"Non Leona cari apa?" tanya Lastri ketika melihat majikanya seperti mencari sesuatu.
"Saya sedang cari kalung saya yang jatuh," bohongnya. "Butuh kami bantu Nyah?" sahut Lastri lagi. Leona menggeleng cepat, tak ingin ada yang mengetahui soal ini. Beruntung Sulis sedang belanja bulanan dan Nina tengah sibuk mengepel lantai, sehingga Lastri pun tak akan memperhatikan dirinya. "Nggak usah, Bik. Sepertinya kalau nggak jatuh di sini, ya tertinggal di kamar saya," tolaknya dengan halus. Begitu Lastri berlalu masuk, Leona merasa lega sekaligus gugup. la sudah membawa kantong plastik, siap untuk menemukan apa pun yang diletakkan ibu mertuanya di sini. Sesekali, ia melirik arah CCTV, berusaha menyesuaikan posisi Laras dan Dini semalam. Leona harus bergerak cepat, menemukan barang itu sebelum suaminya kembali. "Dimana posisi mereka semalamDengan langkah layu dan tak bersemangat, Denis menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua. Api semangat yang membara di pagi hari lenyap seketika, tertelan oleh perdebatan yang memusingkannya bersama adik dan ibunya. Dalam kesunyian, ia perlahan membuka pintu kamarnya, membiarkan matanya menyusuri setiap sudut ruangan, mencari keberadaan Leona yang seolah-olah lenyap entah kemana. "Sayang, kamu di mana?" panggil Denis dengan suara serak. Leona yang tengah bercakap dengan Tari di balkon, bergegas menyudahi percakapan itu. la melangkah masuk, wajah yang tadinya terlukis rasa panik kini berganti sumringah. "Mas, udah sampai? Nggak mampir dulu apa?" tanya Leona, seraya menghampiri suaminya dengan hati yang berdebar-debar. Tanpa berkata apa-apa, Denis bergegas meraih bibir istrinya itu, membuat Leona terkejut dan merasa jijik pada saat yang bersamaan. Kenangan yang tak diinginkan bermunculan dalam benakn
"Kam-kamu kenapa tiba-tiba pengen ikut urus perusahaan ?" tanya Denis. Raut wajah pria itu tampak begitu lucu di mata Leona, seolah dia terjebak dalam kepanikan yang memuncak. Dalam situasi tersebut, Leona berusaha untuk bersikap seolah tak tahu menahu tentang apa yang terjadi agar suaminya tidak menaruh curiga padanya. "Nggak ada, Mas, aku cuma nggak tega sama kamu yang harus bolak-balik luar kota demi bisnis, ditambah kamu sendirian mengelola perusahaan Papaku. Kamu terlihat sangat lelah, jadi aku memutuskan untuk membantu mengurus perusahaan," jelas Leona. Denis menelan ludahnya, dadanya berdegup kencang menyadari betapa mengejutkan permintaan istrinya ini. "Aku nggak apa-apa, Sayang. Aku sanggup mengurus semuanya, demi kamu apapun akan kulakukan, sayang," rayu Denis dengan penuh rayuan, berusaha keras untuk membujuk Leona agar tidak ikut campur urusan perusahaan. Leona sebenarnya tahu ba
"Sama sekali nggak dong mbak, aku emang sudah ada niat mau menghubungi mbak Saras," sahut Leona, raut ekspresinya menyiratkan banyak sekali rencana. "Hah.. Ada apa Leona?" tanya Saras keheranan, niat hati dirinya ingin memantau aktifitas Denis dan Leona, namun siapa sangka jika wanita itupun berniat menghubunginya. "Aku mau kasih tau kalau Mama sudah pulang mbak, selama mbak tinggal dirumahku, aku belum sempat ajak mbak dan anak-anak jalan-jalan, bagaimana kalau kita bertemu di kediaman Mama Laras, setelah itu aku akan mengajak kalian jalan-jalan keliling kota Jakarta," usul Leona. Dalam kebingungan, Saras hanya mampu terdiam tanpa memberikan persetujuan. la masih mencerna makna di balik ucapan Leona. Tak ada rasa curiga dalam benak Saras; malah, ia merasa kesempatan ini sangat menguntungkan. Sebab jika mereka sama-sama tinggal di kediaman Mama Laras, maka Saras bisa mengawasi Denis dan Leona lebih dekat.
