"Sebenarnya sebelum menghilang Bagas pamit ingin pergi ke Bogor dengan Mellani, Pak. Itu sebabnya ibu saya marah dan menuduh Mellani yang mencelakai Bagas. Ibu saya marah bukan tanpa sebab." Mas Agung berusaha menjelaskan dengan tenang.
Mellani begitu kaget, bagai disambar petir di siang bolong. Mellani tak menyangka Bagas menggunakan namanya sebagai alasan untuk bisa pergi ke Bogor. Padahal dirinya sama sekali tidak tahu menahu soal Bogor, apalagi sampai acara menginap di villa. Yang ada Mellani sendiri juga sibuk mencari keberadaan kekasihnya yang seolah hilang di telan Bumi.
Empat hari yang lalu tiba-tiba Bagas menghilang. Ponsel tidak aktif, F******k, I* dan segala sosmednya juga tidak aktif. Dirinya sudah berusaha mencari keberadaannya tapi hasilnya zonk. Teman Bagas sama sekali tidak ada yang tahu. Tapi ternyata dirinya melupakan hal yang sangat penting, dia lupa menanyakan keberadaannya kepada keluarganya.
Bukan tanpa alasan kenapa Mellani lupa, lebih tepatnya malas untuk berkunjung ke rumah Bagas, ibu Rina yang merupakan orang tua Bagas dan calon mertunya itu tidak menyukai Mellani karena menurutnya Mellani terlalu bebas, dan menganggap kalau wanita bebas tidak bisa menjaga harga dirinya, kotor, dan murahan. Kini dia tahu kalau hal itu menjadi masalah terbesar dalam hidupnya saat ini."Sebentar, Mas Agung. Mas barusan bilang kalau Bagas pamitnya pergi sama gue? Ke Bogor?" Mellani mengulangi perkataan Mas Agung, meyakinkan kalau pendengarannya masih bagus. Mas Agung pun mengangguk mengiyakan.
"Tapi, Mas. Empat hari gue nyariin Bagas, dia nggak hubungin gue sama sekali, nggak WA, nggak telpon, sosmednya mati semua. Gue aja bingung lalu tiba-tiba ada polisi datang ke rumah dan interogasi gue. Seandainya polisi nggak datang ke rumah pasti gue nggak tau apa-apa." Mellani tentu saja tidak menerima begitu saja saat dirinya dituduh pergi bersama kekasihnya itu, apalagi sampai menginap seala.
"Kata polisi mereka waktu periksa ponsel Bagas ada percakapan sama kamu, Mell?" Mas Agung jadi bingung sendiri kenapa bisa pacar adiknya itu tidak mengaku kalau pergi dengan sang adik. Padahal jelas-jelas waktu itu Bagas berpamitan ingin pergi dengan Mellani.
Keluarga Bagas sendiri tidak mencurigai sedikitpun saat bagas berpamitan karena Mellani dan Bagas memang sudah bertunangan dan tak lama lagi mereka berdua akan melangsungkan pernikahan.
Tapi siapa sangka jika perginya Bagas justru akan menimbulkan hal serumit ini.
"Iya, Mas. Terakhir gue WA Bagas, dan tanya dia ada di mana? Gitu doang. Gue juga udah ke kantor polisi barusan, sudah lihat ponsel Bagas, dan memang cuma itu doang isinya, gak pernah gue ngajak Bagas ke Bogor apalagi sampai menginap segala. Kalau Mas Agung nggak percaya datang lagi ke kantor polisi buat cek ulang ponsel Bagas.” Mellani masih terus meyakinka lawan bicaranya itu.
Mas Agung sendiri terdiam cukup lama mendengar cerita Mellani.
"Aaa!" Mellani mengacak-ngacak kasar rambut panjangnya, dia tidak menyangka hidupnya serumit ini, mimpi apa dia semalam hingga dirinya terseret kasus gila macam ini.
Semalam?
Ya, Semalam ada WA masuk di ponselnya. Ada orang asing yang mengirimkan foto Bagas sedang berlumuran darah. Mellani ingat dia ditelpon oleh nomor tak dikenal, dan suara itu ....
Suara orang yang menelponnya ....Mellani menutup mulutnya, berusaha tenang, pelan-pelan Mellani mengambil ponsel yang ada di alam sweaternya dan membuka percakapan di ponselnya.
Mellani yakin jika foto dan riwayat panggilan di ponselnya bisa dia gunakan sebagai bukti kuat kalau dia tidak bersalah.
Mata Mellani melotot begitu membuka layar ponselnya. Foto yang dia cari menghilang semua. Dia cek riwayat panggilannya juga zonk.
Mellani menggelengkan kepala frustasi. Berusaha mengingat semuanya kembali.
"Apa mungkin semalam gue hanya bermimpi karena terlalu banyak minum? Ah tidak mungkin! Gue kan nggak minum alkohol sama sekali." Mellani bergumam sendiri.
Semenjak menjalin hubungan dengan Bagas, Mellani perlahan berusaha menghilangkan kebiasaan buruknya minum-minum alkohol.
Bagas pernah bilang ingin punya banyak anak, dan alkohol membuat rahim perempuan rusak, demi impian Bagas dirinya pun meninggalkan alkohol.Tapi ….
Melihat keadaan Bagas yang sangat memprihatinkan, dan tak mungkin impian Bagas untuk mempunyai banyak anak terwujud dengan kondisinya yang mengenaskan saat ini.
Mellani pun kembali frustasi."Mell!"
Tepukan ayahnya di pundak menyadarkan Mellani dari pikirannya yang kusut.
"Kamu mau lihat keadaan Bagas, Nak?" Suara sang ibu terdengar lembut, kini emosi ibunya mulai stabil, dia sudah mau pergi untuk melihat keadaan Bagas.
Mellani mengangguk perlahan mengikuti langkah kedua orang tuanya dan Mas Agung. Bagaimanapun dirinya sudah sampai disini dan tetap harus melihat keadaan sang kekasih dengan mata kepalanya sendiri.
"Ya Tuhan!" Mellani menjerit pelan.
Di kamar, Mellani menutup mulutnya dengan kedua tangan. Keadaan Bagas ternyata lebih buruk perkiraannya.
"Ngapain kamu masuk!" Saat ibu Bagas hendak marah, Mas Agung memegang kedua tangan ibunya, tatapannya memohon.
"Ibu, Agung mohon tenanglah, kasihan Bagas. Agung mohon, Bu."
Ibu Bagas pun membuang muka, membiarkan Melani dan keluarganya melihat keadaan anak kesayangannya itu.
Mellani perlahan mendekati ranjang kekasihnya. Langkahnya terasa sangat berat, seakan beban seberat puluhan kilo menempel di kakinya,
Mellani tidak memperdulikan tatapan benci dari keluarga Bagas, mereka tidak tahu apa-apa tentang cinta di antara dirinya dan Bagas.
Mellani merasa sedih dan juga kecewa serta merasa dikhianati.Mellani teringat perkataan pak polisi kalau cctv villa memperlihatkan Bagas masuk ke villa dengan seorang wanita, dan itu bukan dirinya.
Mellani berusaha berbicara dengan Bagas yang sedang di ranjang Rumah Sakit dengan posisi duduk.
"Sayang, ini aku, Mella." Suara Mellani tercekat, apa yang dia dapatkan sangat mengerikan. Pandangan Bagas benar-benar kosong dan tak mempunyai jiwa.
"Say ...!"
Mellani mencobanya lagi dan hasilnya tetap sama, tatapan Bagas kosong. Tak ada kehidupan disana, Mellani tak kuasa menahan sedih dan akhirnya memilih keluar dari kamar inap, dia menangis sesenggukan, tubuhnya bersandar di tembok.
"Sayang, ayo kita pulang. Tenangkan dirimu di rumah." Ibu Rosa berkata sambil memapah Mellani yang lemas. Mellani saat ini sedang lelah hati, lelah pikiran dan raganya juga sangat lelah. Mellani benar-benar ingin pulang.
Sesampainya di rumah, dia kembali merebahkan dirinya di pembaringan.
Saat matanya terpejam, tangannya tanpa sengaja menyentuh sesuatu.Mellani yang sudah terbaring akhirnya duduk dan menggambil benda tersebut.
Mata Mellani melotot.
"Apa ini?"
Sebuah kertas hvs yang ditulis dengan tinta merah.
Mellani mencium kertas tersebut dan langsung mual karena sangat amis dan anyir.
"Oh tidak, ini bukan tinta ini darah! Aaa!" Mellani menjerit sangat keras dan melemparkan kertas ke sembarang arah.
Sebuah kertas yang bertuliskan 'IT'S SHOW TIME' dengan darah.
"Aaa!" Mellani berteriak sangat kencang, sampai terdengar ke telinga orang tuanya yang berada di lantai bawah rumah mereka.Bu Rosa berlari tergopoh-gopoh menuju kamar anak gadis mereka."Kenapa, Mell? Kamu kenapa, Sayang?" Bu Rosa langsung memeluk erat tubuh anaknya yang terduduk sambil menunjuk-nunjuk sesuatu, tubuh Mellani bergetar hebat."Ya Tuhan, apa itu! Pa! Papa! Pa!" Bu Rosa berteriak keras memanggil suaminya.Tak lama terdengar suara langkah kaki menaiki anak tangga dengan tergesa. Pak Rudi datang terburu-buru. Begitu masuk ke kamar anak gadisnya, matanya sibuk memindai ke seluruh sudut kamar tersebut. Tak lama beliau mengambil secarik kertas yang ditunjuk oleh tangan anaknya dan mencium aromanya."Darah?"Pak Rudi kemudian menatap istrinya, sang istri hanya mengedikkan bahu pertanda jika dirinya tidak tahu apa-apa.Pak Rudi terlihat keluar dari kamar sambil berkacak pinggang, sementara tangan kanannya memegang ponsel yang dia tempelkan di telinganya. Dari suaranya terdengar
"Di—a Ayu, Mah. Ayu yang membunuh Bagas dan meneror Mella." Mellani berkata pelan dan terbata-bata, suaranya terdengar bergetar menahan takut."Ayu? Ayu temanmu SMA? yang meninggal waktu hiking dulu?" Bu Rosa berusaha memperjelas apa yang dimaksud oleh Mellani.Mellani mengangguk mengiyakan perkataan ibunya, dia tak menyangka kalau ibunya masih ingat dengan Ayu sahabatnya, lebih tepatnya sahabat yang dia khianati."Jangan mengada-ada kamu, Mell! Ayu temanmu itu sudah lama meninggal, jangan bercanda kamu, Mamah tidak suka!" Bu Rosa melotot sambil meninggikan nada suaranya. Sebab, menurutnya pengakuan anak gadisnya itu benar-benar tidak masuk akal. Mana mungkin orang sudah meninggal bisa meneror orang lain, bahkan menulis pesan ancaman segala."Mella nggak bercanda, Mah! Suara yang Mella dengar memang Ayu, dia ngajak Mella ke neraka. Hanya saja entah mengapa riwayat panggilan di ponsel Mella hilang semua. Tapi Mella yakin kalau itu Ayu, Mah!" Mellani masih terus bersikukuh dengan pendap
"Rokok?" Sasha menyodorkan sebungkus rokok kepada Mellani yang terlihat melamun."Sorry, gue udah berhenti ngerokok, Sha!" Mellani melambaikan tangannya sebagai bentuk penolakan."Okay. Tapi jangan terlalu dipikirin begitu, Mell. nanti gampang miskin kita." sasha dengan santainya menghembuskan asap rokok yang dirinya hirup itu ke udara.Di sini, Mellani dan Sasha sedang berada di sebuah cafe, setelah sebelumnya mereka pergi ke rumah duka untuk mengucapkan salam perpisahan kepada Jonathan untuk yang terakhir kalinya."Gue pikir lo benci sama Jo, Mell? Sekarang lo malah ngajak gue buat melayat ke rumahnya. Nggak habis pikir gue sama jalan pikiran lo, Mell." Sasha berucap sambil membakar ujung rokok di bibir seksi miliknya karena rokoknya mati.
"Mellani kenapa, Mah?" Mellani yang telah sadar memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, sakit sekali. Untuk bersandar di ranjangnya saja dia tak mampu."Jangan bangun dulu, Sayang. Kata dokter Anwar kamu anemia, akhir-akhir ini kamu kurang tidur? Terlalu capek kepikiran Bagas pasti. Kamu istirahat saja, tapi minum obat dulu, tadi kamu sudah makan belum Mell waktu pergi?" Ternyata sedari tadi Bu Rosa menemani sang anak yang sedang terbaring sakit di ranjangnya"Sudah, Mah. Mana obatnya biar Mella minum terus istirahat. Lah, papah kemana, Mah?" Mellani celingukan mencari keberadaan sang ayah"Ini obatnya, Mell. Papah kamu sedang pergi, ada urusan penting katanya. Tapi papah nitip salam ke kamu. Katanya kalau mau makan sesuatu suruh WA papa, nanti dibelikan." Bu Rosa berkata sambil memberikan beberapa pil obat dan air minum."Tante Sabrina...." Mella mendesis begitu tahu jika sang ayah pergi, suaranya tak terdengar jelas membuat Bu Rosa penasaran."Kamu bilang apa, Sayang? Mama
"Hallo, ada apa Mell? Tumben telpon?""Ke rumah kamu? Tumben banget, ada masalah penting apa, Mell?""Okey, gue lagi di jalan mau pulang sih, gue puter balik aja sekarang, sepuluh menitan gue sampai rumah lo ya.""Eh, betewe, ada om lo gak nih di rumah, Mell? Gue kangen lihat mukanya yang polos tau!""Ah, nggak asik. Tapi ya sudahlah. Okey, bye."Sasha bergegas memutar laju mobil setelah berbincang dengab Mellani via ponsel.Namun malang, perempuan yang selalu terlihat seksi dan menggoda itu tak tahu jika ada mobil lain yang melaju kencang. Kecelakaan pun tak terhindarkan."Aaa!"Di rumah, Mellani terlihat gusar menunggu temannya yang tak kunjung datang"Gimana keadaan anak Mamah, sudah mendingan belum, Mell?""Sudah, Mah." Mellani mendekati ibunya yang sedang sibuk membaca majalah."Mah...."" Iya, Sayang. Ada apa?""Temen Mella ada yang dateng nggak ke rumah?""Nggak ada siapa-siapa yang datang, Mell. Memang siapa yang mau datang?""Sasha, Mah. Dia sudah janji tiga puluh menit yang
"Sudah mendingan belum, Sha?""Ya, lumayanlah, tinggal kakinya aja nih, masih harus pakai tongkat buat bantu jalan."Pagi ini Mellani menjenguk Sasha di rumahnya, sudah sebulan Sasha sakit, walaupun mereka bukan sahabat tapi Sasha cukup dekat dengannya dan sering dia ajak bertukar pikiran. Terlebih rasa bersalah masih Mellani rasakan karena dirinyalah penyebab Sasha kecelakaan."Sorry ya, Sha. Gara-gara gue, lo jadi begini""Gue gak butuh permohonan maaf ,Mell. Tapi gue butuh yang lain." Sasha merubah roman wajahnya. Dari yang tadinya santai menjadi serius."yang lain? Maksudnya apa, Sha?"Sasha menyeringai dengan lebar."Kasih gue no hp Om Ilham, baru gue maafin lo, bagaimana? Adil kan?"Sasha menjulurkan tangan kanannya, tapi langsung ditepis pelan oleh Mellani."Jangan mimpi gue kasih, om gue cowok baik-baik nggak seperti dompet-dompet yang kamu simpan selama ini, Sha. Lebih baik kamu mencari korban lain aja deh." Mellani membuang muka, tak sudi Om Ilham yang baik hati itu dipermai
"Aaa!"Mellani berteriak frustasi. Sepulang dari rumah Sasha dirinya langsung merebahkan badan di ranjang kamar. Matanya menatap langit-langit kamarnya, masih nampak jelas tatapan mengerikan dari bola mata Sasha."Kalau penghianatan persahabatan, gue bakal bunuh dia!"Perkataan Sasha tersus terngiang di kepalanya. Bahkan badannya menggigil ketakutan.Di mata Mellani, seorang Sasha adalah perempuan yang hebat, ah bukan hebat tapi mengerikan, ya mengerikan.Bagaimana tidak mengerikan, saat mata itu terpancar dendam, tiba-tiba auranya berubah menjadi semangat saat dirinya bertanya perihal membuat lelaki menjadi miskin.Sasha sangat bersemangat menceritakan bagaimana dirinya merayu lelaki agar menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuknya, ya walaupun ada harga yang harus dia bayar, Sasha harus menumbalkan tubuhnya agar dijamah mereka hingga mereka puas.Tanpa sadar dirinya menceritakan kebusukan ayahnya yang berselingkuh dengan wanita, sebut saja tante Sabrina.Mellani tanpa diminta
Mellani dan kedua orang tuanya pergi melayat ke rumah tante Sabrina.Tampak Bu Rosa sangat sedih mengetahui kabar meninggalnya tante Sabrina yang dia anggap kawan karib tapi nyatanya lintah penghisap dalam rumah tangganya.Bu Rosa tak tahu jika wanita yang dia anggap sahabat nyatanya duri dalam daging rumah tangganya. Wanita yang dengan tega bermain api dengan suaminya sendiri. Sementara itu, Pak Rudi, ayah Mellani dari raut wajahnya nampak di tegar-tegarkan, walau mungkin dalam hatinya remuk karena gundik kesayangannya meninggal.Sabrina ... wanita simpanannya.Walaupun almarhumah mata duitan tapi bagi Pak Rudi dia adalah wanita yang selalu mengobarkan hasrat lelakinya.Wanita yang pandai dalam memberikan sentuhan demi sentuhan kasih sayang yang tak diberikan oleh istrinya.Uang tak masalah bagi Pak Rudi. Berapapun akan dia berikan karena wanitanya yang telah terbujur kaku itu telah mengisi sebagian sisi hatinya yang kosong karena haus belaian seorang wanita.Istrinya yaitu Bu Rosa
Tuuut … tuuut … tuuut …."Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan hubungi beberapa saat lagi!"Bagas berkali-kali menghubungi nomor Mellani, tapi selalu gagal. Bagas coba lagi dan hasilnya masih sama, Mellani kekasihnya tidak bisa dihubungi. Bagas khawatir hal buruk menimpa sang kekasih.Dia ingin mengabarkan kepada kekasihnya itu kalau dirinya sedang perjalanan menuju vila di Bogor.Hari ini dirinya sangat bahagia karena akhirnya Mellani mau diajak pergi berdua. Lebih tepatnya Mellani yang mengajak dirinya untuk berlibur berdua di puncak, Bogor.Walau sudah ada rencana untuk menikah, Mellani sangat menjaga jarak dengan dirinya. Jangankan berhubungan badan seperti kebiasaan teman-temannya yang lain. Jika dirinya nekat memegang tangan sang kekasih maka dirinya akan di hajar habis-habisan secara verbal. Dia tidak akan bisa berjumpa kembali dengan Mellani untuk waktu yang lama dan hal itu pasti membuat Bagas panik.Bagas yang begitu mencintai Mellani sangat takut kehilangannya.
20 April 2016, Waduk Sermo , Kulon Progo, DIY. "Ayu ... Yu ... Ayu ...! Kamu di mana? Ayu!"Mellani yang masih remaja tengah mencari sahabatnya yang tiba-tiba menghilang. Tadi sehabis acara api unggun dia langsung tidur di tenda karena terlalu lelah, seingatnya dia dan Ayu tidur berdampingan. Tapi ketika dirinya terbangun karena digigit nyamuk Ayu sudah tidak ada disampingnya. Tak biasanya sahabat cantiknya itu pergi begitu saja tanpa berpamitan dengannya. Karena khawatir dan juga penasaran, akhirnya walau hanya bermodalkan nekat yang dia paksakan, Mellani menyusuri jalan pegunungan menuju waduk. Memang lokasi perkemahan sekolahnya agak sedikit menurun dan agak sedikit menjauhi daerah waduk sehingga saat akan menuju ke arah waduk dia harus menanjak.Senter kecilnya dia arahkan lurus ke depan. Mellani mengeratkan pelukan di tubuhnya karena ternyata jaket yang dia kenakan tidak mampu menahan hawa dingin malam ini.Dia menanjak perlahan menuju waduk. Entah kenapa kakinya dengan s
"Hello, Ham? Ada apa?"Pak Rudi tengah memberi makan ikan kesayangannya di kolam belakang rumahnya saat adik iparnya menelepon. "Benarkah? Oke! Mas akan segera ke sana dengan mbakmu sekarang juga."Panggilan berakhir. Terlihat Pak Rudi mulai bersiap memanggil sang istri."Siapa yang telpon, Pah?"Entah sejak kapan Mellani sudah bediri di belakang Pak Rudi dan memperhatikan ayahnya tengah sibuk menelepon seseorang dengan wajah serius. "Oh, ini Om Ilham tadi telpon, Mell. Dia mau ketemu Mamah sama Papah, ada keperluan yang sangat mendesak.""Mellani ikut ya, Pah? Bosen di rumah nih? Nggak ada temen main.""Kamu di rumah saja ya, Mell. Kalau bosen di rumah, kamu kasih makan ikan peliharaan Papah saja. Ini urusan orang tua, anak kecil seperti kamu nggak akan paham. Hahaha."Pak Rudi mengacak rambut anak gadisnya. Sementara anak gadis kesayangannya hanya memasang wajah cemberut. Pak Rudi yang gemas dengan sang putri pun mencium puncak kepalanya. Dahi Pak Rudi berkerut saat indra pencium
"Tawaranmu gue terima, Jo. Kapan kita jalan?" Jonathan membaca pesan di ponselnya dengan penuh kebanggaan. Dirinya menyeringai hingga nampak gigi putihnya yang berjajar rapi. Dia sangat senang karena usahanya selama ini tak sia-sia. Dirinya merasa jumawa, karena selalu bisa mendapatkan apa yang dirinya mau, termasuk wanita manapun. "Akhirnya, walau modal banyak nggak apalah yang penting gue bisa puas! Haha! Semua wanita pasti bertekuk lutut di hadapan seorang Jonathan Aditama, Haha! " Jo membalas pesannya ke nomor perempuan di seberang sana sambil tertawa terbahak-bahak. "Malam ini, Honey, jam 23.00 di hotel xx. Kamar 305." Dengan cepat Jonathan dengan semangat sambil membayangkan jika dirinya akan segera melewati malam dengan penuh kenikmatan. "Kok malam banget, Jo? Nggak salah? Kok di hotel? Kita kan cuma mau ngobrol. Di kafe kan bisa, nggak harus di hotel kan, Jo!" "Nggak apa-apa, Sayang. Biar aku bisa lebih mengenal hatimu dengan leluasa, semakin malam semakin indah. Aku sun
Jam tujuh pagi Sasha sudah ada di rumah Mellani untuk bertemu. Tak biasanya wanita cantik nan seksi itu berkunjung di jam-jam seperti ini. Karena biasanya kehidupan Sasha berbeda dengan wanita lainnya. Dia itu malamnya bangun, pagi sampai siang tidur. Saat tahu jika Mellani sedang sarapan dari pembantu rumah, langkah kaki Sasha langsung mengarah ke meja makan dekat dapur. "Lo udah sehat, Sha? Tumben datang ke rumah gue! Pagi-pagi pula, ganggu orang mau sarapan aja ..!" Mellani menatap Sasha dengan wajah malasnya. "Hahaha, gue memang sengaja datang pagi-pagi Mellani sayang. Pembantu gue cuti sakit hari ini, jadi nggak ada yang masakin gue, gue numpang makan lah, sekali ini doank. Makan makanan junk food tiap hari nggak sehat buat jantung dan kegemukan. Nanti gue bisa cepat mati. Deposito gue masih sedikit. " Sasha terkekeh, sementara itu sang tuan rumah hanya memutar bola matanya dengan malas. " Terserahlah." Mellani memilih tak ambil pusing dan membiarkan Sasha melakukan apa yang
Pak Rudi perlahan menemui adik iparnya yang berada di sebuah makam. Sang adik tengah berdiri sambil mengawasi proses pembongkaran sebuah makam demi melanjutkan penyelidikannya, hal ini terpaksa dia lakukan. Saat tahu orang yang ditunggunya datang menghampiri dirinya. Ilham segera melambaikan tangannya sambil tersenyum. "Kenapa baru sampai, Mas Rudi? Saya kira Mas akan lebih cepat datang ke sini, mengingat proses pembongkaran makam Ayu sudah bisa dilakukan, walau ada beberapa kendala." "Maafkan aku, Ham. Ada sedikit masalah di Jakarta, sahabat mbakmu meninggal." Terlihat jelas raut wajah sendu Pak Rudi. Dahi Ilham berkerut mendengar jawaban kakak iparnya itu.. "Sahabat? Sahabat yang mana, Mas?" "Sabrina, kamu masih ingat Sabrina, Ham? Adik tingkat mbakmu waktu kuliah, dia seangkatan kamu kok, yang orangnya cantik dan putih itu loh. Masa kamu lupa?" Ilham hanya menanggapinya dengan raut muka dingin mendengar nama Sabrina dan hanya mengeluarkan kalimat "oh " saja. Tak mungkin dirin
"Bagas meninggal Mell, gantung diri.""Apa! Bagas gantung diri!?" Mellani terpekik.Sesuatu tiba-tiba terasa mengalir di aliran darahnya, entah perasaan apa itu. Rasanya hangat dan menyenangkan dan tanpa sadar Mellani tersenyum tipis. Normalnya dia harusnya bersedih karena Bagas kekasihnya meninggal, tapi entah kenapa justru saat mendengar kabar itu dirinya merasa.PUAS!"Hallo … hallo … hallo Mellani, kamu masih mendengar suaraku?” Mas Agung berteriak dari dalam hp Mellani, dirinya tergagap." Ooh ... emm iya Mas, Mellani masih mendengarkan kok""Kamu bisa datang kesini, Mell?""Tapi mas, aku takut dengan ibumu, dia sangat, galak. Mas tahu sendirikan sewaktu di rumah sakit gimana sikap ibu ke Mella."Mellani berkata dengan jujur mengenai perasaannya itu, dia masih ingat tamparan dari ibunya almarhum Bagas kekasihnya itu. Tamparan yang membuat pipi halusnya memerah panas. "Hmm ...." Suara mas Agung terdengar mendesah pelan."Datanglah Mell, aku akan menjamin keselamatanmu." Akhirny
Mellani dan kedua orang tuanya pergi melayat ke rumah tante Sabrina.Tampak Bu Rosa sangat sedih mengetahui kabar meninggalnya tante Sabrina yang dia anggap kawan karib tapi nyatanya lintah penghisap dalam rumah tangganya.Bu Rosa tak tahu jika wanita yang dia anggap sahabat nyatanya duri dalam daging rumah tangganya. Wanita yang dengan tega bermain api dengan suaminya sendiri. Sementara itu, Pak Rudi, ayah Mellani dari raut wajahnya nampak di tegar-tegarkan, walau mungkin dalam hatinya remuk karena gundik kesayangannya meninggal.Sabrina ... wanita simpanannya.Walaupun almarhumah mata duitan tapi bagi Pak Rudi dia adalah wanita yang selalu mengobarkan hasrat lelakinya.Wanita yang pandai dalam memberikan sentuhan demi sentuhan kasih sayang yang tak diberikan oleh istrinya.Uang tak masalah bagi Pak Rudi. Berapapun akan dia berikan karena wanitanya yang telah terbujur kaku itu telah mengisi sebagian sisi hatinya yang kosong karena haus belaian seorang wanita.Istrinya yaitu Bu Rosa
"Aaa!"Mellani berteriak frustasi. Sepulang dari rumah Sasha dirinya langsung merebahkan badan di ranjang kamar. Matanya menatap langit-langit kamarnya, masih nampak jelas tatapan mengerikan dari bola mata Sasha."Kalau penghianatan persahabatan, gue bakal bunuh dia!"Perkataan Sasha tersus terngiang di kepalanya. Bahkan badannya menggigil ketakutan.Di mata Mellani, seorang Sasha adalah perempuan yang hebat, ah bukan hebat tapi mengerikan, ya mengerikan.Bagaimana tidak mengerikan, saat mata itu terpancar dendam, tiba-tiba auranya berubah menjadi semangat saat dirinya bertanya perihal membuat lelaki menjadi miskin.Sasha sangat bersemangat menceritakan bagaimana dirinya merayu lelaki agar menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuknya, ya walaupun ada harga yang harus dia bayar, Sasha harus menumbalkan tubuhnya agar dijamah mereka hingga mereka puas.Tanpa sadar dirinya menceritakan kebusukan ayahnya yang berselingkuh dengan wanita, sebut saja tante Sabrina.Mellani tanpa diminta