"Ras, HPku di mana?" tanya Denis, seraya menyibak tumpukan bantal di atas kasurnya.
"Aku isi daya, tuh di luar sana," sahut Saras dengan nada yang terdengar masih menyimpan kekesalan padanya. Namun, Denis tak ingin berdebat dan memilih memaklumi sikap Saras yang tiba-tiba berubah seperti itu."Papa, kapan kita pulang? Miko ingin sekolah," rengek anak laki-laki Denis seraya bergelayutan di kaki ayahnya."Sabar ya, Nak. Nanti kita pulang, sekarang kita liburan dulu," jawab Denis dengan penuh kesabaran. Pria itu menyalakan ponselnya, mengamati beberapa panggilan dan pesan masuk dari nomor sang adik. Saras, yang melihat itu, tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya, "Liburan apanya? Kita ini buronan kali!" Denis menghela napas panjang, harapannya agar Saras bisa mengerti dan tidak terus memojokan dirinya. Namun, wanita itu tetap saja bersikap demikian."Miko, sama Mama dulu ya. Papa mau hubungi Nenek," kata Denis sambil mengelus kepala putranya denganDenis menelan air liurnya ketika wajahnya terpampang di layar televisi. Beruntung dirinya mengenakan masker, sehingga pemilik konter maupun stafnya tidak menyadarinya.Setelah menyepakati harga barang yang dijual, Denis bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Ia membeli ponsel biasa sebagai alat komunikasi dengan Saras, sementara ponsel lama mereka berlogo apel berhasil dijual seharga 25 juta."Lumayan buat tambah-tambah, bisa kirim Mama juga 10 juta," gumam Denis dengan perasaan campur aduk. Hatinya berdebar, menyadari bahwa waktu terus berjalan. Ia bergegas menuju rumah kontrakan mereka. Denis sadar bahwa mereka harus segera meninggalkan Pulau Jawa, karena cepat atau lambat, polisi akan menemukan jejak mereka.Sungguh Denis belum siap jika harus mendekam di balik jeruji besi. Malam semakin larut, tepat pukul sepuluh malam Denis kembali ke rumah. Dengan perasaan cemas, ia membuka pintu, nampak Saras sudah menunggunya."Loh, kamu belum tidur?" tan
Kebisingan suara dari luar membangunkan Saras dari tidurnya. Wanita itu segera menyambar ponsel yang semalam Denis belikan untuknya. Ia melihat waktu di layar ponsel, ternyata sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dia bahkan tidak tahu sejak kapan anak-anaknya telah bangun."Ya ampun, udah jam sembilan," desah Saras, menyadari bahwa di kamar itu, hanya dirinya yang tertinggal. Dengan malas ia berjalan keluar kamar untuk melihat keberadaan anak-anaknya yang terdengar bercengkerama dengan ayah mereka. Begitu melangkah ke ruang tamu, Saras melihat deretan koper telah berjajar rapih, beberapa bungkus nasi terbuka di atas meja. Tampak Denis dengan penuh kasih sayang menyuapi Miko dan Mayra, kedua anak mereka yang sudah bersiap-siap dengan penampilan rapi.Saras terkesima sejenak sebelum akhirnya mengutarakan pertanyaannya, "Loh Mas, kita beneran jadi pergi hari ini?"Denis menatap istrinya sebelum menjawab singkat, "Ya."Sontak ucapan pria itu membuat
"Gimana, Leona? Sudah ada informasi mengenai keberadaan Pak Denis?" tanya Angga, sambil mengaduk menu yang tersaji di hadapannya.Leona menggelengkan kepalanya. "Belum, Ang. Tapi mereka sudah berhasil menelusuri jejak Denis melalui rekaman CCTV, rekaman itu menunjukkan mobil mereka melintasi pintu keluar tol Cilegon. Saat ini, mereka masih berusaha melacak keberadaannya, mengingat ponsel Denis sudah tidak dapat dilacak," jawab Leona dengan suara penuh harap.Angga menghembuskan nafas lega, "Syukurlah, semoga Pak Denis segera ditemukan."Ferdy yang sejak tadi hanya diam kini akhirnya ikut berkomentar, "Cepat atau lambat, seseorang yang menjadi DPO pasti akan ditemukan, Pak." Pria itu tampak acuh tak acuh, terus fokus menyantap hidangan di hadapannya tanpa menatap lawan bicaranya.Angga hanya bisa memutar bola mata seolah kesal. Andai ia tahu jika Leona membutuhkan seseorang yang bisa membantunya mempelajari lebih dalam soal bisnis, tentu saja Angga
Tok.. Tok.. Tok..Suara ketukan yang cukup nyaring menggema di udara, berasal dari sebuah rumah minimalis di kawasan Cilegon. Rangkaian ketukan mulanya penuh kesabaran, kemudian meningkat kencang, namun tetap tak ada sahutan dari dalam rumah."Maaf, cari siapa, Pak?" tanya seseorang yang tinggal di rumah sebelahnya. Wajahnya tampak menyimpan rasa keingintahuan prihal keberadaan Polisi."Maaf, Bu," jawab seorang polisi dengan sopan, menyodorkan sebuah foto keluarga. "Apa ibu pernah melihat laki-laki dalam foto ini? Dan ini keluarganya?"Wanita itu mengamati foto yang ditunjukkan padanya, mengerutkan keningnya se jenak sebelum menjawab. "Ah, saya tahu pak. Kemarin mereka masih tinggal di sini, tapi pukul 10 tadi mereka pergi," jelasnya dengan cemas."Apakah mereka memberi tahu akan pergi ke mana?" tanya petugas Polisi, menatap mata wanita itu dengan serius."Tidak, Pak. Selama tinggal di sini saja mereka tidak pernah berbaur ataupu
Pihak kepolisian bergerak sigap dan tanpa henti mencari jejak keberadaan Denis. Sayangnya, hasil yang diperoleh belum memuaskan: mereka hanya menemukan informasi terkait istri dan anak-anak Denis. Sedangkan Denis, bagai ditelan bumi, masih belum diketahui di mana rimbanya.Hingga larut malam tiba, kepolisian memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Mereka yakin Denis bergerak ke sana: pasalnya, mobil yang sebelumnya digunakan Denis kini telah dijual. Siasat untuk mengelabui kepolisian rupanya berhasil, dan pencarian pun akhirnya terfokus di ibukota.Suara ketukan lembut menyusup ke telinga Dini di tengah heningnya malam. Pikiran Dini masih terngiang-ngiang sosok menyeramkan Leona pada malam itu, ditambah suara ketukan di pintu rumah kontrakan yang menciptakan keresahan baru. Suasana semakin terasa mencekam. Dalam ketakutan, Dini mengguncang tubuh ibunya, "Mah, bangun Mah, ada yang ketuk pintu," ucapnya lirih."Hemm..." Laras hanya menggumam sekenanya, tidurnya
"Bukannya itu Mama? Untuk apa Mama kesana?" Denis terkejut ketika mendapati Mama dan adiknya mendatangi kantor Wiguna.Pria itu memang sudah memantau kantor sejak semalam, ia sengaja menyamar, mengenakan pakaian yang tidak mencolok agar tak ada satupun yang mengenalinya. Terpaksa, Denis berjualan balon di pinggir trotoar, tepat berseberangan dengan kantor milik istrinya. Sayang karena ia harus mencari balon lebih dulu. hingga tak mengetahui kehadiran Leona di kantor."Jangan sampai Mama malah semakin menambah kacau masalah ini, gumam Denis khawatir. la tak tahu apa tujuan sang ibu mendatangi kantor Leona, namun perasaannya tiba-tiba saja gelisah. la mencoba menahan rasa cemas yang menjalar di dada."Mau cari siapa ya. Bu?" tanya security yang berjaga di depan lobby.Denis mengamati percakapan mereka dari sebrang jalan."Apa Bu Leona ada?" tanya Laras gugup. wajahnya menampakkan kekhawatiran yang amat dalam.Security itu mengernyi
"Pak, ikuti mobil yang di sebrang sana! Denis meninggalkan barang dagangannya begitu saja, ia langsung mengejar Leona dengan menaiki taksi yang lewat dihadapannya.Tanpa banyak bertanya taksi itu segera mengikuti interupsi penumpangnya. Sesekali pengemudi itu melirik Denis yang nampak mencurigakan, topi, masker, bahkan kacamata hitam ia gunakan disiang hari seperti ini.Sementara itu. Denis tak peduli dengan tatapan aneh pengemudi itu. Seluruh konsentrasinya tertuju pada deretan mobil mewah yang melaju di depan, termasuk di antaranya adalah Leona.Tak lama, mobil-mobil itu memasuki sebuah restoran mewah tempat Denis biasa menikmati makan siang bersama kolega bisnisnya.Setelah yakin bahwa Leona dan rombongannya telah masuk ke dalam restoran, Denis bergegas turun dari taksi dan memberikan imbalan pada sang pengemudi. la melangkah cepat memasuki restoran tersebut. Penampilannya kini berubah drastis. Pakaian branded yang biasa ia kenakan kini telah d
"Leona, kamu sudah kembali, nak?" Sapaan dengan nada lembut itu membuat Leona muak. Dulu, ia akan langsung memeluk wanita itu, namun kini kalimat-kalimat lembut yang keluar dari mulut Laras maupun Dini hanya membuat hatinya merasa kesal."Untuk apa kalian kemari?" tanya Leona dengan nada dingin dan datar."Mbak, kami ingin bicara." ucap Dini dengan tatapan memelas yang penuh harap.Leona menatap mereka tajam. "Lebih baik kalian segera pergi. Saya sedang lelah dan tak ingin mendengar sepatah kata pun dari kalian. sahut Leona yang langsung melangkah cepat meninggalkan mereka.Baru beberapa langkah Leona berjalan menuju lift, suara teriakan Dini membuatnya terhenti. "Mbak, apa mbak nggak punya hati? Kami sudah jauh-jauh kesini mbak. tolong beri waktu kami sedikit saja. ucap Dini dengan getir.Siapa sangka, ibu dan anak itu justru berlutut di lantai. mencuri perhatian semua orang. Leona menatap mereka terperanjat. tak pernah menyangka bahwa m
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep