Pukul dua siang, Denis dan Sarah tiba di kantor notaris dan pengacara yang akan menyiapkan surat pemindahan kekuasaan. Pasangan suami istri itu terlihat bersemangat dan saling bergandengan tangan dengan mesra, seolah tak sabar ingin mengakhiri sandiwara yang sudah berlangsung cukup lama.
Sementara itu, Miko dan Mayra ditinggalkan di rumah. "Loh, bukankah itu Pak Denis, CEO Wiguna Group, suami Leona?" tebak seorang pria tampan yang kebetulan berada di lokasi yang sama. Dia baru saja menyelesaikan urusannya dan melirik ke arah Denis dan Sarah dengan heran. Pria itu baru saja selesai bertemu klien, ia berniat kembali ke kantor. Namun, siapa sangka dia akan mendapati pemandangan mengejutkan seperti ini. "Siapa wanita di sampingnya itu? Jelas bukan Leona." Berbagai pertanyaan muncul di benaknya, mengingat pria tersebut sudah beristri. Senyuman menghiasi wajah mereka"Sayang, apa kabar nak?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut ibu mertuanya. Wanita paruh baya itu memandangi wajah Leona lekat-lekat, berusaha menunjukkan perhatiannya sebagai ibu. Namun, Leona tahu bahwa semua itu hanyalah sandiwara semata. "Baik, Mah. Mama kok nggak bilang mau ke sini?" Leona menjawab sambil tersenyum kecut, padahal dalam hati ia ingin sekali mengutarakan betapa sakitnya perasaannya. la ingin mempertanyakan segala kebohongan yang pernah mereka lakukan dan melampiaskan rasa kecewanya yang menumpuk. Laras tersenyum lebar, senyum yang mengandung berbagai arti tersembunyi. "Kejutan, Nak. Bibik bilang kemarin kamu kerumah, tapi kemarin Mama sampai rumah sudah malam. Jadi, Mama memutuskan untuk datang ke sini sore ini. Kamu kemarin ngapain?" Pertanyaan tersebut terdengar biasa, namun Leona yakin ada kecurigaan di balik kata-kata Laras. "Iya, Mah, kemarin Leona cari ja
Leona terbangun dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. Sepanjang hidupnya, tak pernah ia mengalami mimpi seburuk ini. Dalam kegelapan, Leona menyalakan lampu dan meneguk segelas air putih. Meski hanyalah mimpi, bayangan mengerikannya masih melekat erat dalam benaknya. "Astagfirullah..." Leona menghela napas panjang, mencoba menenangkan jantung yang berdebar kencang. Pikirannya berkecamuk, mencari arti di balik mimpi tentang Tuti yang menyeramkan itu. Wanita itu merintih kesakitan, wajahnya tertutup oleh darah segar yang terus mengalir dari dahinya. Permintaan tolong yang berulang kali terdengar, membuat Leona merasa ngeri. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku bermimpi seperti itu?" gumam Leona dengan gelisah. Jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari, baru dua jam ia terlelap, namun kini ia terjaga. Leona menyesali mimpinya yang menakutkan tersebut, berharap itu bukan pertanda
"Akkkhhhhh..." Suara teriakan itu begitu menggelegar, sampai-sampai membangunkan seluruh penghuni rumah besar tersebut. Leona yang sedang menunaikan salat malam bergegas keluar, wanita itu menemukan ibu mertua dan adik iparnya berpelukan ketakutan di depan pintu kamar mereka. Tak lama, ketiga asisten rumah tangga juga berdatangan. "Mama, Dini, kenapa?" tanya Leona dengan rasa heran, sangat jelas bahwa sebelumnya keduanya pergi ke bawah. Namun, kini malah suara teriakan menggema di tengah malam yang sunyi ini. "Nyah, ada apa?" ekspresi bingung tergambar di wajah para ART, pastinya mereka langsung berlari ke atas begitu mendengar suara teriakan tersebut. "Ha-hantu.." jelas Dini dengan suara terbata, mencoba menahan rasa takut yang menggebu. Sementara itu, suara tangisan Arya terdengar sayup-sayup dari dalam kamar. Barangkali, ia terkejut mendengar teriakan
Pagi-pagi sekali Laras dan Dini sudah bersiap, wajah Dini nampak begitu pucat. Kantung matanya menghitam, entah apa sebabnya. Mereka menuruni anak tangga bersama-sama, membawa Arya dalam gendongan Laras. Sementara koper mereka masih ada di dalam kamar, biarlah nanti ART yang membawanya turun. padahal rencananya mereka akan bermalam selama beberapa hari, namun urung di lakukan mengingat sosok semalam masih terus membayangi keduanya. "Selamat pagi Nyonya besar, non Dini," sapa Nina ketika keluarga Denis tiba di lantai bawah. Bukannya sikap ramah yang di tunjukan oleh mereka, namun raut arogan dan menyebalkan yang Nina lihat. "Dimana Leona?" tanya Laras seraya menghampiri meja makan, dimana makanan sudah tersusun rapih di atas meja. "Masih belum turun Nyah," jawab Sulis. Tak ada lagi percakapan di antara mereka, hingga tak lama suara salam Denis menggema di
"Non Leona cari apa?" tanya Lastri ketika melihat majikanya seperti mencari sesuatu. "Saya sedang cari kalung saya yang jatuh," bohongnya. "Butuh kami bantu Nyah?" sahut Lastri lagi. Leona menggeleng cepat, tak ingin ada yang mengetahui soal ini. Beruntung Sulis sedang belanja bulanan dan Nina tengah sibuk mengepel lantai, sehingga Lastri pun tak akan memperhatikan dirinya. "Nggak usah, Bik. Sepertinya kalau nggak jatuh di sini, ya tertinggal di kamar saya," tolaknya dengan halus. Begitu Lastri berlalu masuk, Leona merasa lega sekaligus gugup. la sudah membawa kantong plastik, siap untuk menemukan apa pun yang diletakkan ibu mertuanya di sini. Sesekali, ia melirik arah CCTV, berusaha menyesuaikan posisi Laras dan Dini semalam. Leona harus bergerak cepat, menemukan barang itu sebelum suaminya kembali. "Dimana posisi mereka semalam
Dengan langkah layu dan tak bersemangat, Denis menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua. Api semangat yang membara di pagi hari lenyap seketika, tertelan oleh perdebatan yang memusingkannya bersama adik dan ibunya. Dalam kesunyian, ia perlahan membuka pintu kamarnya, membiarkan matanya menyusuri setiap sudut ruangan, mencari keberadaan Leona yang seolah-olah lenyap entah kemana. "Sayang, kamu di mana?" panggil Denis dengan suara serak. Leona yang tengah bercakap dengan Tari di balkon, bergegas menyudahi percakapan itu. la melangkah masuk, wajah yang tadinya terlukis rasa panik kini berganti sumringah. "Mas, udah sampai? Nggak mampir dulu apa?" tanya Leona, seraya menghampiri suaminya dengan hati yang berdebar-debar. Tanpa berkata apa-apa, Denis bergegas meraih bibir istrinya itu, membuat Leona terkejut dan merasa jijik pada saat yang bersamaan. Kenangan yang tak diinginkan bermunculan dalam benakn
"Kam-kamu kenapa tiba-tiba pengen ikut urus perusahaan ?" tanya Denis. Raut wajah pria itu tampak begitu lucu di mata Leona, seolah dia terjebak dalam kepanikan yang memuncak. Dalam situasi tersebut, Leona berusaha untuk bersikap seolah tak tahu menahu tentang apa yang terjadi agar suaminya tidak menaruh curiga padanya. "Nggak ada, Mas, aku cuma nggak tega sama kamu yang harus bolak-balik luar kota demi bisnis, ditambah kamu sendirian mengelola perusahaan Papaku. Kamu terlihat sangat lelah, jadi aku memutuskan untuk membantu mengurus perusahaan," jelas Leona. Denis menelan ludahnya, dadanya berdegup kencang menyadari betapa mengejutkan permintaan istrinya ini. "Aku nggak apa-apa, Sayang. Aku sanggup mengurus semuanya, demi kamu apapun akan kulakukan, sayang," rayu Denis dengan penuh rayuan, berusaha keras untuk membujuk Leona agar tidak ikut campur urusan perusahaan. Leona sebenarnya tahu ba
"Sama sekali nggak dong mbak, aku emang sudah ada niat mau menghubungi mbak Saras," sahut Leona, raut ekspresinya menyiratkan banyak sekali rencana. "Hah.. Ada apa Leona?" tanya Saras keheranan, niat hati dirinya ingin memantau aktifitas Denis dan Leona, namun siapa sangka jika wanita itupun berniat menghubunginya. "Aku mau kasih tau kalau Mama sudah pulang mbak, selama mbak tinggal dirumahku, aku belum sempat ajak mbak dan anak-anak jalan-jalan, bagaimana kalau kita bertemu di kediaman Mama Laras, setelah itu aku akan mengajak kalian jalan-jalan keliling kota Jakarta," usul Leona. Dalam kebingungan, Saras hanya mampu terdiam tanpa memberikan persetujuan. la masih mencerna makna di balik ucapan Leona. Tak ada rasa curiga dalam benak Saras; malah, ia merasa kesempatan ini sangat menguntungkan. Sebab jika mereka sama-sama tinggal di kediaman Mama Laras, maka Saras bisa mengawasi Denis dan Leona lebih dekat.
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep