Share

Bab 4

ISTRI SEKSI MAS SANTRI

BAB 4

"Yakin kamu mau tahu dan kamu serius untuk menjalaninya?" tanya Broto sekali lagi berusaha meyakinkan Anggi. 

"Ck, cepatlah, Pi, katakan saja kenapa pakai bertele-tele sih!" ketus Anggi karena merasa dipermainkan oleh Broto. 

"Oke-oke, dengarkan baik-baik ya. Pertama, kamu harus secepatnya menikah, dua minggu lagi pernikahan itu akan dilaksanakan. Kedua, kamu selepas ijab qabul nanti wajib menuruti apa pun yang Rama katakan karena dia sudah sah menjadi suamimu jadi kamu mutlak menjadi milik Rama. Yang ketiga, kamu dan Rama tidak boleh bercerai dalam jangka waktu satu tahun. Kalau selama itu kamu bisa menjalankan apa yang Papi syaratkan maka Papi akan dengan sukarela memberikan harta warisan Papi semuanya untuk kamu. Gimana? Deal?" 

"Hanya itu saja, Pi?" tanya Anggi dengan senyuman sinisnya seolah-olah Anggi mengatakan semua itu adalah perkara kecil. Akan tetapi, Anggi tidak tahu jika di dalam perjodohan itu ada niat lain dari sang ayah untuk masa depannya. 

"Yah, hanya itu saja, cukup mudah kan?" 

"Sangat mudah. Bukankah begitu Rama?" tanya Anggi pada Rama yang hanya dijawab senyuman kecil oleh Rama. Rama hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Anggi yang semaunya sendiri itu. Bahkan, Anggi tidak berdiskusi sama sekali dengan Rama apakah pria itu setuju ataukah tidak.

"Baik, berarti fix ya kalian sudah setuju. Bagaimana denganmu Rama?" 

"Ah, gak usah lah tanya si Rama segala. Dia kan orangnya mah ngikut aja. Iya kan?" sela Anggi lagi yang membuat Broto, Sinta juga Rama kembali menggelengkan kepala melihat tingkahnya yang sangat tidak sopan itu. 

"Sudah ya, aku mau lanjut tidur lagi karena malam nanti aku ada acara sama teman-temanku," ucap Anggita sembari menguap. Ia pun berjalan meninggalkan semua yang ada di ruangan itu. Namun, belum sempat kaki Anggi melangkah, Broto kembali memanggilnya dengan suara keras. 

"Nanti malam kamu mau kemana Anggi?!" sentak Broto pada putrinya. Anggita hanya mengernyit sembari meletakkan telunjuk tangannya di kening persis seperti orang tengah berpikir. 

"Kasih tau gak yaaaa, ya jelas enggak lah hahahaha."

 Anggi tergelak karena sudah merasa berhasil meledek ayahnya itu. Rama sejak tadi sudah mengelus dada melihat Anggi yang menurutnya sudah berlaku kurang ajar pada orang tuanya sendiri. 

"Jangan kurang ajar kamu Anggi! Apa kamu gak dengar syarat dari Papi barusan!" 

"Lho, Papi nih aneh, kan syarat itu berlaku kalau aku udah nikah sama tuh anak pungut. Lha sekarang kan belum menikah, Pi, jadi masih boleh lah aku pergi sesuka hatiku." Anggi pun bergegas kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya yang terganggu akibat dibangunkan paksa oleh Sinta. 

"Astaghfirullahaladzim, benar-benar tuh anak gak bisa dikasih tau. Terus gimana dong, Pi, Mami gak mau sebelum Anggi menikah malah melakukan yang enggak-enggak," ucap Sinta dengan raut wajah khawatirnya. 

"Maksud Mami?" 

"Ya Papi masa gak paham sih. Nih denger ya, Angita kan sudah punya pacar siapa tuh namanya si Rafa ya. Yang kelakuannya minus abis kerjanya cuma nongkrong-nongkrong gak jelas. Mami malah takut setelah tahu akan menikah dua minggu lagi terus si Anggita malah mau menyerahkan harga dirinya sana si cowok begajulan itu, duh gimana dong, Pi." 

"Maksud Mami apaan sih, harga dri gimana maksudnya?" 

"Ya bahasa kasarnya perawannya Anggi dia berikan begitu saja sama si Rafa itu lho, Pi." 

"Astaghfirullahaladzim. Kok Mami mikirnya kejauhan begitu sih?" 

"Ya kan namanya antisipasi saja, Pi, daripada kita kecolongan secara Papi lihat pakaian anak kita itu bagaimana dan si Rafa itu kayak gimana. Bisa saja kan si Rafa naro obat perangsang atau obat tidur di minuman Anggi terus Anggi gak sadarkan diri terus dibawa si Rafa itu ke hotel. Ih amit-amit jabang bayi." 

"Iya ya, Mami ada benarnya juga. Duh gimana ini. Ah, apa kalau begitu pernikahan kita percepat saja. Besok, yah besok kita nikahkan Anggira langsung dengan Rama. Gimana, Ram, kamu setuju kan?" 

Rama tentu saja membelalak karena terkejut dengan keputusan Broto yang begitu cepat. Padahal tadi dia bilang kalau pernikahan akan dilangsungkan dua minggu lagi. Akan tetapi, barusan saja dia mengatakan akan dilakukan besok. Bagaimana bisa?

"Tapi, Pi, surat-suratnya kan belum jadi? Gimana bisa menikahnya besok, Pi?" 

"Gampang soal itu, kamu nikah siri dulu saja sama Anggita baru nanti dua minggu kemudian kalian menikah resmi dan tentunya sekalian pesta," timpal Sinta yang begitu antusias menyambut rencana dadakan sang suami. 

Sementara itu Rama memijat pelipisnya yang terasa pusing sekali. Bagaimana tidak karena semua serba mendadak dan sama sekali tidak direncanakan. 

"Tapi, Mi," 

"Ram, please, tolong kamu mau ya, ini semua demi kebaikan Anggi juga kamu. Masa iya kamu mau Anggi jadi barang bekasnya si brengsek Rafa itu," ucap Sinta lagi. 

Akhirnya Rama pun terpaksa mengangguk dan menyetujui ide dan rencana dadakan dari ayah angkatnya itu. Sekali lagi, semua Rama lakukan terpaksa karena untuk balas budinya pada kebaikan orang tua angkat yang sudah sudi merawatnya dengan penuh kasih sayang. 

"Baiklah, Mi, Pi, apa pun yang kalian inginkan Rama tidak bisa menolaknya. Rama hanya berharap semoga ini memanglah keputusan yang tepat," ucap Rama pada akhirnya. 

"Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu," ucap keduanya dengan perasaan lega. 

"Oh iya, Ram, nanti malam tolong kamu ikuti kemana Anggita pergi ya. Jangan biarkan dia pergi sendirian, jujur Papi sangat khawatir setiap Anggita pergi meski sudah ada orang suruhan Papi yang mengawasinya dari kejauhan. Hanya saja hari ini dia izin tidak bisa bekerja karena istrinya sedang melahirkan. Maka Papi minta tolong sama kamu untuk ikuti kemana Anggita pergi." 

"Baiklah, Pi, nanti malam Rama akan ikuti Anggita," ucap Rama sembari tersenyum. Setelahnya mereka terlibat obrolan hangat seputar kenangan masa kecil Rama juga Anggita dulu. 

***

"Taraa, aku sudah syantik, juga sudah harummm mempesonah, ah, betapa sempurnanya diriku ini. Memang tidak salah jika aku dijuluki si ratu kecantikan sejagat, hihihi." Anggi bermonolog di depan cermin besar yang ada di kamarnya. 

Seperti ucapannya pada papi dan maminya tadi kalau Anggi akan pergi ke acara temannya yakni, menghadiri acara pesta ulang tahun temannya di bilangan club di kota tempat mereka tinggal. 

Anggita Azzahra memanglah memiliki fisik yang terbilang sempurna. Matanya yang bulat terlihat sangat cantik seperti boneka. Bulu matanya yang lentik, bodinya yang ramping dan berbentuk bak gitar spanyol dan tingginya yang semampai serta kulitnya yang putih mulus sehalus sutra. 

Siapa pun pria yang melihat Anggi akan terpesona dengan kecantikannya. Sayangnya kecantikan itu bisa dikonsumsi oleh siapa saja. Yah, kegemaran Anggita yang hobi memakai pakaian terbuka dan juga seksi yang memperlihatkan lekuk tubuh indahnya hingga membuat para makhluk berjenis kelamin pria meneguk air liurnya sendiri lantaran terkagum-kagum dengan kecantikan Anggita yang paripurna. Seperti yang ia pakai kali ini, gaun berwarna merah maroon yang mengekspos punggungnya yang mulus serta belahan roknya hingga sebatas paha membuat kaki Anggi terlihat sangat seksi. 

"Yups, sudah oke semuanya dan sekarang mari kita lets go!" seru Anggita pada dirinya sendiri. Ia pun berjalan melenggak lenggok layaknya model catwalk yang sedang berjalan di atas panggung. Anggita membuka pintu dan ia pun terkejut dan terlonjak. Hampir saja Anggita terjatuh kalau saja ia tidak berpegangan pada handle pintu sebab ia memakai high heels dengan tinggi sepuluh senti. 

"Astaga Rama! kamu ngapain di sini!?" tanya Anggita keheranan menarap Rama yang melipat tangan di dada sembari bersandar di dinding sebelah pintu persis. 

Rama juga sudah berpakaian rapi dengan kemejanya dan celana jeans nya. Jam tangan yang melingkar, rambut yang klimis dan ditata sedemikian rupa hingga membuat Rama terlihat sangat tampan. 

Sekilas Anggita terpana oleh ketampanan Rama karena selama ini Anggita tidak pernah melihat Rama berpenampilan sekeren ini. Biasanya Rama akan berpakaian layaknya pria alim persis seperti ustadz. Rama hanya akan berpakaian formal jika sedang di kantor sang ayah. Itu pun hanya sebatas kemeja polos, celana kain dan juga sepatu pantovel. 

"Aku? Aku mau nemenin kamu pergi malam ini," ucap Rama dengan santainya. Jarak mereka cukup dekat sehingga saat Rama berbicara aroma napasnya yang wangi pun tercium oleh hidung Anggi hingga membuatnya hampir saja kembali terlena. 

Akan tetapi, Anggita membelalak seketika saat ingat perkataan Rama kalau dirinya akan ikut dengan Anggita malam ini. 

"Kamu? Mau ikut denganku? Mau ngapain? Hahahahaha, yah meskipun kamu sudah dandan seperti ini tapi tetap sana di sana kamu itu gak pantas. Kamu kan cupu, yang ada nanti kamu bakal malu-maluin aku tau gak!" ketus Anggi sembari menatap sinis pada Rama. Namun,  Rama tetap tidak menghiraukan. 

"Terserah apa katamu, aku hanya menjalankan tugas dari Papi untuk menjagamu." 

Anggita mendengus kesal mendengar ucapan Rama. 

"Memangnya aku anak kecil apa pakai dikawal segala? Gak usah dan gak perlu!"

 Anggita melangkah meninggalkan Rama. Namun, belum jauh Anggita melangkah Rama menarik tangan Anggita dan membuat tubuh Anggita menempel di dada Rama. 

"Kali ini aku tidak terima penolakan, ayo aku temani atau tidak boleh pergi sama sekali."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status