Adam mendapat telepon dari mamanya di sore hari. Pria itu langsung bergegas ke rumah sakit ketika mamanya memberitahu jika Eddel mengamuk di rumah sakit.Adam membuka pintu rawat bertepatan dengan sebuah benda melayang dan nyaris menyentuh kepalanya andai saja ia tidak bergerak cepat untuk menyingkir.Adam menatap Eddel dan mamanya, kemudian beralih menatap beberapa dokter yang berusaha menenangkan Eddel."Eddel kenapa lagi?" Adam bertanya dengan nada dingin. Amarahnya masih tersimpan rapi untuk sang mama. Namun, Adam tidak bisa melampiaskan kemarahannya sekarang apalagi saat ini ada beberapa suster dan dokter yang sedang berusaha untuk menenangkan Eddel."Dia histeris lagi. Ini karena ada beberapa temannya yang datang berkunjung dan mengejeknya sebagai perempuan hina," jawab Winar. "Enggak tahu dari mana mereka bisa tahu kondisi Eddel yang sebenarnya." Winar menatap putrinya dengan sedih.Wanita paruh baya itu terlihat kuyu. Apa lagi air matanya tidak berhenti mengalir memikirkan
Winar merasa frustrasi dan dilema akan masalah yang menimpa putrinya. Winar sangat menyayangi putri bungsunya itu karena memang hanya Eddel yang paling mengerti dirinya. Namun, masalah yang terjadi pada putrinya, membuat gadis itu selalu bersikap tidak normal. Setiap kali ia membuka mata, Eddel akan berteriak histeris. Tapi terkadang, gadis itu akan diam sepanjang hari tanpa merespon ucapannya.Semakin hari Eddel semakin bertambah parah. Dokter akhirnya menyarankan agar Eddel segera dibawa ke rumah sakit jiwa atau paling tidak panggil seorang psikolog untuk menangani gadis itu di rumah sendiri.Winar tentu saja tidak bisa mengambil keputusan. Saat ini Adam adalah kepala keluarga. Hal yang harus dilakukan Winar adalah mendatangi kediaman Adam dan memohon agar putrinya tidak dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa. Rekeningnya sudah dibekukan oleh Adam sehingga Winar tidak bisa berbuat apa-apa menggunakan uangnya sendiri agar bisa membayar seorang psikolog. Semua penghasilan uang berasa
"Aku turun duluan, Mas." Tila menatap Adam yang duduk di balik kursi kemudi.Mobil yang disopiri Adam baru saja tiba di depan kantornya. Setiap pagi memang Adam bertugas untuk mengantar Tila ke kantor. Sementara untuk pulangnya terkadang Adam menjemputnya jika jadwal pulang mereka sama."Semangat kerjanya. Jangan lupa terus ingat mas biar kamu enggak melupakan Mas walau satu jam," kata Adam. Pria itu tersenyum manis menatap Tila yang terlihat segar dan fresh. Adam merasa bersyukur karena demi menebus kesalahannya dalam menutupi kasus Mama Winar, papanya menjodohkannya dengan Tila dan membuat Adam akhirnya bisa bersatu kembali dengan wanita yang ia cintai. Meskipun dulu ia sempat membenci Tila karena kesalahpahaman yang terjadi, Adam tidak bisa menutupi jika rasa cintanya pada Tila masih tetap ada.Tila hanya tersenyum membalas ucapan Adam yang menurutnya sedikit berlebihan untuk ukuran pria dewasa seperti Adam."Kamu hati-hati.""Iya, Sayang." Adam melepas seatbelt kemudian mengec
Adam segera turun saat mobil yang ia kendarai berhenti tepat di depan lobby. Pria itu lari menyusuri lobby menuju pintu lift yang kebetulan terbuka saat ia tiba di depannya.Adam segera masuk dan menekan tombol di mana lantai ruangan Tila berada. Tidak membutuhkan waktu lama Adam akhirnya tiba dan langsung berlari masuk ke ruangan Tila yang merupakan ruangan satu-satunya di lantai tersebut.Ini adalah keistimewaan yang dimiliki Tila dan tentu saja diberikan oleh Sam karena mengetahui jika sahabatnya tidak pandai bersosialisasi dengan baik. Adam membuka dengan kasar pintu ruang kerja Tila dan melihat pemandangan dalam ruangan yang membuatnya tertegun."Sayang." Adam segera menghampiri Tila dan memeluk istrinya yang tengah bersandar pada sofa. Sementara di sisi lain ada Randy, Raisa, dan juga Sam berdiri di dekat istrinya."Apa yang terjadi?" Adam bertanya pada ketiga orang dalam ruangan tersebut saat pelukannya tidak mendapat respon dari Tila. Keyakinan Adam bertambah jika ada ses
"Roy, aku suka sama kamu. Kenapa kamu enggak bisa balas perasaanku?" Eddel menangis di hadapan pria bernama Roy ini.Roy adalah pria yang disukai oleh Eddel sejak setahun yang lalu. Namun, pria itu tidak pernah membalas perasaannya.Baru-baru ini Roy mendekatinya membuat Eddel berpikir jika pria itu memiliki perasaan padanya. Namun, kecurigaan Eddel mulai tumbuh saat merasakan jika Roy sepertinya tidak begitu tertarik padanya. Tapi, entah apa yang membuat pria itu mendekatinya. Eddel tidak mengerti.Setiap kali mereka bertemu, maka yang akan dibahas dan ditanya oleh Roy pasti tentang Irena. Padahal Roy dan Irena baru beberapa kali bertemu sekitar dua bulan lalu. Bahkan, pernah beberapa kali Eddel melihat Irena dan Roy jalan bersama.Malam ini fakta menyakitkan baru diketahui oleh Eddel jika ternyata selama ini Roy mendekatinya hanya untuk mengorek informasi tentang Irena. Pria itu tidak segan untuk memberikan hadiah mahal pada sepupunya itu.Eddel tentu saja marah dan cemburu mengetah
Winar membawa putrinya pulang ke rumah saat sudah mendapatkan persetujuan dokter.Winar tidak pulang bersama Eddel saja karena wanita itu membawa dua orang perawat yang ditugaskan untuk mengurus dan merawat Eddel bersamanya.Eddel berada di kamar yang terletak di lantai dasar. Perempuan itu terkadang meraung dan histeris hingga membuat Winar terkadang kewalahan. Adam tidak datang berkunjung ke rumah sakit hari ini membuatnya harus mengurus Eddel sendiri. Tapi tak masalah menurut Winar selama Adam masih memberikannya uang tunjangan, Winar tidak akan repot-repot dalam mengganggu Adam."Sus, nanti tolong siapkan makan siang untuk Eddel, ya. Saya mau ke atas dulu," kata Winar pada suster. "Baik, Bu."Winar kemudian melangkah keluar dari kamar Eddel berniat untuk ke lantai atas di mana kamar Irena berada. Winar berniat untuk mengusir Irena dari rumahnya. Keponakan tidak tahu dirinya itu sudah pernah mengambing hitam dirinya di depan Adam. Tentu saja Winar belum sempat untuk membalas den
Winar membuka matanya beberapa menit kemudian. Matanya mengedarkan pandangan ke sekitar dan melihat pemandangan kamarnya. Winar memijat pelipisnya seraya mendudukkan diri dan bersandar pada pinggiran tempat tidur. Wanita itu menggeliat menatap ke arah seorang suster yang baru masuk."Sus, saya kenapa?" Winar bertanya pada suster. Winar benar-benar tidak ingat mengapa ia bisa jatuh tak sadarkan diri."Ibu pingsan waktu ada polisi datang," jawab suster tersebut.Tubuh Winar menegang ketika ingatannya terputar saat sebelum ia jatuh tak sadarkan diri. Winar ingat dengan jelas ketika Adam menjelaskan jika Irena adalah dalang dibalik kejadian yang menimpa Eddel. Kelopak mata wanita itu melebar dan segera ia melangkah turun dari tempat tidur, lalu berjalan keluar tanpa meninggalkan sepatah katapun pada suster."Adam!" Winar berteriak memanggil nama Adam. Namun, sosok putranya tidak terlihat. "Tuan Adam sudah pulang, Bu. Tuan Adam menitip pesan kalau ada yang mau ibu tanyakan, datangi sa
Tila duduk di atas pangkuan Adam. Saat ini mereka sedang berada di sofa dalam kamar dan tengah menonton sinema tentang azab yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi.Kepalanya bersandar pada dada bidang Adam. Sementara tangan Adam melingkar di perut Tila. Mereka sudah berada dalam posisi itu sejak 20 menit yang lalu. Hari sudah sore tapi tak membuat keduanya bosan berada di kamar sejak siang tadi. Sampai akhirnya Adam mengajak Tila untuk pergi berkunjung ke rumah Herman dan Jumi. Tila tentu saja tidak menolak usulan suaminya. Ia juga sudah cukup rindu dengan Angel, putrinya yang mereka titipkan pada ibunya.Suasana belum kondusif dan mereka tidak bisa membawa Angel bersama mereka."Kok, kita ke sini, Mas?" Tila menatap Adam yang duduk di balik kursi kemudi. Mobil yang dikendarai Adam berhenti tepat di sebuah minimarket tak jauh dari lokasi rumah ibunya berada. "Kita beli cemilan untuk ibu dan yang lainnya." Adam melepas seat belt pada tubuhnya, kemudian melepaskan seat