu sebabnya ibu saya marah dan menuduh Mellani yang mencelakai Bagas. Ibu saya marah bukan tanpa sebab." Mas Agung berusaha menjelaskan dengan tenang.Mellani begitu kaget, bagai disambar petir di siang bolong. Mellani tak menyangka Bagas menggunakan namanya sebagai alasan untuk bisa pergi ke Bogor. Padahal dirinya sama sekali tidak tahu menahu soal Bogor, apalagi sampai acara menginap di villa. Yang ada Mellani sendiri juga sibuk mencari keberadaan kekasihnya yang seolah hilang di telan Bumi.Empat hari yang lalu tiba-tiba Bagas menghilang. Ponsel tidak aktif, Facebook, IG dan segala sosmednya juga tidak aktif. Dirinya sudah berusaha mencari keberadaannya tapi hasilnya zonk. Teman Bagas sama sekali tidak ada yang tahu. Tapi ternyata dirinya melupakan hal yang sangat penting, dia lupa menanyakan keberadaannya kepada keluarganya.Bukan tanpa alasan kenapa Mellani lupa, lebih tepatnya malas untuk berku
"Aaa!" Mellani berteriak sangat kencang, sampai terdengar ke telinga orang tuanya yang berada di lantai bawah rumah mereka.Bu Rosa berlari tergopoh-gopoh menuju kamar anak gadis mereka."Kenapa, Mell? Kamu kenapa, Sayang?" Bu Rosa langsung memeluk erat tubuh anaknya yang terduduk sambil menunjuk-nunjuk sesuatu, tubuh Mellani bergetar hebat."Ya Tuhan, apa itu! Pa! Papa! Pa!" Bu Rosa berteriak keras memanggil suaminya.Tak lama terdengar suara langkah kaki menaiki anak tangga dengan tergesa. Pak Rudi datang terburu-buru. Begitu masuk ke kamar anak gadisnya, matanya sibuk memindai ke seluruh sudut kamar tersebut. Tak lama beliau mengambil secarik kertas yang ditunjuk oleh tangan anaknya dan mencium aromanya."Darah?"Pak Rudi kemudian menatap istrinya, sang istri hanya mengedikkan bahu pertanda jika dirinya tidak tahu apa-apa.Pak Rudi terlihat keluar dari kamar sambil berkacak pinggang, sementara tangan kanannya memegang ponsel yang dia tempelkan di telinganya. Dari suaranya terdengar
"Di—a Ayu, Mah. Ayu yang membunuh Bagas dan meneror Mella." Mellani berkata pelan dan terbata-bata, suaranya terdengar bergetar menahan takut."Ayu? Ayu temanmu SMA? yang meninggal waktu hiking dulu?" Bu Rosa berusaha memperjelas apa yang dimaksud oleh Mellani.Mellani mengangguk mengiyakan perkataan ibunya, dia tak menyangka kalau ibunya masih ingat dengan Ayu sahabatnya, lebih tepatnya sahabat yang dia khianati."Jangan mengada-ada kamu, Mell! Ayu temanmu itu sudah lama meninggal, jangan bercanda kamu, Mamah tidak suka!" Bu Rosa melotot sambil meninggikan nada suaranya. Sebab, menurutnya pengakuan anak gadisnya itu benar-benar tidak masuk akal. Mana mungkin orang sudah meninggal bisa meneror orang lain, bahkan menulis pesan ancaman segala."Mella nggak bercanda, Mah! Suara yang Mella dengar memang Ayu, dia ngajak Mella ke neraka. Hanya saja entah mengapa riwayat panggilan di ponsel Mella hilang semua. Tapi Mella yakin kalau itu Ayu, Mah!" Mellani masih terus bersikukuh dengan pendap
"Rokok?" Sasha menyodorkan sebungkus rokok kepada Mellani yang terlihat melamun."Sorry, gue udah berhenti ngerokok, Sha!" Mellani melambaikan tangannya sebagai bentuk penolakan."Okay. Tapi jangan terlalu dipikirin begitu, Mell. nanti gampang miskin kita." sasha dengan santainya menghembuskan asap rokok yang dirinya hirup itu ke udara.Di sini, Mellani dan Sasha sedang berada di sebuah cafe, setelah sebelumnya mereka pergi ke rumah duka untuk mengucapkan salam perpisahan kepada Jonathan untuk yang terakhir kalinya."Gue pikir lo benci sama Jo, Mell? Sekarang lo malah ngajak gue buat melayat ke rumahnya. Nggak habis pikir gue sama jalan pikiran lo, Mell." Sasha berucap sambil membakar ujung rokok di bibir seksi miliknya karena rokoknya mati.
"Mellani kenapa, Mah?" Mellani yang telah sadar memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, sakit sekali. Untuk bersandar di ranjangnya saja dia tak mampu."Jangan bangun dulu, Sayang. Kata dokter Anwar kamu anemia, akhir-akhir ini kamu kurang tidur? Terlalu capek kepikiran Bagas pasti. Kamu istirahat saja, tapi minum obat dulu, tadi kamu sudah makan belum Mell waktu pergi?" Ternyata sedari tadi Bu Rosa menemani sang anak yang sedang terbaring sakit di ranjangnya"Sudah, Mah. Mana obatnya biar Mella minum terus istirahat. Lah, papah kemana, Mah?" Mellani celingukan mencari keberadaan sang ayah"Ini obatnya, Mell. Papah kamu sedang pergi, ada urusan penting katanya. Tapi papah nitip salam ke kamu. Katanya kalau mau makan sesuatu suruh WA papa, nanti dibelikan." Bu Rosa berkata sambil memberikan beberapa pil obat dan air minum."Tante Sabrina...." Mella mendesis begitu tahu jika sang ayah pergi, suaranya tak terdengar jelas membuat Bu Rosa penasaran."Kamu bilang apa, Sayang? Mama
"Hallo, ada apa Mell? Tumben telpon?""Ke rumah kamu? Tumben banget, ada masalah penting apa, Mell?""Okey, gue lagi di jalan mau pulang sih, gue puter balik aja sekarang, sepuluh menitan gue sampai rumah lo ya.""Eh, betewe, ada om lo gak nih di rumah, Mell? Gue kangen lihat mukanya yang polos tau!""Ah, nggak asik. Tapi ya sudahlah. Okey, bye."Sasha bergegas memutar laju mobil setelah berbincang dengab Mellani via ponsel.Namun malang, perempuan yang selalu terlihat seksi dan menggoda itu tak tahu jika ada mobil lain yang melaju kencang. Kecelakaan pun tak terhindarkan."Aaa!"Di rumah, Mellani terlihat gusar menunggu temannya yang tak kunjung datang"Gimana keadaan anak Mamah, sudah mendingan belum, Mell?""Sudah, Mah." Mellani mendekati ibunya yang sedang sibuk membaca majalah."Mah...."" Iya, Sayang. Ada apa?""Temen Mella ada yang dateng nggak ke rumah?""Nggak ada siapa-siapa yang datang, Mell. Memang siapa yang mau datang?""Sasha, Mah. Dia sudah janji tiga puluh menit yang
"Sudah mendingan belum, Sha?""Ya, lumayanlah, tinggal kakinya aja nih, masih harus pakai tongkat buat bantu jalan."Pagi ini Mellani menjenguk Sasha di rumahnya, sudah sebulan Sasha sakit, walaupun mereka bukan sahabat tapi Sasha cukup dekat dengannya dan sering dia ajak bertukar pikiran. Terlebih rasa bersalah masih Mellani rasakan karena dirinyalah penyebab Sasha kecelakaan."Sorry ya, Sha. Gara-gara gue, lo jadi begini""Gue gak butuh permohonan maaf ,Mell. Tapi gue butuh yang lain." Sasha merubah roman wajahnya. Dari yang tadinya santai menjadi serius."yang lain? Maksudnya apa, Sha?"Sasha menyeringai dengan lebar."Kasih gue no hp Om Ilham, baru gue maafin lo, bagaimana? Adil kan?"Sasha menjulurkan tangan kanannya, tapi langsung ditepis pelan oleh Mellani."Jangan mimpi gue kasih, om gue cowok baik-baik nggak seperti dompet-dompet yang kamu simpan selama ini, Sha. Lebih baik kamu mencari korban lain aja deh." Mellani membuang muka, tak sudi Om Ilham yang baik hati itu dipermai
"Aaa!"Mellani berteriak frustasi. Sepulang dari rumah Sasha dirinya langsung merebahkan badan di ranjang kamar. Matanya menatap langit-langit kamarnya, masih nampak jelas tatapan mengerikan dari bola mata Sasha."Kalau penghianatan persahabatan, gue bakal bunuh dia!"Perkataan Sasha tersus terngiang di kepalanya. Bahkan badannya menggigil ketakutan.Di mata Mellani, seorang Sasha adalah perempuan yang hebat, ah bukan hebat tapi mengerikan, ya mengerikan.Bagaimana tidak mengerikan, saat mata itu terpancar dendam, tiba-tiba auranya berubah menjadi semangat saat dirinya bertanya perihal membuat lelaki menjadi miskin.Sasha sangat bersemangat menceritakan bagaimana dirinya merayu lelaki agar menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuknya, ya walaupun ada harga yang harus dia bayar, Sasha harus menumbalkan tubuhnya agar dijamah mereka hingga mereka puas.Tanpa sadar dirinya menceritakan kebusukan ayahnya yang berselingkuh dengan wanita, sebut saja tante Sabrina.Mellani tanpa diminta
"Mellani....!"Bu Rosa, pak Rudi serta Ilham berlari dengan tergesa memasuki rumah. Disana nampak Mellani tengah memakai pakaianya yang sama persis sebelum dirinya kehilangan sahabatnya, Ayu. Mellani nampak membawa tas camping yang terlihat berat."Mella sayang, kamu mau kemana sayang?"Bu Rosa menatap sedih penampilan anak gadisnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki."Mella mau hiking donk Mah, mamah lupa? Kan Mellani sudah ijin ke Mamah dan papah kemarin kalau mau hiking di waduk sermo Kulon Progo sama Ayu? Mamah lupa? Ih, Mamah jahat deh!""Ayu?" Bu Rosa bertanya sambil mengerutkan dahi mendengar penjelasan anaknya. "Iya Mah, sama Ayu. Tuh orangnya lagi duduk disofa. Ayu juga sudah siap-siap pergi Mah.""Hiking? Mellani mau hiking?"Pak Rudi kini yang bertanya kepada sang anak yang terlihat merajuk seperti anak kecil. Padahal Mellani sudah dewasa. Sementara itu bu Rosa sudah terisak, batinnya sebagai seorang ibu teriris melihat keadaan anaknya saat ini. "Iya Pah, kan hari ini
"Mellani? Apa maksudnya Ham?""Iya mbak, kita harus menjemput Mellani, karena dalang dibalik pembunuhan berantai ini adalah Mellani...!""Apa Ham! Apa maksudmu kalau Mellani adalah pembunuh! Dia anak yang lemah lembut, bahkan membunuh semut saja dia menangis, jadi tidak mungkin anak mbak adalah orang yang sadis. Tidak mungkin jika Mellani tega membunuh mereka semuanya! Mbak nggak percaya omonganmu ini Ham!"Bu Rosa tidak terima kalau anak perempuannya dituduh sebagai pembunuh yang mengerikan. Terlebih menurut wanita paruh baya tersebut, justru Mellani anaknya lah yang selama ini menjadi korban karena teror yang terus menimpa anak gadisnya tersebut. "Mbak...! Kalau mbak memang menyayangi anak Mbak, harusnya Mbak sadar kalau Mellani menyembunyikan sesuatu, sifat yang berubah-ubah, Mbak dan mas Rudi terlalu sibuk dengan dunia kalian sendiri, jadi tidak tahu kalau anak kalian menderita gangguan mental!"Ilham berteriak, dirinya sudah tidak tahan lagi menyimpan rahasia tentang gadis yang
"Iya, upah...! Upah karena gue udah bantuin lo buat bunuh tante Sabrina..!" Sasha berusaha bernegosiasi."Hoo !"Mellani mengangguk-anggukkan kepalanya, perlahan tangannya dia gerakkan untuk membuka ikatan di tangan temannya.Senyuman terbit di wajah Sasha, begitu ikatannya terlepas maka dia akan segera melarikan diri lalu mencari bantuan. Baginya Mellani saat ini sangat menakutkan, sorot matanya sama mengerikannya seperti saat dia dan dirinya menghabisi nyawa selingkuhan papanya."Mell, lepasin gue Mell, lo mau kemana?" Sasha berteriak saat gerakan Mellani berhenti.Mellani menarik kembali tangannya, lalu berdiri mengambil lakban lalu kembali menutup rapat mulut Sasha."Hmpt!"Sasha kembali menggerak-gerakkan tubuhnya."Ini apa, Sha? Lo masih ingat ini? ""Mellani menunjukkan sebuah benda tajam tepat di wajah Sasha."Lupa? Oke coba lihat ini?"Mellani menunjukkan deretan huruf yang agak memudar di pangkal benda tajam tersebut, tulisan itu berbunyi SASHA, untuk menandai siapa tuan dar
Ting....Suara notifikasi pesan m.banking milik Sasha berbunyi." Trx Rek.67570xxxxxxx : Transfer FROM17490xxxx TO675701014866538MP Rp. 100.000.000 15/12/20 05.00"Sasha tersenyum, kini uang direkening miliknya kembali terisi." Lumayanlah...." Sasha bergumam, lalu kembali menarik selimutnya, pagi ini sangat dingin. Dia baru saja pulang kerumah setelah semalaman menemani teman kencannya yang seorang perwira polisi.Ting...Ponselnya kembali berbunyi, kini notifikasi whatsapnya." Om tunggu nanti malam di hotel xxx, jangan lupa dandan yang cantik!"" Siap om, Sasha akan kasih om service yang lebih memuaskan, dan Sasha akan buat om melupakan tante Sabrina yang sudah peot itu.!"Send..." Sorry Mellani sayang, nggak dapat om loe yang sok alim itu, bokap loe pun tak masalah."Sasha menyeringai, dirinya dapat menggoda om Rudi ayah Mellani saat dirinya berkunjung kerumah Mellani, sayangnya saat itu orang yang ingin dia temui sedang pergi dan hanya ada om Rudi dirumahnya. Awalnya Sasha sa
" Gue sudah sampai kafe, loe dimana?"Galang mengirimkan sebuah pesan, tak lama warna centang abu-abu berubah menjadi biru, pertanda bahwa pesannya sudah dibaca." Gue ada disini Lang, arah jam 6."Galang mengedarkan pandangannya ke penjuru kafe, matanya menangkap sosok yang tengah dia cari. Mellani, gadis cantik itu melambaikan tangannya dan tersenyum. Dengan pasti kakinya dia langkahkan kearahnya. " Sudah lama nunggunya Mell?."" Belum Lang, duduklah."" Sorry Mell, baru bisa ketemu malem malem gini, kalau pagi Gue kerja" " Its okey, no problem Lang. Loe mau ketemu, Gue aja udah seneng banget. Harusnya Gue yang minta maaf karena ganggu kamu. "" Santai aja Mell, kita kan udah lama kenal. "Galang menggaruk belakang kepalanya, bingung mau memulai pembicaraan seperti apa, karena yang membuat janji ingin bertemu adalah Mellani bukan dirinya. " Mell, emmm. Tadi gue udah kerumah ibunya Bagas, beliau masih sedih atas kematian anaknya, Gue bisa maklum sih, soalnya Bagas anak kesayangan
Sebenarnya aku juga menyukai Mellani, ah...tapi sialnya Jonathan juga mengincar si Mellani, maniak perempuan itu selalu suka yang bersih dan susah didapat, salah satunya Mellani.Aku hanya mampu mengawasi pergerakan Jo dalam mendekati Mellani. Aku kalah sebelum perang, Jo lebih kaya dariku. Bukankah wanita akan lebih suka dengan lelaki yang lebih kaya daripada yang biasa-biasa saja?. Aku yakin Mellani juga seperti wanita kebanyakan, suka dengan lelaki kaya. Namun ternyata saat Jo sedang gencar-gencarnya melancarkan aksinya, Mellani justru memilih Bagas.Aku kaget sekaligus tertawa mendengar berita bahwa Bagas dan Mellani akan menikah tahun ini. Jonathan nampak uring-uringan dan aku puas, setidaknya Bagas jauh lebih baik untuk melindungi Mellani daripada si Jonathan yang maniak surga dunia seperti aku ha...ha...ha...Pagi itu aku dapat kabar duka, Bagas ditemukan sekarat disebuah villa dipuncak, ciiih.... Lelaki ternyata sama saja.Kulangkahkan kaki untuk menjenguknya di sebuah rumah
"Sudah bangun, Sayang?" Mellani menatap tubuh Bagas yang menggeliat, terikat tali tambang. "Mmm...." Bagas hanya bergumam tidak jelas karena mulutnya ditutup paksa oleh kekasih yang dia cintai. Perlahan, Mellani membuka mulut Bagas yang tertutup lakban. "Sayang, ada apa ini? Kenapa aku diikat? Apa salahku, Sayang?" Mellani tersenyum miris. "Kamu bilang kalau kamu sangat mencintaiku, Gas?" Mellani mengambil cutter yang telah dia siapkan. Cutter itu digoyangkannya ke kanan dan ke kiri tepat di muka calon suaminya itu. Bagas gemetar. Mellani yang dia kenal adalah Mellani yang lemah lembut, bukan Mellani yang ada di depannya saat ini. Dia seperti psikopat. "Kamu ingat dengan cutter ini, Gas? Aku memungutnya sewaktu sekolah dulu. Lebih tepatnya aku memungut cutter ini di..." Mellani mendekatkan mulutnya ke telinga Bagas. "Waduk Sermo, Kulon Progo...!" Mellani mengangkat kembali wajahnya, matanya menatap lurus ke bola mata Bagas. Wajah kekasihnya itu memucat. Pucat sepe
Tuuut … tuuut … tuuut …."Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan hubungi beberapa saat lagi!"Bagas berkali-kali menghubungi nomor Mellani, tapi selalu gagal. Bagas coba lagi dan hasilnya masih sama, Mellani kekasihnya tidak bisa dihubungi. Bagas khawatir hal buruk menimpa sang kekasih.Dia ingin mengabarkan kepada kekasihnya itu kalau dirinya sedang perjalanan menuju vila di Bogor.Hari ini dirinya sangat bahagia karena akhirnya Mellani mau diajak pergi berdua. Lebih tepatnya Mellani yang mengajak dirinya untuk berlibur berdua di puncak, Bogor.Walau sudah ada rencana untuk menikah, Mellani sangat menjaga jarak dengan dirinya. Jangankan berhubungan badan seperti kebiasaan teman-temannya yang lain. Jika dirinya nekat memegang tangan sang kekasih maka dirinya akan di hajar habis-habisan secara verbal. Dia tidak akan bisa berjumpa kembali dengan Mellani untuk waktu yang lama dan hal itu pasti membuat Bagas panik.Bagas yang begitu mencintai Mellani sangat takut kehilangannya.
20 April 2016, Waduk Sermo , Kulon Progo, DIY. "Ayu ... Yu ... Ayu ...! Kamu di mana? Ayu!"Mellani yang masih remaja tengah mencari sahabatnya yang tiba-tiba menghilang. Tadi sehabis acara api unggun dia langsung tidur di tenda karena terlalu lelah, seingatnya dia dan Ayu tidur berdampingan. Tapi ketika dirinya terbangun karena digigit nyamuk Ayu sudah tidak ada disampingnya. Tak biasanya sahabat cantiknya itu pergi begitu saja tanpa berpamitan dengannya. Karena khawatir dan juga penasaran, akhirnya walau hanya bermodalkan nekat yang dia paksakan, Mellani menyusuri jalan pegunungan menuju waduk. Memang lokasi perkemahan sekolahnya agak sedikit menurun dan agak sedikit menjauhi daerah waduk sehingga saat akan menuju ke arah waduk dia harus menanjak.Senter kecilnya dia arahkan lurus ke depan. Mellani mengeratkan pelukan di tubuhnya karena ternyata jaket yang dia kenakan tidak mampu menahan hawa dingin malam ini.Dia menanjak perlahan menuju waduk. Entah kenapa kakinya dengan s