ISTRI SEKSI MAS SANTRI
BAB 2
Langkah kaki Anggi terhenti seketika tatkala mendengar ancaman sang ayah. Sedangkan Broto tampak senang melihat anaknya itu terlihat menaruh perhatian pada perkataannya.
Sekali lagi Anggi membalikkan tubuh dan berkata, "Papi akan apa memangnya? Pokoknya aku tetap gak akan menikah dengan Rama apa pun yang akan Papi bilang."
"Kalau kamu gak mau menikah dengan Rama, nama kamu akan Papi coret dari daftar ahli waris dan semua harta akan Papi kasih ke Rama," imbuh Broto panjang lebar dan sukses membuat Anggi menghentikan langkahnya.
Namun, sesaat kemudian Anggi kembali melanjutkan langkahnya. Menapaki anak tangga satu per satu, meninggalkan kedua orangtuanya yang terlihat marah kepadanya. Biarkan saja, wanita itu akan membuat aksi protes sampai mereka menggagalkan perjodohan itu.
Sementara itu, Broto terlihat sangat marah. Rahangnya mengeras dengan kedua tangan yang terkepal kuat hingga buku-bukunya memutih.
"Biarkan dia sendiri dulu, Pi," cegah Sinta memegangi pundak suaminya. "Biarkan Anggi mikir dulu dan siapin hatinya. Dia pasti kaget tiba-tiba dijodohin sama Rama."
Menghembuskan napas kasar, Broto memilih menuruti perkataan istrinya dan mengalah kepada anaknya untuk saat itu. Namun, pria paruh baya itu tidak memiliki niatan untuk berubah pikiran.
"Aku cuma mau yang terbaik untuk anak kita, Mi," tukas Broto dengan nada frustasi. Dia mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangan, lalu menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Kepalanya menengadah, fokus kepada langit-langit ruangan yang didominasi warna putih.
Sinta memeluk tubuh suaminya. "Aku tahu, Sayang. Kita sudah mikirin ini berkali-kali. Semua demi kebaikan Anggi. Tapi ... umurnya baru 21 dan dia masih belum dewasa, Pi."
Broto terdiam dan memikirkan kembali perkataan sang istri. Apa yang dikatakan oleh wanita itu memang benar adanya. Namun, yang dia inginkan agar putri satu-satunya itu tidak terjerat dalam pergaulan bebas dan menjadi semakin tidak terkendali.
Dia yakin pria pilihannya bisa menjadi imam dan juga pawang yang baik untuk Anggi. Rama dan Anggi memang bertolak belakang. Jika anaknya hobi ke diskotik dan menyukai kehidupan malam, maka Rama justru sebaliknya. Pria itu lebih suka menjaga pandangannya dan juga alim.
Broto sangat yakin, jika tidak cepat dinikahkan, maka Rama akan menjadi menantu orang lain. Lalu, dia harus mencari stok pria baik putrinya di mana?
Ingatan pria paruh baya itu kembali ke beberapa hari yang lalu. Ketika dia meminta Rama untuk menikahi Anggi. Mereka memang membicarakannya di kantor, agar Anggi tidak mengetahui rencananya itu.
Saat itu, Rama datang dengan wajah tersenyum tanpa tahu apa yang sedang menantinya. Setelah meminta sekretarisnya tidak membiarkan siapa pun mengganggu, Broto pun memulai perbincangan seriusnya dengan Rama.
"Papi mau meminta tolong satu hal kepadamu, Rama," ucap Broto memulai percakapan. Wajahnya yang terlihat serius membuat Rama pun mendengar dengan saksama apa yang hendak disampaikan oleh ayah angkatnya itu.
"Papi mau minta tolong apa? Jangan sungkan sama aku. Kalau bisa, pasti akan aku bantu, Pi." Rama menjawab dengan sopan membuat hati Broto semakin yakin untuk menjadikan pemuda itu sebagai menantunya.
Hening sesaat sebelum Broto kembali melanjutkan perkataannya. Hal itu pun membuat Rama menjadi penasaran dan berdebar. Menanti kalimat apa yang akan diucapkan pria paruh baya di hadapannya. Mungkin saja itu sesuatu hal yang penting, hingga membuat ayahnya memilih kata.
"Papi mau kamu menikahi Anggi, Rama. Papai mau kamu menjadi suami Anggi dan menjadi menantuku," tutur Broto dalam sekali tarikan napas. Rasa gugupnya hampir sebanding saat meminta restu untuk menikahi Sinta kepada kedua orangtuanya.
Saat itu, Rama terlihat sama terkejutnya seperti Anggi. Namun, hanya sesaat. Karena detik berikutnya pria itu telah mampu mengatur ekspresinya kembali tenang seperti semula.
Apa yang diminta oleh Broto sungguh bukanlah perkara mudah. Ini menyangkut hati dan kehidupannya kelak hingga maut menjemput. Karen pemuda itu hanya menginginkan pernikahan sekali seumur hidup.
Terlebih Rama telah memiliki tambatan hati. Seorang wanita soleha yang dicintainya dalam diam selama ini. Segala isi hatinya hanya dia curahkan di sepertiga malamnya.
"Maksud Papi ...."
"Papi rasa kamu cukup pintar untuk mengetahui maksud pembicaraan ini, Nak. Papi harap kamu mau menerima permintaan pria tua ini." Broto mental dalam mata Rama. Tidak ada paksaan di tatapannya, tetapi pengharapan yang berlebihan hingga membuat Rama ragu untuk menolaknya.
Ah, apakah ini jawaban Tuhan atas segala harap yang dia langitkan di setiap malamnya? Berulang kali Rama menyebut nama Nayla Salsabila dalam doanya. Meminta wanita itu sebagai jodohnya dan bila ternyata Nayla bukan takdirnya, maka Rama selalu berharap Tuhan akan memberikan jawaban kepadanya melalui sebuah pertanda.
"Apa kamu sudah memiliki kekasih?" tanya Broto dengan hati-hati. Mungkin saja Rama ragu untuk memberikan jawaban karena hal itu. Namun, jika benar jawabannya karena itu, Broto akan meminta Rama untuk memutuskan kekasihnya itu.
Rama terdiam, pun dengan Broto. Pria paruh baya itu memang memilih untuk menjadi egois demi kebahagiaan putrinya. Jika Rama menolak, dia akan meminta atau bahkan memohon sekalipun. Anaknya telah jauh melewati batas.
Setiap hari kerjanya hanya ke klub malam dan pulang dalam keadaan mabuk. Belum lagi pakaiannya yang terkesan kekurangan bahan. Broto bukannya tidak pernah menegur dan menasehati Anggi. Namun, semua itu hanya dianggap bagai angin lalu oleh anaknya itu.
"Bukan begitu, Pi. Aku gak punya pacar. Papi, kan, tahu kalau pacaran itu haram hukumnya dalam Islam," kilah Rama masih dengan suara yang lembut. Pemuda itu memang tidak pernah meninggikan suaranya.
Pokoknya Rama itu selalu membuat Broto terkagum-kagum akan sifat dan sikapnya.
Wajah Broto seketika berbinar bahagia. "Kalau begitu, kamu terima permintaan Papi, 'kan?" tanya Broto memastikan.
"Selama ini aku hanya menganggap Anggi sebagai adik, tidak lebih, Pi."
Jawaban yang diberikan Rama seolah-olah menghempaskan harapan tertinggi seorang Broto Pramuji. Dipikirnya pembicaraan ini akan berlangsung cepat dan mudah. Lalu, apakah perkataan pemuda di hadapannya itu mengisyaratkan sebuah penolakan?
Broto sedikit mencondongkan tubuh ke depan. "Maksudnya kamu menolak, Rama?"
Pemuda itu menggelengkan kepala dengan perlahan. Ah, kini Broto semakin bingung dibuatnya. Rama tidak menolak, tetapi perkataannya tadi seolah-olah menolak permintaannya.
"Lalu?"
Rama tersenyum. "Ini bukan perkara mudah, Pi. Berikan waktu kepadaku untuk membuat keputusan. Aku ingin meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa."
Broto tidak lantas mengiyakan keinginan Rama. Permintaannya itu memang tidak sulit, tetapi entah mengapa perasaannya sangat gelisah. Mungkinkah itu sebuah pertanda? Semoga saja tidak.
"Baiklah, Papi akan memberi waktu tiga hari untuk memikirkannya. Jika setelah tiga hari kamu gak kasih kabar, itu artinya kamu setuju. Bagaimana?" tanya Broto lagi.
"Aku setuju, Pi. Dalam waktu tiga hari aku akan memberikan jawabannya. Semoga Tuhan memberikan petunjuk." Rama dan Broto lantas mengaminkan perkataan Rama.
Setelah pembicaraan itu dianggap selesai, Rama pamit undur diri kepada ayah angkatnya itu. Sebenarnya dia sangat sedih dan kebingungan saat itu, tetapi dia menyembunyikannya dengan sangat pandai. Hingga tidak ada seorangpun yang menyadarinya.
Rama berniat segera pulang ke rumah dan menemui Anggi. Bukan untuk menanyakan kesediaan wanita itu, karena hal tersebut bukanlah wewenangnya, melainkan untuk memantapkan hati saat menatapnya.
Namun, urung lantaran hatinya yang terlalu kacau. Dia memilih memutar setir ke.udi mobilnya menuju sebuah taman kota yang tidak jauh dari sana. Berharap keindahan di tempat itu dapat membuat pikirannya menjadi tenang dan dapat berpikir dengan jernih.
Setelah memarkirkan kendaraannya, Rama berjalan menuju sebuah bangku panjang yang langsung mengarah kepada danau buatan yang ada di taman itu.
"Apa yang harus aku lakukan Tuhan? Aku mohon berikan petunjuk-Mu. Papi dan Mami adalah dua orang manusia baik hati yang Kau untuk kepadaku untuk menyelamatkan aku. Apa ini waktunya aku membalas budi kepada mereka?" gumam pria itu pada diri sendiri.
Di satu sisi dia ingin membalas hutang Budi kepada keluarga Broto, tetapi di sisi lain pria itu belum rela melepaskan Nayla. Mereka memang tidak memiliki ikatan. Namun, dari gerak-geriknya, Rama yakin jika wanita itu tidak membencinya. Artinya, pemuda itu memiliki peluang untuk menjadikan wanita soleha itu sebagai pendamping hidupnya.
Beberapa hari kemudian, Rama menghubungi Broto melalui sambungan telepon.
Broto tidak lantas menjawab panggilan itu. Dia berusaha menenangkan diri, menerima apa pun jawaban yang akan diberikan oleh Rama kepadanya. Semoga saja jawabannya seperti yang dia harapkan selama ini.
"Halo, Assalamualaikum, Pi. Ini Rama," sapa Rama dengan suara lembut dari balik telepon.
"Wa'alaikum salam. Iya Papi tahu. Ada apa, Nak?" Broto pura-pura tidak tahu.
"Begini, Pi. Terkait permintaan Papi waktu itu, aku sudah punya jawaban. Bisakah kita bertemu untuk membicarakannya? Rasanya tidak enak mengatakannya melalui telepon."
ISTRI SEKSI MAS SANTRIBAB 3Broto menunggu kedatangan Rama dengan diliputi rasa cemas. Seolah-olah takut jika anak angkatnya itu menolak permintaannya untuk menikahi Anggi.Rama memang berkata akan memikirkan permintaan Broto dan meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Akan tetapi, entah mengapa pria paruh baya itu merasa jika Rama akan menolak. Terlebih karena pria itu merupakan lulusan pesantren dan seorang penghafal Al-Qur'an. Tentu seleranya adalah wanita baik-baik yang soleha dan berhijab. Rasa gugup Broto semakin menjadi-jadi tatkala mendengar suara ketukan di pintu ruang kerjanya."Masuk," sahut Broto mempersilahkan pria itu masuk.Dengan segera Rama memasuki ruangan sembari melemparkan senyuman ke arah ayah angkatnya itu. Tidak lupa pula dia meraih tangan kanan pria itu, lalu mengalaminya.Setelah dipersilakan duduk, keduanya terdiam beberapa saat. "Jadi, maksud kedatanganku ke sini adalah untuk memberikan jawaban atas permintaan Papi tempo hari," ucap Rama memecah kehenin
ISTRI SEKSI MAS SANTRIBAB 4"Yakin kamu mau tahu dan kamu serius untuk menjalaninya?" tanya Broto sekali lagi berusaha meyakinkan Anggi. "Ck, cepatlah, Pi, katakan saja kenapa pakai bertele-tele sih!" ketus Anggi karena merasa dipermainkan oleh Broto. "Oke-oke, dengarkan baik-baik ya. Pertama, kamu harus secepatnya menikah, dua minggu lagi pernikahan itu akan dilaksanakan. Kedua, kamu selepas ijab qabul nanti wajib menuruti apa pun yang Rama katakan karena dia sudah sah menjadi suamimu jadi kamu mutlak menjadi milik Rama. Yang ketiga, kamu dan Rama tidak boleh bercerai dalam jangka waktu satu tahun. Kalau selama itu kamu bisa menjalankan apa yang Papi syaratkan maka Papi akan dengan sukarela memberikan harta warisan Papi semuanya untuk kamu. Gimana? Deal?" "Hanya itu saja, Pi?" tanya Anggi dengan senyuman sinisnya seolah-olah Anggi mengatakan semua itu adalah perkara kecil. Akan tetapi, Anggi tidak tahu jika di dalam perjodohan itu ada niat lain dari sang ayah untuk masa depannya.
TERJEBAK CINTA CEO CANTIKBAB 5Meskipun dengan hati yang begitu dongkol, Anggi tetap memilih pergi dengan Rama. Gadis itu berpikir lebih baik bersenang-senang di club bersama teman-temannya dengan ditemani Rama. Daripada dia harus stay di rumah aja. Mereka berdua masuk mobil Anggi dengan Rama yang memegang kemudi. Anggi membuang muka ke luar jendela mobil selama perjalanan mereka. Dia masih tidak terima jika Rama sampai diharuskan mengikutinya.Padahal papinya sendiri yang mengatakan bahwa perjanjian yang telah dia sepakati dengannya baru akan berlangsung sesudah Rama mengucapkan akad nikah atas namanya.Mobil terus melaju membelah malam yang semakin pekat. Sesekali pemuda tampan itu melirik gadis cantik yang notebene adik angkatnya. Tanpa disadari terdengar helaan napas Rama.Anggita sekilas mengalihkan atensinya ke Rama. Pemuda itu sendiri pura-pura tetap fokus dengan jalanan."Kenapa? Tidak suka? Makanya tadi mending kamu gak usah ikut! Di sana banyak setannya!" tukas Anggi denga
TERJERAT CINTA CEO CANTIKBAB 6Meskipun dengan hati yang begitu dongkol, Anggi tetap memilih pergi dengan Rama. Gadis itu berpikir lebih baik bersenang-senang di club bersama teman-temannya dengan ditemani Rama. Daripada dia harus stay di rumah aja. Mereka berdua masuk mobil Anggi dengan Rama yang memegang kemudi. Anggi membuang muka ke luar jendela mobil selama perjalanan mereka. Dia masih tidak terima jika Rama sampai diharuskan mengikutinya.Padahal papinya sendiri yang mengatakan bahwa perjanjian yang telah dia sepakati dengannya baru akan berlangsung sesudah Rama mengucapkan akad nikah atas namanya.Mobil terus melaju membelah malam yang semakin pekat. Sesekali pemuda tampan itu melirik gadis cantik yang notebene adik angkatnya. Tanpa disadari terdengar helaan napas Rama.Anggita sekilas mengalihkan atensinya ke Rama. Pemuda itu sendiri pura-pura tetap fokus dengan jalanan."Kenapa? Tidak suka? Makanya tadi mending kamu gak usah ikut! Di sana banyak setannya!" tukas Anggi denga
TERJERAT CINTA CEO CANTIKBAB 7"Lepaskan tanganku! Aku bisa jalan sendiri!" Anggita menghentak tangannya hingga genggaman keduanya terlepas.Gadis itu tampak memegangi pergelangan tangannya yang memerah akibat ulah Rama yang takut jika dia terlepas. Keduanya kini sudah di parkiran mobil. Padahal beberapa saat lalu mereka masih di dalam club tersebut. Rama baru kali ini bersikap begitu keras. Tidak seperti biasanya. Dia akan lemah lembut seperti yang diajarkan gurunya ketika menimba ilmu di pesantren. Menghadapi Raka yang kurang ajar itu harus dengan cara yang tegas. Apalagi menyangkut Anggita calon istrinya."Maaf kalau aku menyakitimu," pinta Rama dengan wajah begitu tulus."Lain kali kalau mau keluar pakailah baju yang lebih sopan. Tidak perlu memamerkan tubuhmu yang bagus itu. Apalagi meliuk-liuk di hadapan orang banyak seperti cacing kepanasan.""Suka-suka aku! Lagian kamu kalau mau ceramah jangan di sini. Masa iya aku harus pakai gamis untuk pergi ke club. Bisa-bisa diketawain
TERJERAT CINTA CEO CANTIK"Benar kamu mau tahu alasanku, mengapa aku mau menikah denganmu?" tanya Rama dengan suaranya yang begitu tegas. Sesaat tatapan mata keduanya saling memandang. Rama yang tersadar pun segera mengalihkan pandangannya. Ia takut kalau akan khilaf padahal ia dan Anggi belum sah. "Astaghfirullahaladzim. Apa yang aku pikirin sih," gerutu Rama sambil menepuk kepalanya. Anggita yang melihat itu terheran dan bertanya pada Rama. "Kamu kenapa kok nepok itu kepala?""Gak apa-apa. Jadi kamu beneran pengen tau?""Ya Iyalah, aku memang ingin tahu alasanmu menerima permintaan Papi yang kurasa sangat konyol itu. Huh dasar orang tua kolot! Kayak yang gak pernah muda aja!" Anggi masih saja terus menggerutu. Sedangkan Rama sedikit menarik kedua sudut bibirnya saat melihat Anggi yang sedang kesal. Baginya wajah Anggi tampak sangat menggemaskan. "Kenapa kamu senyum-senyum gak jelas begitu?! Ada yang lucu gitu dari ucapanku?" tanya Anggi sembar menatap wajah Rama sinis. Sungguh An
TERJERAT CINTA CEO CANTIK"Kamu sudah tidak sabar dihalalin, ya? Baiklah kalau begitu. Nanti aku akan minta Papi dan Mamimu untuk segera menikahkan kita secepatnya." Rama begitu ringan ketika mengucapkan hal itu. Yang disambut belalakan netra indah milik Anggi. "Kamu, ya! Benar-benar gak waras!" seru Anggi lagi.Gadis itu semakin mengerucutkan bibirnya yang begitu menggoda. Membuat Rama susah payah menyembunyikan sinyal-sinyal kelelakiannya. Untung saja imannya masih kuat. Kalau tidak, entah apa jadinya."Makanya kamu jangan sok nantangin aku. Aku ini laki-laki. Sealim-alimnya aku, aku ini pria normal yang juga memiliki hasrat.""Cih … berarti apa bedanya kamu ama Rafa! Dasar laki-laki mesum!" cibir Anggi.Tepat pada saat itu mobil sudah masuk ke halaman rumah keluarga Broto. Mobil tersebut langsung masuk dengan mudahnya karena Rama memiliki remot pengatur gerbang rumah tersebut.Sesaat Rama pun memarkirkan mobil itu di port car yang ada di halaman rumah mewah tersebut. Anggi yang m
TERJERAT CINTA CEO CANTIK"Bagaimana saksi, sah?" tanya Penghulu yang menikahkan Anggita dan Rama."Sah …," jawab hampir seluruh orang yang menyaksikan pernikahan Anggita dan Rama.Rama tampak tersenyum bahagia ketika mendengar semua orang mengesahkan pernikahannya bersama Anggita. Berbeda dengan gadis cantik dalam balutan gaun pengantin dengan aksen jawa tersebut.Wajah cantiknya terlihat sedikit manyun. Meskipun hal itu tentu saja tidak mengurangi kecantikannya yang sangat paripurna. Beberapa doa teruntai dari bibir penghulu yang menikahkan mereka berdua. Di-aamiinkan oleh semua orang yang berada di ruangan tersebut. Tentu saja doa kebaikan untuk Anggita dan Rama yang memulai babak baru sebagai suami-istri. Rama tampak sedikit berbisik ke rungu istrinya yang tampak sedikit salah tingkah ketika ditatapnya."Kamu cantik, Dek Anggita," puji Rama kepada Anggita sambil memberikan tangannya untuk dicium Anggita sebagai tanda penghormatan atas dirinya seusai ijab kabul."Owh … kamu mau mi