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Laras, Leona dan Denis terjebak dalam kebisuan. Leona sibuk dengan ponselnya, sementara Denis nampak melamun, kepalanya berdenyut memikirkan keributan yang mungkin terjadi di rumah Ibunya nanti. Sesekali, Leona menoleh manatap Denis yang nampak begitu serius mengemudi. la sedikit bersyukur karena Denis tak memperhatikannya, sebab saat ini ia tengah bertukar pesan dengan Tari. Sungguh Leona merasa tak akan tenang sebelum benda aneh itu jauh dari rumahnya, maka dari itu ia sengaja meminta Tari untuk mengambilnya. "Mas, ngelamun mulu, mikirin apa sih?" tanya Leona sambil menepuk pelan bahu Denis. Denis menoleh, memaksakan senyum tipis di bibirnya, senyum yang penuh keterpaksaan. "Di kantor lagi sibuk banget, Leona. Jadi mulai besok aku nggak bisa libur. Kamu nggak keberatan kan jalan-jalan sendiri sama mereka?" bohongnya.
Tak berapa lama, mertua, adik ipar, serta Saras menghampiri. Semua orang menyambut Leona dengan senyuman yang begitu memuakan. Sungguh, wajah-wajah mereka sangat menyebalkan di mata Leona. Tega sekali mereka berbuat semacam ini hanya demi merebut harta. "Sayang, Mama memang masih kangen sama kamu, ehh.. akhirnya kamu kemari," ucap Laras, sementara saras yang berdiri di belakangnya hanya bisa menahan tawa, beginilah sifat asli ibu mertuanya, munafik, gila harta dan sangat mengesalkan. Berbeda dengan Dini, wanita itu urung menyapa kakak iparnya, sebab lagi-lagi bayangan menyeramkan semalam melintas dalam benaknya, membuat wanita itu takut luar biasa, dan memutuskan masuk kedalam kamarnya. "Mah, Leona sengaja kemari, selain masih rindu dengan Mama, Leona juga punya janji dengan mbak Saras, dia keponakan Mama kan?" ucap Leona. Laras melirik salah satu menantunya yang lain, ia tersenyu
Kepergian Saras membuat Denis gelisah, tentu mengusik kedamaian di hatinya. Dia merasa setelah ini pasti akan ada badai pertengkaran diantara dia dan Sarah. Pening di kepalanya belum juga mereda, kini sudah di tambah lagi. Meski begitu dia harus tetap berusaha meluluhkan hati Saras yang tengah merajuk karena ulah Leona. "Tidak apa-apa, Mah, Leona mengerti kok. Ya sudah, kami juga naik ya," ucap Leona, mencoba bersikap biasa, padahal dalam hati bahagia luar biasa karena bisa melihat ekspresi kesal di wajah madunya. Kembali Leona menggandeng lengan Denis dengan penuh kemesraan, mempertontonkan kasih sayang mereka di depan Saras yang merasa tercabik-cabik. Leona seolah telah berubah total, rasa ibanya seakan lenyap, berganti dengan seorang wanita yang cerdik dan penuh intrik. "Sial, kenapa dia berubah begitu?" gumam Saras geram. " Dan Denis... mengapa dia hanya diam? Mereka semua memang s
Denis mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, layaknya seorang pembalap tangguh. Raut wajahnya tampak murung, matanya nanar, sepanjang perjalanan ia terdiam seribu bahasa. Mungkin hari ini merupakan hari terburuk dalam hidup Denis, seluruh kelelahan dunia nampak tertumpuk di pundaknya. Baru saja tiba di rumah pagi tadi, dan ia langsung kembali pergi mengantar ibunya, sepanjang perjalananpun ia harus adu mulut dengan sang adik, di tambah lagi dengan permintaan Leona yang mendesak ingin bergabung di perusahaan. Seolah belum cukup, kini ia harus merasakan amarah Saras yang pasti menyulutnya habis-habisan. Tak heran, Denis terpaksa pergi meninggalkan rumah sang Mama, demi menghindari kemungkinan Saras bertindak nekat dan memberitahu Leona semua kebenaran yang ada. "Mas, bisa pelan-pelan nggak sih?" Leona meminta dengan suara penuh ketakutan. "Kamu kenapa bawa mobil seperti ini? Kalau kita kenapa
Sementara itu, kepergian Leona dan Denis yang mendadak meninggalkan kebingungan. Terlebih lagi, Laras mendapati raut wajah menantu tertuanya yang tidak menyenangkan. Membuat wanita paruh baya itu semakin heran. "Ini semua salah Mbak Saras! Lagian, kenapa Mbak Saras ngintip mereka sih?" gerutu Dini kesal. Ketiganya tinggal di lantai yang sama, dan ketika Dini mendengar suara nyaring termos stanilis yang jatuh dari tangan Saras, ia bergegas keluar dari kamarnya untuk memastikan keadaan. Saras memandang adik iparnya dengan tatapan permusuhan. Suasana menegangkan itu hanya menambah pusing kepala Laras. "Apa benar kamu mengintip mereka, Ras? Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kamu tahu Leona juga istri Denis, dan dia berhak atas perhatian suaminya. Lagian, saat ini Denis juga kan lebih banyak menghabiskan waktu denganmu, tapi kamu tetap saja egois," tegur Laras, mencoba untuk menyeimbangkan situasi.
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep